Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH

FT TUMBUH KEMBANG
“FT.DISTROPIA MUSCULAR PROGRESIVE/DMP”

DIII FISIOTERAPI
TAHUN AJARAN 2021

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT Dzat penguasa alam semesta yang
telah memberikan taufiq, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat
beraktivitas untuk menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “FT
pada Distropia Muscular Progresive/DMP “ ini.
Kami berharap makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan
saudara-saudari yang ingin lebih memahami atau mengetahui sekilas  tentang
“FT pada Distropia Muscular Progresive/DMP“.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Fisioterapi
Tumbuh Kembang yang diberikan oleh dosen.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran  bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Makassar, 10 Januari 2021

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................……………………......
DAFTAR ISI.............................................................……………………......
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................……………….…...................................
B. Rumusan Masalah.............…………….….........................….........
C. Tujuan...............................…………………....................….........
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Definisi Distropia Muscular Progresive/DMP…………………….….….
B. Manifestasi klnis Distropia Muscular Progresive/DMP............................
C. Klasifikasi Distropia Muscular Progresive/DMP.......................................
D. Gambaran patologi Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)....................
E. Patogenesis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD.................................

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan............................................………………................
B. Saran..................................................………………..............….
DAFTAR PUSTAKA..........................................………………...………..

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dystrophia Muscular Progressive (DMP) adalah suatu kelainan pada anak
yang ditandai dengan kelemahan otot secara progresif (progressive muscle
degeneration) dan terjadi pseudohypertropy (hipertropi semu) yang
menyerang pada umur 3 sampai 12 tahun. Dystrophia Muscular
Progressive (DMP) merupakan kelainan akibat hederofamiliar, terkait sifat
seks di salah satu kromosom X pada seks wanita yang bersifat resesif (X
Xd). Dalam kasus ini ditemukan adanya gangguan berupa kelemahan otot,
biasanya diketahui saat anak sudah berjalan sekitar usia 3 - 6 tahun (pada
tipe Duchenne Muscular Dystrophy) dan belakangan (pada tipe Backer
Muscular Dyastrophy), kecuali pada Congenital Muscular Dystrophy yang
terlihat hipotoni saat lahir. Gangguan lain pada penderita penyakit ini yaitu
sering jatuh, mengeluh nyeri, kesulitan naik tangga, dan toe walking.
Terlihat pembesaran otot terutama bagian betis. Kelemahan yang paling
dahulu terlihat adalah fleksor leher pada usia prasekolah. Kelemahan
bersifat umum, namun predominan bagian proksimal dahulu. Gelang
panggul mendahului gelang bahu beberapa bulan sebelumnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa definisi Distropia Muscular Progresive/DMP?
2. Apa manifestasi klnis Distropia Muscular Progresive/DMP?
3. Apa klasifikasi Distropia Muscular Progresive/DMP?
4. Apa gambaran patologi Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)?
5. Apa patogenesis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)?

C. TUJUAN
1.Untuk mengetahui definisi Distropia Muscular Progresive/DMP?
2. Untuk mengetahui manifestasi klnis Distropia Muscular
Progresive/DMP?

1
3. Untuk mengetahui klasifikasi Distropia Muscular Progresive/DMP?
4. Untuk mengetahui gambaran patologi Duchenne Muscular Dystrophy
(DMD)?
5. Untuk mengetahui patogenesis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)

BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Distropia Muscular Progressive (DMP)


Dystrophia Muscular Progressive (DMP) adalah suatu kelainan pada anak
yang ditandai dengan kelemahan otot secara progresif (progressive muscle
degeneration) dan terjadi pseudohypertropy (hipertropi semu) yang
menyerang pada umur 3 sampai 12 tahun. Dystrophia Muscular
Progressive (DMP) merupakan kelainan akibat hederofamiliar, terkait sifat

2
seks di salah satu kromosom X pada seks wanita yang bersifat resesif (X
Xd). Dalam kasus ini ditemukan adanya gangguan berupa kelemahan otot,
biasanya diketahui saat anak sudah berjalan sekitar usia 3 - 6 tahun (pada
tipe Duchenne Muscular Dystrophy) dan belakangan (pada tipe Backer
Muscular Dyastrophy), kecuali pada Congenital Muscular Dystrophy yang
terlihat hipotoni saat lahir. Gangguan lain pada penderita penyakit ini yaitu
sering jatuh, mengeluh nyeri, kesulitan naik tangga, dan toe walking.
Terlihat pembesaran otot terutama bagian betis. Kelemahan yang paling
dahulu terlihat adalah fleksor leher pada usia prasekolah. Kelemahan
bersifat umum, namun predominan bagian proksimal dahulu. Gelang
panggul mendahului gelang bahu beberapa bulan sebelumnya.

B. Manifestasi Klinis Distropia Muscular Progressive (DMP)


Adapun tanda dan gejala gejala dari dari Dystrophia Muscular
Progressive (DMP) adalah sebagai berikut :
a) Canggung cara berjalan atau melangkah (pasien cenderung untuk
berjalan pada kaki depan mereka karena suatu tonus otot betis
meningkat. Berjalan kaki adalah adaptasi kompensasi untuk
kelemahan otot ekstensor lutut).
b) Sering jatuh.
c) Mudah lelah.
d) Kesulitan dengan keterampilan motorik (berlari, melompat, dll.)
e) Peningkatan lumbar lordosis, menyebabkan pemendekan otot
fleksor hip. Hal ini berdampak pada postur keseluruhan dari cara
berjalan.
f) Kontraktur tendon achilles dan otot paha belakang merusak fungsi
karena serat otot memendek dan fibrosis terjadi pada jaringan ikat.
g) Progresif kesulitan berjalan.
h) Pseudohypertrophy (hipertropi semu) dari lidah dan otot betis.
Jaringan otot akhirnya digantikan oleh jaringan lemak dan ikat
akibat pseudohypertrophy.

3
i) Resiko tinggi gangguan neurobehavioral (misalnya ADHD),
gangguan belajar (disleksia), dan non-progresif kelemahan dalam
keterampilan kognitif tertentu (terutama memori jangka pendek
verbal) yang diyakini sebagai hasil dari distrofin atau disfungsional
dalam otak.
j) Kehilangan kemampuan untuk berjalan biasanya pada usia 12
tahun.
k) Cacat skeletal termasuk skoliosis dalam beberapa kasus.
l) Adanya pelepasan serabut otot secara besar-besaran dan digantikan
oleh jaringan ikat dan penimbunan sel-sel lemak. Jaringan menyatu
membentuk jaringan non-elastis dan tidak kuat, kemudian
menyebabkan penyusutan serabut otot sehingga mengalami
fibrosis.

C. Klasifikasi Distropia Muscular Progressive (DMP)


Dystrophia Muscular Progressive (DMP) terdiri dari 2 tipe, yakni :
1. Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) merupakan kategori DMP
berat. DMP ini mempunyai gejala awal normal pada periode
tertentu, tonus otot menurun mulai dari arah distal ke proksimal
yang menyebabkan kekuatan otot menurun drastis sehingga
aktivitas menurun (problem gross - fine motor). Pada DMP tipe
duchenne tidak terdapat gangguan pada sistem saraf pusat,
sehingga tidak ada gangguan kognitif. Kualitas hidup menurun
karena otot-otot diafragma mengalami kelemahan.
2. Backer Muscular Dystrophy (BMD)
Backer Muscular Dystrophy (BMD) merupakan kategori DMP
sedang yang mengenai sampai usia belasan dan usia maksimal
adalah 20 tahun. Gejala dari DMP backer adalah gower’s sign (+),
gower manuver (+), mampu melakukan aktivitas sehari-hari
dengan kekuatan terbatas, paralysis total jika otot tubuh bagian

4
distal sudah terkena yang akan menyebabkan otot seluruh tubuh
akan paralysis, proses lebih lama dari tipe duchenne. Pada DMP
tipe backer dilakukan terapi mulai umur 8 tahun.

Selain kedua tipe diatas, Dystrophia Muscular Progressive (DMP


juga memiliki beberapa kategori ringan yang terdiri dari :
1. Limb girdle. Bagian yang terkena yakni leher (shoulder girdle) dan
bagian bawah pelvic + thigh (otot quadriseps dan otot sekitarnya).
2. Fascio scapulo humeral. Bagian yang terkena pada fascio scapula
sampai shoulder girdle.
3. Scapulo peroneal limb. Bagian yang terkena shoulder girdle dan
peroneus.
4. Distal pattern. Bagian yang terkena lengan bawah atau tungkai
bawah.

D. Gambaran Patologi Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)


Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi
muskular progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki.
Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran
bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan
hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada
DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus
Xp21.2 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin.
Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara
primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan
sistem saraf pusat atau saraf perifer.

5
Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat
molekul 427 kDa,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama
proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen gen
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada
membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam
jaringan otot.
Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai
istilahDystrophia Muscularis Progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne
memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai atrofi muskular progresif
pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy
yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau
X-linked resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein
distrofin merupakan penyebab utama DMD dan Becker Muscular
Dystrophy (BMD).

E. Patogenesis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)


Duchenne distrofi otot (DMD) disebabkan oleh mutasi gen distrofin
di lokus Xp21. Distrofin bertanggung jawab untuk menghubungkan
sitoskeleton dari setiap serat otot yang mendasari lamina basal (matriks

6
ekstraselular) melalui kompleks protein yang mengandung banyak subunit.
Tidak adanya distrofin memungkinkan kelebihan kalsium untuk
menembus sarcolemma (membran sel). Perubahan dalam jalur sinyal
menyebabkan air masuk ke dalam mitokondria yang kemudian meledak.
Dalam distrofi otot rangka, disfungsi mitokondria menimbulkan
amplifikasi stres-induced sinyal kalsium sitosol dan amplifikasi dari stres
akibat reaktif oksigen spesies (ROS) produksi. Dalam kompleks
Cascading proses yang melibatkan beberapa jalur dan tidak jelas dipahami,
meningkatkan stres oksidatif dalam kerusakan sel sarcolemma dan
akhirnya menyebabkan kematian sel. Serat otot mengalami nekrosis dan
akhirnya diganti dengan adiposa dan jaringan ikat.
DMD diwariskan dalam pola X-linked resesif. Wanita biasanya
akan menjadi pembawa untuk penyakit sementara laki-laki akan
terpengaruh. Biasanya, pembawa perempuan akan menyadari mereka
membawa mutasi sampai mereka memiliki anak yang terkena dampak.
Putra seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50% dari mewarisi gen
cacat dari ibunya. Putri seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50%
menjadi pembawa atau memiliki dua salinan normal gen. Dalam semua
kasus, sang ayah juga akan melewati Y normal untuk anaknya atau X
normal untuk putrinya. Pembawa Perempuan kondisi X-linked resesif,
seperti DMD, dapat menunjukkan gejala tergantung pada pola mereka X-
inaktivasi.Duchenne distrofi otot disebabkan oleh mutasi pada gen
distrofin, yang terletak pada kromosom X. DMD memiliki kejadian 1 di
4.000 laki-laki yang baru lahir. Mutasi dalam gen distrofin baik dapat
diwariskan atau terjadi secara spontan selama transmisi germline.

F. Manifestasi Klinis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)


Penyakit ini ditandai dengan progressive weakness  danwasting of
muscles. Hal ini terlihat pada laki-laki, dan diturunkan sebagai
karakteristik resesif sex-linked dengan tingkat mutasi yang tinggi.

7
Gambaran klinis biasanya terlihat dalam tiga tahun pertama, dan penyakit
berlangsung sampai pasien tidak mampu berjalan yang mungkin terjadi di
dekat usia 12, atau pada awal masa remaja. Si anak meninggal karena
infeksi pernapasan atau gagal jantung beberapa waktu di dekade kedua
atau ketiga.
Kelemahan otot relatif simetris dan dimulai pada proksimalpelvic
girdle, shoulder girdle dan trunk. Tangan biasanya mempertahankan
beberapa fungsi yang berguna sampai tahap akhir dari penyakit,
meskipun extreme weakness dari lengan dan otot sekitar shoulder
girdlemembuatnya sangat sulit bagi anak untuk menggunakan tangannya
tanpa bantuan mekanis.Pseudohyperthrophy terlihat sampai batas tertentu
di hampir setiap pasien, di calf muscle, quadriceps, glutealdan deltoid
muscles, dan kadang-kadang terjadi pada grup otot yang lain.
Gejala utama dari Duchenne distrofi otot, gangguan neuromuskuler
progresif, adalah kelemahan otot yang berhubungan dengan pengecilan
otot dengan otot menjadi yang pertama terkena dampak, terutama yang
mempengaruhi otot-otot pinggul, daerah panggul, paha, Shoulder, dan otot
betis. Kelemahan otot juga terjadi pada lengan, leher, dan daerah lain,
tetapi tidak sedini di bagian bawah tubuh.

G. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Distropia Muscular


Progressive (DMP)
1. Anamnesis
a) Anamnesis Umum
Nama : A
Umur : 12Tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan Orang Tua : Pengusaha
Alamat : Maros
b) Anamnesis Khusus

8
KeluhanUtama :Keempat ekstremitas tidak dapat
digerakkan.
Lama Keluhan : 4 tahun yang lalu.
RPP :Sejak 4 tahun yang lalu pasien merasakan kedua
tungkai semakin bertambah lemah dan lambat untuk berjalan.
Bila berjalan jinjit dan sering terjatuh. Pasien mengeluh sulit
untuk berdiri karena kedua tungkai terasa lemah. Bagian
bokong dan paha lebih lemah dari pada kaki dan berjalan harus
dituntun. Sejak dua tahun yang lalu, pasien hanya dapat
berbaring dan duduk di lantai, dan kedua lututnya sulit untuk
diluruskan. Pasien perlu dibantu bila akan ke kamar mandi.
Sejak satu tahun yang lalu, kedua Shoulder dan lengan atas
mulai lemah. Lengan atas terasa lebih lemah dibandingkan
dengan lengan bawah. Sejak delapan yang lalu kedua siku
mulai terasa lemah untuk digerakkan. Kedua tangan saat itu
masih mampu memegang gelas dan jika bangun harus dibantu.
Sejak enam bulan yang lalu punggung mulai bengkok, dan
ngesot bila akan berpindah tempat. Sebelumnya pasien tidak
mengalami demam, kecelakaan, dan minum obat-obatan.
Buang air besar dan buang air kecil normal.
RP Penyerta :Tidak ada riwayat penyakit penyerta

2. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Vital Sign
TekananDarah : 90/70 mmHg
DenyutNadi : 90 x / menit
Pernapasan : 22 x / menit
Temperatur : 36˚ C              
Tinggi Badan : 105  cm
BeratBadan : 20    Kg
b) Inspeksi

9
 Statis
- Neck :cenderung fleksi.
- Shoulder :cenderung protraksi.
- Elbow & Wrist:tampak normal.
- Trunk :lordosis ringan dan dada agak
membusung ke depan.
- Hip, Knee, & Ankle :kelemahan pada ankle, knee,
dan hip sehingga pasien ngesot bila akan berpindah
tempat.
 Dinamis :
- Pasien tidak bisa berjalan secara mandiri.
- Pasien tidak mampu berdiri dari posisi duduk
sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
c) Palpasi
(Postural maping tonus otot saat posisi statis dan dinamis)
- Teraba tonus otot yang lembek pada hampir seluruh
tubuh pasien seperti otot fleksor lengan, abdominal,
fleksor hip, serta dorsi dan plantar ankle.
- Teraba suhu pasien yang normal, tidak ada perbedaan
suhu antara kaki dan kepala.
- Teraba otot yang spasme pada otot paravertebrae seperti
erector spine dan latissimus dorsi.
d) Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas
 Kemampuan Fungsional Dasar : Anak sudah mampu
merangkak dan belum bisa berjalan secara mandiri.
 Kemampuan Fungsional Aktivitas :Anak mampu
makan sendiri, mengontrol BAB dan BAK, serta
berpakaian. Anak belum mampu naik turun tangga
secara mandiri, mandi masih membutuhkan bantuan.
e) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
 Gerak Aktif dan Pasif

10
Hasil pemeriksaan gerak aktif

No Gerakan Kanan Kiri


Abduksi Shoulder Tidak Full Tidak Full
1.
ROM ROM
Adduksi Shoulder Tidak Full Tidak Full
2.
ROM ROM
Abduksi Horizontal Tidak Full Tidak Full
3. ROM ROM
Shoulder
Adduksi Horizontal Tidak Full Tidak Full
4. ROM ROM
Shoulder
Fleksi Shoulder Tidak Full Tidak Full
5.
ROM ROM
Ekstensi Shoulder Tidak Full Tidak Full
6.
ROM ROM
Eksorotasi Shoulder Tidak Full Tidak Full
7.
ROM ROM
Endorotasi Shoulder Tidak Full Tidak Full
8.
ROM ROM
9. Fleksi Elbow Full ROM Full ROM
10. Ekstensi Elbow Full ROM Full ROM
11. Palmar Fleksi Full ROM Full ROM
12. Dorsal Fleksi Full ROM Full ROM
13. Pronasi Full ROM Full ROM
14. Supinasi Full ROM Full ROM
Fleksi Hip Tidak Full Tidak Full
15.
ROM ROM
Ekstensi Hip Tidak Full Tidak Full
16.
ROM ROM
Abduksi Hip Tidak Full Tidak Full
17.
ROM ROM
Adduksi Hip Tidak Full Tidak Full
18.
ROM ROM
Eksorotasi Hip Tidak Full Tidak Full
19.
ROM ROM
Endorotasi Hip Tidak Full Tidak Full
20.
ROM ROM
Fleksi Knee Tidak Full Tidak Full
21.
ROM ROM
22. Ekstensi Knee Tidak Full Tidak Full

11
ROM ROM
Plantar Fleksi Tidak Full Tidak Full
23.
ROM ROM
Dorsal Fleksi Tidak Full Tidak Full
24.
ROM ROM

Hasil pemeriksaan gerak pasif

No Gerakan Kanan Kiri


1. Abduksi Shoulder Full ROM Full ROM
2. Adduksi Shoulder Full ROM Full ROM
Abduksi Horizontal
3. Full ROM Full ROM
Shoulder
Adduksi Horizontal
4. Full ROM Full ROM
Shoulder
5. Fleksi Shoulder Full ROM Full ROM
6. Ekstensi Shoulder Full ROM Full ROM
7. Eksorotasi Shoulder Full ROM Full ROM
8. Endorotasi Shoulder Full ROM Full ROM
9. Fleksi Elbow Full ROM Full ROM
10 Ekstensi Elbow
Full ROM Full ROM
.
11 Palmar Fleksi
Full ROM Full ROM
.
12 Dorsal Fleksi
Full ROM Full ROM
.
13 Pronasi
Full ROM Full ROM
.
14 Supinasi
Full ROM Full ROM
.
15 Fleksi Hip
Full ROM Full ROM
.
16 Ekstensi Hip
Full ROM Full ROM
.
17 Abduksi Hip
Full ROM Full ROM
.
18 Adduksi Hip
Full ROM Full ROM
.

12
19 Eksorotasi Hip
Full ROM Full ROM
.
20 Endorotasi Hip
Full ROM Full ROM
.
21 Fleksi Knee
Full ROM Full ROM
.
22 Ekstensi Knee
Full ROM Full ROM
.
23 Plantar Fleksi
Full ROM Full ROM
.
24 Dorsal Fleksi
Full ROM Full ROM
.
Kesimpulan : Pada hasil pemeriksaan gerak aktif dan oasif
dapat disimpulkan bahwa ditemukan adanya keterbatasan ROM
aktif pada shoulder joint dan sendi ekstremitas bawah, sedangkan
pada ROM pasif tidak terdapat keterbatasan.

f) Alat Ukur
1) MMT (Manual Muscle Testing)

Nilai Otot
No Nama Otot
Dekstra Sinistra
1. Upper Trapezius 3 3
2. Lower Trapezius 3 3
3. Rhomboideus 3 3
4. Deltoideus 3 3
5. Pectoralis 3 3
6. Triceps Brachii 3 3
7. Seratus Anterior 3 3
8. Latissimus Dorsi 3 3
9. Illiopsoas 2 2
10. Quadriceps 1 1
11. Gluteus Maximus 1 1
12. Gluteus Medius 1 1
13. Tibialis Anterior 1 1
14. Abdominalis 3 3
Kesimpulan : ditemukan adanya kelemahan pada
otot ekstremitas atas dan bawah terutama pada otot deltoid,
rhomboid, pectoralis, serratus anterior, latissimus dorsi,

13
trapezius, triceps, dan abdominus dengan nilai otot 3,
illiopsoas dengan nilai 2, sedangkan quadriceps, gluteus,
dan tibialis anterior dengan nilai 1.
2) Pengukuran Antropometri
 Pengukuran Ekspansi Thoraks
No Patokan Hasil
Manubrium
1. 0,5 cm
Sterni
2. Papilla Mamae 1 cm
Proc.
3. 1 cm
Xhypoideus
 Pengukuran Lingkar Segmen
Tungkai
No
Patokan Dekstra Sinistra
.
15 cm diatas
1. 28 27
condylus lateral
10 cm diatas
2. 26 25,5
condylus lateral
5 cm diatas
3. 23 23
condylus lateral
Tepat pada
4. 23 21
condylus lateral
5 cm dibawah
5. 21 20
condylus lateral
10 cm dibawah
6. 21 20
condylus lateral
15 cm dibawah
7. 20 20
condylus lateral

Lengan
No
Patokan Dekstra Sinistra
.
1. 15 cm diatas 17,5 17,5
epicondylus

14
lateral
10 cm diatas
2. epicondylus 16 16
lateral
5 cm diatas
3. epicondylus 17 16,5
lateral
Tepat pada
4. epicondylus 15 16
lateral
5 cm dibawah
5. epicondylus 16 15
lateral
10 cm dibawah
6. epicondylus 13 12,5
lateral
15 cm dibawah
7. epicondylus 13 12
lateral
Kesimpulan : Pada pemeriksaan ekspansi
thoraks anak saat inspirasi dan ekspirasi ditemukan
hasil 0,5 - 1 cm saat diukur dengan midline. Hal ini
menunjukkan kurangnya mobilitas dan fleksibilitas
pada thoraks saat digunakan untuk bernafas. Pada
pemeriksaan segmen, ditemukan bahwa lengan dan
tungkai kiri lebih besar dibandingkan lengan dan
tungkai kanan. Namun selisihnya tidak terlalu jauh,
hanya berkisar 0,5 - 1 cm saja.
g) Pemeriksaan Spesifik
1) Pemeriksaan Sensoris
Sensoris Keterangan
Visual 2
Auditori 2
Touch (Hand and Foot) 2

15
Smell 2
Taste 2
Tactile 2
Propioceptive 1
Vestibullar 1
Keterangan :
 0 = Tidak berfungsi sama sekali
 1 = Kurang fungsinya
 2 = Normal
Kesimpulan : Pada pemeriksaan sensorik ditemukan
adanya gangguan pada sensoris vestibular dan proprioseptif
dengan nilai 1.
2) Pemeriksaan Gross Motor dengan GMFM
Terdiri dari 88 item pemeriksaan : aktivitas pada posisi
berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item),
merangkak dan kneeling (14 item), berdiri (13 item),
berjalan (12 item), berlari dan melompat (12 item).
Rumus penilaian GMFM :
a) Berbaring dan berguling : total dimensi A/51 x
100%
b) Duduk : total dimensi B/60 x 100%
c) Merangkak dan berlutut : total dimensi C/42 x
100%
d) Berdiri : total dimensi D/39 x 100%
e) Berjalan, berlari, dan melompat : total dimensi
E/72 x 100%
Hasil pemeriksaan :
Dimensi A : 92,1%
Dimensi B : 83,3%
Dimensi C : 86%
Dimensi D : 0%
Dimensi E : 0%

16
Kesimpulan : Anak berada pada dimensi A.
3) Pemeriksaan Fungsional dengan Indeks Barthel
Mandir
No Aktivitas Bantuan Nilai
i
1. Makan 5 10 10
Berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur
dan
2. 5 - 10 15 5
sebaliknya/termasuk
duduk di tempat
tidur.
Kebersihan diri
(mencuci muka,
3. menyisir, 0 5 5
mencukur, dan
menggosok gigi).
Aktivitas di toilet
4. (menyemprot, 5 10 10
mengelap).
5. Mandi. 0 5 0
Berjalan di jalan
yang datar (jika
6. tidak mampu jalan 10 15 10
melakukannya di
kursi roda).
7. Naik turun tangga. 5 10 5
Berpakaian
8. (termasuk memakai 5 10 5
sepatu).
9. Mengontrol BAB. 5 10 10
10
Mengontrol BAK. 5 10 10
.
Total 70
Skor ketergantungan : 70 (ketegantungan moderat)

17
Kesimpulan : Pada pemeriksaan fungsional dengan indeks
barthel, ditemukan bahwa tingkat ketergantungan anak
adalah moderat, yakni dengan skor 70. Anak masih
membutuhkan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari yaitu pada saat mandi, naik turun tangga, dan
berpakaian.
3) Gower Manuver/Gower Sign
Hasil : Negatif
Kesimpulan : Hasil test gower sign yang negatif
menunjukkan bahwa anak tersebut belum memiliki
gejala khas yang dimiliki oleh anak yang menderita
DMP
h) Diagnosis Fisioterapi
1) Impairment :
 Adanya gangguan respirasi karena anak mudah
lelah dan nafas pendek.
 Adanya gangguan sensoris pada vestibular.
 Postur trunk mulai lordosis.
 Tonus postural hipotonus karena sulit melawan
gravitasi saat hendak berdiri dari posisi duduk.
 Adanya kelemahan otot trapezius, deltoid, gluteus,
quadriceps, dan gastroc.
 Adanya potensial kontraktur pada otot trapezius,
deltoid, gluteus, quadriceps, dan gastroc.
2) Functional Limitations :
 Pasien belum bisa berdiri
 Pasien belum bisa mengangkat lengan dengan full
ROM.
3) Disability  :

18
 Pasien bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
meskipun dengan sedikit bantuan.
4) Rencana Intervensi
a) Rencana Jangka Pendek
 Meningkatkan kondisi umum pasien terutama pada
problem respirasi.
 Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah
kontraktur pada otot AGA dan AGB.
 Meningkatkan tonus otot postural agar bisa
melawan gravitasi.
 Memperbaiki gangguan sensoris vestibular.
b) Rencana Jangka Panjang
 Anak mampu berdiri dari posisi duduk
meskipun dengan sedikit bantuan.
 Anak mampu mengangkat lengan ke atas
sehingga dapat melakukan aktivitas fungsional
dengan baik.
 Menjaga postur agar tidak timbul problem
sekunder seperti skpliosis, lordosis, maupun
kifosis.
c) Prognosis
 Quo ad vitam : buruk sebab DMP
merupakan penyakit yang progresif
 Quo ad sanam : buruk sebab DMP
merupakan penyakit yang progresif
 Quo ad fuctionam : buruk sebab DMP
merupakan penyakit yang progresif
 Quo ad cosmeticam : buruk sebab DMP
merupakan penyakit yang progresif
d) Intervensi Fisioterapi

19
Total Durasi Latihan : ± 30 Menit
1) Breathing Exercise
 Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot
pernapasan, meningkatkan ekspansi thoraks,
rileksasi.
 Respon : Anak mampu mengambil nafas
dalam dan menghembuskannya dengan
maksimal, adanya gerakan pada thoraks.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Tidur terlentang disanggah
bantal pada kepala.
 Pelaksanaan : Terapi meminta pasien
mengambil nafas dalam dari hidung dan
dihembuskan lewat mulut. Terapis
memegang dada pasien untuk merasakan
nafas dan gerakan thoraks.
 Dosis : Tarik nafas 8 kali hitungan, lalu
dihembuskan. Diulang 8 kali/sesi.
2) Stretching (Penguluran)
 Tujuan : Mencegah kontraktur otot, rileksasi
otot, menambah ROM dan meningkatkan
fleksibilitas otot maupun jaringan di sekitar
sendi.
 Respon : Anak merasa nyaman saat diulur
dan target ROM dapat terpenuhi.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Tidur terlentang disanggah
bantal pada kepala.
 Pelaksanaan : Latihan ini dilakukan dengan
cara menjauhkan origo dan insersio otot

20
dengan cara mengulur otot tersebut
berlawanan dengan fungsi otot tersebut.
Stretching dilakukan pada otot-otot yang
potensial kontraktur.
3) Strengthening
 Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot,
menjaga postur, meminimalisir deformitas.
 Respon : Anak mampu melawan tahanan
dari terapis, ada gerakan kompensasi
maupun asosiasi.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Disesuaikan dengan otot yang
dikuatkan.
 Pelaksanaan : Terapis melakukan penguatan
pada otot yang mengalami kelemahan
dengan memberi tahanan/beban sub
maksimal dari tenaga terapis pada otot
tersebut.
 Dosis : Tahan 6 - 8 detik, ulangi 8 kali per
otot.
4) Latihan Gerak Pasif dan Aktif
 Tujuan : Menjaga sifat fisiologi otot,
mencegah kontraktur otot, rileksasi otot,
meningkatkan ROM, meningkatkan
kekuatan otot.
 Respon : Sendi bergerak full ROM dan tidak
ada gerakan kompensasi maupun asosiasi.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Diposisikan sesuai dengan otot
yang akan dilatih.

21
 Pelaksanaan : Terapis melakukan latihan
gerak pasif dan pada otot-otot yang
mengalami kelemahan.
 Dosis : Dilakukan pengulangan 6 - 8 kali
tiap otot.
5) NDT Fasilitasi Berdiri dari Posisi Duduk
 Tujuan : Fasilitasi berdiri, meningkatkan
kekuatan otot postural, memperbaiki
sensoris pada sendi dan vestibular,
meningkatkan keseimbangan, meningkatkan
tonus otot postural, sebagai latihan anti
gravitasi, meningkatkan kontrol kepala.
 Respon : Anak mampu mengontrol kepala
dan mampu berdiri dari posisi duduk
walaupun dengan bantuan.
 Posisi terapis : Duduk di belakang pasien.
 Posisi anak : Duduk di depan terapis.
 Pelaksanaan : Terapis memfasilitasi anak
untuk bangkit berdiri dari posisi duduk
dengan pegangan pada pelvic. Anak diminta
memegang lututnya sendiri untuk membantu
berdiri.
 Dosis : Dilakukan pengulangan 6 - 8 kali
tiap sesi.

H. Evaluasi pada Pasien Distropia Muscular Progressive (DMP)


Evaluasi setelah selesai terapi terdiri dari :
1) Pencapaian anak sesaat setelah terapi : Belum ada perubahan yang
signifikan yang terjadi setelah terapi, namun keadaan tidak semakin
memburuk setelah dilakukannya terapi.

22
2) Hal-hal yang belum tercapai : Peningkatan kekuatan otot yang
signifikan belum tercapai, gerakan bangkit ke berdiri dari duduk belum
tercapai.
3) Faktor penyebab : Anak kurang ada motivasi saat berlatih/terapi.
Hal-hal yang dinilai saat evaluasi terdiri dari evaluasi kekuatan otot
dengan MMT, evaluasi pengukuran ekspansi thoraks dan lingkar
segmen, evaluasi gerak aktif dan pasif, evaluasi sensoris, evaluasi
postur dengan GMFM, serta evaluasi fungsional dengan indeks
barthel. Dimana pada saat melakukan evaluasi, dibandingkan antara
nilai sebelum terapi dengan nilai setelah terapi guna untuk mengetahui
apakah ada peningkatan atau tidak.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dystrophia Muscular Progressive (DMP) adalah suatu kelainan pada anak
yang ditandai dengan kelemahan otot secara progresif (progressive muscle
degeneration) dan terjadi pseudohypertropy (hipertropi semu) yang
menyerang pada umur 3 sampai 12 tahun. Dystrophia Muscular
Progressive (DMP) merupakan kelainan akibat hederofamiliar, terkait sifat
seks di salah satu kromosom X pada seks wanita yang bersifat resesif (X
Xd). Dalam kasus ini ditemukan adanya gangguan berupa kelemahan otot,
biasanya diketahui saat anak sudah berjalan sekitar usia 3 - 6 tahun (pada
tipe Duchenne Muscular Dystrophy) dan belakangan (pada tipe Backer
Muscular Dyastrophy), kecuali pada Congenital Muscular Dystrophy yang
terlihat hipotoni saat lahir. Gangguan lain pada penderita penyakit ini yaitu
sering jatuh, mengeluh nyeri, kesulitan naik tangga, dan toe walking.
Terlihat pembesaran otot terutama bagian betis. Kelemahan yang paling
dahulu terlihat adalah fleksor leher pada usia prasekolah. Kelemahan

23
bersifat umum, namun predominan bagian proksimal dahulu. Gelang
panggul mendahului gelang bahu beberapa bulan sebelumnya.

B. SARAN
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna. Sayajuga menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki
kekurangan. Maka dari itu saya mengharapkan saran serta masukan dari
para pembaca.

24
DAFTAR PUSTAKA

Aras, Djohan. Hasnia Ahmad, dan Arisandy Achmad. 2016. The New Concept of
Physical Therapist Test and Measuretment. Widya Physio Publishing : Sidoarjo,
Jawa Timur.
Herawati, Isnaini dan Wahyuni. 2017. Pemeriksaan Fisioterapi. Muhammadiyah
University Press : Jakarta.
Shepherd, Roberta, B. 1980. Physiotheraphy in Pediatrics. London : William
Heinemann Medical Books Limited.
Wedhanto, Sigit. 2007. Laporan Kasus Duchenne Muscular Dystrophy. Divisi
Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kodokteran Universitas Indonesia/Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo : Jakarta.
R.W. Bohannon. 1986. Result of Manual Resistance Exercise on a Manifesting
Carrier of Duchenne Muscular Dystrophy. American, Vol. 66, Hal 975.
Bandy, William D, Sanders and Barbara. 2007. Plyometrics, Therapeutic Exercise
for Physical Therapist Asisstant. Uni State, Wolters Kluwer.
Ningrum, Mekarsari dan Azelia Nusadewiarti. 2019. Penatalaksanaan Distrofi
Muskular Progresif pada Anak Laki-Laki Usia 10 Tahun Melalui Pendekatan
Dokter Keluarga. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Jufan, Akhmad Yun, Djayanti Sari dan Karlina M. 2016. Dhucenne Muscular
Dystrophy. Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai