Anda di halaman 1dari 15

A.

Defenisi Distropia Muscular Progressive (DMP)


Dystrophia Muscular Progressive (DMP) adalah suatu kelainan pada anak yang
ditandai dengan kelemahan otot secara progresif (progressive muscle degeneration) dan
terjadi pseudohypertropy (hipertropi semu) yang menyerang pada umur 3 sampai 12 tahun.
Dystrophia Muscular Progressive (DMP) merupakan kelainan akibat hederofamiliar, terkait
sifat seks di salah satu kromosom X pada seks wanita yang bersifat resesif (X X d). Dalam
kasus ini ditemukan adanya gangguan berupa kelemahan otot, biasanya diketahui saat anak
sudah berjalan sekitar usia 3 - 6 tahun (pada tipe Duchenne Muscular Dystrophy) dan
belakangan (pada tipe Backer Muscular Dyastrophy), kecuali pada Congenital Muscular
Dystrophy yang terlihat hipotoni saat lahir. Gangguan lain pada penderita penyakit ini yaitu
sering jatuh, mengeluh nyeri, kesulitan naik tangga, dan toe walking. Terlihat pembesaran
otot terutama bagian betis. Kelemahan yang paling dahulu terlihat adalah fleksor leher pada
usia prasekolah. Kelemahan bersifat umum, namun predominan bagian proksimal dahulu.
Gelang panggul mendahului gelang bahu beberapa bulan sebelumnya.
B. Manifestasi Klinis Distropia Muscular Progressive (DMP)
Adapun tanda dan gejala gejala dari dari Dystrophia Muscular Progressive (DMP)
adalah sebagai berikut :
a) Canggung cara berjalan atau melangkah (pasien cenderung untuk berjalan pada kaki depan
mereka karena suatu tonus otot betis meningkat. Berjalan kaki adalah adaptasi kompensasi
untuk kelemahan otot ekstensor lutut).
b) Sering jatuh.
c) Mudah lelah.
d) Kesulitan dengan keterampilan motorik (berlari, melompat, dll.)
e) Peningkatan lumbar lordosis, menyebabkan pemendekan otot fleksor hip. Hal ini
berdampak pada postur keseluruhan dari cara berjalan.
f) Kontraktur tendon achilles dan otot paha belakang merusak fungsi karena serat otot
memendek dan fibrosis terjadi pada jaringan ikat.
g) Progresif kesulitan berjalan.
h) Pseudohypertrophy (hipertropi semu) dari lidah dan otot betis. Jaringan otot akhirnya
digantikan oleh jaringan lemak dan ikat akibat pseudohypertrophy.
i) Resiko tinggi gangguan neurobehavioral (misalnya ADHD), gangguan belajar (disleksia),
dan non-progresif kelemahan dalam keterampilan kognitif tertentu (terutama memori
jangka pendek verbal) yang diyakini sebagai hasil dari distrofin atau disfungsional dalam
otak.
j) Kehilangan kemampuan untuk berjalan biasanya pada usia 12 tahun.
k) Cacat skeletal termasuk skoliosis dalam beberapa kasus.
l) Adanya pelepasan serabut otot secara besar-besaran dan digantikan oleh jaringan ikat dan
penimbunan sel-sel lemak. Jaringan menyatu membentuk jaringan non-elastis dan tidak
kuat, kemudian menyebabkan penyusutan serabut otot sehingga mengalami fibrosis.
C. Klasifikasi Distropia Muscular Progressive (DMP)
Dystrophia Muscular Progressive (DMP) terdiri dari 2 tipe, yakni :
a) Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) merupakan kategori DMP berat. DMP ini
mempunyai gejala awal normal pada periode tertentu, tonus otot menurun mulai dari arah
distal ke proksimal yang menyebabkan kekuatan otot menurun drastis sehingga aktivitas
menurun (problem gross - fine motor). Pada DMP tipe duchenne tidak terdapat gangguan
pada sistem saraf pusat, sehingga tidak ada gangguan kognitif. Kualitas hidup menurun
karena otot-otot diafragma mengalami kelemahan.
b) Backer Muscular Dystrophy (BMD)
Backer Muscular Dystrophy (BMD) merupakan kategori DMP sedang yang
mengenai sampai usia belasan dan usia maksimal adalah 20 tahun. Gejala dari DMP
backer adalah gower’s sign (+), gower manuver (+), mampu melakukan aktivitas sehari-
hari dengan kekuatan terbatas, paralysis total jika otot tubuh bagian distal sudah terkena
yang akan menyebabkan otot seluruh tubuh akan paralysis, proses lebih lama dari tipe
duchenne. Pada DMP tipe backer dilakukan terapi mulai umur 8 tahun.
Selain kedua tipe diatas, Dystrophia Muscular Progressive (DMP) juga memiliki beberapa
kategori ringan yang terdiri dari :
a) Limb girdle. Bagian yang terkena yakni leher (shoulder girdle) dan bagian bawah pelvic +
thigh (otot quadriseps dan otot sekitarnya).
b) Fascio scapulo humeral. Bagian yang terkena pada fascio scapula sampai shoulder girdle.
c) Scapulo peroneal limb. Bagian yang terkena shoulder girdle dan peroneus.
d) Distal pattern. Bagian yang terkena lengan bawah atau tungkai bawah.
D. Gambaran Patologi Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular
progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang,
hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-
linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada
DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.2 yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada otot
yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder
akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.

Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa,
dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD
kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut
dalam jaringan otot.
Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah Dystrophia Muscularis
Progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai
atrofi muskular progresif pada anak-anak. Becker mendeskripsikan penyakit muscular
dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked
resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab
utama DMD dan Becker Muscular Dystrophy (BMD).
E. Patogenesis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Duchenne distrofi otot (DMD) disebabkan oleh mutasi gen distrofin di lokus Xp21.
Distrofin bertanggung jawab untuk menghubungkan sitoskeleton dari setiap serat otot yang
mendasari lamina basal (matriks ekstraselular) melalui kompleks protein yang mengandung
banyak subunit. Tidak adanya distrofin memungkinkan kelebihan kalsium untuk menembus
sarcolemma (membran sel). Perubahan dalam jalur sinyal menyebabkan air masuk ke dalam
mitokondria yang kemudian meledak. Dalam distrofi otot rangka, disfungsi mitokondria
menimbulkan amplifikasi stres-induced sinyal kalsium sitosol dan amplifikasi dari stres
akibat reaktif oksigen spesies (ROS) produksi. Dalam kompleks Cascading proses yang
melibatkan beberapa jalur dan tidak jelas dipahami, meningkatkan stres oksidatif dalam
kerusakan sel sarcolemma dan akhirnya menyebabkan kematian sel. Serat otot mengalami
nekrosis dan akhirnya diganti dengan adiposa dan jaringan ikat.
DMD diwariskan dalam pola X-linked resesif. Wanita biasanya akan menjadi
pembawa untuk penyakit sementara laki-laki akan terpengaruh. Biasanya, pembawa
perempuan akan menyadari mereka membawa mutasi sampai mereka memiliki anak yang
terkena dampak. Putra seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50% dari mewarisi gen
cacat dari ibunya. Putri seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50% menjadi pembawa
atau memiliki dua salinan normal gen. Dalam semua kasus, sang ayah juga akan melewati Y
normal untuk anaknya atau X normal untuk putrinya. Pembawa Perempuan kondisi X-linked
resesif, seperti DMD, dapat menunjukkan gejala tergantung pada pola mereka X-inaktivasi.
Duchenne distrofi otot disebabkan oleh mutasi pada gen distrofin, yang terletak pada
kromosom X. DMD memiliki kejadian 1 di 4.000 laki-laki yang baru lahir. Mutasi dalam gen
distrofin baik dapat diwariskan atau terjadi secara spontan selama transmisi germline.
F. Manifestasi Klinis Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Penyakit ini ditandai dengan progressive weakness danwasting of muscles. Hal ini
terlihat pada laki-laki, dan diturunkan sebagai karakteristik resesif sex-linked dengan tingkat
mutasi yang tinggi. Gambaran klinis biasanya terlihat dalam tiga tahun pertama, dan penyakit
berlangsung sampai pasien tidak mampu berjalan yang mungkin terjadi di dekat usia 12, atau
pada awal masa remaja. Si anak meninggal karena infeksi pernapasan atau gagal jantung
beberapa waktu di dekade kedua atau ketiga.
Kelemahan otot relatif simetris dan dimulai pada proksimal pelvic girdle, shoulder
girdle dan trunk. Tangan biasanya mempertahankan beberapa fungsi yang berguna sampai
tahap akhir dari penyakit, meskipun extreme weakness dari lengan dan otot sekitar shoulder
girdle membuatnya sangat sulit bagi anak untuk menggunakan tangannya tanpa bantuan
mekanis. Pseudohyperthrophy terlihat sampai batas tertentu di hampir setiap pasien, di calf
muscle, quadriceps, gluteal dan deltoid muscles, dan kadang-kadang terjadi pada grup otot
yang lain.
Gejala utama dari Duchenne distrofi otot, gangguan neuromuskuler progresif, adalah
kelemahan otot yang berhubungan dengan pengecilan otot dengan otot menjadi yang pertama
terkena dampak, terutama yang mempengaruhi otot-otot pinggul, daerah panggul, paha,
Shoulder, dan otot betis. Kelemahan otot juga terjadi pada lengan, leher, dan daerah lain,
tetapi tidak sedini di bagian bawah tubuh.
G. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Distropia Muscular Progressive (DMP)
1. Anamnesis
a) Anamnesis Umum
Nama : A
Umur : 12 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan Orang Tua : Pengusaha
Alamat : Maros
b) Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Keempat ekstremitas tidak dapat digerakkan.
Lama Keluhan : 4 tahun yang lalu.
RPP : Sejak 4 tahun yang lalu pasien merasakan kedua tungkai semakin
bertambah lemah dan lambat untuk berjalan. Bila berjalan jinjit dan
sering terjatuh. Pasien mengeluh sulit untuk berdiri karena kedua
tungkai terasa lemah. Bagian bokong dan paha lebih lemah dari pada
kaki dan berjalan harus dituntun. Sejak dua tahun yang lalu, pasien
hanya dapat berbaring dan duduk di lantai, dan kedua lututnya sulit
untuk diluruskan. Pasien perlu dibantu bila akan ke kamar mandi.
Sejak satu tahun yang lalu, kedua Shoulder dan lengan atas mulai
lemah. Lengan atas terasa lebih lemah dibandingkan dengan lengan
bawah. Sejak delapan yang lalu kedua siku mulai terasa lemah untuk
digerakkan. Kedua tangan saat itu masih mampu memegang gelas dan
jika bangun harus dibantu. Sejak enam bulan yang lalu punggung
mulai bengkok, dan ngesot bila akan berpindah tempat. Sebelumnya
pasien tidak mengalami demam, kecelakaan, dan minum obat-obatan.
Buang air besar dan buang air kecil normal.
RP Penyerta : Tidak ada riwayat penyakit penyerta
2. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Denyut Nadi : 90 x / menit
Pernapasan : 22 x / menit
Temperatur : 36˚ C              
Tinggi Badan : 105  cm
Berat Badan : 20    Kg
b) Inspeksi
 Statis :
- Neck : cenderung fleksi.
- Shoulder : cenderung protraksi.
- Elbow & Wrist : tampak normal.
- Trunk : lordosis ringan dan dada agak membusung ke
depan.
- Hip, Knee, & Ankle : kelemahan pada ankle, knee, dan hip sehingga
pasien ngesot bila akan berpindah tempat.
 Dinamis :
- Pasien tidak bisa berjalan secara mandiri.
- Pasien tidak mampu berdiri dari posisi duduk sehingga membutuhkan bantuan
orang lain.
c) Palpasi
(Postural maping tonus otot saat posisi statis dan dinamis)
- Teraba tonus otot yang lembek pada hampir seluruh tubuh pasien seperti otot fleksor
lengan, abdominal, fleksor hip, serta dorsi dan plantar ankle.
- Teraba suhu pasien yang normal, tidak ada perbedaan suhu antara kaki dan kepala.
- Teraba otot yang spasme pada otot paravertebrae seperti erector spine dan latissimus
dorsi.
d) Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas
 Kemampuan Fungsional Dasar :
Anak sudah mampu merangkak dan belum bisa berjalan secara mandiri.
 Kemampuan Fungsional Aktivitas :
Anak mampu makan sendiri, mengontrol BAB dan BAK, serta berpakaian. Anak
belum mampu naik turun tangga secara mandiri, mandi masih membutuhkan
bantuan.
e) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
 Gerak Aktif dan Pasif
Hasil pemeriksaan gerak aktif

No Gerakan Kanan Kiri


1. Abduksi Shoulder Tidak Full ROM Tidak Full ROM
2. Adduksi Shoulder Tidak Full ROM Tidak Full ROM
Abduksi Horizontal Tidak Full ROM Tidak Full ROM
3.
Shoulder
Adduksi Horizontal Tidak Full ROM Tidak Full ROM
4.
Shoulder
5. Fleksi Shoulder Tidak Full ROM Tidak Full ROM
6. Ekstensi Shoulder Tidak Full ROM Tidak Full ROM
7. Eksorotasi Shoulder Tidak Full ROM Tidak Full ROM
8. Endorotasi Shoulder Tidak Full ROM Tidak Full ROM
9. Fleksi Elbow Full ROM Full ROM
10. Ekstensi Elbow Full ROM Full ROM
11. Palmar Fleksi Full ROM Full ROM
12. Dorsal Fleksi Full ROM Full ROM
13. Pronasi Full ROM Full ROM
14. Supinasi Full ROM Full ROM
15. Fleksi Hip Tidak Full ROM Tidak Full ROM
16. Ekstensi Hip Tidak Full ROM Tidak Full ROM
17. Abduksi Hip Tidak Full ROM Tidak Full ROM
18. Adduksi Hip Tidak Full ROM Tidak Full ROM
19. Eksorotasi Hip Tidak Full ROM Tidak Full ROM
20. Endorotasi Hip Tidak Full ROM Tidak Full ROM
21. Fleksi Knee Tidak Full ROM Tidak Full ROM
22. Ekstensi Knee Tidak Full ROM Tidak Full ROM
23. Plantar Fleksi Tidak Full ROM Tidak Full ROM
24. Dorsal Fleksi Tidak Full ROM Tidak Full ROM
Hasil pemeriksaan gerak pasif

No Gerakan Kanan Kiri


1. Abduksi Shoulder Full ROM Full ROM
2. Adduksi Shoulder Full ROM Full ROM
Abduksi Horizontal
3. Full ROM Full ROM
Shoulder
Adduksi Horizontal
4. Full ROM Full ROM
Shoulder
5. Fleksi Shoulder Full ROM Full ROM
6. Ekstensi Shoulder Full ROM Full ROM
7. Eksorotasi Shoulder Full ROM Full ROM
8. Endorotasi Shoulder Full ROM Full ROM
9. Fleksi Elbow Full ROM Full ROM
10. Ekstensi Elbow Full ROM Full ROM
11. Palmar Fleksi Full ROM Full ROM
12. Dorsal Fleksi Full ROM Full ROM
13. Pronasi Full ROM Full ROM
14. Supinasi Full ROM Full ROM
15. Fleksi Hip Full ROM Full ROM
16. Ekstensi Hip Full ROM Full ROM
17. Abduksi Hip Full ROM Full ROM
18. Adduksi Hip Full ROM Full ROM
19. Eksorotasi Hip Full ROM Full ROM
20. Endorotasi Hip Full ROM Full ROM
21. Fleksi Knee Full ROM Full ROM
22. Ekstensi Knee Full ROM Full ROM
23. Plantar Fleksi Full ROM Full ROM
24. Dorsal Fleksi Full ROM Full ROM
Kesimpulan : Pada hasil pemeriksaan gerak aktif dan oasif dapat disimpulkan bahwa
ditemukan adanya keterbatasan ROM aktif pada shoulder joint dan sendi ekstremitas
bawah, sedangkan pada ROM pasif tidak terdapat keterbatasan.
3. Alat Ukur
a) MMT (Manual Muscle Testing)
Nilai Otot
No Nama Otot
Dekstra Sinistra
1. Upper Trapezius 3 3
2. Lower Trapezius 3 3
3. Rhomboideus 3 3
4. Deltoideus 3 3
5. Pectoralis 3 3
6. Triceps Brachii 3 3
7. Seratus Anterior 3 3
8. Latissimus Dorsi 3 3
9. Illiopsoas 2 2
10. Quadriceps 1 1
11. Gluteus Maximus 1 1
12. Gluteus Medius 1 1
13. Tibialis Anterior 1 1
14. Abdominalis 3 3
Kesimpulan : ditemukan adanya kelemahan pada otot ekstremitas atas dan bawah
terutama pada otot deltoid, rhomboid, pectoralis, serratus anterior, latissimus dorsi,
trapezius, triceps, dan abdominus dengan nilai otot 3, illiopsoas dengan nilai 2,
sedangkan quadriceps, gluteus, dan tibialis anterior dengan nilai 1.
b) Pengukuran Antropometri
- Pengukuran Ekspansi Thoraks
No Patokan Hasil
1. Manubrium Sterni 0,5 cm
2. Papilla Mamae 1 cm
3. Proc. Xhypoideus 1 cm
- Pengukuran Lingkar Segmen
Tungkai
No
Patokan Dekstra Sinistra
.
1. 15 cm diatas condylus lateral 28 27
2. 10 cm diatas condylus lateral 26 25,5
3. 5 cm diatas condylus lateral 23 23
4. Tepat pada condylus lateral 23 21
5. 5 cm dibawah condylus lateral 21 20
6. 10 cm dibawah condylus lateral 21 20
7. 15 cm dibawah condylus lateral 20 20
Lengan
No
Patokan Dekstra Sinistra
.
1. 15 cm diatas epicondylus lateral 17,5 17,5
2. 10 cm diatas epicondylus lateral 16 16
3. 5 cm diatas epicondylus lateral 17 16,5
4. Tepat pada epicondylus lateral 15 16
5. 5 cm dibawah epicondylus lateral 16 15
6. 10 cm dibawah epicondylus lateral 13 12,5
7. 15 cm dibawah epicondylus lateral 13 12
Kesimpulan : Pada pemeriksaan ekspansi thoraks anak saat inspirasi dan ekspirasi
ditemukan hasil 0,5 - 1 cm saat diukur dengan midline. Hal ini menunjukkan
kurangnya mobilitas dan fleksibilitas pada thoraks saat digunakan untuk bernafas.
Pada pemeriksaan segmen, ditemukan bahwa lengan dan tungkai kiri lebih besar
dibandingkan lengan dan tungkai kanan. Namun selisihnya tidak terlalu jauh, hanya
berkisar 0,5 - 1 cm saja.
4. Pemeriksaan Spesifik
a) Pemeriksaan Sensoris
Sensoris Keterangan
Visual 2
Auditori 2
Touch (Hand and Foot) 2
Smell 2
Taste 2
Tactile 2
Propioceptive 1
Vestibullar 1
Keterangan :
 0 = Tidak berfungsi sama sekali
 1 = Kurang fungsinya
 2 = Normal
Kesimpulan : Pada pemeriksaan sensorik ditemukan adanya gangguan pada sensoris
vestibular dan proprioseptif dengan nilai 1.
b) Pemeriksaan Gross Motor dengan GMFM
Terdiri dari 88 item pemeriksaan : aktivitas pada posisi berbaring dan berguling (17
item), duduk (20 item), merangkak dan kneeling (14 item), berdiri (13 item), berjalan
(12 item), berlari dan melompat (12 item). Rumus penilaian GMFM :
(A) Berbaring dan berguling : total dimensi A/51 x 100%
(B) Duduk : total dimensi B/60 x 100%
(C) Merangkak dan berlutut : total dimensi C/42 x 100%
(D) Berdiri : total dimensi D/39 x 100%
(E) Berjalan, berlari, dan melompat : total dimensi E/72 x 100%
Hasil pemeriksaan :
Dimensi A : 92,1%
Dimensi B : 83,3%
Dimensi C : 86%
Dimensi D : 0%
Dimensi E : 0%
Kesimpulan : Anak berada pada dimensi A.
c) Pemeriksaan Fungsional dengan Indeks Barthel
Bantua
No Aktivitas Mandiri Nilai
n
1. Makan 5 10 10
Berpindah dari kursi roda ke tempat
2. tidur dan sebaliknya/termasuk duduk di 5 - 10 15 5
tempat tidur.
Kebersihan diri (mencuci muka,
3. menyisir, mencukur, dan menggosok 0 5 5
gigi).
Aktivitas di toilet (menyemprot,
4. 5 10 10
mengelap).
5. Mandi. 0 5 0
Berjalan di jalan yang datar (jika tidak
6. mampu jalan melakukannya di kursi 10 15 10
roda).
7. Naik turun tangga. 5 10 5
8. Berpakaian (termasuk memakai sepatu). 5 10 5
9. Mengontrol BAB. 5 10 10
10. Mengontrol BAK. 5 10 10
Total 70
Skor ketergantungan : 70 (ketegantungan moderat)
Kesimpulan : Pada pemeriksaan fungsional dengan indeks barthel, ditemukan bahwa
tingkat ketergantungan anak adalah moderat, yakni dengan skor 70. Anak masih
membutuhkan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yaitu pada saat mandi,
naik turun tangga, dan berpakaian.
d) Gower Manuver/Gower Sign
Hasil : Negatif
Kesimpulan : Hasil test gower sign yang negatif menunjukkan bahwa anak tersebut
belum memiliki gejala khas yang dimiliki oleh anak yang menderita DMP
5. Diagnosis Fisioterapi
a) Impairment :
 Adanya gangguan respirasi karena anak mudah lelah dan nafas pendek.
 Adanya gangguan sensoris pada vestibular.
 Postur trunk mulai lordosis.
 Tonus postural hipotonus karena sulit melawan gravitasi saat hendak berdiri dari
posisi duduk.
 Adanya kelemahan otot trapezius, deltoid, gluteus, quadriceps, dan gastroc.
 Adanya potensial kontraktur pada otot trapezius, deltoid, gluteus, quadriceps, dan
gastroc.
b) Functional Limitations :
 Pasien belum bisa berdiri
 Pasien belum bisa mengangkat lengan dengan full ROM.
c) Disability  :
 Pasien bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun dengan sedikit
bantuan.
6. Rencana Intervensi
a) Rencana Jangka Pendek
 Meningkatkan kondisi umum pasien terutama pada problem respirasi.
 Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kontraktur pada otot AGA dan AGB.
 Meningkatkan tonus otot postural agar bisa melawan gravitasi.
 Memperbaiki gangguan sensoris vestibular.
b) Rencana Jangka Panjang
 Anak mampu berdiri dari posisi duduk meskipun dengan sedikit bantuan.
 Anak mampu mengangkat lengan ke atas sehingga dapat melakukan aktivitas
fungsional dengan baik.
 Menjaga postur agar tidak timbul problem sekunder seperti skpliosis, lordosis,
maupun kifosis.
7. Prognosis
 Quo ad vitam : buruk sebab DMP merupakan penyakit yang progresif
 Quo ad sanam : buruk sebab DMP merupakan penyakit yang progresif
 Quo ad fuctionam : buruk sebab DMP merupakan penyakit yang progresif
 Quo ad cosmeticam : buruk sebab DMP merupakan penyakit yang progresif
8. Intervensi Fisioterapi
Total Durasi Latihan : ± 30 Menit
a) Breathing Exercise
 Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan ekspansi thoraks,
rileksasi.
 Respon : Anak mampu mengambil nafas dalam dan menghembuskannya dengan
maksimal, adanya gerakan pada thoraks.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Tidur terlentang disanggah bantal pada kepala.
 Pelaksanaan : Terapi meminta pasien mengambil nafas dalam dari hidung dan
dihembuskan lewat mulut. Terapis memegang dada pasien untuk merasakan nafas
dan gerakan thoraks.
 Dosis : Tarik nafas 8 kali hitungan, lalu dihembuskan. Diulang 8 kali/sesi.
b) Stretching (Penguluran)
 Tujuan : Mencegah kontraktur otot, rileksasi otot, menambah ROM dan
meningkatkan fleksibilitas otot maupun jaringan di sekitar sendi.
 Respon : Anak merasa nyaman saat diulur dan target ROM dapat terpenuhi.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Tidur terlentang disanggah bantal pada kepala.
 Pelaksanaan : Latihan ini dilakukan dengan cara menjauhkan origo dan insersio otot
dengan cara mengulur otot tersebut berlawanan dengan fungsi otot tersebut.
Stretching dilakukan pada otot-otot yang potensial kontraktur.
c) Strengthening
 Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot, menjaga postur, meminimalisir deformitas.
 Respon : Anak mampu melawan tahanan dari terapis, ada gerakan kompensasi
maupun asosiasi.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Disesuaikan dengan otot yang dikuatkan.
 Pelaksanaan : Terapis melakukan penguatan pada otot yang mengalami kelemahan
dengan memberi tahanan/beban sub maksimal dari tenaga terapis pada otot tersebut.
 Dosis : Tahan 6 - 8 detik, ulangi 8 kali per otot.
d) Latihan Gerak Pasif dan Aktif
 Tujuan : Menjaga sifat fisiologi otot, mencegah kontraktur otot, rileksasi otot,
meningkatkan ROM, meningkatkan kekuatan otot.
 Respon : Sendi bergerak full ROM dan tidak ada gerakan kompensasi maupun
asosiasi.
 Posisi terapis : Duduk di samping pasien.
 Posisi anak : Diposisikan sesuai dengan otot yang akan dilatih.
 Pelaksanaan : Terapis melakukan latihan gerak pasif dan pada otot-otot yang
mengalami kelemahan.
 Dosis : Dilakukan pengulangan 6 - 8 kali tiap otot.
e) NDT Fasilitasi Berdiri dari Posisi Duduk
 Tujuan : Fasilitasi berdiri, meningkatkan kekuatan otot postural, memperbaiki
sensoris pada sendi dan vestibular, meningkatkan keseimbangan, meningkatkan
tonus otot postural, sebagai latihan anti gravitasi, meningkatkan kontrol kepala.
 Respon : Anak mampu mengontrol kepala dan mampu berdiri dari posisi duduk
walaupun dengan bantuan.
 Posisi terapis : Duduk di belakang pasien.
 Posisi anak : Duduk di depan terapis.
 Pelaksanaan : Terapis memfasilitasi anak untuk bangkit berdiri dari posisi duduk
dengan pegangan pada pelvic. Anak diminta memegang lututnya sendiri untuk
membantu berdiri.
 Dosis : Dilakukan pengulangan 6 - 8 kali tiap sesi.
H. Evaluasi pada Pasien Distropia Muscular Progressive (DMP)
Evaluasi setelah selesai terapi terdiri dari :
1) Pencapaian anak sesaat setelah terapi : Belum ada perubahan yang signifikan yang terjadi
setelah terapi, namun keadaan tidak semakin memburuk setelah dilakukannya terapi.
2) Hal-hal yang belum tercapai : Peningkatan kekuatan otot yang signifikan belum tercapai,
gerakan bangkit ke berdiri dari duduk belum tercapai.
3) Faktor penyebab : Anak kurang ada motivasi saat berlatih/terapi.
Hal-hal yang dinilai saat evaluasi terdiri dari evaluasi kekuatan otot dengan MMT, evaluasi
pengukuran ekspansi thoraks dan lingkar segmen, evaluasi gerak aktif dan pasif, evaluasi
sensoris, evaluasi postur dengan GMFM, serta evaluasi fungsional dengan indeks barthel.
Dimana pada saat melakukan evaluasi, dibandingkan antara nilai sebelum terapi dengan nilai
setelah terapi guna untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Aras, Djohan. Hasnia Ahmad, dan Arisandy Achmad. 2016. The New Concept of Physical
Therapist Test and Measuretment. Widya Physio Publishing : Sidoarjo, Jawa Timur.
Herawati, Isnaini dan Wahyuni. 2017. Pemeriksaan Fisioterapi. Muhammadiyah University
Press : Jakarta.
Shepherd, Roberta, B. 1980. Physiotheraphy in Pediatrics. London : William Heinemann
Medical Books Limited.
Wedhanto, Sigit. 2007. Laporan Kasus Duchenne Muscular Dystrophy. Divisi Orthopaedi &
Traumatologi Fakultas Kodokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo : Jakarta.
R.W. Bohannon. 1986. Result of Manual Resistance Exercise on a Manifesting Carrier of
Duchenne Muscular Dystrophy. American, Vol. 66, Hal 975.
Bandy, William D, Sanders and Barbara. 2007. Plyometrics, Therapeutic Exercise for
Physical Therapist Asisstant. Uni State, Wolters Kluwer.
Ningrum, Mekarsari dan Azelia Nusadewiarti. 2019. Penatalaksanaan Distrofi Muskular
Progresif pada Anak Laki-Laki Usia 10 Tahun Melalui Pendekatan Dokter Keluarga.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Jufan, Akhmad Yun, Djayanti Sari dan Karlina M. 2016. Dhucenne Muscular Dystrophy.
Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai