Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

REHABILITASI MEDIK

Duchenne muscular dystrophy


(DMD)

Diajukan oleh:
Addina Noviana J510185083
Atikah Budi Intan L J510185094
Herdian Kusuma Adhi W J510185088
Rifqi R. Taniyo J510170113

Pembimbing

dr. Liem Kiem San, Sp. KFR

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
RSUD DR HARJONO PONOROGO
2019
REFERAT

REHABILITASI MEDIK

Duchenne muscular dystrophy

Oleh:

Addina Noviana J510185083


Atikah Budi Intan L J510185094
Herdian Kusuma Adhi W J510185088
Rifqi R. Taniyo J510170113

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari, Mei 2019

Pembimbing:

dr. Liem Kiem San, Sp.KFR ( )

Dipresentasikan di hadapan

dr. Liem Kiem San, Sp.KFR ( )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


RSUD DR HARJONO PONOROGO
2019

2
BAB I
PENDAHULUAN

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular


progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang,
hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-
linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada
DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada otot
yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder
akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.
Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427
kDa2,4,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD
kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut
dalam jaringan otot.
Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis
progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai
atrofi muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular
dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked
resesif. Hoffman menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama
DMD dan Becker Muscular Dystrophy.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat progresif
akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dan proses
distrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade
kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Pada DMD terdapat kelainan
genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan protein distrofin.

Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa dan
terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin merupakan suatu protein yang mempertahankan
integritas otot. Distrofin bersama dengan beberapa protein lain yaitu dystrophin associated
protein (DAPs), yang meliputi sarcoglycan, dystroglycan, dan syntrophin memberikan
stabilitas terhadap membran sel otot secara fisik dan fisiologis.
Pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis
progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai
atrofi muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular
dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked

4
resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab
utama DMD.

B. Epidemiologi
Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-
laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria,
sedangkan perempuan hanya sebagai karier.
Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan
gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada karier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi
karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria jauh lebih sering menderita penyakit terkait
X resesif dibandingkan wanita.
Secara klinis, gangguan akibat Duchenne muscular dysthropy mulai tampak pada usia
3-7 tahun, yakni lordosis, gaya berjalan waddling, dan tanda Gowers. Manifestasi klinis
berupa pseudohypertrophy muncul 1-2 tahun kemudian. Kebanyakan pasien harus memakai
kursi roda pada usia 12 tahun.

C. Etiologi
Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang
berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan
dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan
penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu
salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk menyebbkan
kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk
menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan
gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X).
Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat
terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria yang terkena
penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga yang
lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang membara satu
salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti
kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria.
Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh
mutasi pada gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme
creatine kinase. Gen dystrophin adalah gen terbanyak kedua pada mamalia(wedantho,2007).

5
DMD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-
laki.Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan
integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini memburuk dengan
cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan kehilangan kmmampuan berjalan pada
usia 12, dan selanjutnya memerlukan bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan
pada keluarga memiliki kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada
anak-anak mereka.

D. Patofisiologi
DMD merupakan kelainan yang diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola
pewarisan yang berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD),
diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang
menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada
pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk
menyebabkan kelainan ini. [7] Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari
gen untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada karier yang
menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh
karenanya terkena penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita.

6
Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen
gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membran sel otot,
sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot.
Distrofin merupakan bagian struktural utama dalam otot sebagai penghubung antara
sitoskeleton dan matriks ekstraseluler. Amino-terminus dari distrofin berikatan dengan F-
actin dan karboksil terminus berikatan dengan dystrophin-associated protein complex
(DAPC) pada sarkolemma. DAPC terdiri dari distroglikan, sarkoglikan, integrin and
caveolin, sehingga mutasi pada komponen-komponen tersebut menyebabkan distrofi otot.
DAPC menjadi tidak stabil saat tidak ada distrofin, yang menyebabkan penyusutan jumlah
protein. Selanjutnya hal ini akan merusak serat dan membran otot secara progresif.
Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat
terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar duapertiga kasus DMD, pria yang terkena
penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga yang
lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang memberi satu
salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti
kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria.
Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada
gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzim creatine kinase.
Protein distrofin dikodekan oleh sejumlah gen yang terdiri dari 79 ekson dan 8 promoter yang
diekspresikan pada otot polos, otot jantung, otot lurik dan sedikit pada otak. Distrofin
berperan dalam stabilitas struktural miofibril. Tanpa distrofin, otot akan mudah mengalami
trauma mekanis dan degenerasi karena kemampuan regeneratif mengalami inaktivasi.

Infiltrasi sel inflamasi pada serat otot yang mengalami degenerasi pada DMD tampak
pada biopsi otot. Sebagai penyakit yang progresif, kematian serat otot diakibatkan oleh
makrofag dan penggantian jaringan otot oleh lemak.

7
Gangguan fungsi distrofin menyebabkan sarkolemma otot menjadi kurang stabil.
Ketidakstabilan ini menyebabkan kerusakan otot, nekrosis, dan fibrosis. Ketiadaan distrofin
akan bermanifestasi pada masalah fisiologis otot berupa kesulitan gerak secara progresif
akibat adanya fragilitas membran miofibril, sehingga terjadi siklus degenerasi dan regenerasi
kronis yang disertai hilangnya potensi regenerasi.
Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana penderitanya
semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10-12 tahun penderita tidak dapat bergerak
lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh
otot skeletal sudah atrofik.
Penderita DMD pada umumnya meninggal karena kegagalan dalam pernapasan,
biasanya pada akhir usia belasan tahun atau awal dua puluh. Banyak anak-anak lelaki
mempunyai elektrokardiogram abnormal pada usia 18 tahun.

E. Gambaran Klinik
Pada Duchenne muscular dystrophy, otot fleksor leher, otot ekstensor pinggang, otot
ekstensor panggul, otot quadrisep, otot tibialis anterior, otot biseps, dan otot triseps lebih
banyak mengalami gangguan dibandingkan otot extensor leher, otot flexor panggung, otot
deltoid, otot hamstring, otot gastroknemii, dan otot solei.
Refleks tendon dalam, yang muncul pada kerusakan serat otot yang berlangsung
paralel, mulanya berkurang secara perlahan terus berlanjut sampai hilang. Pada umumnya,
perbesaran otot memberikan gambaran terjadinya peningkatan kekuatan otot. Namun
kenyataannya, pada penyakit DMD terjadi perbesaran gelendong otot disebabkan oleh
infiltrasi lemak dan fibrotik pada otot yang mengalami degenerasi, yang disebut pseudoatrofi.
Kadang-kadang, pseudoatrofi tampak pada otot lengan dan otot lidah. Bagaimanapun,
penjelasan lain menyatakan bahwa pseudohipertrofi merupakan hasil mekanisme kompensasi
dari kelemahan otot.
Gejala dan tanda pada penyakit DMD berdasarkan tahapan perjalanan penyakit
sebagai berikut.
Tahap 1 – Presimptomatik
a. Kreatine kinase biasanya meningkat.
b. Riwayat keluarga biasanya positif.
Tahap 2 – Fase awal berjalan
a. Waddling gait, muncul pada anak usia 2-6 tahun; sering pada gejala klinis pertama pasien
Duchenne muscular dystrophy.

8
b. Kelemahan progresif terjadi pada otot-otot proximal, terutama ekstremitas bawah, tetapi
selanjutnnya naik ke otot flexor leher, bahu dan lengan.
c. Karena kelemahan otot punggung proximal dan otot ekstremitas, orangtua sering
mengatakan bahwa anak laki-lakinya menekan lututnya sebagai usaha untuk berdiri; dikenal
sebagai tanda Gowers.

9
Tahap 3 – Fase akhir berjalan
a. Lebih sulit berjalan.
b. Sekitar usia 8 tahun, kebanyakan pasien memperlihatkan kesulitan menaiki tangga dan
kelemahan otot respirasi. Kelemahan ini berlangsung lambat, tetapi pasti.
c. Tidak dapat bangkit dari lantai.
d. Terjadi hipoksia nokturnal seperti letargi dan sakit kepala di pagi hari.
Tahap 4 – Fase awal tidak mampu berjalan
a. Dapat bergerak sendiri untuk beberapa waktu
b. Masih dapat mempertahankan postur tubuh
c. Perkembangan skoliosis
Tahap 5 – Fase akhir tidak mampu berjalan
a. Skoliosis berlangsung progresif, sehingga menjadi bergantung pada kursi roda.
b. Jika kursi roda tidak mampu menolong lagi, gejala berkembang ke arah respirasi terminal
atau gagal jantung, biasanya terjadi pada usia dua puluhan; gizi buruk dapat juga menjadi
komplikasi serius pada seseorang dengan DMD tahap
akhir yang berat.
c. Terbentuk kontraktur otot.
Kadang-kadang terjadi peningkatam enzim fungsi hati (AST, ALT), dan pada
beberapa kasus, kadar serum kreatine kinase dan gamma-glutamyl transferase (GGT) mesti
diteliti lebih awal dibanding biopsi hati.
Kebanyakan anak-anak yang mengalami distrofinopati memiliki IQ < 1 standar
deviasi dibanding populasi umum. Keterampilan intelektual yang rendah seperti bidang
kognitif (gangguan kemampuan diferensiasi, gangguan hiperaktif dengan pengurangan atensi
(ADHD), gangguan obsesi-konvulsif, mental retardasi), tampak pada 30% pasien dengan
distrofinopati. Anak-anak yang menderita DMD mengalami gangguan dalam keterampilan
berbicara dan berpeluang mengalami gangguan proses kompleks informasi verbal.
Secara umum, gejala-gejala yang dapat ditemukan pada DMD adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot.
2. Gangguan keseimbangan.
3. Mudah merasa lelah
4. Kesulitan dalam aktivitas motorik
5. Peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan otot panggul
6. Sering jatuh
7. Kesulitan berjalan, cara berjalan yang aneh

10
8. Waddling Gait
9. Deformitas jaringan ikat otot
10. pseudohipertrophy ( mengalami pembesaran pada lidah dan betis), dimana terjadi
pengisisan oleh jar ikat dan jaringan lemak.
11. Mengalami kesulitan belajar
12. Jangkauan gerak terbatas
13. Kontraktur otot (biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot hamstring) karena
serat otot memendek dan mengalami fibrosis yang muncul pada jaringan ikat.
14. Gangguan respirasi
15. Ptosis
16. Atrofi Gonad
17. Scoliosis
18. Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan cardiomyopathy atau aritmia

F. Diagnosis
Diagnosis dari DMD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa
kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang dapat
membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan elektromyografi, yang
konsisten dengan keterlibatan miogenik.
Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada
DMD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat yang membuat otot
tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.
Tanda dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut:
1. Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot- otot di
ekstremitas bawah. Gowers’ sign adalah suatu gerakan tubuh saat pasien berusaha berdiri
akibat proses degenerasi otot skeletal yang berjalan secara progresif sehinga menyebabkan
kelemahan otot. Pasien memulai untuk berdiri dengan cara kedua lengan dan kedua lutut
menyangga badan (prone position), kemudian kedua lutut diluruskan (bear position),
selanjutnya tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua lengan yang berpegangan pada ke dua
lutut dan paha untuk kemudian berdiri tegak (upright position).
2. Creatin Kinase ( CPK – MM ), dimana kadar keratin kinase pada aliran darah tinggi.
Akibat ketiadaan distropin pada pasien DMD, terjadi gangguan permeabilitas membran sel
otot (sarkolemma), sehingga terjadi kebocoran enzim kreatinin fosfokinase (CPK) yang
menyebabkan kadar CPK dalam serum menjadi sangat tinggi.

11
3. EMG (elektromyografi) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh kerusakan pada
jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya. Hasil EMG sesuai dengan kelainan miopati,
yaitu terlihat peningkatan frekuensi, penurunan amplitudo dan penurunan aksi potensial
motorik, sedangkan kecepatan hantar saraf adalah normal. DMD merupakan suatu kelainan
miopati.
4. Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21.
5. Biopsy otot (imunohistokimia atau imunobloting), atau bisa juga pemeriksaan genetik
dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan distropin. Terjadi degenerasi otot,
tampak internal nuclei bertambah dan jaringan ikat perimisium dan endomisium meningkat.
Pada pasien DMD terjadi proses degenerasi serabut otot yang digantikan oleh jaringan
fibrofatty akibat ketiadaan distrofin.

G. Diagnosis Banding
1. Congenital Muscular Dystrophy (CDM)
CMD merupakan penyakit autosomal resesif yang menyebabkan kelemahan berat
pada bagian proksimal tubuh, sejak kelahiran (atau kurang dari 12 bulan) yang berjalan tidak
progresif. Kontraktur merupakan tanda umum dan CNS abnormal dapat terjadi. Biopsi otot
menunjukkan tanda distrofi, termasuk peningkatan dalam endomysial dan perimysial jaringan
ikat; ukuran serat kecil dan imatur.
2. Congenital Myopathies (CM)
CM bercirikan onset sejak awal kehidupan dengan kondisi hipotonia, hiporefleksia,
kelemahan umum yang lebih sering mengenai bagian otot proksimal dan curah otot yang
buruk. Sering disertai dismorfik akibat kelemahan. Relatif tidak progressif.
Hipotonia merupakan tanda utama CM, dengan klinis ketertinggalan; lemah dalam
memfleksikan pinggung, luut dan siku; external rotasi pinggul; kelemahan pada wajah,
lengan dan otot aksial; dan penurunan masa otot.
3. Polymyositis
Polymyositis merupakan miopati inflamasi idiopati yang menyebabkan kelemahan
otot proksimal yang simetris; peningkatan kadar enzim otot lurik dan gambaran
electromyography (EMG) yang khas. Umumnya ditemukan pada pria dewasa.
4. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy
Klinis berupa kelemahan otot yang berjalan lambat dan mengikis distribusi
scapulohumeroperoneal. Kontraktur dini pada siku, mata kaki dan leher belakang. Terjadi
defek konduksi kardiak dan/atau kardiomiopati. Onset biasanya muncul pada usia remaja,

12
tetapi pada beberapa kondisi dapat terjadi pada neonatus dan bahkan dekade ketiga.
Kelemahan yang muncul pada otot peronela dengan gaya berjalan toe-walking.
5. Facioscapulohumeral Dystrophy (FD)
Klinis berupa kelemahan bahu. Wing-scapula merupakan tanda utama FD. Letak
skapula lebih lateral dibandingkan normal. Skapula akan naik saat abduksi. Otot deltoid
biasanya normal, dan kelemahan abduksi bahu terjadi akibat lemahnya fiksasi skapula.
Kegagalan gerakan menyerong naik pada aksila anterior akibat kelemahan otot pektoralis
mayor.
6. Limb-Girdle Muscular Dystrophy
Onset muncul pada usia dewasa, berupa atropi otot yang berjalan lambat dengan
kelemahan pada distribusi limb-girdle, yang disertai keterlibatan faring dalam memimpin
terciptanya pembicaraan nasal. Tidak terbentuk kontraktur otot, hipertrofi otot, dan gangguan
jantung. Creatine kinase (CK) dalam batas normal.
Kelainan ini merupakan autosomal dominan. Protein yang terlibat berupa myotilin, yang
berkaitan dengan sarkomer. Lokus gen terletak pada 5q31.

H. Penatalaksanaan
Pemberian kortikosteroid, seperti prednisolon pada pasien DMD dapat
mempertahankan fungsi dan kekuatan otot, serta memperlambat proses degenerasi penyakit.
Mekanisme kortikosteroid dalam memperlambat proses degenerasi otot masih belum jelas.
Efek samping pemberian kortikosteroid adalah peningkatan berat badan, retardasi
pertumbuhan, hirsutisme dan osteoporosis.
Latihan fisik berupa fisioterapi dan pemakaian alat bantu dapat diberikan. Untuk
mencegah kontraktur plantar fleksi yang berpengaruh pada keseimbangan dan cara berjalan,
dapat diberikan latihan stretching heel-cord dan pemakaian ankle foot orthosis (AFO) pada
waktu malam. Tetapi pemakaian alat ortosis atau stretching tidak dapat mencegah terjadinya
kontraktur. Ketika kontraktur tendo achilles bertambah berat dan mempengaruhi ambulasi,
maka dapat dilakukan lengthening tendon achilles.
Pemakaian knee ankle foot orthosis (KAFO) digunakan saat otot quadriceps mulai
lemah yang disertai berkembangnya fleksi kontraktur lutut sehingga membantu pasien untuk
dapat berdiri dan berjalan. Alat tersebut dapat digunakan pada pasien dengan knee flexion
contracture <30°. Pada fleksi kontraktur lutut yang melebihi 30° sampai 40°, tindakan
pembedahan tidak bermanfaat karena tidak akan tercapai koreksi fungsional yang berarti.

13
Pada pasien DMD biasanya terdapat hipotonia saluran cerna, yang menyebabkan
pengosongan lambung menjadi sulit sehingga memerlukan pemasangan nasogastric tube
untuk aspirasi cairan lambung.
Dengan berjalannya waktu, maka proses degenerasi otot skeletal terus berlangsung,
sehingga pasien akan mengalami masalah multisistem. Fungsi paru akan terus memburuk
setelah fusi spinal karena proses distrofi progresif otot pernafasan, termasuk otot diafragma.
Selain itu dapat terjadi gangguan fungsi jantung. Dalam hal ini latihan respirasi tidak
memberikan keuntungan yang berarti. Bantuan ventilasi dengan menggunakan nasal mask
pada malam hari dengan end-expiratory pressure akan membantu mencegah pneumonia dan
dekompensasi pulmonal. Tanpa dukungan ventilator, pasien biasanya meninggal dalam usia
20 tahun.

I. Prognosis
Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas penyakitnya.
Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, edngan kehidupan normal,
sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang
bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat
tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD,
kematian biuasanya terjadi pada usia belasan sampai awal 20an.
Prognosis dari DMD sendiri bervariasi tergantung dari progresivitas penyakitnya.
Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, dengan kehidupan normal,
sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang
bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat
tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan lanjut.

14
BAB III
KESIMPULAN

Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit kelainan distrofik yang


diwariskan secara X-linked dan hanya mengenai laki-laki, sementara perempuan hanya
sebagai pembawa sifat. Biasanya penderita meninggal dalam dekade ke dua akibat
komplikasi infeksi paru atau payah jantung. Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan
pada usia sekitar 10 tahun. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien
untuk memperlama fungsi ambulasi serta memberikan rasa nyaman.
Perlu pemberian informasi yang jelas dan konseling genetika mengenai perjalanan
penyakit terhadap pasien dan keluarganya. Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengan analisis
DNA untuk mendeteksi delesi gen yang bertanggung jawab terhadap penyandian protein
distrofin. Pemeriksaan immunohistokimia protein distrofin, juga dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis pasti. Penanganan pasien dengan DMD harus dilakukan secara
multidisiplin.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Wedhanto S, U Siregar. Duchenne Muscular Dystrophy. Maj Kedokt Indon, Volum:


57, Nomor: 9, September 2007.

2. Tachjian MO. Clinical pediatric orthopedic the art of diagnosis and principles of
management. Generalized affection of the muscular skeletal system. Stamfort, CT,
Appleton & Lange; 1997.p.401-3.

3. Muntoni F, Torelli Silvia, Ferlini A. Dystrophin and mutations: one gene, several
proteins, multiple phenotypes. Lancet Neurol 2003;2:731-40.

4. Sussman M. Duchenne Muscular Dystrophy. J Am Acad Orthop Surg 2002;10:138-


51.

5. Mardjono M, S. Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2008: Jakarta. Dian Rakyat.

6. Annonymous. Muscular Dystrophy Types. (Online) 2008. (http://www.news-


medical.net/health/Muscular-Dystrophy-Types.aspx, diunduh 10 Agustus 2012).

7. Nowak K. J., K. E.Davies. Duchenne muscular dystrophy and dystrophin:


pathogenesis and opportunities for treatment. Third in Molecular Medicine Review
Series. EMBO reports Vol 5;No 9: 2004.

16

Anda mungkin juga menyukai