Oleh:
Devita Tuty Anggraeni
Novita Fauzyah R
1020101038
10201010
Dokter Pembimbing:
Dr. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S
PENDAHULUAN
Duchenne muscular dystrophy
progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini secara bertahap
melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan punggung. Pada remaja awal atau
bahkan lebih awal, otot jantung dan otot pernafasan juga mungkin dapat
terpengaruh, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan
biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Pada
menetapkan
kriteria
diagnostik
yang
tahun
1868,
Duchenne
penyakit distrofi otot. Kriteria-kriteria tersebut antara lain, (1) kelemahan yang
dimulai dari lengan; (2) hiperlordosis dengan gaya berjalan yang khas; (3) hipertrofi
otot yang lembek; (4) perjalanan penyakit yang progresif; (5) penurunan kontraktilitas
otot dengan rangsangan listrik pada tahap lanjut; dan (6) disfungsi vesika urinria dan
pencernaan, gangguan sensorik, atau demam. DMD disebabkan adanya perubahan
(mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD, yang dapat diwariskan dalam keluarga
dengan cara yang resesif X-linked. Dalam DMD, anak-anak mulai menunjukkan
tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3 tahun.
Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari progresivitas penyakitnya. Pada
beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, dengan kehidupan
normal,
sedangkan
pada
kasus
yang
lain
mungkin
memiliki pemburukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HISTOANATOMI DAN FISIOLOGI OTOT SKELETAL
B. DEFINISI
Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat
progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin[1].
Penyakit ini mengenai anak laki-laki dan proses distrofi otot sudah dimulai
sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan biasanya akan
meninggal pada usia 20 tahun[2]. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak
pada
kromosom
X,
lokus
Xp21.22-4
yang
bertanggung
jawab terhadap
atrofi
penyakit
muscular dystrophy
autosomal
muskular
progresif
pada
et al menjelaskan
bahwa
gangguan
ini
(pengecualian
yang
jarang,
pada
karier
yang
menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria jauh
lebih sering menderita penyakit terkait X resesif dibandingkan wanita.[1]
Secara klinis, gangguan akibat Duchenne muscular dysthropy mulai tampak
pada usia 3-7 tahun, yakni lordosis, gaya berjalan waddling, dan tanda Gowers.
Manifestasi
klinis
berupa
pseudohypertrophy
muncul
D. ETIOLOGI
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus
Xp21.22-4 yang
bertanggung
protein distrofin.
Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan
disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.
[1]
protein
distrofin,
baik
berupa
delesi,
duplikasi maupun
mutasi
pergeseran yang menimbulkan hilangnya protein otot yang besar dan dikaitkan
dengan fenotif umum yang terlihat pada penderita Duchenne muscular dystrophy.
Analisis lokasi delesi menunjukkan bahwa daerah amino-terminal, cysteine-rich,
dan daerah carboxy-terminal merupakan bagian utama dari fungsi distrofin yang
sering mengalami gangguan.[10]
E. PATOGENESIS
DMD merupakan kelainan yang diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti
pola pewarisan yang berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy
(DMD), diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang
bermutasi yang menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh
karenanya terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada
masing-masing sel sudah cukup untuk menyebabkan kelainan ini.[7]
Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk
menyebabkan
gangguan
ini
(pengecualian
menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria
oleh karenanya terkena penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan
wanita.[1]
Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi
pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin
pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam
jaringan otot.[4]
Distrofin merupakan bagian struktural utama dalam otot sebagai penghubung
antara sitoskeleton dan matriks ekstraseluler. Amino-terminus dari
distrofin
protein
complex
(DAPC)
pada
sarkolemma. DAPC
terdiri dari
distroglikan, sarkoglikan, integrin and caveolin, sehingga mutasi pada komponenkomponen tersebut menyebabkan distrofi otot.[3]
DAPC menjadi tidak stabil saat tidak ada distrofin, yang menyebabkan
penyusutan jumlah protein. Selanjutnya hal ini akan merusak serat dan membran
otot secara progresif.[7]
F. PATOFISIOLOGI
Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan
sifat terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar duapertiga kasus DMD,
pria yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan
gen DMD. Sepertiga yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen
ini. Perempuan yang memberi satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki
tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti kelemahan otot dan kramp), namun
biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria. Duchenne muscular dystrophy
dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada gen untuk protein
dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzim creatine kinase.[7]
Protein distrofin dikodekan oleh sejumlah gen yang terdiri dari 79 ekson dan
8 promoter yang diekspresikan pada otot polos, otot jantung, otot lurik dan sedikit
pada otak. Distrofin berperan dalam stabilitas struktural miofibril. Tanpa distrofin,
otot akan mudah mengalami trauma mekanis dan degenerasi karena kemampuan
regeneratif mengalami inaktivasi.[4]
Infiltrasi sel inflamasi pada serat otot yang mengalami degenerasi pada
DMD tampak pada biopsi otot. Sebagai penyakit yang progresif, kematian serat
otot diakibatkan oleh makrofag dan penggantian jaringan otot oleh lemak.[8]
Gangguan fungsi distrofin menyebabkan sarkolemma otot menjadi kurang
stabil. Ketidakstabilan ini menyebabkan kerusakan otot, nekrosis, dan fibrosis.
Ketiadaan distrofin akan bermanifestasi pada masalah fisiologis otot berupa kesulitan
gerak secara progresif akibat adanya fragilitas membrane miofibril, sehingga
terjadi siklus degenerasi dan
regenerasi.[4]
Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana
penderitanya semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10-12 tahun penderita
tidak dapat bergerak lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi
roda. Pada tahap terminal ini seluruh otot skeletal sudah atrofik.[5]
Penderita DMD pada umumnya meninggal karena kegagalan
dalam
pernapasan, biasanya pada akhir usia belasan tahun atau awal dua puluh. Banyak
anak-anak lelaki mempunyai elektrokardiogram abnormal pada usia 18 tahun.[7]
G. GEJALA DAN TANDA
Pada Duchenne muscular dystrophy, otot fleksor leher, otot ekstensor pinggang,
otot ekstensor panggul, otot quadrisep, otot tibialis anterior, otot biseps, dan otot
triseps lebih banyak mengalami gangguan dibandingkan otot extensor leher, otot
flexor panggung, otot deltoid, otot hamstring, otot gastroknemii, dan otot solei.[8]
Refleks tendon dalam, yang muncul pada kerusakan serat otot yang
berlangsung paralel, mulanya berkurang secara perlahan terus berlanjut sampai
hilang.
Pada
umumnya,
perbesaran
otot
memberikan
gambaran terjadinya
pada
otot
lengan
dan
otot
lidah. Bagaimanapun,
penjelasan
lain
pasien dengan
distrofinopati.
Anak-anak yang
menderita
DMD
distrofi,
termasuk
peningkatan
dalam
endomysial dan perimysial jaringan ikat; ukuran serat kecil dan imatur.[6]
2. Congenital Myopathies (CM)
CM bercirikan onset sejak awal kehidupan dengan kondisi hipotonia,
hiporefleksia, kelemahan umum yang lebih sering mengenai bagian otot proksimal
dan curah otot yang buruk. Sering disertai dismorfik akibat kelemahan. Relatif tidak
progressif.[14]
Hipotonia merupakan tanda utama CM, dengan klinis ketertinggalan; lemah
dalam memfleksikan pinggung, luut dan siku; external rotasi pinggul; kelemahan
pada wajah, lengan dan otot aksial; dan penurunan masa otot.[6]
3. Polymyositis
Polymyositis
merupakan
miopati
inflamasi
idiopati
yang menyebabkan
kelemahan otot proksimal yang simetris; peningkatan kadar enzim otot lurik dan
gambaran electromyography (EMG) yang khas. Umumnya ditemukan pada pria
dewasa.[14]
4. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy
Klinis berupa kelemahan otot yang berjalan lambat dan mengikis distribusi
scapulohumeroperoneal. Kontraktur dini pada siku, mata kaki dan leher belakang.
Terjadi defek konduksi kardiak dan/atau kardiomiopati. Onset biasanya muncul
pada usia remaja, tetapi pada beberapa kondisi dapat terjadi pada neonatus dan
bahkan dekade ketiga. Kelemahan yang muncul pada otot peronela dengan gaya
berjalan toewalking.[14]
5. Facioscapulohumeral Dystrophy (FD)
Klinis berupa kelemahan bahu. Wing-scapula merupakan tanda utama FD.
Letak skapula lebih lateral dibandingkan normal. Skapula akan naik saat abduksi.
Otot deltoid biasanya normal, dan kelemahan abduksi bahu terjadi akibat
lemahnya fiksasi skapula. Kegagalan gerakan menyerong naik pada aksila anterior
akibat kelemahan otot pektoralis mayor.[6]
6. Limb-Girdle Muscular Dystrophy
Onset muncul pada usia dewasa, berupa atropi otot yang berjalan lambat dengan
kelemahan pada distribusi limb-girdle, yang disertai keterlibatan faring dalam
memimpin terciptanya pembicaraan nasal. Tidak terbentuk kontraktur otot, hipertrofi
otot, dan gangguan jantung. Creatine kinase (CK) dalam batas normal.[6]
Kelainan ini merupakan autosomal dominan. Protein yang terlibat berupa
myotilin, yang berkaitan dengan sarkomer. Lokus gen terletak pada 5q31.[14]
I. DIAGNOSIS
Diagnosis dari DMD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam
beberapa kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan
lainnya yang dapat membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan
pemeriksaan elektromyografi, yang konsisten dengan keterlibatan miogenik.[13]
Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada
DMD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat yang membuat
otot tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.[6]
menunjukkan
kelemahan
yang
disebabkan
oleh
kerusakan pada jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya. Hasil EMG sesuai
dengan kelainan miopati, yaitu terlihat peningkatan frekuensi, penurunan
amplitudo dan penurunan aksi potensial motorik, sedangkan kecepatan hantar
saraf adalah normal. DMD merupakan suatu kelainan miopati.
4. Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21.
5. Biopsy otot (imunohistokimia atau imunobloting), atau bisa juga pemeriksaan
genetik dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan distropin. Terjadi
degenerasi
otot,
tampak
internal
nuclei
bertambah
dan jaringan
ikat
serabut
otot
yang
digantikan
oleh
ketiadaan distrofin.
J. TERAPI
Pemberian
kortikosteroid,
seperti
prednisolon
pada
pasien
DMD dapat
30 sampai 40, tindakan pembedahan tidak bermanfaat karena tidak akan tercapai
koreksi fungsional yang berarti. Pada pasien DMD biasanya terdapat hipotonia
saluran cerna, yang menyebabkan pengosongan lambung menjadi sulit sehingga
memerlukan pemasangan nasogastric tube untuk aspirasi cairan lambung.[1]
Dengan berjalannya waktu, maka proses degenerasi otot
skeletal terus
berlangsung, sehingga pasien akan mengalami masalah multisistem. Fungsi paru
akan terus memburuk
pernafasan, termasuk otot diafragma. Selain itu dapat terjadi gangguan fungsi
jantung. Dalam hal ini latihan respirasi tidak memberikan keuntungan yang berarti.
Bantuan ventilasi dengan menggunakan nasal mask pada malam hari dengan endexpiratory pressure akan membantu mencegah pneumonia dan
dekompensasi
Harapan hidup dapat tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan
lanjut. Pada DMD, kematian biasanya terjadi pada usia belasan sampai awal dua
puluhan.[2]
BAB III
PENUTUP
Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit kelainan distrofik yang
diwariskan secara X-linked dan hanya mengenai laki-laki, sementara perempuan
hanya sebagai pembawa sifat. Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan
pada
usia
sekitar
10 tahun.
Tindakan
pembedahan
dan
rehabilitasi,
dapat
membantu pasien untuk memperlama fungsi ambulasi serta memberikan rasa nyaman.
Perlu pemberian informasi yang jelas dan konseling genetika mengenai
perjalanan penyakit terhadap pasien dan keluarganya. Diagnosis DMD dapat
ditegakkan dengan analisis DNA untuk mendeteksi delesi gen yang bertanggung jawab
terhadap penyandian protein distrofin. Pemeriksaan immunohistokimia protein
distrofin, juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti. Penanganan
pasien dengan DMD harus dilakukan secara multidisiplin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wedhanto S, U Siregar. Duchenne Muscular Dystrophy. Maj Kedokt Indon,
Volum: 57, Nomor: 9, September 2007.
2. Tachjian MO. Clinical pediatric orthopedic the art of diagnosis and principles
of management. Generalized affection of the muscular skeletal system. Stamfort,
CT, Appleton & Lange; 1997.p.401-3.
3. Muntoni F, Torelli Silvia, Ferlini A. Dystrophin and mutations: one gene, several
proteins, multiple phenotypes. Lancet Neurol 2003;2:731-40.
4. Sussman M. Duchenne Muscular Dystrophy. J Am Acad Orthop Surg
2002;10:138-51.
of
the
2006;10(3):129-34.
13. Mendell JR, Shilling C, Leslie ND et al. Evidence based path to newborn screening
for Duchenne Muscular Dystrophy. Ann Neurology. 2012;71:304313.
14. Annonymous.
Duchenne
Muscular
Dystrophy
(online)
(http://emedicine.medscape.com/, diunduh 28 Juli 2015)
2012