Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Duchenne Muscular Dystrophy


2.1.1. Definisi
Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat
progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin.2 Penyakit ini mengenai
anak laki-laki dan proses distrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya
kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal
pada usia 20 tahun.3 Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada
kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan protein distrofin.4

Gambar 1. Duchenne Muscular Dystrophy

Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul


427 kDa dan terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin merupakan suatu
protein yang mempertahankan integritas otot. Distrofin bersama dengan
beberapa protein lain yaitu dystrophin associated protein (DAPs), yang
meliputi sarcoglycan, dystroglycan, dan syntrophin memberikan stabilitas
terhadap membran sel otot secara fisik dan fisiologis.11 Pada tahun 1884 untuk
pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis progressiva. Pada tahun
1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai atrofi
muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit
muscular dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif,
autosomal dominant atau X-linked resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa
kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama DMD.

2.1.2. Epidemiologi
Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran
bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan
hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier.2 Pada
wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan
gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada karier yang menunjukkan
gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria jauh lebih
sering menderita penyakit terkait X resesif dibandingkan wanita.2 Secara
klinis, gangguan akibat Duchenne muscular dysthropy mulai tampak pada
usia 3-7 tahun, yakni lordosis, gaya berjalan waddling, dan tanda Gowers.
Manifestasi klinis berupa pseudohypertrophy muncul 1-2 tahun kemudian.
Kebanyakan pasien harus memakai kursi roda pada usia 12 tahun. 14

2.1.3. Etiologi
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X,
lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein
distrofin. Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara
primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem
saraf pusat atau saraf perifer.2 Duchenne muscular dystrophy disebabkan
adanya mutasi pada gen yang bertanggung jawab dalam mengkodekan
distrofin. Mutasi yang terjadi mengakibatkan hilangnya protein distrofin, baik
berupa delesi, duplikasi maupun mutasi pergeseran yang menimbulkan
hilangnya protein otot yang besar dan dikaitkan dengan fenotif umum yang
terlihat pada penderita Duchenne muscular dystrophy. Analisis lokasi delesi
menunjukkan bahwa daerah amino-terminal, cysteine-rich, dan daerah
carboxy-terminal merupakan bagian utama dari fungsi distrofin yang
sering mengalami gangguan. 11
2.1.4. Patofisiologi
DMD merupakan kelainan yang diturunkan, dan masing-masing MD
mengikuti pola pewarisan yang berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne
muscular dystrophy (DMD), diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang
berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan penyakit ini terletak
pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu salinan
yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk
menyebabkan kelainan ini.8 Pada wanita mutasinya harus terdapat pada
kedua kopi dari gen untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang
jarang, pada karier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi
dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena penyakit terkait X
resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita.2
Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat
delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan
protein tersebut dalam jaringan otot. 5 Distrofin merupakan bagian struktural
utama dalam otot sebagai penghubung antara sitoskeleton dan matriks
ekstraseluler. Amino-terminus dari distrofin berikatan dengan F-actin dan
karboksil terminus berikatan dengan dystrophin-associated protein complex
(DAPC) pada sarkolemma. DAPC terdiri dari distroglikan, sarkoglikan,
integrin and caveolin, sehingga mutasi pada komponen-komponen tersebut
menyebabkan distrofi otot.4 DAPC menjadi tidak stabil saat tidak ada
distrofin, yang menyebabkan penyusutan jumlah protein. Selanjutnya hal ini
akan merusak serat dan membran otot secara progresif.7

2.1.5. Gejala dan Tanda


Pada Duchenne muscular dystrophy, otot fleksor leher, otot ekstensor
pinggang, otot ekstensor panggul, otot quadrisep, otot tibialis anterior, otot
biseps, dan otot triseps lebih banyak mengalami gangguan dibandingkan otot
extensor leher, otot flexor panggung, otot deltoid, otot hamstring, otot
gastroknemii, dan otot solei.9 Refleks tendon dalam, yang muncul pada
kerusakan serat otot yang berlangsung paralel, mulanya berkurang secara
perlahan terus berlanjut sampai hilang. Pada umumnya, perbesaran otot
memberikan gambaran terjadinya peningkatan kekuatan otot. Namun
kenyataannya, pada penyakit DMD terjadi perbesaran gelendong otot
disebabkan oleh infiltrasi lemak dan fibrotik pada otot yang mengalami
degenerasi, yang disebut pseudoatrofi. Kadang-kadang, pseudoatrofi tampak
pada otot lengan dan otot lidah. Bagaimanapun, penjelasan lain menyatakan
bahwa pseudohipertrofi merupakan hasil mekanisme kompensasi dari
kelemahan otot.13
Gejala dan tanda pada penyakit DMD berdasarkan tahapan perjalanan
penyakit sebagai berikut.13
1. Tahap 1 – Presimptomatik
a. Kreatine kinase biasanya meningkat.
b. Riwayat keluarga biasanya positif.
2. Tahap 2 – Fase awal berjalan
a. Waddling gait, muncul pada anak usia 2-6 tahun; sering pada gejala
klinis pertama pasien Duchenne muscular dystrophy.
b. Kelemahan progresif terjadi pada otot-otot proximal, terutama
ekstremitas bawah, tetapi selanjutnnya naik ke otot flexor leher, bahu
dan lengan.
c. Karena kelemahan otot punggung proximal dan otot ekstremitas,
orangtua sering mengatakan bahwa anak laki-lakinya menekan lututnya
sebagai usaha untuk berdiri; dikenal sebagai tanda Gowers.
3. Tahap 3 – Fase akhir berjalan
a. Lebih sulit berjalan.
b. Sekitar usia 8 tahun, kebanyakan pasien memperlihatkan kesulitan
menaiki tangga dan kelemahan otot respirasi. Kelemahan ini
berlangsung lambat, tetapi pasti.
c. Tidak dapat bangkit dari lantai.
d. Terjadi hipoksia nokturnal seperti letargi dan sakit kepala di pagi
hari.
4. Tahap 4 – Fase awal tidak mampu berjalan
a. Dapat bergerak sendiri untuk beberapa waktu.
b. Masih dapat mempertahankan postur tubuh
c. Perkembangan skoliosis
5. Tahap 5 – Fase akhir tidak mampu berjalan
a. Skoliosis berlangsung progresif, sehingga menjadi bergantung pada
kursi roda.
b. Jika kursi roda tidak mampu menolong lagi, gejala berkembang ke
arah respirasi terminal atau gagal jantung, biasanya terjadi pada usia
dua puluhan; gizi buruk dapat juga menjadi komplikasi serius pada
seseorang dengan DMD tahap akhir yang berat.
c. Terbentuk kontraktur otot.
Gambar 2. Anak dengan Duchenne Muscular Dystrophy
Kadang-kadang terjadi peningkatam enzim fungsi hati (AST, ALT), dan
pada beberapa kasus, kadar serum kreatine kinase dan gamma-glutamyl
transferase (GGT) mesti diteliti lebih awal dibanding biopsi hati.8
Kebanyakan anak-anak yang mengalami distrofinopati memiliki IQ <
1 standar deviasi dibanding populasi umum. Keterampilan intelektual yang
rendah seperti bidang kognitif (gangguan kemampuan diferensiasi, gangguan
hiperaktif dengan pengurangan atensi (ADHD), gangguan obsesi-konvulsif,
mental retardasi), tampak pada 30% pasien dengan distrofinopati. Anak-anak
yang menderita DMD mengalami gangguan dalam keterampilan berbicara
dan berpeluang mengalami gangguan proses kompleks informasi verbal.13
Secara umum, gejala-gejala yang dapat ditemukan pada DMD adalah
sebagai berikut. 5
1. Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot.
2. Gangguan keseimbangan.
3. Mudah merasa Lelah.
4. Kesulitan dalam aktivitas motoric.
5. Peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan
otot panggul.
6. Sering jatuh.
7. Kesulitan berjalan, cara berjalan yang aneh
8. Waddling Gait
9. Deformitas jaringan ikat otot
10. pseudohipertrophy ( mengalami pembesaran pada lidah dan betis),
dimana terjadi pengisisan oleh jar ikat dan jaringan lemak
11. Mengalami kesulitan belajar
12. Jangkauan gerak terbatas.
13. Kontraktur otot (biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot
hamstring) karena serat otot memendek dan mengalami fibrosis yang
muncul pada jaringan ikat.
14. Gangguan respirasi.
15. Ptosis.
16. Atrofi Gonad.
17. Scoliosis.
18. Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan
cardiomyopathy atau aritmia
14. Gangguan respirasi
15. Ptosi
16. Atrofi Gonad
17. Scoliosis
18. Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan
cardiomyopathy atau aritmia

2.1.6. Diagnosis Banding


1. Congenital Muscular Dystrophy (CDM)
CMD merupakan penyakit autosomal resesif yang menyebabkan

kelemahan berat pada bagian proksimal tubuh, sejak kelahiran (atau

kurang dari 12 bulan) yang berjalan tidak progresif. Kontraktur

merupakan tanda umum dan CNS abnormal dapat terjadi.15 Biopsi otot

menunjukkan tanda distrofi, termasuk peningkatan dalam

endomysial dan perimysial jaringan ikat; ukuran serat kecil dan

imatur.7

2. Congenital Myopathies (CM)


CM bercirikan onset sejak awal kehidupan dengan kondisi hipotonia,

hiporefleksia, kelemahan umum yang lebih sering mengenai bagian

otot proksimal dan curah otot yang buruk. Sering disertai dismorfik

akibat kelemahan. Relatif tidak progressif. 15 Hipotonia merupakan

tanda utama CM, dengan klinis ketertinggalan; lemah dalam

memfleksikan pinggung, luut dan siku; external rotasi pinggul;

kelemahan pada wajah, lengan dan otot aksial; dan penurunan masa

otot.7
3. Polymyositis
Polymyositis merupakan miopati inflamasi idiopati yang menyebabkan

kelemahan otot proksimal yang simetris; peningkatan kadar enzim otot

lurik dan gambaran electromyography (EMG) yang khas. Umumnya

ditemukan pada pria dewasa. 15

4. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy


Klinis berupa kelemahan otot yang berjalan lambat dan mengikis

distribusi scapulohumeroperoneal. Kontraktur dini pada siku, mata

kaki dan leher belakang. Terjadi defek konduksi kardiak dan/atau

kardiomiopati. Onset biasanya muncul pada usia remaja, tetapi pada

beberapa kondisi dapat terjadi pada neonatus dan bahkan dekade

ketiga. Kelemahan yang muncul pada otot peronela dengan gaya

berjalan toe-walking.15

5. Facioscapulohumeral Dystrophy (FD)

Klin berupa kelemahan bahu. Wing-scapula merupakan tanda utama

FD. Letak skapula lebih lateral dibandingkan normal. Skapula akan

naik saat abduksi. Otot deltoid biasanya normal, dan kelemahan

abduksi bahu terjadi akibat lemahnya fiksasi skapula. Kegagalan

gerakan menyerong naik pada aksila anterior akibat kelemahan otot

pektoralis mayor.7

6. Limb-Girdle Muscular Dystrophy


Onset muncul pada usia dewasa, berupa atropi otot yang berjalan

lambat dengan kelemahan pada distribusi limb-girdle, yang disertai

keterlibatan faring dalam memimpin terciptanya pembicaraan nasal.

Tidak terbentuk kontraktur otot, hipertrofi otot, dan gangguan jantung.

Creatine kinase (CK) dalam batas normal.7 Kelainan ini merupakan


autosomal dominan. Protein yang terlibat berupa myotilin, yang

berkaitan dengan sarkomer. Lokus gen terletak pada 5q31.15

2.1.7. Diagnosis
Diagnosis dari DMD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot.
Dalam beberapa kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu.
Pemeriksaan lainnya yang dapat membantu antara lain, peningkatan kadar
CK serum dan pemeriksaan elektromyografi, yang konsisten dengan
keterlibatan miogenik.14 Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang
sulit untuk dilihat karena pada DMD menyebabkan penumpukan jaringan
lemak dan jaringan ikat yang membuat otot tampak lebih besar. Ini disebut
dengan pseudohipertrofi.7
Tanda dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah
sebagai berikut:4,5
1. Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih

pada otot- otot di ekstremitas bawah. Gowers’ sign adalah suatu gerakan

tubuh saatpasien berusaha berdiri akibat proses degenerasi otot

skeletal yang berjalan secara progresif sehinga menyebabkan

kelemahan otot. Pasien memulai untuk berdiri dengan cara kedua lengan

dan kedua lutut menyangga badan (prone position), kemudian kedua

lutut diluruskan (bear position), selanjutnya tubuh ditegakkan dengan

bantuan kedua lengan


yang berpegangan pada ke dua lutut dan paha untuk kemudian

berdiri tegak (uprht position).

2. Creatin Kinase ( CPK – MM ), dimana kadar keratin kinase pada

aliran darah tinggi. Akibat ketiadaan distropin pada pasien DMD,

terjadi gangguan permeabilitas membran sel otot (sarkolemma),

sehingga terjadi kebocoran enzim kreatinin fosfokinase (CPK) yang

menyebabkan kadar CPK dalam serum menjadi sangat tinggi.

3. EMG (elektromyografi) menunjukkan kelemahan yang disebabkan

oleh kerusakan pada jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya.

Hasil EMG sesuai dengan kelainan miopati, yaitu terlihat

peningkatan frekuensi, penurunan amplitudo dan penurunan aksi

potensial motorik, sedangkan kecepatan hantar saraf adalah normal.

DMD merupakan suatu kelainan miopati. Genetic Testing, dapat

menampilkan bahwa kerusakan genetik pada genXp21.

5. Biopsy otot (imunohistokimia atau imunobloting), atau bisa juga

pemeriksaan genetik dengan tes darah untuk mengkonfirmasi

keberadaan distropin. Terjadi degenerasi otot, tampak internal nuclei

bertambah dan jaringan ikat perimisium dan endomisium meningkat.

Pada pasien DMD terjadi proses degenerasi serabut otot yang

digantikan oleh jaringan fibrofatty akibat ketiadaan distrofin.

3
4

2.1.8. Tatalaksana
Pemberian kortikosteroid, seperti prednisolon pada pasien
DMD dapat mempertahankan fungsi dan kekuatan otot, serta
memperlambat proses degenerasi penyakit. Mekanisme
kortikosteroid dalam memperlambat proses degenerasi otot masih
belum jelas. Efek samping pemberian kortikosteroid adalah
peningkatan berat badan, retardasi pertumbuhan, hirsutisme dan
osteoporosis.8 Latihan fisik berupa fisioterapi dan pemakaian
alat bantu dapatdiberikan. Untuk mencegah kontraktur plantar
fleksi yang berpengaruh pada keseimbangan dan cara berjalan, dapat
diberikan latihan stretching heel-cord dan pemakaian ankle foot
orthosis (AFO) pada waktu malam. Tetapi pemakaian alat ortosis
atau stretching tidak dapat mencegah terjadinya kontraktur. Ketika
kontraktur tendo achilles bertambah berat dan mempengaruhi
ambulasi, maka dapat dilakukan lengthening tendon achilles.5
Pemakaian knee ankle foot orthosis (KAFO) digunakan saat otot
quadriceps mulai lemah yang disertai berkembangnya fleksi
kontraktur lutut sehingga membantu pasien untuk dapat berdiri dan
berjalan. Alat tersebut dapat digunakan pada pasien dengan knee
flexion contracture <30°. Pada fleksi kontraktur lutut yang
melebihi 30° sampai 40°, tindakan pembedahan tidak bermanfaat
karena tidak akan tercapai koreksi fungsional yang berarti. Pada
pasien DMD biasanya terdapat hipotonia saluran cerna, yang
menyebabkan pengosongan lambung menjadi sulit sehingga
memerlukan pemasangan nasogastric tube untuk aspirasi cairan
lambung.2 Dengan berjalannya waktu, maka proses degenerasi otot
skeletal terus berlangsung, sehingga pasien akan mengalami
masalah multisistem. Fungsi paru akan terus memburuk setelah fusi
spinal karena proses distrofi progresif otot pernafasan, termasuk otot
diafragma. Selain itu dapat terjadi gangguan fungsi jantung. Dalam
hal ini latihan respirasi tidak memberikan keuntungan yang berarti.
5

Bantuan ventilasi dengan menggunakan nasal mask pada malam hari


dengan end-expiratory pressure akan membantu mencegah
pneumonia dan dekompensasi pulmonal. Tanpa dukungan ventilator,
pasien biasanya meninggal dalam usia 20 tahun.8

2.1.9. Prognosis
Prognosis dari DMD bervariasi tergantung dari progresivitas

penyakitnya. Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk

sangat lambat, dengan kehidupan normal, sedangkan pada kasus

yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang

bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan

berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat pemburukan

dan defisit pernapasan lanjut. Pada DMD, kematian biasanya

terjadi pada usia belasan sampai awal dua puluhan.3

2.2. Fenilketonuria
2.2.1. Definisi
Fenilketonuria (PKU, phenylketonuria), adalah penyakit autosomal

resesif, terutama mengenai otak dan terjadi pada 1:10.000 individu.1

Gangguan dari metabolisme asam amino aromatik dimana fenilalanin

tidak dapat dirubah menjadi tirosin. Fenilalanin merupakan asam amino

esensial. Defisiensi enzim fenilalanin hidroksilase (PAH) atau kofaktornya

tetrahidrobiopterin menyebabkan akumulasi fenilalanin dalam cairan

tubuh.16
6

2.2.2. Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit yang genetik autosomal resesif dan

pengaturan diet makanan tertentu efektif dalam mencegah retardasi

mental. Di Amerika dan dibeberapa negara lain, PKU dideteksi dengan

skrining rutin terhadap bayi baru lahir, dan penderita yang telah diterapi

dengan baik memiliki intelegensi yang baik dan kehidupan yang

normal. Prevalensi di Amerika Serikat sekitar 4 kasus setiap 100.000

penduduk, dan insiden 350 kasus per 1 juta kelahiran. Insiden tinggi

dilaporkan di Turki yaitu sekitar 1 kasus setiap 2600 kelahiran, dan

insiden yang rendah dilaporkan di Finlandia yaitu kurang dari

1/100.000 dan Jepang 1/125.000. Sedangkan di Indonesia sendiri

datanya masih belum jelas. Predileksi jenis kelamin anak yang

menderita PKU belum diketahui. Di Amerika Serikat, PKU lebih

banyak diderita oleh kulit putih, sementara di dunia umumnya di derita

oleh kulit putih dan Asia.17

2.2.3. Etiologi
PKU disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom 12. Kode gen

untuk protein yang disebut PAH (fenilalanin hidroksilase), suatu enzim

di hati. Enzim ini memecah asam amino fenilalanin menjadi produk lain

yang dibutuhkan tubuh. Ketika gen ini bermutasi, bentuk perubahan

enzim PAH dan tidak mampu untuk benar memecah fenilalanin.

Fenilalanin menumpuk dalam darah dan sel-sel saraf racun (neuron) di

otak. PKU merupakan gangguan resesif autosomal, yang berarti bahwa


7

Anda perlu mewarisi mutasi pada kedua salinan gen untuk

mengembangkan gejala gangguan tersebut. Pembawa A tidak memiliki

gejala penyakit, tetapi dapat menularkan gen yang cacat untuknya atau

anak-anaknya. Jika kedua orang tua membawa satu salinan gen yang

rusak, masing-masing anak-anak mereka memiliki peluang sebesar 25

persen dari setiap kelahiran1,2.

Semua gen pada manusia terdiri dari sepasang gen yang didapat dari

ayah dan dari ibunya. Karena PKU disebabkan oleh kelainan gen maka

penyakit ini selalu diturunkan dari orang tua dan selanjutnya dapat

diturunkan ke generasi berikutnya. Seperti yang telah dijelaskan setiap

orang mewarisi 1 gen dari pihak ayah dan 1 gen dari pihak ibu. Jika

kedua gen yang diperoleh adalah gen normal, maka ia akan normal. Jika

satu gen yang diperoleh normal sedangkan satu lagi membawa gen

PKU, maka ia akan hidup normal, tetapi dapat menurunkan gen PKU

kepada anaknya kelak. Jika seseorang mewarisi 2 buah gen PKU,

barulah ia menderita penyakit ini. Sementara yang hanya mewarisi dari

satu gen saja maka akan disebut sebagai carrier atau gen pembawa1.

2.2.4. Patofisiologi
Bayi yang terkena PKU terlihat normal saat lahir.1,2 Retardasi mental

dapat berkembang secara bertahap dan mungkin tidak nyata selama

beberapa bulan. Diperkirakan bahwa bayi yang tidak ditangani akan

mengalami penurunan IQ pada akhir umur tahun pertama. Retardasi

mental yang terjadi biasanya berat dan kebanyakan penderita


8

membutuhkan perawatan.2 Muntah, merupakan gejala awal yang

kadang-kadang cukup parah sehingga terjadi salah diagnosis sebagai

stenosis pylorus.1,2 Anak-anak yang lebih tua yang tidak diobati

menjadi hiperaktif dengan gerakan-gerakan tanpa tujuan, bergetar

ritmik dan atetosis.2

Pada pemeriksaan fisik, bayi dengan PKU lebih pirang daripada

saudara kandungnya yang tidak terkena; mempunyai kulit lebih pirang

dan bermata biru dijumpai 90% dari kasus. Beberapa menderita ruam

kulit seboroik atau eksematoid, yang biasanya ringan dan hilang

bersamaan dengan pertumbuhan anak. Bau badan yang tidak biasa

dapat terlihat pada masa awal. Bau badan pada anak dengan PKU dapat

dideskripsikan seperti bau apak atau seperti bau tikus.2

Manifestasi neurologi biasanya tidak terlalu menonjol, tetapi

sepertiga pasien mempunyai gejala cerebral palsy. Dijumpai spastic,

hipertonik, dan peningkatan reflek tendon dalam.1 Sekitar seperempat

anak mendapat serangan kejang, dan lebih dari 50% mempunyai

ketidaknormalan elektroensefalografi (EEG). Temuan-temuan lain

yang umum tampak pada anak yang tidak diobati adalah mikrosefali,

maksila yang menonjol dengan gigi-gigi yang jarang, hipoplasia email

dan retardasi pertumbuhan.2

Yang menyebabkan semua hal ini terjadi adalah kegagalan konversi

fenilalanin ke bentuk tyrosine, yakni asam amino essential yang

menjadi prekursor berbagai proses dan senyawa penting bagi tubuh.


9

Yang berperan dalam penyakit ini adalah mekanisme dimana tyrosine

merupakan prekursor dari hormon Thyroxine (hormon tiroid), sejumlah

neurotransmitter cathecolamin dan melanin. Hormon thyroxine

berperan penting dalam perkembangan sistem saraf pusat karena

hormon inilah yang akan membantu seluruh proses neurogeness seperti

diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel neuron dan sel-sel glia, migrasi

sel pada SSP yang akan membantu maturasi sel dan perkembangan

jaringan, dan juga mielinisasi yang akan mempercepat jalannya impuls.

Sehingga defisiensi thyroxine akan menyebabkan terhambatnya

perkembangan saraf pusat seperti gangguan kognitif, gangguan motorik

sampai mental retardasi. Defisiensi neurotransmitter katekolamin akan

menyebabkan gangguan emosional, perilaku dan stress. Pasien juga

akan menunjukkan geala-gejala khas kekurangan dopamin yaitu

gerakan-gerakan parkinsonisme. Beberapa pasien akan menunjukkan

gejala epilepsi. Defisiensi melanin bermanifestasi klinis kearah

albinoisme, yaitu hipopigmentasi pada kulit, iris, dan rambut. Namun

hipopigmentasi pada pasien fenilketonuria tidak seperti pada pasien

albino yang bersifat permanen, Hipopigmentasi pada fenilketonuria

dapat membaik apabila pasien diterapi.


10

Gambar 3. Metabolisme fenilalanin

Gambar 4. Patofisiologi Fenilketonuria

2.2.5. Gejala Klinis


Pada saat lahir, bayi dengan PKU secara klinis normal, dan uji

urinnya untuk asam fenilpiruvat mungkin negatif pada beberapa hari

setelah lahir. Oleh karena diagnosis tergantung pada pengukuran kadar

fenilalanin dalam darah, maka metode pemeriksaan penghambatan

bakteri Guthrie digunakan secara luas pada periode bayi baru lahir
11

untuk skrining PKU. Uji ini menggunakan sedikit tetes darah kapiler,

yang diletakkan pada kertas saring. Fenilalanin darah pada anak yang

terkena dapat meningkat hingga kadar yang membuat uji Guthrie positif

pada 4 jam setelah lahir, tanpa adanya konsumsi protein. Namun,

direkomendasikan bahwa darah yang digunakan untuk skrining diambil

setelah umur 48-72 jam dan lebih baik setelah mengkonsumsi protein

untuk mengurangi kemungkinan hasil negative palsu. Jika uji ini

menunjukkan adanya kenaikan kadar fenilalanin, maka kadar

fenilalanin dan tirosin dalam plasma harus diukur.2 Pemeriksaan fisik

dapat dijumpai kelainan pada kulit, yaitu3:

1. Kulit dan rambut terlihat pucat

2. Ruam (termasuk dermatitis atopi)

3. Sensitif terhadap cahaya

4. Peningkatan insiden infeksi piogenik

5. Peningkatan insiden keratosis pilaris

6. Berkurangnya tahi lalat

7. Skleroderma

8. Rambut rontok

Manifestasi lain yang dapat dijumpai pada pasien yang tidak

diterapi3 :

1. Disabilitas intelektual

2. Bau badan apek/bau tikus

3. Epilepsi (50%)
12

4. Manifestasi ekstrapiramidal (mis. parkinsonisme)

5. Abnormalitas pada mata (mis. hipopigmentasi)

2.2.6. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan PKU dapat dilakukan

dengan, skrining yang dilakukan pada bayi baru lahir yaitu dengan kartu

kertas filter, pemeriksaan plasma ditemukan fenilalanin meningkatm

tirosin normal sampai meneurun dan pada pemeriksaan urin ditemukan.

Kriteria diagnosis PKU klasik adalah: 1

1. Kadar fenilalanin plasma diatas 20 mg/dL (1200 μmol/L)

2. Kadar tirosin plasma normal

3. Meningkatnya kadar metabolit fenilalanin urin (asam fenilpiruvat

dan o-hidroksifenilasetat)

4. Kadar kofaktor tetrahidrobiopterin normal.1

Pemeriksaan PKU ini sangat penting dan sering dilakukan di

Amerika pada bayi yang baru lahir. Pemeriksaan PKU dilaboratorium

meliputi PKU urine dan pemeriksaan Guthrie merupakan dua

pemeriksaan skrining yang digunakan untuk mendeteksi defisiensi

enzim hepar, fenilalanin hidroksilase, yang mencegah konversi

fenilalanin (asam amino) menjadi tirosin pada bayi. Fenilalanin yang

berasal dari susu dan produk protein yang lain berakumulasi dalam

darah dan jaringan dan dapat menyebabkan kerusakan otak dan

retradasi mental. Prosedur Guthrie merupakan pemeriksaan pilihan


13

karena hasil positif terjadi jika fenilalanin serum mencapai 4 mg/dL,

setelah minum susu selama 3-5 hari. Jika hasil pemeriksaan Guthrie

positif, harus dilakukan pemeriksaan fenilalanin spesifik. Pemeriksaan

PKU urine dilakukan setelah bayi berusia 3 – 4 minggu dan harus

diulang seminggu atau dua minggu kemudian. Kerusakan otak yang

signifikan biasanya terjadi bila nilai fenilalanin serum mencapai 15

mg/dL. Pemeriksaan Guthrie (Pemeriksaan Penghambatan bakteri

Guthrie) : Fenilalanin meningkatkan pertumbuhan bakteri (Bacillus

subtilis) bila nilai serum lebih dari 4 mg/dL. 1

1. Bersihkan tumit bayi, dan tusuk dengan jarum steril. Dapatkan

beberapa tetes darah pada kertas filter yang mengandung B. subtilis.

JIka bacillus tumbuh, pemeriksaan tersebut positif.

2. Pemeriksaan harus dilaksanakan pada hari ke 4 setelah minum susu

sapi atau air susu ibu selama 2 - 4 minggu.

3. Catat pada lembaran laboratorium tanggal lahir dan tanggal pertama

kali minum susu.

4. PKU Urine : Fenilalanin dikonversi menjadi asam fenilpiruvik dan

diekskresikan dalam urine bila nilai serum 12-15 mg/dL.

5. Masukan Phenistix (dipstik dengan garam ebsi) ke dalam urine yang

masih baru, atau tekankan pada popok yang basah oleh urine. Jika

positif, dipstick akan berubah menjadi warna hijau.

6. Lakukan pemeriksaan PKU urine setelah bayi berusia 3-6 minggu,

sebaiknya pada usia 4 minggu, dan ulangi bila perlu.


14

2.2.7. Tatalaksana
Tujuan terapi adalah menurunkan fenilalanin dan metabolitnya
dalam tubuh untuk mencegah atau meminimalkan kerusakan otak.2,4
Hal ini dapat dicapai dengan diet rendah fenilalanin. Pemberian diet
rendah fenilalanin membutuhkan pengawasan nutrisi yang ketat dan
sering dilakukan pemantauan kadar fenilananin serum. Kadar optimum
yang harus dipertahankan antara 3 – 15 mg/dL (0,8-0,9 mM).2 Kadar
fenilalanin dibawah 120μmol/L atau diatas 300 μmol/L berhubungan
dangan penurunan IQ.7 Karena fenilalanin tidak disintesis didalam
tubuh, diet ketat berlebihan terutama pada anak yang cepat masa
pertumbuhannya, dapat menyebabkan defisiensi fenialanin dengan
manifestasi letargi, anoreksia, anemia, ruam, diare dan bahkan
kematian. Penanganan diet harus dimulai segera setelah lahir jika
diagnosis sudah ditegakkan.2 Dalam banyak kasus pengobatan
bergantung pengurangan asupan fenilalanin dengan membatasi protein
natural seperti daging, keju, ikan, kacang-kacangan, roti, kentang,
jagung dan susu (seiris roti atau sejumlah kecil kentang goring
mengandung sekitar 120-150mg fenilalanin).2,4 Diet semi-sintetik
terdiri dari4 :
1. Makanan yang kadar fenilalanin rendah tidak dibatasi asupannya
seperti sayuran dan buah-buahan.
2. Makanan dengan kadar fenilalanin sedang seperti brokoli, kentang,
harus dihitung menggunakan sistem penukar. Di Inggris 1=50mg
fenilalanin yaitu sekitar 1 gr protein.
3. Asam amino bebas fenilalanin dapat digabungkan untuk melengkapi
kebutuhan asupan total protein.
4. Vitamin, mineral dan trace element4
Aspartam harus dihindari karena mengandung kadar fenilalanin
yang tinggi.2,4 Aspartam merupakan pemanis sintetik yang terdapat
pada makanan, minuman dan obat-obatan. Pada minuman kaleng
15

ukuran 12-oz terkandung fenilalanin sekitar 105 mg.2 Bayi dengan PKU
membutuhkan fenilalanin 40-60mg/kgBB/hari untuk menjaga
pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Makanan/susu formula
bayi yang bebas fenilalanin kini telah tersedia, yang mengandung asam
lemak asensial. Pemberian ASI dibolehkan bahkan pada bayi dengan
PKU berat dengan syarat ibu membatasi asupan fenilalanin selama
masa menyusui.2,4 Diet pasien dengan PKU harus dibawah pengawasan
spesialis.4 Anak yang lebih besar dan dewasa dengan PKU toleransi
dengan asupan fenilalanin 200-400mg/hari.2
Durasi dari terapi diet masih kontroversial. Meskipun kontrol diet
yang ketat dapat diperlonggar setelah umur 6 tahun, beberapa bentuk
pembatasan dalam diet fenilalanin penting untuk diterapkan tanpa ada
batas waktunya.2 Kecukupan nutrisi pada diet PKU harus dipantau
secara teratur oleh spesialis. Defisiensi vitamin B12 sering dijumpai
selain besi, selenium dan calcium. Densitas mineral tulang biasanya
lebih rendah daripada orang normal. Kadar asam lemak tak jenuh pada
anak dengan PKU yang mengikuti diet biasanya lebih rendah di dalam
darah dan plasma. Hal ini mungkin karena rendahnya asupan protein
hewani.4
Beberapa pasien tidak dapat membatasi secara ketat asupan
fenilalanin sepanjang hidupnya, oleh karena itu adanya beberapa
alternatif pengobatan PKU, yaitu :
1. Terapi enzim pengganti
Terapi ini masih diperdebatkan. Terapi ini dengan mengkonsumsi
sejumlah besar asam amino netral. Hal ini membuat terhambatnya
fenilalanin masuk ke dalam otak karena asam amino netral
berkompetisi masuk ke dalam sawar darah otak dan menimbulkan
kadar fenilalanin di dalam plasma menjadi rendah.3,5
2. Terapi sapropterin
Beberapa pasien dengan PKU mengalami penurunan kadar
fenilalanin setelah mengkonsumsi sapropterin, yaitu kofaktor
16

tetrahidrobiopterin (BH4), yang saat ini tersedia secara


komersialdan disetujui oleh FDA.3,6
1. Terapi gen
Hasil yang menjanjikan dari eksperimen menggunakan
recombinant adeno-associated virus vector dimana koreksi jangka
panjang tanpa efek samping yang telah dilaporkan pada tikus
dengan PKU. Belum dilakukan studi ini pada manusia.4
2. Transplantasi hati
Prosedur ini efektif menghasilkan aktivitas fenilalanin hidroksilase
pada anak dengan PKU yang membutuhkan transplantasi hati.4

2.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit ini bervariasai mulai

dari yang rinagn sampai ke komplikasi paling berat. Komplikasi paling

ringan adalah berupa gangguan konsentrasi belajar pada pasien yang

dengan hiperfenialaninemia ringan. Penurunan IQ dapat terjadi pada

pasien dengan kontro diet jelek. Kerusakan substansia alba permanen

yang akan menyebabkan disfungsi kognitif, motorik dan mental

retardasi yang irreversible dapat terjadi pada pasien yang terlambat

didiagnosis dan tidak menjalani restriksi diet.

2.2.9. Prognosis
Prognosis baik jika pasien telah memulai diet rendah fenilalanin dan

pemantauan ketat sejak awal kehidupan. Bagaimanapun intelegensia

akan mempengaruhi beberapa anak, apalagi ketika kontrol diet yang

jelek. Banyak individu dengan PKU yang tidak diterapi mengalami

ketidakmampuan intelektual. Dilaporkan juga adanya masalah


17

psikologis, termasuk agrofobia dan gangguan yang lain dalam

pengobatan. Pasien dengan PKU yang telah diterapi sering terlihat

perubahan perhatian dan tingkah laku,terutama jika kadar fenilalanin

melebihi 360 μmol/L.

A. Epidemiologi

Anda mungkin juga menyukai