Oleh
Baiq Hilya Kholida
Moderator
dr. Herlina Suryawati, Sp.S
1
BAB I
I.1. PENDAHULUAN
2
I.2 DIFINISI
3
otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh
penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.1,2
I.3. EPIDEMOLOGI
Angka kejadian distrofi muskular tergantung klasifikasi genetiknya dimana
untuk X linked resesif yaitu Duchene sekitar 13-30/100.000 kelahiran anak laki laki.
dan insiden beckers sekitar 10% dari duchenne yaitu 3-6/100.000 kelahiran anak laki
laki, sebagian besar pasien muncul pada umur 5-25 tahun. sedangkan untuk yang
autosomal dominan yaitu myoklonik sekitar >10/100.000 kelahiran,
fascioskapulohumeral sekitar 0,5/100.000 kelahiran.1,2,4
Tendo
Hampir semua otot rangka menempel pada tulang. Tendon merupakan
jaringan ikat fibrosa (tidak elastis) yang tebal dan berwarna putih yang
menghubungkan otot rangka dengan tulang.
Fascia
o Seluruh serat otot dihimpun menjadi satu oleh jaringan ikat yang
disebut epimysium (fascia).
o Otot rangka merupakan kumpulan fasciculus (berkas sel otot berbentuk
silindris yang diikat oleh jaringan ikat).
o Setiap fasciculus dipisahkan oleh jaringan ikat perimysium
4
o Di dalam fascculus, endomysium mengelilingi 1 berkas sel otot.
o Di antara endomysium dan berkas serat otot tersebar sel satelit yang
berfungsi dalam perbaikan jaringan otot yang rusak
Sarcolemma (membran sel/serat otot) dan Sarcoplasma
o Unit struktural jaringan otot ialah serat otot (diameter 0,01- 0,1 mm;
panjang 1-40 mm).
o Besar dan jumlah jaringan, terutama jaringan elastik, akan meningkat
sejalan dengan penambahan usia.
o Setiap 1 serat otot dilapisi oleh jaringan elastik tipis yang disebut
sarcolemma.
o Protoplasma serat otot yg berisi materi semicair disebut sarkoplasma.
o Di dalam matriks serat otot terbenam unit fungsional otot berdiameter
0,001 mm yg disebut miofibril.
Miofibril (diameter 1-2mm)
o Di bawah mikroskop, miofibril akan tampak seperti pita gelap dan
terang yang bersilangan.
o Pita gelap (thick filament) dibentuk oleh miosin
o Pita terang (thin filament) dibentuk oleh aktin, troponin dan
tropomiosin.3
Sarkomer
o 1 sarkomer terdiri dari :
o filamen tebal,
o filamen tipis,
o protein yg menstabilkan posisi filamen tebal dan tipis
o protein yg mengatur interaksi antara filamen tebal dan tipis.
o Pita gelap (pita/ bands A~anisotropik); pita terang (pita/bands I
~isotropik)
o Filamen tebal tdp di tengah sarkomer Pita A, tdd 3 bgn:- garis M; zona
H; dan zona overlap.
o Filamen tebal terdapat pada pita I; garis Z merupakan batas antara 2
sarkomer yang berdekatan dan mengandung protein Connecting yang
menghubungkan filamen tiois pada sarkomer yang berdekatan.3
5
Retikulum sarkoplasma
o Jejaring kantung dan tubulus yang terorganisir pada jaringan otot dan
retikulum endoplasma di sel lain.
o Terdiri dari tubulus-tubulus yang sejajar dengan miofibril, yang pada
garis Z dan zona H bergabung membentuk kantung (lateral sac) yang
dekat dengan sistem tubulus transversal (Tubulus T).
o Tempat penyimpanan ion Ca2+.
o Tubulus T yaitu saluran untuk berpindahnya cairan yang mengandung
ion.
o Tubulus T dan retikulum sarkoplasma berperan dlm metabolisme,
eksitasi, dan kontraksi otot.
Motor end plates
o merupakan tempat inervasi ujung-ujung saraf pada otot.
I.5. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan kreteria genetik dan distribusi dari degenerasi otot
dibagi menjadi empat tipe yaitu, duchene, becker, facioscapulohumeral dan tipe limb-
6
girdle. Katagori lain termasuk distrofi oculofaringeal, distal miophati distrofi, distrofi
muscular tipe emery-dreifuss, distrofi myotonik. Diagnosis ditentukan dari jenis klnis
dan gambaran genetic pemeriksaan elektriofisiologi dan evaluasi histologi.
Klasifikasi berdasarkan sifat genetik antara lain: 1,2,4
Tipe Gambaran klinis
X linked resesif
Duchenne Kelemahan yang bersifat progresif pada otot sendi panggul
terutama pelvis pada usia 4 tahun, pembesaran
(pseudohipertrofi) betis, pada awalnya otot yang terlibat
antara lain illiopsoas, quadriceps dan gluteus kemudian
akan diikuti oleh otot pretibial, otot pektoralis, otot bahu dan
otot pada anggota gerak atas akan terlibat setelah otot pelvis.
Pasien tidak dapat berjalan pada usia 11 tahun,
kiposkoliosis, gagal nafas pada decade 20 sampai 30 tahun.
Sekitar 30% dari penyakit ini tidak mempunyai riwayat
penyakit keluarga seperti ini dan terjadi mutasi spontan saat
itu. Beberapa dari pasien Duchenne dapat mengalami
retardasi psikomotor.
Becker Progresifitasnya berjalan perlahan pada otot panggul dan
terjadi dari usia remaja muda, kasus distrofi muscular
Becker relatif lebih ringan, pembesaran (pseudohipertrofi)
betis, keterlibatan otot jantung lebih jarang dibandingkan
pada Duchenne, status mental relatif normal, mobilitas dapat
bertahan sampai usia 40 tahun, gagal nafas terjadi pada
dekade 40 an.
Autosomal dominan
Myotonik Progresifitasnya berjalan perlahan, terjadi kelemahan pada
anggota gerak bawah, otot mata, wajah dan leher. Onset
dapat terjadi pada semua dekade usia
facioscapulohumeral Kelemahan progresif pada otot sendi bahu dan otot wajah
pada usia decade 20-40 an. Progesivitas masing masing
individu bervariasi.
Oculopharingeal Ptosis dan disfagia disertai kelemahan otot mata,
7
ekstraokuli, otot faring dan lidah dengan progresifitas yang
lambat, pada decade 40-60 an. Kematian kebanyakan
disebabkan akibat aspirasi pneumonia.
Autosomal Recessive
Limb girdle Kelemahan pada bahu dan sendi panggul dengan
progresifitas yang lambat dimulai pada usia anak anak
sampai dewasa muda. Disability berat dapat terjadi setelah
20 tahun onset,
Chidhood Kelemahan pada otot pelvis dan pectoralis, serupa dengan
Duchene akan tetapi lebih ringan dan tanpa hipertrofi otot,
mulai pada usia 5-10 tahun dan tidak dapat berjalan pada
usia decade 20 an.
Congenital Hadir pada saat lahir dengan kelemahan general hipotonik
dan kontraktur, dapat berjalan cepat (kematian lebih cepat),
ataupun lambat.
Tabel 1. Klasifikasi dari Distrofi muscular
Dikutip dari: Disorder of muscles: the myopathies
I.6. PATOGENESIS
Sebagaimana diketahui penyebab distrofi muskular adalah defek genetik yaitu
terjadi defisiensi dari membran protein yang dikenal sebagai distrofin. Gen untuk
distrofi muskular Duchenne terletak pada lengan pendek (Xp) kromosom X tepatnya
pada Xp21, meliputi 86 exon yang membuat hanya 0,6% dari seluruh gen tersebut,
sisanya terdiri dari intron. Gen ini 10 kali lebih besar dari tiap-tiap gen lain yang
dikarakterkan saat ini dan terdiri dari 2 juta pasangan dasar, produknya dinamakan
distropin. Protein ini berikatan dengan permukaan dalam sarkolema, yaitu pada area
neuromuskular dan muskulotendineus junction, dan ini sangat penting untuk integritas
1,2,4
dari struktur membrane otot sarcolema.
Distrofin merupakan protein dengan jumlah sedikit yang membentuk 0,002%
dari total protein otot. Distrofin adalah protein sitoskeletal dengan globular amino
seperti tangkai terpusat dan globular carboxy, dengan berat molekul 427 kDa dan
terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin terletak pada permukaan dalam sarcolemma,
berkumpul sebagai homotetramer yang dihubungkan dengan aktin pada amino
terminus dan dengan glikoprotein pada carboxy terminus. Distrofin berperan dalam
8
memberikan kekuatan otot dan kestabilan membran otot. Penyebab utama proses
degeneratif pada muskular distrofi kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membrane sel otot,
sehingga menyebabkan ketidaan protein tersebut dalam jaringan otot. 1,2,4
Mutasi gen yang terjadi pada distrofi muskular Duchenne adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip distrofi muskular Duchenne tidak selalu berhubungan dengan
ukuran delesi pada gen distrofin, tetapi sangat berpengaruh pada sintesis distrofin.
Delesi merusak codon triplet sehingga merubah konsep pembacaan, terjadi
penghentian prematur codon dan sintesis distrofin terhenti dan mengalami degradasi,
menghasilkan molekul protein kecil, terpotong tanpa carboxy terminal. 1,2,4
Distrofin merupakan bagian dari kompleks protein sarkolemma dan gliko-
protein. Kompleks dystropin-glikoprotein dapat menghasilkan stabilitas sarkolemma,
dimana kompleks ini dikenal sebagai dystropin-associated protein (DAP) dan
protein-associated glycoprotein (DAG). Bagian yang terpenting lainnya pada
kompleks ini adalah dystroglycan yaitu suatu glikoprotein yang berikatan dengan
matriks ekstraseluler merosin. Jika terjadi defisiensi salah satu bagian kompleks
tersebut akan menyebabkan terjadinya abnormalitas pada komponen lainnya. 1,2,4
Kehilangan distrofin bersifat paralel dengan kehilangan dystropin-associated
protein (DAP) dan penghancuran kompleks dystroglycan. Perubahan ini
menyebabkan sarkolemma menjadi lemah dan dan mudah hancur saat otot
berkontraksi. Kehilangan distrofin juga menyebabkan kehilangan dystroglycan dan
sarcoglycan sehingga membuat sarcolemma semakin rapuh.
Proses ini berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup penderita. Selain
itu, akibat kerapuhan membran otot memungkinkan kebocoran komponen sitoplasmik
seperti creatine kinase dan peningkatan masuknya Ca2+ yang mengawali sejumlah
aspek patologis dari peristiwa yang menyebabkan nekrosis dan fibrosis otot.
Kekurangan distrofin juga mengakibatkan gangguan pada transmisi tekanan normal
dan tekanan lebih besar ditempatkan pada miofibrillar dan protein membran yang
menyebabkan kerusakan otot selama kontraksi. 1,2,4
9
I.7. PATOFISIOLOGI
Saat ini teori membran adalah yang paling banyak digunakan, dimana
diasumsikan terdapat abnormalitas biochemikal herediter sehingga merubah
komposisi dan fungsi dari membran otot. 1,2,4
Keseimbangan calcium sangat penting dalam berbagai aspek fungsi otot.
Dokumentasi dari akumulasi dan hiperkonsentrasi calcium pada biopsi serabut otot
pasien dengan distrofi muskular Duchenne menunjukkan teori calcium membran
kemungkinan besar sebagai patofisiologi dari distrofi muskular Duchenne.
Peningkatan influk distrofin terus menerus dan defisit membran telah
didemonstrasikan, dimana influks ini terjadi melalui mekanosensitif calsium- voltage
channel sendiri. Meskipun influks meningkat, dari konsentrasi rendah ke normal,
dapat di seimbangkan dengan serabut cytosol, sebagai mekanisme dari homeostasis
calcium. 1,2,4
10
influks tinggi calcium ekstraseluler pasti terjadi, melebihi kapasitas konsentrasi
cytosol Ca2+. Peningkatan dari konsentrasi calcium cytostolik akan mengaktivasi
protease yang akan mendestruksi membran dan apabila ini terjadi maka akan
mengakibatkan peningkatan entry calcium, dan jumlah calcium yang berlebihan dapat
menyebabkan kematian sel. 1,2,4
1.8. DIAGNOSIS
1.8.1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan antara lain kelemahan otot, mudah lelah dan
mudah jatuh, dengan perjalanan klinis yang bersifat progresif, sejak usia infant
atau setelah beberapa waktu menunnjukkan fungsi motorik normal.
Onset kelemahan (sejak infant, anak anak, remaja, atau dewasa).
Konseling genetik tentang family pedigrees apakah ada keluarga yang
mengalami penyakit yang serupa sebelumnya. 1,2,4,5,6
1.8.2. Gejala Klinis
Gambaran klinis pada muscular distrofi yaitu kelemahan otot yang bersifat
progresif, dan jelas. Variasi jenis dari muscular distrofi satu sama lain dibedakan dari
distribusi kelemahannya, usia rata rata onset progresifitas kelemahan, serta
keterlibatan sistem organ yang lain. 1,2,4,5,6
Dari gejala klinis tersebut distrofi muskular Duchenn merupakan bentuk
muscular distrofi yang paling berat, dimana dapat terlihat pada usia anak anak,
ketidakmampuan berjalan cepat, dan ini selalu berakhir fatal pada usia 10 – 20 tahun.
Otot pelvis dan bahu menjadi lemah dan mengecil, kelemahan bersifat bilateral pada
otot ekstensor dan ekstremitas. Pada saat berdiri, berjalan, pasien meletakkan kakinya
dengan jarak yang lebih jauh untuk memperluas pertahanannya. 1,2,4,5,6
Jenis muscular distrofi lain dimulai pada onset yang lebih lambat, dan otot
yang terlibat terbatas, dan progresifitas lambat, sehingga disabilitasnya lebih sedikit,
dan jangka waktu hidupnya dapat lebih lama. Pada sebagian besar muscular distrofi
otot proksimal lebih banyak terlibat, dan sedikit yang disertai otot distal dan otot yang
disarafi oleh saraf cranial. Pada distrofi myotonik terdapat perbedaan yang menyolok
yaitu lebih dominan otot yang terlibat yaitu otot ektremitas bagian distal, sama seperti
otot mata, wajah dan leher. 1,2,4,5,6
11
Distrofi muskular Duchenne
Kelainan distrofi yang paling berat saat ini adalah distrofi muscular Duchenne,
penyakit ini muncul pada usia anak anak, sekitar 50% pasien tidak dapat berjalan pada
usia 18 bulan, pada usia 3-6 tahun terjadi kelemahan otot secara progresif, kelemahan
berawal dari proksimal. 1,2,4
Awalnya yang terlibat adalah otot iliopsoas, quadricep dan gluteal, selanjutnya
otot pretibial melemah (foot drop and toe walking). Kelemahan otot-otot gelang bahu
dan lengan atas muncul setelahnya. Terjadi pembesaran otot betis dan otot lain pada
awalnya, namun seiring waktu otot-otot akan mengecil, kecuali gastrocnemius, dan
vastus lateral serta deltoid. Otot yang membesar tampak lebih lemah dan hipotonik,
disebut pseudohipertrofi. Kelemahan otot abdomen dan paravertebral menyebabkan
postur lordotik dan perut saat berdiri dan punggung melengkung saat duduk.
Kelemahan ekstensor panggul dan lutut menyebabkan gangguan keseimbangan, saat
naik tangga, bangkit dari kursi atau posisi membungkuk. Saat berdiri dan berjalan
pasien memposisikan kedua tungkai pada jarak lebar. Kelemahan otot gluteus medius
menyebabkan waddling gait. Saat bangkit dari lantai pasien merentangkan kedua
lengan dan kaki lalu kedua tangan memanjat tungkai. (Gowers maneuvers).
Kontraktur pada otot gastroknemius menyebabkan pasien berjalan jinjit. Sering terjadi
nyeri betis. Kelemahan otot serratus anterior, trapezius bawah dan rhomboid
menyebabkan winging scapulae. Anggota gerak mengecil dan kendor dan dapat
terjadi kontraktur fibrous. Pada fase awal ambulasi, terjadi posisi equinovarus karena
kontraktur gastroknemius posterior. Otot hamstring memendek karena kelemahan otot
quadriceps. Terjadi kontraktur flexor panggul karena kelemahan otot ekstensor
panggul dan abdominal, sehingga terjadi lordosis kompensatorik untuk keseimbangan.
kontraktur-kontraktur menyebabkan posisi khas pada distrofi muskular Duchenne :
lordosis lumbal, fleksi dan abduksi panggul, fleksi lutut, dan plantar fleksi. Refleks
tendon akhirnya menghilang, yang paling akhir adalah ankle reflex. Dapat terjadi
aritmia jantung. 1,5
12
Gambar 4. Gowers maneuver
Dikutip dari: Disorder of muscles: the myopathies
Gambaran klinis lain yaitu Gowers maneuver dimana pada maneuver ini anak
bangun dari posisinya dengan posisi pronasi kelantai, menopang otot quadriceps
kemudian kedua tangan diletakkan di kaki menjaga kestabilan otot quadriceps yang
lemah, sebelum tegak kembali. Setelah anak berusia 5 atau 6 tahun akan terjadi
hipertrofi biasanya pada otot gluteus, vestus lateralis, dan otot deltoid juga membesar.
Kemudian akan diikuti dengan pembesaran betis yang disebut pseudohipertrofi
dimana otot digantikan oleh jaringan lemak dan jaringan ikat. 1,2,4,5,6
Distrofi muskular Becker
Pada Distrofi muskular Becker genetik, gambaran klinis dan management
pinsipnya sama dengan duchenne, akan tetapi pada Beckers merupakan bentuk yang
lebih ringan dan progresifitasnya berjalan lambat. Insiden Beckers sekitar 10% dari
duchenne dan sebagian besar pasien muncul pada umur 5-25 tahun yaitu dari usia
remaja muda, kasus distrofi muscular Becker relatif lebih ringan, pembesaran
(pseudohipertrofi) betis, keterlibatan otot jantung lebih jarang dibandingkan pada
Duchenne, status mental relatif normal, dengan kelemahan sendi panggul dan
widdling gait serta kesulitan dalam berlari dan menaiki tangga. Kontraktur, skoliosis
dan insufisiensy respirasi jarang terjadi kecuali apabila terjadi cardiomyopaty pasien
dengan Beckers distrofi dapat hidup normal. 1,2,4,5,6
Muskular distrofi lainnya
Bentuk lain dari distrofi muskular juga hadir dengan kelemahan otot, akan tetapi
berbeda dengan Duchene yang menjadi berat dan terjadi pada onset lebih awal.
Pada distrofi muskular facioscapulohumeral adalah distrofi herediter
autosomal dominan yang paling sering terjadi, kelainan ini berjalan relatif
13
lambat, onset sekitar dekade 30 atau 40 an. Terdapat karakteristik kelemahan
yaitu kelemahan pada wajah, sendi bahu, dan otot lengan proksimal. 1,2,4,5,6
Distrofi muskular myotonik dimana prevalensi terbanyak penyakit distrofi
muskular pada dewasa. 1,2,4,5,6
1.8.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dimana akan terjadi peningkatan creatine phospo
kinase (CPK) dapat dijadikan sebagai tanda pertama, dimana kadar serum CPK
normal sekitar 25-200 pada distrofi muskular terjadi peningkatan creatinine phospho
kinase (CPK) dapat 20-100x normal. Hal ini disebabkan oleh karena adanya defek
pada membrane sarcolema sehingga terjadi perubahan patologi pada distrofi muskular
sehingga terjadi kebocoran creatinin phospo kinase dan enzim otot lainnya ke dalam
serum. 1,2,4,5,6
Pada pemeriksaan elektromiografi menunjukan karekteristik dari miopati
dimana terjadi potensial fibrilasi dan positive sharp wave dapat terlihat pada stadium
awal. Potensial motor unit polifasik dan amplitudonya rendah dengan durasi yang
pendek hal ini menunjukkan banyak serabut otot yang hilang. 1,2,4,5,6
Gambar 5. Biopsi Otot (a) normal (b) biopsi abnormal: ukuran serat bervariasi, degenerasi, regenerasi,
infiltrasi sel dan fibrosis. (c) analisis immunofloresen normal. (d). hilangnya sarcolemma.
Dikutip dari : majalah kedokteran Andalas
Biopsi otot pada pemeriksaan histologik, fase awal didapatkan serabut otot
dengan ukuran bervariasi, dengan area fokal degenerasi dan regenerasi serabut otot,
sedangkan pada fase lanjut tampak sebagian besar serabut otot digantikan oleh lemak.
14
Secara histologis menunjukkan variasi ukuran serat, degenerasi dan regenerasi
serat otot, kelompok fibrosis endomysial, ukuran serat lebih kecil dan adanya
limposit. Degenerasi melebihi regenerasi dan terjadi penurunan jumlah serat otot,
digantikan dengan lemak dan jaringan konektif (fibrosis).
Pada pemeriksaan imunohistokimia menunjukan bahwa pada hampir semua
pasien dengan distrofi muskular Duchenne, kadar distrofin serabut saraf berkurang
atau bahkan absent. Sedangkan pada pasein dengan distrofi muskular Becker, kadar
distrofinnya masih ada akan tetapi berkurang atau abnormal.
Pada pemeriksaan mikroskop electron terlihat lesi yang nyata pada sarcolema
distrofik, dimana menyebabkan nekrosis seluler. Meskipun hubungan antara difisiensi
distrofin dan mekanisme destruksi serabut saraf belum diketahui secara pasti, karena
distrofin bersama dengan protein sitoskeleton menyediakan support mekanik untuk
sarkolema, sehingga apabila terjadi pengurangan jumlah distrofin maupun perubahan
menjadi abnormal akan menyebabkan kelemahan structural pada membrane sel
sehingga membuat sel menjadi mudah rupture dengan stress mekanik. 1,2,4,5,6
1.9. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk setiap kelainan muscular distrofi. Terapi
untuk mencegah kontraktur dan menjaga ambulasi. Koreksi dari bagian bedah
orthopedic dapat diberikan untuk menjaga fungsi dan kualitas hidup. 1,2,4,5,6
Terapi pencagahan dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan diagnosis
prenatal dimana dalam keluarga yang dikatahui memiliki familial pedigrees dengan
muscular distrofi, terdeteksi carier, konseling genetik. 1,2,4,5,6
Untuk management tergantung dari klasifikasi dan gejala klinis yang terjadi,
dengan penatalaksanaan rehabilitasi yang tepat dan suport psikososial dapat
memberikan rasa nyaman dan lebih produktif dalam menjalani kehidupannya. Defek
konduksi jantung pada distrofi muskular membutuhkan penatalaksanaan medis. 1,2,4,5,6
Prinsip Management penyakit Neuromuskular
Ambulatory stage
Menegakkan diagnosis dini dan konseling genetik
Management kontraktur muskulotendineus dan penurunan compliance paru
Monitoring untuk mencegah komplikasi jantung
Wheelchair-Dependent stage
15
Fasilitasi aktivitas sehari hari agar mandiri
Pencegahan atau koteksi deformitas tulang belakang
Monitoring insufisiensi jantung secara berkala
Menjaga compliance paru dan ventilasi alveolar
Stage of Prolonged survival
Menganjurkan pasien atau caregivers agar patuh terhadap pilihan terapi
Fasilitas akivitas sehari hari yang mendukung agar pasien dapat mandiri
Pengarahan yang tepat latihan otot pernafasan non invasif untuk membantu ventilasi
alveolar dan menjaga airway tetap bersih.
Tabel 2. Prinsip management pasien dengan penyakit neuromuscular
Dikutip dari: Disorder of muscles: the myopathies
Terapi Medikamentosa :
Korticosteroid
Untuk memperlambat progresifitas penyakit dapat digunakan prednison,
prednisolon, deflazacort, yang dapat menurunkan apoptosis dan menurunkan
kecepatan timbulnya nekrosis. Prednisone /prednisolon 0,75 mg/kgbb/hari bisa
diberikan secara harian atau diberikan secara intermiten, misalnya 10 hari
diberikan/10 hari tidak, untuk menghindari komplikasi kronis. Efek yang
menguntungkan telah menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi (
meningkat saat bulan ke3) dan memperlambat kemunduran pada anak dengan
distrofi muskular Duchenne. Akan tetapi efek samping kortikosteroid juga harus
di perhatikan. Adapun efek samping pemberian prednison jangka lama antara
lain bertambahnya berat badan, osteoporosis, cushingoid, iritabilitas, hirsutisme..
Terapi gen
Mengetahui gen untuk protein (distrofin), dimana jumlahnya berkurang atau
abnormal pada Duchenne dan Becker. Dapat memberikan harapan penemuan
untuk pendekatan terapeutik dalam mengembalikan kemampuan genetik pada
pasien dengan muscular distrofi. 1,2,4,5,6
Terdapat dua pendekatan terapi :
1. Pertama yaitu dengan transfer sel miogenik (mioblast) ke otot yang
mengalami difisiensi distrofin. Dimana mioblast normal akan melakukan fusi
dengan serabut otot yang mengalami difisiensi, distrofin di kode oleh nukleus
normal kemudian dapat melindungi serabut distrofik. Meskipun tidak ada satu
pasienpun yang telah mendapat terapi transplantasi mioblast ini yang
16
menunjukan reaksi yang merugikan, akan tatapi efektivitas dari terapi ini
cukup mengecewakan, baik dengan menilai kekuatan otot maupun kadar
distrofin. 1,2,4,5,6
2. Pendekatan terapi kedua dengan transfer gen melalui vektor virus. Retroviral
atau adenoviral vektor saat ini yang paling memungkinkan. Hasil penelitian
pertama pada tikus memberikan harapan, akan tetapi efikasi dan keamanan
dari tahnik ini harus dilakukan lebih hati-hati sebelum dilakukan pada studi
manusia. 1,2,4,5,6
Prediksi yang lebih baik apabila terapi genetik sudah dapat diberikan secara
klinis, strategi sukses terapi dapat ditemukan. Dan untuk mengurangi dampak
sekunder dari penyakit tersebut juga diperlukan. Penggalian ilmu pengetahuan untuk
lebih memahami mekanise penyakit ini sangat diperlukan untuk penemuan therapy
tambahan terbaru. 1,2,4,5,6
Terapi Non medikamentosa
Aktivitas fisik yang sedang, seperti berenang daat dilakukan. Sedangkan Tidak
beraktivitas (Inactivity) seperti (bed rest) dapat memperburuk dari penyakit ini.
Terapi oleh fisioterapi dapat membantu dalam mempertahankan kekuatan otot,
mencegah kekakuan dan fungsi.
Alat-alat Orthopedic (seperti korset dan kursi roda) dapat memperbaiki mobilitas
dan kemampuan dari pasien untuk melakukan perawatan diri sendiri.
Alat bantu nafas atau respiratory support saat terjadi progresifitas sangat penting
dilakukan.
1.10. KOMPLIKASI
17
kehilangan kemampuan berjalan cendrung lebih dini memerlukan bantuan
ventilasi dibandingkan anak yang masih dapat berjalan. Pada dasarnya fungsi
respiratori pada anak yang masih bisa berjalan adalah normal dan permasalahan
yang berhubungan dengan gangguan res-pirasi tidak terlihat hingga hilangnya
kemampuan berjalan.
Kardiomiopati merupakan kom-plikasi umum yang terjadi pada 10% penderita
distrofi muskular Duchenne. Pemeriksaan jantung harus dilakukan setiap 2 tahun
sesudah usia 10 tahun dan setiap tahun atau lebih sering jika terdeteksi ketidak
normalan. Diperkirakan 20-30% terjadi kerusakan ventrikel kiri pada pemeriksaan
echokardiografi pada usia 10 tahun. Jika ditemukan kelainan dapat diberikan ACE
inhibitor dan beta bloker, ditambahkan diuretik bila terjadi gagal jantung.
1.11. PROGNOSIS
Penderita distrofi muskular Duchenne tahap lanjut hidup bergantung pada
kursi roda pada usia 12 tahun. Kematian terjadi akibat gagal nafas, infeksi paru atau
kardio-miopati. Pasien umumnya masih dapat bertahan sampai awal 20 tahun, dan 20-
25% dapat hidup diatas usia 25 tahun.2
Tingkat keparahan dari Becker muscular distrofi sangat bervariasi, pada pasien
Becker muscular distrofi akan mengalami gangguan pernafasan pada akhir usia 15
tahun dengan rata rata masa hidup sampai usia 42 tahun. 2
18
DAFTAR PUSTAKA
19
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. E
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Kawin / Tidak Kawin : Belum menikah
Pendidikan : Tamat STM
Pekerjaan : Tidak Beckerja
Alamat : Kudus.
Tanggal masuk perawatan : 08-12-2014
Tanggal keluar perawatan : 25-12-2014
No CM : C4927771
II. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1 Tetraparesis Flaksid 4 08-12-2014
2 Atrofi m trapezius, m 08-12-2014
supraspinatus, m bisep dan m
tricep,m.abductor policis brevis
4
3 Pseudohipertrofi m. deltoideus, 08-12-2014
m. gastrocnemeus 4
4 Distrofi Muskular Progresif 08-12-2014
DD/ distrofi muskular Becker,
dostrofi muskular Duchenne
5 Low Back Pain 6 08-12-2014
6 HNP Multilevel 08-12-2014
III. SUBYEKTIF
Anamnesis ( Autoanamnesis dengan Pasien)
20
Lokasi : Empat anggota gerak
Onset : Sejak 15 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Kualitas : Keempat anggota gerak lemah secara berangsur angsur
sampai akhirnya empat bulan terahir kekuatan hanya dapat melawan gravitasi.
Kuantitas : Aktivitas sehari-hari dibantu oleh anggota keluarga.
Kronologis : Sejak ± 15 tahun sebelum masuk RS pasien mengeluh
keempat anggota gerak sering terasa lemah, pasien sering terjatuh saat berjalan
tanpa penyebab yang jelas, baik saat pasien di sekolah ataupun di rumah dan
saat bangun dari jatuh pasien tidak dapat berdiri dengan cepat, pasien masih
dapat beraktivitas seperti biasa, masih dapat masuk sekolah dan mengikuti
pelajaran di sekolahnya. Rasa kesemutan (-), baal (-) ataupun nyeri (-).
± 12 tahun sebelum masuk RS pasien lama kelamaan tidak dapat bangun dari
posisi duduk secara langsung, bagian bokong dan paha terasa lebih lemah dari
pada kaki, pasien harus bertumpu pada betis, lutut sampai akhirnya dapat
berdiri, pasien mengatakan semakin sering terjatuh tanpa sebab dan saat
bangun dari jatuh pasien meletakkan tangan di lantai kemudian tungkai
diluruskan dan tangan bergerak setapak demi setapak ke arah kaki, setelah
kaki terpegang kedua tangan memanjat tungkai, sehingga bisa berdiri. Saat
berjalan sedikit jinjit, langkah lebar-lebar, dan pelan-pelan. Saat itu pasien
masih dapat naik turun tangga sendiri dengan berpegangan pada pegangan
tangga. tidak ada rasa baal atau pun kesemutan pada keempat anggota gerak.
Pasien kemudaian dibawa kedokter spesialis saraf di kudus, dan disarankan
untuk melakukan pemeriksaan EMG, pasien kemudian EMG di RS Elizabeth
dan dikatakan sakit Myopati. Pasien rutin kontrol di RSUD kudus dan
mendapatkan fisiotherapi.
± 3 Tahun SMRS pasien mengeluh otot bahu semakin mengecil dan terasa
berat untuk mengangkat bahu keatas, kemudian diikuti keempat anggota gerak
dirasakan bertambah kecil juga namun lengan atas dan betis betambah besar
dan terasa keras, sedangkan lengan bawah dan paha mengecil, kelemahan pada
keempat anggota gerak bertambah, kekuatan masih dapat melawan tahanan
ringan. Dan saat pasien dibonceng naik motor, pasien terjatuh dengan posisi
terguling ke tanah, pasien tidak pingsan, tidak cedera kepala, pasien kemudian
di bawa ke RSUD kudus untuk berobat karena luka luka. Sejak itu pasien
sering mengeluh pinggang bawah terasa nyeri, nyeri dirasakan bertambah
21
berat terutama bila pasien hendak berdiri, membungkuk, batuk dan mengejan,
berkurang bila pasien tidur dan istirahat, nyeri dijalarkan (-), rasa tebal dan
kesemutan(-), BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien kemudian berobat
ke RSUD kudus kembali dan diberikan obat obatan pengurang rasa sakit dan
di lakukan program fisiotherapi selama 2 tahun, pasien rutin fisiotherapi di
RSUD kudus.
± 4 bulan SMRS pasien merasa keluhan lemah anggota gerak bertambah berat
dimana kekuatan hanya dapat melawan gravitasi, pasien kemudian ke
poliklinik RSDK di poliklinik dilakukan EMG dengan hasil myopati kronik, di
sarankan untuk rawat jalan dan rutin fisiotherapi kembali di RSUD Kudus
namun karena merasa keluhan tidak ada perbaikan pasien kemudian ke
poliklinik RSDK dan disarankan untuk rawat inap.
Faktor memperberat : (-)
Faktor memperingan : (-)
22
Keterangan :
: Ibu pasien
: Ayah pasien
: Pasien
Gambar 6: Silsilah dalam keluarga pasien
IV. OBYEKTIF
1. Status Praesens
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 80 x /menit
Pernafasan : 16 x / menit
Suhu : 36,6 oC VAS : 4
Tinggi Badan : 165 cm, Berat Badan 60 kg
BMI : 22,2 ( normoweight )
Kepala : mesosefal
Leher : simetris, kaku kuduk ( - ), pembesaran limfonodi ( - )
Dada :
- Jantung : Suara Jantung I – II murni, bising ( - )
- Paru : Simetris, suara dasar bronchial, ronchi ( - ), wheezing ( - )
Perut : datar, supel, nyeri tekan ( - ), Hepar / Lien tak teraba
Ekstremitas : edema ( - ), capillary refill < 2 detik
2. Status Psikikus :
Cara berpikir : realistis
23
Perasaan hati : euthimi
Tingkah laku : normal
Ingatan : normal
Kecerdasan : normal
3. Status Neurologi :
Kepala
Bentuk : mesosefal
Nyeri tekan :(-)
Simetris : simetris
Pulsasi :(-)
Mata ( Pupil ) : bentuk bulat isokor, ukuran 3mm/ 3 mm, reflek cahaya: + / +
Leher :
Sikap : tegak, lurus
Pergerakan : bebas
Kaku kuduk :(-)
Nervi Craniales: dalam batas normal
24
Pseudohip
ertrofi m.
deltoid
Atrofi m.
trapezius, m
supraspinatus
Atrofi m.
bisep dan m.
tricep
Pemeriksaan tambahan:
Lermitte - -
Laseq >70 >70
Kernig >135 >135
Bragard - -
Sicard - -
Petric - -
Kontrapetric - -
Nyeri ketuk prosesus spinosus - -
Tes penekanan pada lamina vertebra - -
Tes Valsava - -
Tes Nafziger - -
Spasme otot paraspinal - -
4. Status Muskuloskeletal
Lingkar Lengan Bawah kanan 13,5 cm dan kiri 13,5 cm
Lingkar Lengan Atas kanan 22,5 cm dan kiri 22,5 cm
Lingkar Paha kanan 35,5 cm dan kiri 35,5 cm
Lingkar Betis kanan 25 cm dan kiri 25 cm
5. Periksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8/12/2014
Kesan : Dalam batas normal
25
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
HEMATOLOGI
PAKET
Hemoglobin 13.6 gr % 12.00 – 15.00
KIMIA KLINIK
Ureum 21 mg / dl 15 – 39
ELEKTROLIT
26
Motor Nerve Conduction Study
Site Latency(ms) Amplitudo(V) NCV(m/s)
Ulnar, R
Wirst 2,5 ms 1,7 mV
Elbow 8,1 ms 1,56 mV 50,4 m/s
Ulnar, L
Wirst 2,7 ms 1,5 mV
Elbow 8,6 ms 956,00 uV 47,3 m/s
Median, L
Wirst 2,0 ms 910,00 uV
Elbow 9,44 ms 660,00 uV 34 m/s
Median, R
Wirst 3,3 ms - -
Elbow - - -
Peroneal, R
Ankle 7,1 ms 340,00 uV
Head of fibula 16,6 ms 410,00 uV 34,3 m/s
Peroneal, L
Ankle 9,25 ms 1,64 mV
Head of fibula 18 ms 970,00 uV 34,3 m/s
Tibia, R
Ankle 6,2 ms 690 uV
Poplitea 13,9 ms 610 uV 44,2 m/s
Tibia, L
Ankle 4,3 ms 1,54 uV
Poplitea 15,65 ms 410 uV 30,8 m/s
F-Wave Study
Nerve site F-lat F-Occurs
Median, R Wirst - 0/16,0%
Ulnar, R Wirst 20,75 ms 10/16,63%
Ulnar, L Wirst 3,65 ms 1/16,6%
Median, L Wirst 3,65 ms 1,16,6%
27
Sensory Nerve Conduction Study
Site Latency(ms) Amplitudo(V) NCV(m/s)
Median, R
Wirst 2,5 ms 21,80 uV 48,0 m/s
Ulnar, R
Wirst 2,48 ms 16,20 uV 60,5 m/s
Median, L
Wirst 2,42 ms 16,80 uV 49,6 m/s
Ulnar, L
Wirst 2,5 ms 10,00 uV 48,0 m/s
H Reflex study
Nerve H Latency H Amp H/M Ratio
Median,R 11,3 ms 0,13 mV 16,5%
Median, L - - -
Tibial,R(gastrocnemius) 36,5 ms 0,1 mV 7,14%
Tibial,R (Soleus) 36,1 ms 0,04 mV 5,71%
Tibial,L(gastrocnemius)
Tibial,R (Soleus) 37,5 ms 0,19 mV 10,9%
EMG Findings Summary
Status Neurologi
Mata : dalam batas normal
Nervi Craniales : dalam batas normal
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus , m
bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis, Pseudohipertrofi m
deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Tes tambahan : dalam batas normal
29
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Dalam batas normal
Pemeriksaan EMG : Kesan dapat mendukung ke arah myopati kronik.
Hasil MSCT cervico thoracal : Kesan : Skoliosis minimal pada thoracal 8
dengan konveksitas kekanan, spondilosis vertebra cervicothoracolumbal,
bridging osteofit aspek lateal vertebra thoracal 4-5 disertai penyempitan
dikskus intervertebralis dengan endplate yang ireguler. Usul : MRI
V. DIAGNOSIS
I. Diagnosa Klinik : Tetraparesis flaksid, Atrofi m. trapezius, m. bisep, m.
tricep, m. abductor policis brevis, Pseudohipertrofi m. deltoideus, m
gastrocnemius.
Diagnosa Topik : Musculoskeletal
Diagnosa Etiologi: Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi
muskular Becker, distrofi muskular Duchenne
II. Diagnosa Klinik : Low Back Pain
Diagnosa Topik : Radiks nervi spinalis.
Diagnosa Etiologi: Suspek HNP lumbal
30
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad malam
Ad sanam : ad malam
Ad fungsionam : ad malam
31
IPTx:
IVFD RL 20 tpm
Methyl prednisolon 8 mg/8 jam p.o (hari 2)
Ranitidin 150mg/12 jam (PO)
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Amitriptilin 12,5 mg/24 jam (P.O)
- Na Diclofenac 50mg/12 jam p.o stop
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit yang di derita, program untuk
biopsy otot dan konsul ke bagian bedah orthopedi
Tanggal 12 -12- 2014 ( Hari Perawatan ke- 4 )
32
Penebalan ligamentum flavum kanan setinggi level VL5-S1, Spur anterior
pada corpus VL1 spondilosis lumbalis
33
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: Konsul Ulang Bedah Saraf
IPTx: Methyl prednisolon 8 mg/12 jam p.o (hari 4)
Amitriptilin 12,5 mg/12 jam (P.O) besok stop
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Ranitidin 150mg/12 jam (PO)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 14-12-2015 (Hari perawatan ke 6)
34
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal
Hasil Konsul ulang Bedah saraf tanggal 15-12-2014 :
Kesan : Saat ini dari hasil MRI didapatkan hipertrofi jaringan lunak
epidural, tidak sesuai dengan klinis LBP, tidak ada tindakan di bagian
Bedah saraf.
Hasil konsul Bedah Orthopedi tanggal 14-12-2014:
Setuju tindakan biopsi otot, pada tanggal 23/12/2014 jam 08.00 wib, saran
kunsul ulang RM untuk muscle chart dan prakonsul anastesi untuk
tindakan biopsi.
Hasil prakonsul Anastesi tanggal 14-12-2014:
Setuju masuk program operasi, konsul ulang jika sudah masuk program.
Saran : cek Lab faktor koagulasi..
Hasil Konsul Rehab Medik tanggal 20-12-2014 :
Muscle chart :
MUSCLE EXAMINATION
LEFT Examiners Initials RIGHT
5 Fleksors 5
neck neck
5 Ekstensor 5
5 Fleksors 5
5 Ekstensor-thoracic 5
trunk trunk
5 Ekstensor-lumbar 5
3 Rotator 3
3 Fleksors 3
2 Ekstensor 2
2 Abduktor 2
hip hip
2 Adduktor 2
3 Eksternal rotators 3
2 Internal rotators 2
35
3 Sartorius 2
2 Tensor facia latae 2
2 Fleksor hamstring 2
knee knee
2 ekstensor 2
2 Plantar fleksor gastroc 2
ankle ankle
2 Plantar fleksor soleus 2
3 Invertor anterior tibia 3
3 Invertor posterior tibia 3
foot foot
2 Evertor peroneus brevis 2
2 Evertor Peroneus longus 2
2 Fleksor 2
3 Ekstensor 3
toes toes
3 Abduktor 3
2 adduktor 2
5 Abduktor serratus anterior 5
5 Abduktor trapezius 5
scapula 5 Adduktor rhomboideus 5 scapula
5 Elevator 5
5 Depressor 5
4 Fleksor 4
3 ekstensor 3
shoulder 4 Abduktor 4 shoulder
3 Eksternal rotator 3
3 Internal rotator 3
2 Fleksor 2
elbow elbow
2 ekstensor 2
3 Supinator 3
forearm forearm
3 pronator 3
3 Fleksor 3
wrist wrist
3 ekstensor 3
3 Fleksor 3
Fincers Fincers
3 ekstensor 3
36
3 Abduktor 3
3 Adduktor 3
3 Opponens 5 th fingers 3
3 Opponens 3
3 Fleksor metacarpophalang 3
thumb 3 Ekstensor metacarpophalang 3 thumb
4 Abduktors 4
4 Ekstensor 4
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: -
IPTx: B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Paracetamol 500mg/8jam (P.O) K/P
Methyl prednisolon 8 mg/12 jam p.o (hari 6)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 22-12-2015 (Hari perawatan 14)
37
Hasil pemeriksaan laborat :
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
PPT 10,2 detik 9,4-11,3
PTTK 36,4 detik 23,4-36,8
38
Pemeriksaan tambahan : dalam batas normal
Laporan Operasi 23-12-2014
Pasien posisi supine dalam GA
Asepsis dan anti sepsis daerah operasi dan persempit dengan linen
steril.
M deltoid sinistra incisi longitudinal perdalam sampai otot,
lakukan pengambilan sample PA
Dilakukan hal yang sama pada m vastus lateralis dan m
gastrocnemius sinistra, jahit luka lapis demi lapis.
Operasi selesai.
Terapi post operasi : Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena, Tramadol 50
mg/ 8 jam intravena
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: Tunggu hasil biopsi.
IPTx: IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena,
Tramadol 50 mg/ 8 jam intravena
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Paracetamol 500mg/8 jam (P.O)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 25-12-2014 (Hari perawatan 17)
39
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne post biopsi otot hari 3
II. HNP multilevel
P IPDx: Program rawat jalan
IPTx: IVFD RL 20 tpm stop
Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena stop
Tramadol 50 mg/ 8 jam intravena stop
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Paracetamol 500mg /8 jam (P.O)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 10-1-2015 (Kontrol)
40
Hasil Biopsi :
Mikroskopik menunjukan
I. Muskulus deltoid sinistra
Potongan jaringan otot dari regio deltoid terdiri dari sel sel otot
seran lintang, yang sebagian tampak degeneratif mengalami
hialinisasi, fragmented dan digantikan oleh sel sel lemak matur.
II dan III. Muskulus vastus lateralis sinistra dan muskulus gastrocnemeus
sinistra.
Memberikan gambaran serupa berupa sel sel otot seran lintang
yang degeneratif, mengalami hialinisasi dan fragmented, serta
sebagian besar tampak digantikan oleh sel sel lemak matur.
Tak tampak tanda ganas pada ketiga sediaan.
Kesimpulan : Gambaran diatas dapat ditemukan pada Dystrophy
Muscular Progresive.
A I. Distrofi muskular DD/ distrofi muskular Becker, distrofi muskular
Duchenne post biopsi otot hari 13
II. HNP multilevel
P IPDx: -
IPTx: B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Fisiotherapi
IPMx: VAS,
IPEx: Menganjurkan pasien agar tetap rutin latihan, fisiotherapi, dan
menjaga kondisi badan agar tidak terkena penyakit infeksi.
Memberi support kepada pasien agar tidak rendah diri, dan
menganjurkan kepada keluarga agar memberikan dukungan
sepenuhnya kepada pasien.
41
BAGAN ALUR
42
DECISION MAKING
43