PENDAHULUAN
2.2.2 Etiologi
Penyebab primer dari osteoporosis adalah defisiensi estrogen dan
perubahan yang berhubungan dengan penuaan, sedangkan penyebab
sekundernya terdapat beberapa predisposisi, yaitu sebagai berikut:
1. Sejarah keluarga. Sejarah keluarga juga memengaruhi penyakit ini, pada
keluarga yang mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang
dilahirkannya cenderung akan mempunyai penyakit yang sama.
2. Gangguan endokrin, meliputi: hiperparatiroidism, hipogonadism,
diabetes melitus, penyakit Cushing, prolaktinoma, akromegali,
insufisiensi adrenal.
3. Gangguan nutrisi dan gastrointestinal, meliputi: penyakit inflamasi usus
besar (inflammatory bowel disiase), celiac disease, malnutrisi, riwayat
pembedahan gastric bypass, penyakit hari kronis, anoreksia nervosa,
vitamin D atau kalsium defisiensi.
4. Penyakit ginjal, meliputi: gagal ginjal kronik (GGK) dan idiopatik
hiperkalsiuria.
5. Penyakit rematik, meliputi: reumatoid artritis, ankylosing spondylitis,
lupus eritematus sistemik.
6. Gangguan hematologi, meliputi: multipel myeloma, talasemia, leukimia,
limfoma, hemofilia, sickle cell desease, dan mastositosis sistemik.
7. Gangguan genetik, meliputi: cystic fibrosis, osteogenesis imperfekta,
homocystinuria, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan,
hemokromatosis, hipofosfatasia.
8. Gangguan lainnya, meliputi: porfiria, sarcoid, imobilisasi, kehamilan/
laktasi, chronic obstructive pulmonary disease (COPD), nutrisi
parenteral, HIV/ AIDS.
9. Obat-obatan. Beberapa golongan obat yang meningkatkan kehilangan
matriks tulang, meliputi berikut ini:
a. Kortikosteroid: prednison (≥ 5 mg/ hari minimal pemberian ≥ 3
bulan)
b. Antikonvulsan: phenytoin, barbiturates, karbamazepine (agen-agen
ini berhubungan dengan defisiensi vitamin D)
c. Heparin (penggunaan jangka panjang)
d. Kemoterapetik/ obat-obat transplantasi: cyclosporine, tacrolimus,
platinum compounds, cyclophosphamide, ifosfamide, methotrexate.
e. Hormonal/ terapi endokrin: Gonadotropin-Releasing Hormone
(GnRH) agonists, Luteinizing Hormone-Releasing Hormon (LHRH)
analogs, depomedroxyprogesterone, excessive thyroid
supplementation.
f. Lithium
g. Aromatase inhibitors: exemestane, anastrozole.
2.2.3 Patofisiologi
Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang di
mana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya
massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang
digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan osteoklas.
Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses
dinamik ini meliputi resorpsi pada satu permukaan tulang dan deposisi
pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi
oleh beban berat badan dan gravitsi, sama halnya dengan masalah seperti
poenyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan
dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik, serta peptida.
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut
sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukkan
terjadinya keseimbangan anatara formasi dan resorpsi tulang.
Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit
remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan
tulang.
Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang kompleks
menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berbagai faktor
terlibat dalam interaksi ini dengan menghasilkan suatu kondisi penyerapan
tulang lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan yang baru. Kondisi
ini memberikan manifestasi penurunan massa tulang total. Kondisi
osteoporosis yang tidak mendapatkan intervensi akan memberikan
manifestasi penting, di mana tulang menjadi rapuh dan terjadinya kolaps
tulang (terutama area vertebra yang mendapat tekanan tinggi pada saat
berdiri). Hal ini akan berlanjut pada berbagai kondisi dan masalah pada
pasien dengan osteoporosis.
2.2.4 Manifestasi Klinik
Pada pemeriksaan fisik, beberapa area penting yang perlu diperiksa adalah
sebagai berikut:
Diagnosis Banding
1. Hyperparatiroidism
2. Multiple Myeloma
3. Osteomalacia and Renal Osteodystrophy
4. Paget Disease
Selain dari tata laksana di atas, obat-obatan juga dapat diberikan seperti di
bawah ini:
2.3.4 Patofisiologi
Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai 3 tahapan.
Tahap pertama disebut tahap artritis gout akut. Pada tahap ini penderita akan
mengalami serangan artritis yang khas dan serangan tersebut akan menghilang
tanpa pengobatan dalam waktu 5 – 7 hari. Karena cepat menghilang, maka
sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga tidak
menduga terkena penyakit gout dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan.
Bahkan, dokter yang mengobati kadang-kadang tidak menduga
penderita terserang penyakit gout. Karena serangan pertama kali ini singkat
waktunya dan sembuh sendiri, sering penderita berobat ke tukang urut dan
waktu sembuh menyangka hal itu disebabkan hasil urutan/pijatan. Padahal,
tanpa diobati atau diurut pun serangan pertama kali ini akan hilang sendiri.
Setelah serangan pertama, penderita akan masuk pada gout
interkritikal. Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka
waktu tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda.
Ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata
berkisar 1 – 2 tahun. Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan
seseorang lupa bahwa ia pernah menderita serangan artritis gout
atau menyangka serangan pertama kali dahulu tak ada hubungannya dengan
penyakit gout.
Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intermiten.
Setelah melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala,
penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan artritis yang
khas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang
jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin lama makin
rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah sendi yang
terserang makin banyak.
Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus. Tahap
ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih.
Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang
berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium
urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di
sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar dan banyak akan
mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase
secara berurutan.
1) Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium,
jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal
urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai
macamprotein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil
untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
2) Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan
respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh
leukosit.
3) Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik
lisosom.
4) Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan
oksidase radikal kedalam sitoplasma.
5) Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan
jaringan.
2.4.2 Etiopatogenesis
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya
hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya
hereditery retinoblastoma. Agen virus dapat menimbulkan osteosarkoma
pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab
langsung osteosarkoma. Dua tumor suppresior gene yang berperan secara
signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53
(kromosom 17) dan Rb (kromosom 13)
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis
osteosarkoma, dimana dapat mulai tumbuh di dalam tulang atau permukaan
tulang dan berlanjut sampai jaringan lunak sekitar tulang. Epifisi dan
tulang rawan sendi bertindak sebagai berier pertumbuhan tumor ke dalam
sendi.
Osteosarkoma mengadakan metasis secara metastasis secara
hematogen, paling sering ke paru atau tulang lainnya dan didapatkan
sekitar 15-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan.
2.4.5 Stadium Osteosarkoma
Sesuai dengan Enneking system, maka tingkatan dari osteosarkoma adalah
sebagai berikut:
1) Stadium tumor rendah, intracompartmental-I-A.
2) Stadium tumor rendah, extracompartmental-I-B.
3) Stadium tumor tinggi, intracompartmental-II-A.
4) Stadium tumor tinggi, extracompartmental-II-B.
5) Tumor dengan metastasis-III
2.4.6 Manifestasi Klinik
Adanya nyeri menunjukan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke
jaringan sekitarnya, paerdarahan, atau degenerasi.
Feel : keluhan nyeri tekan, jaringan tumor mudah bergerak atau masih bisa
digerakkan dan tumor ganas jaringan biasanya tidak mudah digerakkan
atau bersifat kaku dan tidak bergerak.
2) Radiodiagnosis
Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan
keganasan relatif dari tumor tulang. Gambaran tepi lesi yang tidak tegas
menandakan bahwa ada proses invasi yang agresif pada derah metafise
tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekule tulang dengan batas yang
tidak tegas tanpa reaksi endoosteal.
Tampak juga campuran area radioofak dan radiolusen, oleh karena
adanyaproses destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan
tulang (bone formation).
CT scan dan MRI dilakukan untuk mendeteksi adanya ekstensi dari tumor
ke jaringan sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskular atau
invasinya pada jaringan otot.
3) Pemeriksaan biopsi
2.4.8 Penatalaksanaan
1) Konservatif. Penanganan kanker tulang metasis adalah paliatif, dan
sasaran teraupetiknya adalah mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan
klien sebanyak mungkin. Terapi tambahan disesuaikan dengan
metode yang digunakan untuk menangani kanker asal. Fiksasi interna
profilaksasi. Pembedahan dapat diindikasikan pada fraktur tulang
panjang. Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan yang dilakukan
meliputi hidrasi dengan pemberian cairan salin normal intravena,
diuretika, mobilisasi, dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin,
kalsitonin, atau kortikosteroid.
2) Kemotrapi. Merupakan suatu penatalaksanaan tambahan pada tumor
ganas tulang dan jaringan lunak. Obat-obatan yang dipergunakan
adalah metotreksat, adriamisin, siklofosfamid, vinkristin, dan
sisplatinum. Pemberian kemoterapi biasanya dilakukan pada
pre/pascaoperasi.
3) Radioterapi. Radiasi dengan energi tinggi merupakan suatu acara
untuk eradikasi tumor-tumor ganas yang radiosensitif dan dapat juga
sebagai penatalaksanaan awal sebelum tindakan operasi dilakukan.
Kombinasi radioterapi dapat pula diberikan bersama-sama dengan
kemoterapi. Radioterapi dilakukan pada keadaan-keadaan yang dapat
dioperasi, misal adanya metastasis atau keadaan lokal yang tidak
memungkinkan untuk tindakan operasi.
4) Intervensi bedah. Oleh karena adanya metastasis pada tumor maligna,
maka kombinasi kemoterapi dimulai sebelum dan dilanjutkan setelah
pembedahan sebagai usaha mengeradikasi lesi mikrometastasi.
Harapannya adalah kombinasi kemoterapi mempunyai efek yang
lebih tinggi dengan tingkat toksisitas yang rendah sambil
menurunkan kemugkinan resistensi terhadap obat.
5) Operasi radikal. Operasi radikal dilakukan seperti pada eksisi luas
ditambah dengan pengeluaran seluruh tulang, serta sendi dan jaringan
sebagai satu bagian yang utuh. Cara ini biasanya berupa amputasi
anggota gerak diatasnya dan disertai pengeluaran sendi diatasnya.
2.5 Konsep Fraktur
2.5.1 Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau
tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa
keadaan trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan.
Hal ini terjadi apabila disamping kehilangan hubungan yang normal antara
kedua permukaan tulang disertai pada fraktur persendian tersebut.
2.5.2 Proses Fraktur
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami fraktur,
pemeriksa parlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang sehingga pemeriksa
mampu lebih jauh mengenal leadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang
dapat menyebabkan tulang patah. Pada beberapa keadaan, kebanyakan
proses fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanaan terutama
tekanan membongkok, memutar, dan tarika. Trauma muskuloskeletal yang
bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma
tidak langsung.
Fraktur juga bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan
kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan yang terjadi akibat pada
tulang dapat berupa hal-hal berikut:
Faktor Deskripsi
Komplikasi Lama
1) Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau
tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas
dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
2) Non-union
Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu
antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat
pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa
tanpa infeksi dapat juga terjadi bersama infeksi yang disebut
sebagai infected pseudoarthrosis.
3) Mal-union
Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada
saatnya, tatapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi,
virus/valgus, pemendekan, atau menyilang, misalnya pada fraktur
radius-ulsna.
2.6 Konsep multititple myloma
2.6.1 Definisi
Multiple myeloma, juga dikenal sebagai myeloma, adalah jenis
kanker sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan sepon di
pusat beberapa tulang yang menghasilkan sel darah tubuh. Ini disebut
multiple myeloma karena kanker sering menyerang beberapa area
tubuh, seperti tulang belakang, tengkorak, panggul, dan tulang rusuk.
2.6.2 Gejala multiple myeloma
Pada tahap awal, myeloma mungkin tidak menyebabkan gejala
apa pun. Seringkali hanya dicurigai atau didiagnosis setelah tes darah
atau urin rutin.
Akhirnya, myeloma menyebabkan berbagai masalah,
termasuk: sakit tumpul yang persisten atau daerah yang terasa
nyeri di tulang Anda
tulang lemah yang mudah patah (patah) kelelahan, kelemahan
dan sesak napas - disebabkan oleh anemia
infeksi berulang
masalah ginjal
pendarahan memar dan tidak biasa seperti mimisan, gusi
berdarah tapi itu jarang terjadi
Myeloma biasanya tidak menyebabkan benjolan atau tumor.
Sebaliknya, itu merusak tulang dan mempengaruhi produksi
sel darah yang sehat.
Tetap tenang ketika memberi bantuan pertana karena tindaka tersebt dapat
membantu menenangkan korban.
Kaji jalan napas dan pernapasan untuk mengetahui apakah ada masalah
yang lebih akut, danselanjutnya berikan tekanan yang tegas dan langsung,
dengan lapisan balutan kering pada ekstremitas residual.
Berikan tekanan pada arteri di atas ekstremitas yang mengalami
perdarahan jika tekanan langsung tidak menghentika perdarahan.
Tetap tahan balutan yang kotor dengan menggunakan lebih banyak
balutan kering, tetapi jangan angkat balutan yang jenuh agar tidak
melepaskan bekuan yang telah terbentuk.
Pasang pembungkus kompresi elastrik atau kembangkan manset tekanan
darah di atas ekstremitas yang diamputasi jika tekanan langsung tidak
mengehntikan perdarahan.
Bersiap untuk memasang torniket sebgai upaya terakhir jika metode
sebelumnya tidak ada yang efektif menghentikan perdarahan.
Periksa tanda-tanda vital sambil mengumpulkan informasi mengenai
setiap kondisi kesehatan atau pengobatan yang dapat meningkatkan
perdarahan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
- Aktivitas/ Istirahat
Tanda : Keterbatasan gerak/ kehilangan fungsi motorik pada bagian yang
terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan/ nyeri)
- Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap nyeri/
ansietas)atau hipotensi (hipovolemia).
Takikardia (respons stres, hipovolemia)
Penurunan/ tak teraba nadi distal, pengisian kapiler lambat (capillary
refill), kulit dan kuku pucat/ sianotik
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
- Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/ sensasi, spasme otot
Kebas/ kesemutan (parestesi)
- Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma, dan
jenis fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringa lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel atau cedera hati.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke
jaringan
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif
5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasiv
6. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur)
c. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut NOC NIC
Definisi: Pengalaman sensori Pain Level Pain Manajemen
dan emosional yang tidak Pain control Lakukan pengkajian
menyenangkan yang Comfort level nyeri secara
muncul akibat kerusakanKriteria Hasil: komprehensif
jaringan yang aktual atau Mampu mengontrol termasuk lokasi,
potensial atau nyeri (tahu karakteristik,
digambarkan dalam hal penyebab nyeri, durasi, frekuensi,
kerusakan sedemikian mampu kualitas dan faktor
rupa (International menggunakan presipitasi
Association for the Study tekhnik Observasi reaksi
of Pain): awitan yang nonfarmakologi nonverbal dari
tiba-tiba atau lambat dari untuk mengurangi ketidaknyamanan
intensitas ringan hingga nyeri, mencari Gunakan teknik
berat dengan akhir yang bantuan) komunikasi
dapat diantisipasi atau Melaporkan bahwa terapeutik untuk
diprediksi dan nyeri berkurang mengetahui
berlangsung <6 bulan. dengan pengalaman nyeri
Batasan Karakteristik: menggunakan pasien
Perubahan selera manajemen nyeri Kaji kultur yang
makan Mampu mengenali memengaruhi
Perubahan tekanan nyeri (skala, respon nyeri
darah intensitas, Evaluasi
Perubahan frekuensi frekuensi, dan pengalaman nyeri
jantung tanda nyeri) masa lampau
Perubahan frekuensi Menyatakan rasa Evaluasi bersama
pernapasan nyaman setelah pasien dan tim
Diaforesis tentang
mondar-mandir lampau
berulang) menemukan
Mengekspresikan dukungan
melindungi Kolaborasikan
saat elevasi
Faktor yang Berhubungan:
Kurang pengetahuan
tentang faktor
pemberat (misalnya;
merokok, gaya hidup
monoton, trauma,
obesitas, asupan
garam, imobilitas)
Kurang pengetahuan
tentang proses
penyakit (misalnya;
diabetes,
hiperlipidemia)
Diabetes melitus
Hipertensi
Gaya hidup monoton
Merokok
3. Kerusakan integritas kulit NOC NIC
Definisi: Perubahan/ Tissue Integrity: Pressure Management
gangguan epidermis dan/ Skin and Mucous Anjurkan pasien
atau dermis Membranes untuk
Batasan karakteristik: Hemodyalis akses menggunakan
Kerusakan lapisan Kriteria Hasil: pakaian longgar
kulit (dermis) Integritas kulit Hindari kerutan
Gangguan permukaan yang baik bisa pada tempat tidur
kulit (epidermis) dipertahankan Jaga kebersihan
Invasi struktur tubuh (sensasi, elastisitas, kulit agar tetap
Faktor yang berhubungan: temperatur, bersih dan kering
Eksternal: hidrasi, Mobilisasi pasien
- Zat kimia, Radiasi pigmentasi) (ubah posisi pasien)
- Usia yang ekstrim Tidak ada luka/ lesi setiap dua jam
- Kelembapan pada kulit sekali
- Hipertermia, Perfusi jaringan Monitor kulit akan
Hipotermia baik adanya kemerahan
- Faktor mekanik Menunjukkan Oleskan lotion atau
(misalnya; gaya pemahaman dalam minyak/ baby oil
guntung, shearing proses perbaikan pada daerah yang
forces) kulit dan tertekan
- Medikasi mencegah Monitor aktivitas
- Lembab terjadinya cedera dan mobilisasi
- Imobilitasi fisik berulang pasien
Internal: Mampu Monitor status
- Perubahan status melindungi kulit nutrisi pasien
cairan dan Memandikan
- Perubahan mempertahankan pasien dengan
pigmentasi kelembaban kulit sabun dan air
- Perubahan turgor dan perawatan hangat
- Faktor alami Insision site care
perkembangan Membersihkan,
- Kondisi ketidak memantau dan
seimbangan meningkatkan
nutrisi (misalnya; proses
obesitas, emasiasi) penyembuhan pada
- Penurunan luka yang ditutup
imunologis dengan jahitan, klip
- Penurunan atau straples
sirkulasi Monitor proses
- Kondisi gangguan kesembuhan area
metabolik insisi
- Gangguan sensasi Monitor tanda dan
- Tonjolan tulang gejala infeksi pada
area insisi
Bersikan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
Gunakan preparat
antiseptic, sesuai
program
Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai program
Dialysis Acces
Maintenance
4. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Definisi: Keterbatasan pada Joint Movement: Exercise therapy:
pergerakan fisik tubuh Active ambulation
atau satu atau lebih Mobility Level Monitor vital sign
ekstremitas secara Self care: ADLs sebelum/ sesudah
mandiri dan terarah. Transfer latihan dan lihat
Batasan karakteristik: performance respon pasien saat
Penurunan waktu Kriteria Hasil: latihan
reaksi Klien meningkat Konsultasikan
Kesulitan membolak- dalam aktivitas dengan terapi fisik
balik posisi fisik tentang rencana
Melakukan aktivitas Mengerti tujuan ambulasi sesuai
lain sebagai dari peningkatan dengan kebutuhan
pengganti pergerakan mobilitas Bantu klien untuk
(misalnya; Memverbalisasikan menggunakan
meningkatkan perasaan dalam tongkat saat
perhatian pada meningkatkan berjalan dan cegah
aktivitas orang lain, kekuatan dan terhadap cedera
mengendalikan kemampuan Ajarkan pasien atau
perilaku, fokus pada berpindah tenaga kesehatan
aktivitas sebelum Memperagakan lain tentang teknik
sakit) penggunaan alat ambulasi
postur diperlukan
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak
terkoordinasi
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d fraktur dan spasme otot
2. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuluskeletal
3. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuluskeletal, penurunan kekuatan
otot
4. Defisiensi pengetahuan b.d proses osteoporosis dan program terapi
5. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan (osteoporosis)
6. Resiko jatuh b.d penurunan aktivitas dan kekuatan otot
c. Rencana Keperawatan