Anda di halaman 1dari 16

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA

STRABISMUS

Tugas ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampu:
Julianto, Ns., M. Kep.

Oleh:
1. M. Aulia Rahman NPM. 1914201210098
2. Muhammad Rahmatillah NPM. 1914201210099
3. Masitah NPM. 1914201210100
4. Muhammad Faiz Haikal Abdi NPM. 1914201210101
5. Muhammad Haezar Edy Rosasi NPM. 1914201210102
6. Muhammad Haidir NPM. 1914201210103
7. Muhammad Kahfi NPM. 1914201210104

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN & ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN B
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
RahmatNya tugas kami yang membahas tentang “Asuhan Keperawatan Strabismus)” ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, arahan serta bimbingan dari
berbagai pihak, maka dari itu izinkan kami menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut serta membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa
sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan segala masukan berupa kritik maupun saran demi perbaikan makalah ini
dan penyusunan makalah-makalah berikutnya.
Akhir kata dengan suatu harapan yang tinggi, semoga makalah ini menjadi suatu
yang bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa keperawatan.

Banjarmasin, 10 April 2020

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A.      Latar Belakang ................................................................................ 1
B.       Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C.       Tujuan ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
A.    Definisi ............................................................................................. 2
B.     Etiologi ............................................................................................ 2
C.     Klasifikasi ........................................................................................ 3
D.     Manifestasi Klinis ............................................................................ 4
E.      Patofisiologi ..................................................................................... 4
F.      Pemeriksaan Diagnostik .................................................................. 5
G.     Komplikasi ...................................................................................... 7
H.     Penatalaksanaan ............................................................................... 7
I.      Pathway ............................................................................................ 8
J.      Penatalaksanaan Medis .................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju pada satu
obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus satu obyek, pada satu
obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir kearah dalam, luar, atas, atau
bawah. Seseorang dengan mata juling tidak dapat melihat suatu obyek dengan
kedua mata secara serentak.
Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu penyebab
strabismus/juling. Untuk menggerakkan bola mata digunakan enam macam otot
mata. Bila otot itu tidak bekerja normal, maka kedua mata itu tidak berfungsi secara
seimbang. Sehingga jika diantara otot atau saraf yang tidak normal, keadaan itu bisa
menyebabkan seorang menjadi juling. Ada pula kasus juling akibat infeksi
toksoplasma yang ditularkan melalui kucing atau daging yang mengandung kuman
toksoplasma tidak dimasak dengan baik.

B. Masalah Atau Topik Bahasan


1. Apa Definisi Dari Strabismus?
2. Bagaimana Etiologi Strabismus?
3. Apa Saja Klasifikasi Dari Strabismus?
4. Bagaimana Manifestasi Klinik (Tanda & Gejala) Strabismus?
5. Bagaimana Patofisiologi Dari Strabismus?
6. Apa Saja Pemeriksaan Diagnosis Dari Strabismus?
7. Bagaimana Komplikasi Pada Strabismus?
8. Apa Saja Penatalaksanaan pada Strabismus?
9. Bagaimana Pathway Dari Strabismus?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Strabismus?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Dari Strabismus
2. Mengetahui Etiologi Strabismus
3. Mengetahui Klasifikasi Dari Strabismus
4. Mengetahui Manifestasi Klinik (Tanda & Gejala) Strabismus
5. Mengetahui Patofisiologi Dari Strabismus
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnosis Dari Strabismus
7. Mengetahui Komplikasi Pada Strabismus
8. Mengetahui Penatalaksanaan Pada Strabismus
9. Mengetahui Pathway Dari Strabismus
10. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Strabismus

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Strabismus
Strabismus adalah keadaan dimana kedua mata tidak “straight” atau tidak
terlihat lurus/posisi yang tidak sama pada kedua sumbu. Juling adalah suatu
keadaan dimana terjadi kegagalan kedua mata untuk terletak lurus yang mungkin
diakibatkan karena tidak sempurnanya penglihatan kedua mata atau terjadi
gangguan saraf yang menggerakkan otot-otot mata (Ilyas Sidarta, 2004).
Keadaan dimana sumbu penglihatan mata tidak dapat diraihkan pada satu
titik kesemua arah pandang (David Ovedaff, 2002)
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa
terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi
untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi pada semua
arah dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu
cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang
disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas.
Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR
ANOMALIES”.

B. Etiologi
1. Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah
jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik,
maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler:
 Over development
 Under development
 Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan
penyimpangan posisi bola mata.
4. Kelainan dari tulang-tulang orbita
 Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital
abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
 Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
 Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
 Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
 Kelainan Sensoris

2
C. Klasifikasi
Ada beberapa jenis-jenis dari strabismus yaitu:
1. Esotropia
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan
yang nyata dimna salah satu sumbu penglihatan menuju titik
fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang
pada bidang horizontal ke arah medial.
Bentuk-bentuk esotropia:
a. Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama
besarnya pada semua arah pandangan.
b. Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut
penyimpangan berbeda-beda pada arah pandangan yang
berbeda-beda pula.
Penyebab esotropia:
a. Faktor refleks dekat
b. Hipertoni rektus medius kongenital
c. Hipotoni rektus lateral akuisita
d. Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan
anak.
2. Exotropia (Eksotropia)
Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan
yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik
fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.
Penyebab-penyebab eksotropia:
a. Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait
autosomal dominant
b. Optis, tak ada hubungan dengan kelainan terhadap
kehilangn penglihatan binokuler
c. Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti
dalam bidang sensorimotor
d. Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada
penyakit Crouzon.
3. Hipotropia
Hipotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan
yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik
fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah inferior (bawah).
4. Hipertropia

3
Hipertropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan
yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik
fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah superior (atas).

D. Manifestasi Klinik (Tanda & Gejala)


1. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini
menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini
dapat dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek
yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion
test). Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa
berdasarkan pada adanya diplopia saja.
2. Deviasi Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh
bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan
mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata
digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata
digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya
tak tampak.
3. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri
tak tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
4. Parese m. rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan
ditutup (mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang
sehat ditutup, mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi
sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.
5. Diplopia: terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih
nyata bila mata digerakkan kearah ini.
6. Ocular torticollis (head tilting). Penderita biasanya memutar kearah kerja dari
otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa
strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa
berkurang.
7. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi
yang benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu
obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan
daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan
otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar
dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini
menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.

4
8. Vertigo mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah.
Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

E. Patofisiologi
Kedua bola mata manusia digerakan oleh otot-otot mata luar, sedemikian
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan jatuh tepat di kedua uvea
sentralis. Kemudian secara simultan dikirim kesusunan saraf pusat untuk diolah
menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal sehingga terjadi penglihatan
binokuler.
Juling (crassed eyes) terjadi bila terdapat satu atau lebih otot pergerakan
bola mata yang tidak mengimbangi gerak otot-otot lainnya. Maka terjadilah
gangguan keseimbangan gerak antara kedua mata sehingga sumbu penglihatan
menyilang pada tempat diluar letak benda yang menjadi perhatiannya. Kehilangan
kemampuan mengimbangi gerak otot-otot dari mata tersebut salah satunya dapat
disebabkan oleh rusaknya system pusak sensorik dan motorik oleh karena sebab
terinfeks virus, bakreri ataupun oleh sebab mengidap suatu penyakit. Kelainan otot
seperti tumor otot paralis otot-otot penggerak bola mata yang kesemuanya
berjumlah 12 yang merupakan factor utama penyebab juling.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya juling dapat dilakukan dengan:
1. Pengkajian ketajaman penglihatan
Pengkajian ini dapat dilaksanakan dalam tahap-tahap ketergantungan pada
respon klien dari masing-masing tahap dan alasan dilaksanakan pengkajian.
a. Tahap I: Lakukan pengkajian sekilas dengan meminta klien membaca surat
kabar / majalah. Pastikan pencahayaannya cukup, pasien berkacamata
seharusnya memakai kacamatanya selama tahap pengkajian ini. Perhatikan
jarak klien memegang lembarang yang dibaca dari matanya. Pastikan klien
mengerti bahasa dan tidak buta huruf. Mintalah klien membaca dengan
kertas untuk memastikan bahwa klien tidak buta huruf, bila klien
mengalami kesulitan lanjutkan pengujian tahap 2.
b. Tahap II: Gunakan lembar pemeriksaan smaller pastikan lembaran
pemeriksaan benar-benar diterangi, klien berdiri 20 kaki (6,1 m) jauhnya
dari snallen atau duduk di kursi pengkajian yang telah terpasang
berseberangan dengan layer dimulai dari baris pertama dengan kedua mata
terbuka dan kemudian dengan satu mata ditutup bila klien tidak bisa
membaca, gunakan kartu “E” dan tentukan arah tangan “E” pada anak-anak
kecil. Gunakan lembaran dengan gambaran obyek yang dikenal. Catat nilai
ketajaman pengliatan untuk masing-masing mata dan kedua mta dalam dua
nilai.
c. Tahap III: Uji masing-masing klien dengan kartu indeks dengan menutupi
satu mata, minta klien dengan gangguan penglihatan parah untuk

5
menghitung jari-jari yang diacungkan kurang lebih 1 kaki (30 cm) dari
wajah klien, bila klien gagal dalam kedua tes tersebut sinari mata klien
dengan senter kecil dan kemudian padamkan cahayanya tanyakan apakah
klien melihat cahaya
2. Pengkajian lapang penglihatan
Saat seseorang menatap lurus kedepan seluruh obyek dalam lapang
penglihatan perifer secara normal dapat dilihat.
a. Buat klien duduk / berdiri 2 kaki 60 cm jauhnya berhadapan dengan
anda sejajar ketinggian mata.
b. Minta klien untuk menutupi / melapisi dengan perlahan satu mata
menggunakan kartu indeks dan menatap mata anda berlawanan arah (ex.
Mata kiri pasien, mata kanan perawat).
c. Gerakan jari dengan jarak sebanding panjang lengan diluar lapang
penglihatan, minta klien untuk mengatakan bila meliht jari anda.
d. Perlahan tarik jari anda mendekat jari selalu dijaga tetap ditenga antara
anda dan klien.
e. Ulangi prosedur pada sisi yang lain, atas dan bawah selalu harus
membandingan titik dimana anda melihat jari tersebut memasuki lapang
penglihatan anda dan titik dimana klien dapat melihatnya.
f. Ulangi prosedur dengan keempat arah pada mata lainnya.
3. Refleks kornea /sinar yang diarahkan pada pupil, refleksnya pada kornea dapat
sama / tidak sama. Bia letaknya tidak sama dan pantuan sinar pada mata bila
letaknya tidak sama dan pantulan sinar pada mata yang juling terletak:
a. Di tepi pupil berarti juling 150
b. Di daerah limbus berarti juling 450
Bila letak sebelah dalam pada mata yang juling berarti mata juling
keluar / ekstropia sedang bila pantulan sinar pada mata karena terletak
disebelah luar mata yang juling berarti mata juling kedalam / ekstropia.
4. Pemeriksaan mata tutup buka (cover un cover) / tutup mata bergantian
(alternate cover) berguna untuk melihat adanya foria pada mata.
5. Pemeriksaan dengan filter murah
Bila pada mata yang berfiskasi diletakkan filter merah dan kedua mata disuruh
berfiksasi pada satu sumber cahaya kecil, maka 2 kemungkinan yang dapat
terjadi.
a. Penderita melihat 2 sinar, yaitu satu merah yang dilihat mata yang
berfiksasi dan satu lagi putih yaitu dengan mata tanpa filter. Pada mata
esotropia / juling ke dalam kedua bayangan ini tidak bersilangan atau
diplopia homonium. Pada mata extropia atau juling keluar. Kedua
bayangan akan bersilang atau diplopia heteronimus.
b. Kedua mata melihat satu sinar yang berwra kemerah-merahan yang
merupakan warna penggabungan penglihatan merah dan putih. Keadaan ini
normal, pada keadaan kedua mata normal, keadaan ini dapat juga terjadi

6
pada mata juling. Hal ini terjadi akibat pada mata yang lurus bayangan
terletak pada macula sedang pada mata yang juling sudah terdapat
korespondensi retina abnormal yang harmonis. (Dr. Sidarta Ilyas, hal 201 –
202).

G. Komplikasi
1. Supresi: Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia
yang timbul akibat adanya deviasinya.
2. Amblyopia: Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa
koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
3. Anomalus Retinal Correspondens: Suatu keadaan dimana favea dari mata yang
baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata yang
berdeviasi.
4. Defect otot: Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan
jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.
5. Adaptasi posisi kepala: Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian
otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan
binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.

H. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Sangat penting deteksi dini (keturunan tipe mata)
b. Lakukan beberapa foto pada beberapa posisi dan perhatikan letak sentral
titik cahaya kedua mata.
c. Latihan otot mata
d. Penyesuaian jenis makanan / keadaan umum (kesehatan umum)
e. Pemberian pelatihan aktif (keaktifan klien melakukan latihan)
f. Pelatihan pasif (dilakukan orang tua / perawat bayi nenek)
g. Pemberian kaca mata
h. Bila perlu tetes mata pelatihan (cycloplegira)
i. Penutupan mata yang sehat dengan harapan terjadi rangsangan dari mata
sakit untuk dipakai.
2. Operatif
a. Dilakukan dengan melakukan tindakan pemotongan / pengurangan panjang
otot mata dan pembetulan letaknya.
b. Operasi sering dilakukan dengan alasan kosmetika dan psikologi untuk
mengoreksi juling yang disebabkan oleh esotropia dasar atau cacat esotropia

7
akomodatif setelah dikoreksi dengan kacamata, saat operasi berfariasi antara
satu orang dan orang lain.
c. Operasi koreksi meliputi memindah / memendekkan otot preosedur baru
adalah menjahit luka yang dapat diatur.

I. Pathway

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata: Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan
b. Keluhan utama: Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti melihat
ganda.
c. Riwayat penyakit sekarang: Penyimpangan pengihatan, Penggunaan
kacamata dengan kelainan ruang yang jauh antara mata kanan dan kiri,
Adanya trauma mata, Terlihat mata ambliopia dan histagmus, Mata
hipermetropi.

8
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi, trauma
kepala, infeksi mata, pengobatan lase.
e. Riwayat penyakit keluarga: Adanya DM, stroke, hipertensi, strabismus.
f. Pemeriksaan fisik
1) TTV ( tensi, suhu, nadi, respiratorik)
2) Mata terlihat tidak lurus
3) Bola mata bergulir tidak sampai ke ujung saat melirik
4) Aktifitas: Perubahan aktifitas sehari-hari karena berkurangnya
penglihatan, Merasa takut melakukan pergerakan bola mata karena luka
operasi.
5) Rasa aman: Pasien gelisah karena mata merasa lelah, Nyeri kepala
6) Persepsi sensori
7) Penglihatan: Kedua bola matanya tidak focus pada satu tempat ketika
melihat suatu benda

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori kerusakan otot penggerak mata.
2) Gangguan konsep diri b/d penampilan mata sekunder terhadap strabismus /
juling.
3) Resiko cidera b/dorientasi terhadap lingkungan yang menurun akibat dari
strabismus

3. Intervensi
a. DX 1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x24 jam gangguan
persepsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2) Mengenai gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
3) Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi:
1) Tentukan ketajaman dan kerusakan otot penggerak mata.
R: Apakah bilateral atau hanya satu mata sehingga memudahkan
menentukan prosedur yang tepat untuk melakukan intervensi lanjutan.
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
R: Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan
3) Observasi tanda-tanda disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sembuh dari ansietas.
R: menurunkan resiko jatuh bila pasien bingung / tak kenal ukuran
tempat tidur
4) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi dan sering menyentuh, dorong
orang terekat tinggal dengan pasien.

9
R: Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan
bingung
b. DX 2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam gangguan
konsep diri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Menggunakan dan mendemontrasikan penerimaan penampilan.
2) Mendemontrasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil
perawtan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi:
1) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya
mengenai pikiran, perasaan, pandangan dirinya.
R: untuk mengurangi antisietas dan mengidentifikasi gangguan konsep
dirinya.
2) Penjelasan berbagai kesalahan konsep individu terhadap perawatan diri
atau memberi perawatan.
R: agar pasien mampu melakukan perawatan diri
3) Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional, dukung
keluarga ketika mereka berupaya untuk beradaptasi.
R: keluarga mampu memahami kondisi pasien
4) Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami
pengalaman sama
R: memulihkan kepercayaan diri
c. DX 3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resti injuri dapat
teratasi dengan Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungknan cedera
2) Menunjukkan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktr resiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi:
1) Batasi aktifitasi seperti menggerakan kepala tiba-tiba.
R: Menurunkan TIO
2) Penatalaksanaan ruang
R: Mengurangi rasiko injuri dan memudahkan pasien melakukan
aktifitas
3) Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu aktifitas pasien
R: Kebutuhan pasien terpenuhi berkurangnya resiko injuri
4) Jelaskan pada pasien tentang orientasi ruangan dan factor yang
memungkinkan resiko injuri
R: Pasien memahami dan melakukan tindakan yang tida
membahayakan dirnya.

10
11
BAB III
KESIMPULAN

Strabismus adalah kesalahan arah penglihatan salah satu bola mata, sehingga
kedua bola mata terarah kejurusan yang berbeda. Mata juling dapat disebabkan oleh
kelainan fungsi otot luar bola mata oleh tajam penglihatan yang kurang, dapt juga
disebabkan oleh kelainan otot. Gejala utama mata juling adalah salah satu mata arahnya
tidak lurus.
Macam-macam mata juling adalah esotropia (salah satu mata juling kedalam)
dan eksatropia (salah satu menjuling ke luar). Test diagnostic [ada strabismus dilakukan
dengan cara antara lain: pengkajian lapang penglihatan, pemeriksaan mata tutu buka.
Juling dapat terjadi sejak lahir dan adapula yang terjadi dalam perjalanan hidup.
Tujuan pengobatan strabismus adalah membangun / mengembalikan
penglihatan binouler tunggal, sehingga dengan sendirinya secara kosmetik indah.
Pengobatan strabismus tergantung pada penyebab / jenis julingnya mata. Tapi secara
garus besar pengobatan juling dapat dilakukan dengan kaca mata, latihan dan operasi,
sebaiknya pengobatan strabismus dilakukan tidak lama setelah terjadinya strabismus.

12
DAFTAR PUSTAKA

Tim Dokter Fakultas Unair. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga University:
Surabaya.

Ilyas, Sidarta. 2004. Masalah Kesehatan Mata Anda, Fakultas kedokteran UI:
Jakarta.

Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.

Istiqomah, Indriana N, 2004. Asuhan Keperawatan Pengkajian Tentang Mata.


Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai