Anda di halaman 1dari 18

STRABISMUS

Oleh kelompok 3:

 Lisnawati Djafar
 Husniah Salang
 Anggraeni Potaka
 Mukdianto Mahadju
 Musdalifah
 Frendly Osvaldo Sambeta
 Nistelroij katue

SEMESTER V

PRODI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
ini Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit STRABISMUS.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Kami sangat berharap tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Palu, 27 septemberr 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan .............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian .............................................................................................. 3
B. Etiologi .............................................................................................. 4
C. Patofisiologi ........................................................................................... 5
D. Manifestasi Klinis ................................................................................... 7
E. Komplikasi ............................................................................................. 8
F. Penatalaksanaan ..................................................................................... 8
G. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 10
H. Fokus Pengkajian .................................................................................... 11
I. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 11
J. Fokus Implementasi ................................................................................ 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju pada satu
obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus satu obyek, pada satu
obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir kearah dalam, luar, atas, atau
bawah.seseorang dengan mata juling tidak dapat melihat suatu obyek dengan kedua
mata secara serentak.

Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu penyebab
strabismus/juling. Untuk menggerakkan bola mata digunakan enam macam otot mata.
Bila otot itu tidak bekerja normal, maka kedua mata itu tidak berfungsi secara
seimbang. Sehingga jika diantara otot atau saraf yang tidak normal, keadaan itu bisa
menyebabkan seorang menjadi juling. Ada pula kasus juling akibat infeksi
toksoplasma yang ditularkan melalui kucing atau daging yang mengandung kuman
toksoplasma tidak dimasak dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu:

1. Pengertian STRABISMUS?
2. Etiologi STRABISMUS?
3. Patofisiologi STRABISMUS?
4. Manifestasi Klinis STRABISMUS?
5. Komplikasi STRABISMUS?
6. Penatalaksanaan STRABISMUS?
7. Pemeriksaan Penunjang STRABISMUS?
8. Fokus Pengkajian STRABISMUS?
9. Diagnosa Keperawatan STRABISMUS?
10. Fokus Implementasi STRABISMUS?

C. Tujuan
tujuan dalam pembuatan makalah ini untuk menjelaskan tentang :

1. Apa Pengertian STRABISMUS?

1
2. Apa Etiologi STRABISMUS?
3. Bagaimana Patofisiologi STRABISMUS?
4. Apa Manifestasi Klinis STRABISMUS?
5. Apa Komplikasi rheumatoid arthritis?
6. Bagaimana Penatalaksanaan STRABISMUS?
7. Apa Pemeriksaan Penunjang STRABISMUS?
8. Bagimana Fokus Pengkajian STRABISMUS?
9. Apa Diagnosa Keperawatan STRABISMUS?
10. Bagaimana Fokus Implementasi STRABISMUS?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Strabismus adalah keadaan dimana kedua mata tidak “straight” atau tidak
terlihat lurus/posisi yang tidak sama pada kedua sumbu (WWW. Mahendraindonesia.
Cpm, thn)

Juling adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan kedua mata untuk
terletak lurus yang mungkin diakibatkan karena tidak sempurnanya penglihatan kedua
mata atau terjadi gangguan saraf yang menggerakkan otot-otot mata (Ilyas Sidarta,
2004)

Keadaan dimana sumbu penglihatan mata tidak dapat diraihkan pada satu titik
kesemua arah pandang (David Ovedaff, 2002. hal 895)

Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi
pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi untuk
penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi pada semua arah dan
jarak penglihatan.

Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang
ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan
oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas. Nama lain yang
lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR ANOMALIES”.

Klasifikasi

Ada beberapa jenis-jenis dari strabismus yaitu:

1. Esotropia
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimna salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.

Bentuk-bentuk esotropia:

a. Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya


pada semua arah pandangan.

3
b. Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-
beda pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.
Penyebab esotropia:
a. Faktor refleks dekat
b. Hipertoni rektus medius kongenital
c. Hipotoni rektus lateral akuisita
d. Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak.
2. Exotropia (Eksotropia)
Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.
Penyebab-penyebab eksotropia:
a. Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominant
b. Optis, tak ada hubungan dengan kelainan terhadap kehilangn penglihatan
binokuler
c. Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang
sensorimotor
d. Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit Crouzon.
3. Hipotropia
Hipotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang vertikal ke arah inferior
(bawah).
4. Hipertropia
Hipertropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang vertikal ke arah superior
(atas).

B. ETIOLOGI
1. Factor genetic
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah
jelas. Bila
orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila
anaknya
menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi

4
Kelainan otot ekstraokuler
- Over development
- Under development
- Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan
penyimpangan posisi bola mata.
4. Kelainan dari tulang-tulang orbita
a) Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital
abnormal,
sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
b) Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintes rangsangan.
c) Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
d) Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
e) Kelainan Sensoris
5. Kelainan Inervasi
Gangguan proses transisi dan persepsi.

C. PATOFISIOLOGI
Kedua bola mata manusia digerakan oleh otot-otot mata luar, sedemikian
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan jatuh tepat di kedua uvea
sentralis. Kemudian secara simultan dikirim kesusunan saraf pusat untuk diolah
menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal sehingga terjadi penglihatan
binokuler.

Juling (crassed eyes) terjadi bila terdapat satu atau lebih otot pergerakan bola
mata yang tidak mengimbangi gerak otot-otot lainnya. Maka terjadilah gangguan
keseimbangan gerak antara kedua mata sehingga sumbu penglihatan menyilang pada
tempat diluar letak benda yang menjadi perhatiannya. Kehilangan kemampuan
mengimbangi gerak otot-otot dari mata tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh
rusaknya system pusak sensorik dan motorik oleh karena sebab terinfeks virus,
bakreri ataupun oleh sebab mengidap suatu penyakit. Kelainan otot seperti tumor otot
paralis otot-otot penggerak bola mata yang kesemuanya berjumlah 12 yang
merupakan factor utama penyebab juling.

5
PATHWAY

6
D. MANIFESTASI KLINIS
Sebuah tanda nyata adanya strabismus adalah sebelah mata tidak lurusatau
tidak terlihat memandang ke arah yang sama seperti mata sebelahnya. Kadang-
kadang anak-anak akan memicingkan/menutupsebelah matanya saat terkena sinar
matahari yang terang atau memiringkankepala mereka agar dapat menggunakan
kedua matanya sekaligus.Anak-anak yang menderita strabismus sejak lahir atau
segera sesudahnya,tidak banyak mengeluhkan adanya pandangan ganda. Tetapi anak-
anak yang mengeluhkan adanya pandangan ganda harus diperiksadokter spesialis
mata anak dengan seksama. Semua anak seharusnya diperiksa oleh dokter spesialis
mata anak sejak dini terutama bila dalamkeluarganya ada yang menderita strabismus
atau ambliopia.

Tanda utama adalah mata tidak lurus artinya bila satu mata terfokus pada satu
obyek, mata yang lain tertuju pada obyek lain. Juga bila anak melirik, bergiliran bola
matanya tidak sampai ke ujung, itu bias terjadi karena terjadinya hambatan pada
pergerakan bola mata sehingga mata tidak bisa bergerak kesegala arah dengan
leluasa.

Kadang-kadang anak dengan strabismus akan memiringkan satu mata disaat


matahari terik/memalingkan leher untuk menggunakan kedua matanya secara
bersama-sama.

E. KOMPLIKASI
1. Supresi: Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia
yang timbul akibat adanya deviasinya.
2. Amblyopia: Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa
koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
3. Anomalus Retinal Correspondens: Suatu keadaan dimana favea dari mata
yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari
mata yang berdeviasi.
4. Defect otot: Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan
jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.
5. Adaptasi posisi kepala: Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari
pemakaian otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai
penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot
yang lumpuh.

7
F. PENATALAKSANAAN
1. Non Operatif
a. Sangat penting deteksi dini (keturunan tipe mata)
b. Lakukan beberapa foto pada beberapa posisi dan perhatikan letak sentral
titik cahaya kedua mata.
c. Latihan otot mata
d. Penyesuaian jenis makanan / keadaan umum (kesehatan umum)
e. Pemberian pelatihan aktif (keaktifan klien melakukan latihan)
f. Pelatihan pasif (dilakukan orang tua / perawat bayi nenek)
g. Pemberian kaca mata
h. Bila perlu tetes mata pelatihan (cycloplegira)
i. Penutupan mata yang sehat dengan harapan terjadi rangsangan dari mata
sakit untuk dipakai.
2. Operatif
a. Dilakukan dengan melakukan tindakan pemotongan / pengurangan
panjang otot mata dan pembetulan letaknya.
b. Operasi sering dilakukan dengan alasan kosmetika dan psikologi untuk
mengoreksi juling yang disebabkan oleh esotropia dasar atau cacat
esotropia akomodatif setelah dikoreksi dengan kacamata, saat operasi
berfariasi antara satu orang dan orang lain.
c. Operasi koreksi meliputi memindah / memendekkan otot preosedur baru
adalah menjahit luka yang dapat diatur.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya juling dapat dilakukan dengan:
1. Pengkajian ketajaman penglihatan
Pengkajian ini dapat dilaksanakan dalam tahap-tahap ketergantungan pada respon
klien dari masing-masing tahap dan alasan dilaksanakan pengkajian.
a. Tahap I: Lakukan pengkajian sekilas dengan meminta klien membaca surat
kabar / majalah. Pastikan pencahayaannya cukup, pasien berkacamata
seharusnya memakai kacamatanya selama tahap pengkajian ini. Perhatikan
jarak klien memegang lembarang yang dibaca dari matanya. Pastikan klien
mengerti bahasa dan tidak buta huruf. Mintalah klien membaca dengan kertas
untuk memastikan bahwa klien tidak buta huruf, bila klien mengalami
kesulitan lanjutkan pengujian tahap 2.
b. Tahap II: Gunakan lembar pemeriksaan smaller pastikan lembaran
pemeriksaan benar-benar diterangi, klien berdiri 20 kaki (6,1 m) jauhnya dari

8
snallen atau duduk di kursi pengkajian yang telah terpasang berseberangan
dengan layer dimulai dari baris pertama dengan kedua mata terbuka dan
kemudian dengan satu mata ditutup bila klien tidak bisa membaca, gunakan
kartu “E” dan tentukan arah tangan “E” pada anak-anak kecil. Gunakan
lembaran dengan gambaran obyek yang dikenal. Catat nilai ketajaman
pengliatan untuk masing-masing mata dan kedua mta dalam dua nilai.
c. Tahap III: Uji masing-masing klien dengan kartu indeks dengan menutupi satu
mata, minta klien dengan gangguan penglihatan parah untuk menghitung jari-
jari yang diacungkan kurang lebih 1 kaki (30 cm) dari wajah klien, bila klien
gagal dalam kedua tes tersebut sinari mata klien dengan senter kecil dan
kemudian padamkan cahayanya tanyakan apakah klien melihat cahaya
2. Pengkajian lapang penglihatan
Saat seseorang menatap lurus kedepan seluruh obyek dalam lapang
penglihatan perifer secara normal dapat dilihat.
a. Buat klien duduk / berdiri 2 kaki 60 cm jauhnya berhadapan dengan anda
sejajar ketinggian mata.
b. Minta klien untuk menutupi / melapisi dengan perlahan satu mata
menggunakan kartu indeks dan menatap mata anda berlawanan arah (ex. Mata
kiri pasien, mata kanan perawat).
c. Gerakan jari dengan jarak sebanding panjang lengan diluar lapang
penglihatan, minta klien untuk mengatakan bila meliht jari anda.
d. Perlahan tarik jari anda mendekat jari selalu dijaga tetap ditenga antara anda
dan klien.
e. Ulangi prosedur pada sisi yang lain, atas dan bawah selalu harus
membandingan titik dimana anda melihat jari tersebut memasuki lapang
penglihatan anda dan titik dimana klien dapat melihatnya.
f. Ulangi prosedur dengan keempat arah pada mata lainnya.
3. Refleks kornea /sinar yang diarahkan pada pupil, refleksnya pada kornea
dapat sama / tidak sama. Bia letaknya tidak sama dan pantuan sinar pada mata
bila letaknya tidak sama dan pantulan sinar pada mata yang juling terletak:
a. Di tepi pupil berarti juling 150
b. Di daerah limbus berarti juling 450
Bila letak sebelah dalam pada mata yang juling berarti mata juling keluar /
ekstropia sedang bila pantulan sinar pada mata karena terletak disebelah luar
mata yang juling berarti mata juling kedalam / ekstropia.
4. Pemeriksaan mata tutup buka (cover un cover) / tutup mata bergantian
(alternate cover) berguna untuk melihat adanya foria pada mata.

9
5. Pemeriksaan dengan filter murah
Bila pada mata yang berfiskasi diletakkan filter merah dan kedua mata disuruh
berfiksasi pada satu sumber cahaya kecil, maka 2 kemungkinan yang dapat
terjadi.
a. Penderita melihat 2 sinar, yaitu satu merah yang dilihat mata yang berfiksasi
dan satu lagi putih yaitu dengan mata tanpa filter. Pada mata esotropia / juling
ke dalam kedua bayangan ini tidak bersilangan atau diplopia homonium. Pada
mata extropia atau juling keluar. Kedua bayangan akan bersilang atau diplopia
heteronimus.
b. Kedua mata melihat satu sinar yang berwra kemerah-merahan yang
merupakan warna penggabungan penglihatan merah dan putih. Keadaan ini
normal, pada keadaan kedua mata normal, keadaan ini dapat juga terjadi pada
mata juling. Hal ini terjadi akibat pada mata yang lurus bayangan terletak
pada macula sedang pada mata yang juling sudah terdapat korespondensi
retina abnormal yang harmonis. (Dr. Sidarta Ilyas, hal 201 – 202).

H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Biodata: Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan
b. Keluhan utama: Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti melihat
ganda.
c. Riwayat penyakit sekarang: Penyimpangan pengihatan, Penggunaan kacamata
dengan kelainan ruang yang jauh antara mata kanan dan kiri, Adanya trauma
mata, Terlihat mata ambliopia dan histagmus, Mata hipermetropi.
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi, trauma
kepala, infeksi mata, pengobatan lase.
e. Riwayat penyakit keluarga: Adanya DM, stroke, hipertensi, strabismus.
f. Pemeriksaan fisik
1) TTV ( tensi, suhu, nadi, respiratorik)
2) Mata terlihat tidak lurus
3) Bola mata bergulir tidak sampai ke ujung saat melirik
4) Aktifitas: Perubahan aktifitas sehari-hari karena berkurangnya penglihatan,
Merasa takut melakukan pergerakan bola mata karena luka operasi.
5) Rasa aman: Pasien gelisah karena mata merasa lelah, Nyeri kepala
6) Persepsi sensori
7) Penglihatan: Kedua bola matanya tidak focus pada satu tempat ketika melihat
suatu benda

10
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori kerusakan otot penggerak mata.
2. Gangguan konsep diri b/d penampilan mata sekunder terhadap strabismus /
juling.
3. Resiko cidera b/dorientasi terhadap lingkungan yang menurun akibat dari
strabismus

J. INTERVENSI
1. DX 1 : Gangguan persepsi sensori kerusakan otot penggerak mata.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x24 jam gangguan persepsi
sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2) Mengenai gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
3) Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi:
1) Tentukan ketajaman dan kerusakan otot penggerak mata.
R: Apakah bilateral atau hanya satu mata sehingga memudahkan menentukan
prosedur yang tepat untuk melakukan intervensi lanjutan.
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
R: Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan
3) Observasi tanda-tanda disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari ansietas.
R: menurunkan resiko jatuh bila pasien bingung / tak kenal ukuran tempat
tidur
4) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi dan sering menyentuh, dorong orang
terekat tinggal dengan pasien.
R: Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan
bingung

2. DX 2 : Gangguan konsep diri b/d penampilan mata sekunder terhadap


strabismus / juling.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam gangguan konsep
diri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Menggunakan dan mendemontrasikan penerimaan penampilan.
2) Mendemontrasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil perawtan
diri / tanggung jawab peran.

11
Intervensi:
1) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai
pikiran, perasaan, pandangan dirinya.
R: untuk mengurangi antisietas dan mengidentifikasi gangguan konsep
dirinya.
2) Penjelasan berbagai kesalahan konsep individu terhadap perawatan diri atau
memberi perawatan.
R: agar pasien mampu melakukan perawatan diri
3) Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional, dukung
keluarga ketika mereka berupaya untuk beradaptasi.
R: keluarga mampu memahami kondisi pasien
4) Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami
pengalaman sama
R: memulihkan kepercayaan diri

3. DX 3 : Resiko cidera b/dorientasi terhadap lingkungan yang menurun


akibat dari strabismus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resti injuri dapat
teratasi dengan Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungknan cedera
2) Menunjukkan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktr resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
Intervensi:
1) Batasi aktifitasi seperti menggerakan kepala tiba-tiba.
R: Menurunkan TIO
2) Penatalaksanaan ruang
R: Mengurangi rasiko injuri dan memudahkan pasien melakukan aktifitas
3) Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu aktifitas pasien
R: Kebutuhan pasien terpenuhi berkurangnya resiko injuri
4) Jelaskan pada pasien tentang orientasi ruangan dan factor yang
memungkinkan resiko injuri
R: Pasien memahami dan melakukan tindakan yang tida membahayakan
dirnya.

12
BAB III
KESIMPULAN

Strabismus adalah kesalahan arah penglihatan salah satu bola mata, sehingga
kedua bola mata terarah kejurusan yang berbeda. Mata juling dapat disebabkan oleh
kelainan fungsi otot luar bola mata oleh tajam penglihatan yang kurang, dapt juga
disebabkan oleh kelainan otot. Gejala utama mata juling adalah salah satu mata
arahnya tidak lurus.

Macam-macam mata juling adalah esotropia (salah satu mata juling kedalam)
dan eksatropia (salah satu menjuling ke luar). Test diagnostic [ada strabismus
dilakukan dengan cara antara lain: pengkajian lapang penglihatan, pemeriksaan mata
tutu buka. Juling dapat terjadi sejak lahir dan adapula yang terjadi dalam perjalanan
hidup.

Tujuan pengobatan strabismus adalah membangun / mengembalikan


penglihatan binouler tunggal, sehingga dengan sendirinya secara kosmetik indah.
Pengobatan strabismus tergantung pada penyebab / jenis julingnya mata. Tapi secara
garus besar pengobatan juling dapat dilakukan dengan kaca mata, latihan dan operasi,
sebaiknya pengobatan strabismus dilakukan tidak lama setelah terjadinya strabismus.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC;
2008.
2. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: FK
UI;
2012.
3. Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga.
Jakarta
:FK UI; 2009.
4. James, Bruce, Chew, Chris., Bron, Anthony. Oftalmologi edisi kesembilan. Jakarta
:
Erlangga; 2006.
5. Kanski, Jack J., clinical ophthalmology fourth edition. Glasgow: Bath Press
Colourbooks;
1999.
6. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua.
Jakarta:
Sagung Seto; 2007.
7. SMF Ilmu Penyakit Mata. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU Dr.
Soetomo
& FK Unair; 2006.
8. SMF Ilmu Penyakit Mata. Diktat Kuliah FK UWKS. Surabaya : FK UWKS; 2012
9. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006.
10. Vaughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana
Susanto.
Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009.
11. Strabismus. 2008. Available from:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21388/.../Chapter%20II.pdf
Https:/www.academia.edu/23812463/asuhan _keperawatan_strambismus

14

Anda mungkin juga menyukai