Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

STRABISMUS

Pembimbing :
dr. Kartini Sp. M

Disusun Oleh :
M SYAIFUL IKHSAN

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang
m e m p u n y a i manfaat sangat besar. Kelainan yang menggangu
fungsi mata salah satunya a d a l a h s t r a b i s m u s . Strabismus ini
terjadijika ada penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.
Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda jatuh
secara bersamaan di fovea masing-masing mata (viksasi bifovea) dan vertikal
kedua retina tegak lurus. Salah satu mata dapat tidak sejajar dengan mata
yang lain sehingga pada satu waktu hanya satu mata yang melihat benda yang
bersangkutan. Setiap penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna itu
disebut strabismus. Ketidaksesuaian penjajaran tersebut dapat terjadi dalam
segala arah kedalam keluar keatas dan kebawah. Besar penyimpangan adalah
besar sudut mata yang menyimpang dari penjajaran.
Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu penyebab
strabismus/juling. Untuk menggerakkan bola mata digunakan enam macam
otot mata. Bila otot itu tidak bekerja normal, maka kedua mata itu tidak
berfungsi secara seimbang. Sehingga jika diantara otot atau saraf yang tidak
normal, keadaan itu bisa menyebabkan seorang menjadi juling.
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia dibawah 3 tahun dan
sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita
dalam perbandingan yang sama. Strabismus mempunyai pola keturunan,
sebagai contoh jika salah satu atau kedua orang tuanya strabismus sangat
memungkinkan anaknya akan strabismus juga namun beberapa kasus terjadi
tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah
Lamongan dan meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang penyakit
strabismus.

1.3. Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini sebagai sarana untuk mempelajari lebih
dalam tentang penyakit strabismus sehingga dapat mengoptimalisasi
kemampuan dan pelayanan pada pasien strabismus.
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 4 tahun
Pekerjaan :-
Alamat : Lamongan

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Mata Berair

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata berair sudah 5 hari ulai hari sabtu, mata berair hanya pada mata kanan saja, ibu
pasien mengeluh mata berairhanya pada saat terkena cahaya, sebelumnya 5 hari
SMRS pasien kelilipan semut, 1 hari mata merah yang kanan. Kemudian saat melihat
pasien jadi juling, sebelumnya pasien panas badan 2 hari saat malam.Riwayat
Penyakit Dahulu : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum :
Kesadaran : composmentis

GCS 456

b. Vital Sign
Tde

c. Status Generalis
- Kepala/Leher : anemis(-)/icterus(-)/sianosis(-)/dyspnea(-), pembesaran KGB
(-)
- Thorak :
Paru
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercostal -/-

Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Perkusi: Sonor/sonor

Auskultasi: Suara nafas vesikuler/vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis (-), voussure cardiac (-)

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill/fremissment (-)

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : S1S2 tunggal, murmur -, gallop

- Abdomen : Cembung, soepl (+), meteorismus (-), BU (+) normal, nyeri tekan
suprapubik (+)
Inspeksi : Flat

Palpasi : soepl, massa (-), nyeri tekan suprapubik (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) normal

- Ekstremitas : anemis (-), icterus (-), edema (-), akral Hangat kering merah,
CRT <3
- VODS : Sde
- TIO : Sde
- SAODS : Lensa jernih
FDODS : DBN
PROBLEM LIST
OS pandangan juling setelah tergigit semut
Initial Diagnosis
OS : Strabismus Paralitik
DD : Strabismus non paralitik
Planning Diagnosis :
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan segmen anterior
Planning Therapy :
Atenof
Metil P
Planning Monitoring
Vital sign
Perbaikan dan perburukan keluhan pasien
Visus, segmen anterior
Efek samping obat

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju pada satu
obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus satu obyek,
pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir kearah dalam, luar,
atas, atau bawah.seseorang dengan mata juling tidak dapat melihat suatu
obyek dengan kedua mata secara serentak.
2.2. Etiologi
1. Faktor Keturunan
Genetik Patternnya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya
sudah jelas. Bilaorang tua yang menderita strabismus dengan operasi
berhasil baik, maka bila anaknyamenderita strabismus dan operasi akan
berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada vascial structure
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat
menyebabkanpenyimpangan posisi bola mata.
4. Kelainan dari tulang-tulang orbita
a) Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk
dan orbital abnormal,sehingga menimbulkan penyimpangan bola
mata.
b) Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
c) Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
d) Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
e) Kelainan Sensoris
5. Kelainan Inervasi
Gangguan proses transisi
2.3. Epidemologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan
sekitar 3% remajadan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan
wanita dalam perbandingan yang
sama.S t r a b i s m u s m e m p u n y a i p o l a k e t u r u n a n , s e b a g a i c
o n t o h , j i k a s a l a h s a t u a t a u k e d u a orangtuanya strabismus
, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Nam
un, b e b e r a p a k a s u s t e r j a d i t a n p a a d a n y a r i w a y a t s t r a b
i s m u s d a l a m k e l u a r g a . A n a k - a n a k disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat
riwayatk e l u a r g a s t r a b i s m u s , p e m e r i k s a a n m a t a d i s a r a n k
an dilakukan saat usia 12-18 bulan
2.4. Anatomi
Otot-Otot Luar Bola Mata
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan
abduksi ataumenggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini
dipersarafi oleh sarafke VI (saraf abdusen).
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan
aduksi ataumenggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini
dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan
menghasilkanelevasi, aduksi, dan intorsi bola mata yang dipersarafi
oleh saraf ke III(saraf okulomotor)
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan
depresi,adduksi, danekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf
okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi,
abduksi, dandepresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi,
abduksi, danelevasi yang dipersarafi saraf ke III (saraf okulomotor)
Gambar 1. Anatomi otot mata

Gambar 2. Anatomi Otot Mata


Tabel 1. Arah Gerakan Mata

Cara Kerja
Otot Nervus
Primer Sekunder Tertier
Rektus medial adduksi - - III
Rektus lateral abduksi - - VI
Rektus superior elevasi intorsi adduksi III
Rektus inferior depresi ekstorsi adduksi III
Oblikus superior intorsi depresi abduksi IV
Oblikus inferior ekstorsi elevasi abduksi III

Tabel 2. Fungsi Otot Mata

Gambar 3. Arah Gerakan Bola Mata

Kedudukan bola mata


Kedudukan bola mata
Kedudukan bola mata yang normal adalah sejajar (ortoforia) dan dapat
diperiksa denganberbagai cara seperti cover test, uji Hirschberg dan lain-
lain. Pada keadaan dimana kedudukanbola mata tidak sejajar
(heteroforia seperti pada eksoforia, esoforia atau hiperforia),
makaharuslah diselidiki apakah ini disebabkan suatu parese, dorongan atau
hambatan mekanik ataustrabismus non paretik.
Pergerakan dua mata (versi)
Pergerakan dua mata diperiksa dengan cara meminta penderita
mengikuti gerakan suatuobyek yang dipegang oleh pemeriksa yang
digerakkan ke arah yanng diinginkan biasanyapemeriksaan dilakukan
pada 6 arah utama.Pada keadaan strabismus (heteroforia) maka
pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata.
Pergerakan satu mata (Duksi)
Pada pemeriksaan ini satu mata penderita ditutup dan mata
lainnya diminta untukmengikuti gerakan obyek yag dipegang
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan versi.
Aspek sensorik penglihatan
Penglihatan binokuler
Pada penglihatan binokuler yang normal, bayangan dari
obyek yang menjadiperhatian jatuh pada kedua fovea mata.Impuls akan
berjalan sepanjang optic pathway menujucortex occipitalis & diterima
sebagai bayangan tunggal.Pada saat lahir, perkembanganpenglihatan
masing-masing mata belum mencapai keadaan yang normal
karenaperkembangan anatomi & faal mata belum sempurna.
Demikian juga perkembanganpenglihatan binokuler (binokuler vision).
Penglihatan pada bayi terus berkembang pada tahun2 pertama &
mencapai puncaknyapada usia 3 tahun, sehingga umur 3 tahun disebut
umur kritis & periode sbelum umur 3tahun merupakan periode yang sgt
sensitif, sesuai dengan perkembangan anatomi retina &makula visus anak
mencapai 6/6 (normal) pada umur 5 tahun.Dalam perkembangan
inidiperlukan rangsangan normal, artinya tidak ada hambatan , maka
perkembangan penglihatantidak sempurna, & bila tidak segera
diperbaiki dapat mengakibatkan amblyopia &strabismus.
Fusi adalah proses yang membuat perbedaan antara dua bayangan
tidak disadari. Dibagian retina perifer mata terdapat titik
korespondensi yang bila tidak ada fusi akanmelokalisasi rangsang
pada arah yang sama dalam ruang. Dalam proses fusi nilai arah titikini
dapat dimodifikasi. Dengan demikian setiap titik di retina pada masing-
masing matamampu memfusikan rangsangan yang jatuh cukup dekat
dengan titik korespondensi di matalain. Daerah titik yang dapat difusikan
disebut daerah panum.

2.5. Patofisiologi

2.6. Klasifikasi
Strabismus dapat dibagi dalam berbagai kategori
a. Menurut arah deviasi.
1) Ke luar : exptropia
2) Ke dalam : esotropia
3) Ke bawah : hypotropia
4) Ke atas : hypertropia
b. Menurut manifestasinya.
1) manifest = heterotropia
2) latent = heterophoria : deviasi terjadi apabila mekanisme fusi
diputus.
c. Menurut sudut deviasi
1) comitment strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai
posisi
2) non comitant strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada
kebanyakan kasusdisebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler,
karenanya sering disebut sebagai paralytic strabismus .
d. Menurut kemampuan fixasi mata
1) Unilateral strabismus : bila satu mata yang berdeviasi secara
konstan.
2) Alternating strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara
bergantian.
e. Menurut waktu berlangsungnya strabismus
1) Permanent : mata tampak berdeviasi secara konstan.
2) Intermittent : pada keadaan tertentu misalnya lelah, cemas dll, mata
kadang-kadang tampakberdeviasi, kadang-kadang normal.
ESOTROPIA
EKSOTROPIA
2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat :
- Riwayat keluarga : strabismus dan ambliopia sering ditemukan dalam
keluarga
- Usia onset : ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang.
Semakin dini onset strabismus, semakin buruk prognosis untuk fungsi
penglihatan binokularnya.
- Jenis onset : ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua arah. Hal
itu dapat lebih besar di posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi
primer untuk jauh atau dekat.
- Fiksasi : salah satu mata mungkin terus menerus menyimpang, atau
mungkin diamati fiksasi yang berpindah-pindah.
2. Ketajaman penglihatan
Ketajaman penglihatan harus dievaluasi sekalipun hanya dapat dilakukan
perkiraan kasar atau perbandingan dua mata. Masing-masing mata dievaluasi
tersendiri, karena pemeriksaan binokular tidak akan dapat memperlihatkan
gangguan penglihatan pada salah satu mata. Untuk pasien yang sangat muda,
mungkin hanya dapat dipastikan bahwa mata dapat mengikuti suatu sasaran yang
bergerak. Sasaran harus berukuran sekecil mungkin sesuai dengan usia, perhatian,
dan tingkat kewaspadaan anak. Fiksasi dikatakan normal apabila fiksasi tersebut
bersifat sentral (foveal) dan dipertahankan terus sementara mata mengikuti suatu
target yang bergerak. Salah satu teknik untuk mengukur kuantitas ketajaman
penglihatan pada anak adalah forced-choice preferential looking.
Pada usia 2,5-3 tahun, dapat dilakukan uji ketajaman penglihatan
pengenalan menggunakan gambar Allen. Pada usia 4 tahun, banyak anak dapat
memahami permainan E jungkir balik (Snellen) dan uji pengenalan HOTV.
Pada usia 5 atau 6 tahun, sebagian besar anak dapat berespons terhadap uji
ketajaman penglihatan alfabet Snellen.
3. Penilaian Ocular Aligment
Penilaian ocular alignment dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe dasar :

cover test, refleks cahaya kornea, tes dissimilar image, dan tes dissimilar target.

3.1 Cover Test

Kemampuan pergerakan mata, pembentukan dan persepsi gambar, fiksasi

fovea pada masing-masing mata, perhatian, dan kerjasama, merupakan hal-hal

yang dibutuhkan untuk cover test. Jika pasien tidak mampu melakukan fiksasi

yang konstan pada target akomodatif, hasil tes ini dapat menjadi tidak valid, dan

tidak perlu digunakan.

Ada tiga tipe cover test, yaitu : cover-uncover test, alternating cover test,

serta simultaneousprism andcover test. Semuanya dapat dilakukan dengan fiksasi

jarak jauh ataupun dekat.

1. Cover-uncover test

Cover-uncover test pada satu mata adalah pemeriksaan yang

paling penting untuk mendeteksi adanya strabismus yang bermanifestasi

dan untuk membedakan heteroforia dan heterotrofia. Ketika satu mata

ditutup, pemeriksa memperhatikan dengan seksama akan adanya pada

mata yang terbuka. Timbulnya pergerakan pada mata yang terbuka,

menunjukkan adanya heterotropia.

Adanya pergerakan pada mata yang ditutup ke satu arah begitu

mata ditutup, dan diikuti dengan adanya gerakan ke arah yang

berlawanan (fusional movement) saat penutup mata dibuka,

mengindikasikan adanya heteroforia yang bermanifestasi hanya jika

binokularitas diganggu. Jika pasien mengalami heteroforia, mata akan


memandang lurus sebelum dan sesudah cover-uncover test, karena

deviasi yang muncul selama tes merupakan akibat dari terganggunya

penglihatan binokular. Pasien yang mengalami heterotropia, akan

memulai dengan adanya deviasi satu mata, kemudian saat diperiksadapat

diperoleh hasil bahwa mata tersebut yang mengalami deviasi atau dapat

juga mata sebelahnya yang mengalami deviasi saat pemeriksaan (jika

mata sebelahnya yang justru mengalami deviasi saat tes, maka kondisi ini

dinamakan alternating heterotropia).

2. Alternating cover test (prism and cover test)

Alternating cover test (prism and cover test) berfungsi untuk

mengukur deviasi total. Tes ini tidak menilai secara spesifik masing-

masing tipe deviasi yang terjadi (misalnya, tidak memisahkan heteroforia

dari heterotropia). Tes ini dilakukan dengan bergantian menutup masing-

masing mata, dan mengamati adanya pergerakan refiksasi pada mata

yang dibuka penutupnya. Penting untuk mempertahankan penutup

menutupi mata beberapa detik, kemudian dengan cepat memindahkan

penutup ke mata sebelahnya, sehingga akan terlihat gerakan refiksasi

mata. Kemudian, prisma diletakkan di depan mata yang berdeviasi,

sehingga tidak terdapat lagi gerakan refiksasi ketika penutup mata

dipindahkan secara cepat. Kekuatan prisma sama dengan nilai deviasi.

3. Simultaneous prism and cover test

Simultaneous prism and cover testdibutuhkan untuk menentukan

heterotropia saat penutup dipindahkan. Tes ini dilakukan dengan

menutup mata yang terfiksasi, bersamaan dengan menempatkan prisma


di depan mata yang mengalami deviasi. Tes ini diulang dengan

meningkatkan kekuatan prisma hingga mata yang berdeviasi menjadi

lurus. Tes ini sangat bermanfaat pada monofixation syndrome. Pasien

pada kondisi ini dapat mengurangi derajat deviasi yang terukur pada

cover test bergantian dengan menggunakan kontrol parsial pada

heteroforia yang telah ada melalui fusi perifer ketika kedua mata terbuka.

Pada kasus ini, tes prism and cover serentak dapat mengukur derajat

heterotropia yang disertai heteroforia.

Cover-uncover test pada heteroforia


Prism and Cover tes

3.2 Pemeriksaan Refleks Cahaya Kornea

Pemeriksaan refleks cahaya kornea berguna untuk menilai ocular

alignment pada pasien yang kurang kooperatif untuk dilakukannya cover test atau

yang memiliki kemampuaan fiksasi yang buruk. Beberapa metode pemeriksaan

ini adalah Hirschberg, Krimsky modifikasi, Bruckner, dan amblioskop mayor.

a. Metode Hirschberg
Metode Hirschberg dilakukan dengan mengarahkan sumber cahaya

(misalnya dari penlight) ke mata pasien. Pasien diminta melihat ke arah

sumber cahaya, dan posisi pemeriksa tepat di belakang sumber cahaya. Tes

Hirschberg hanya dapat dilakukan pada jarak dekat. Temporal

displacement dari refleks cahaya mengindikasikan adanya asotropia, nasal

displacement mengindikasikan adanya eksotropia, dan inferior

displacement menunjukkanadanya hipertropia. Didasarkan pada konsep


bahwa desentrasi sebesar 1 mm dari refleks cahaya kornea berhubungan

dengan sekitar 7 deviasi okular dari aksis visual. Oleh karena itu, refleks

cahaya pada margin pupil, yaitu sekitar 2 mm dari pertengahan pupil (pada

pupil yang berukuran 4 mm) menandakan adanya deviasi sekitar 15.

Refleks yang terlihat pada regio pertengahan iris yang berjarak sekitar 4

mm dari pertengahan pupil, menandakan adanya deviasi sekitar 30,

seterusnya refleks pada limbus sekitar 45 deviasi.


b. Tes Krimsky
Tes Krimsky mempergunakan prisma sebagai tambahan dari tes

Hirschberg untuk mengukur strabismus. Tes ini diindikasikan untuk

mengukur ukuran deviasi pada pasien yang kurang kooperatif dan visus

yang buruk (20/400 atau lebih). Prisma ditempatkan di depan salah satu

mata, dengan base prisma yang tepat (esotropia menggunakan base-out,

eksotropia menggunakan base-in, hipertropia menggunakan base-down)

untuk menetralisasi deviasi. Penlight kemudian diarahkan ke kedua mata

seperti pada tes Hirschberg. Kekuatan prisma dinaikkan atau dikurangi

hingga refleks cahaya pada masing-masing mata sama dan simetris jatuh

di tengah pupil.

2.8. Terapi

1. Terapi oklusi
Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup
untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia. Apabila terdapat
kesalahan refraksi yang cukup signifikan, juga digunakan kaca mata.
Dikenal dua stadium terapi ambliopia yang berhasil : perbaikan awal
dan pemeliharaan ketajaman penglihatan yang telah diperbaiki
tersebut.
- Stadium awal
Terapi awal standar adalah penutupan terus menerus. Pada
beberapa kasus hanya diterapkan penutupan paruh waktu apabila
ambliopianya tidak terlalu parah atau anak terlalu muda. Sebagai
petunjuk, penutupan terus menerus dapat dilakukan sampai beberapa
minggu (setara dengan usia anak dalam tahun) tanpa risiko penurunan
penglihatan pada mata yang baik. Terapi oklusi dilanjutkan selama
ketajaman penglihatan sebaiknya tidak terus menerus lebih 4 bulan
apabila tidak terdapat kemajuan.
- Stadium pemeliharaan
Terapi pemeliharaan terdiri dari penutupan paruh waktu yang
dilanjutkan setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan
terbaik melewati usia di mana ambliopia kemungkinan besar kambuh
(sekitar usia 8 tahun).
2. Terapi atropin
Beberapa anak intoleran terhadap terapi oklusi. Pada kasus-kasus
seperti ini yang memiliki hiperopia sedang atau tinggi, terapi atropin
mungkin efektf. Atropin menyebabkan siklopegia sehingga
menurunkan kemampuan akomodasi. Mata yang baik ditetesi dengan
atropin, digunakan kacamata untuk memfokuskan mata tersebut hanya
untuk fiksasi jauh atau dekat. Di luar waktu tersebut, pasien didorong
menggunakan mata yang ambliopik. Tetes atropin 1 % setiap beberapa
hari biasanya cukup untuk menimbulkan siklopegia menetap.
a. Alat optik :
1. Kaca mata
Alat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata
yang diresepkan secara akurat. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan
oleh kacamata memungkinkan mata menggunakan mekanisme fusi
alamiah sebesar-besarnya. Kesalahan refraksi yang ringan tidak perlu
diperbaiki. Apabila terdapat hiperopia dan esotropia yang bermakna,
esotropia tersebut mungkin (paling tidak sebagian) disebabkan oleh
hiperopia (esotropia akomodatif). Resep kacamata
mengkompensasikan temuan-temuan sikloplegik penuh. Apabila
mungkin, gunakan kacamata bifokus yang memungkinkan relaksasi
untuk akomodasi penglihatan dekat.
2. Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis.
Unsur-unsur retina dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia.
Penjajaran sensorik mata yang tepat juga merupakan suatu bentuk
terapi antisupresi. Apabila digunakan sebelum operasi, prisma dapat
merangsang efek sensorik yang akan timbul setelah tindakan bedah.
Pada pasien dengan deviasi horizontal, prisma akan memperlihatkan
kemampuan pasien untuk memfusikan deviasi vertikal kecil yang
simultan, sehingga dapat merupakan indikasi apakah juga harus
dilakukan tindakan bedah untuk komponen vertikal. Pada anak dengan
esotropia, dapat digunakan prisma sebelum operasi untuk
memperkirakan pergeseran posisi pascaoperasi yang dapat
mementahkan hasil pembedahan, dan rencana pembedahan dapat
dimodifikasi sesuai hal tersebut (uji adaptasi prisma).

b. Obat farmakologik :
1. Miotik
Ekotiopat iodida dan isoflurorat menyebabkan asetilkolinesterase
inaktif ditaut neuromuskular sehingga efek setiap impuls saraf menguat.
Akomodasi menjadi lebih efektif relatif terhadap konvergensi daripada
sebelum pengobatan. Karena akomodasi mengontrol refleks dekat (trias
akomodasi, konvergensi, dan miosis), penurunan akomodasi akan
menurunkan konvergensi dan sdudut deviasi akan secara bermakna
berkurang, sering sampai nol.
2. Toksin botulinum
Penyuntikan toksin botulinum tipe A (Botox) ke dalam suatu otot
intraokular menimbulkan paralisis otot tersebut yang lamanya bergantung
dosis. Penyuntikan diberikan dibawah kontrol posisi secara
elektromiografik dengan menggunakan jarum elektroda bipolar. Toksin
berkaitan erat dengan jaringan otot. Dosis yang digunakan sangat kecil
sehingga tidak terjadi toksisitas sistemik. Untuk memperoleh efek
menetap, biasanya diperlukan dua kali injeksi atau lebih.
c. Ortoptik
Seorang ortoptis dilatih untuk menguasai metode-metode pemeriksaan
dan terapi pasien strabismus. Seorang ortoptis dapat membantu dalam
terapi praoperasi, terutama pada pasien-pasien dengan ambliopia.

Terapi bedah
Berbagai perubahan dalam efek rotasi suatu otot ekstraokular dapat
divapai dengan tindakan bedah. Yaitu :
1. Reseksi dan resesi.
Merupakan tindakan sederhana dengan memperkuat otot ekstraokular dan
melemahkan otot ekstraokular. Reseksi dimana otot dilepaskan dari mata,
diregangkan lebih panjang secara terukur, kemudian dijahit kembali ke
mata, biasanya ditempat insersi semula. Resesi dimana otot dilepas dari
mata, dibebaskan dari perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi.
Otot tersebut dijahit kembali ke mata pada ajarak tertentu di belakang
insersinya semula.
2. Penggeseran titik perlekatan otot
Hal ini dapat menimbulkan efek rotasional yang sebelumnya tidak dimiliki
otot tersebut. Misalnya pergeseran vertikal kedua otot rektus horizontal di
mata yang sama akan mempengaruhi posisi vertikal mata. Penggeseran
vertikal otot rektus horizontal dalam arah yang berlawanan mempengaruhi
posisi horizontal mata sewaktu memandang ke bawah dan ke atas.
3. Tindakan faden
Merupakan suatu operasi khusus untuk melemahkan otot, disebut juga
tindakan fiksasi posterior. Dalam operasi ini diciptakan suatu insersi otot
baru jauh dibelakang insersi semula. Hal ini menyebabkan pelemahan
mekanis otot sewaktu mata berotasi di dalam bidang kerjanya. Apabila
dikombinasi dengan resesi otot yang sama, operasi faden menimbulkan
efek melemahkan yang mencolok tanpa perubahan bermakna pada posisi
primer mata.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPILAN

Pasien datang dengan Mata berair sudah 5 hari ulai hari sabtu, mata
berair hanya pada mata kanan saja, ibu pasien mengeluh mata berairhanya
pada saat terkena cahaya, sebelumnya 5 hari SMRS pasien kelilipan
semut, 1 hari mata merah yang kanan. Kemudian saat melihat pasien jadi
juling, sebelumnya pasien panas badan 2 hari saat malam. pada
pemeriksaan fisik di dapatkan SAODS : lensa jernih dan FDODS : DBN
dan di tegakkan diagnosis strabismus esotrofia dan di berikan terapi
astenof dan metil P.

Setiap penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna itu disebut


strabismus. Ketidaksesuaian penjajaran tersebut dapat terjadi dalam segala arah-
ke dalam, ke luar, ke atas, dan ke bawah. Besar penyimpangan adalah besar sudut
mata yang menyimpang dari penjajaran. Strabismus yang terjadi pada kondisi
penglihatan binokular disebut strabismus manifes, heterotropia, atau tropia. Suatu
deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binokular terganggu (mis. dengan
penutupan salah satu mata) disebut strabismus laten, heterotrofia, atau foria.

Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesa yang cermat dari


mulai riwayat keluarga, usia, jenis onset, jenis deviasi. Kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan meliputi ketajaman penglihatan, pennetuan kesalahan
refraksi, inspeksi, penentuan sudut strabismus sampai pada pemeriksaan sensorik
meliputi pemeriksaan stereopsis, supresi dan potensial fusi.
Terapi pada strabismus untuk memulihkan efek sensorik yang merugikan
penjajaran mata terbaik yang dpat dicapai dengan terapi medis atau bedah. Terapi
medis meliputi terapi oklusi dan terapi atropin serta pemakaian kacamata dan obat
farmakologik. Sednangkan terapi bedah meliputi tindakan reseksi dan resesi,
penggeseran titik perlekatan otot.

Anda mungkin juga menyukai