STRABISMUS
Pembimbing :
dr. Kartini Sp. M
Disusun Oleh :
M SYAIFUL IKHSAN
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini sebagai sarana untuk mempelajari lebih
dalam tentang penyakit strabismus sehingga dapat mengoptimalisasi
kemampuan dan pelayanan pada pasien strabismus.
BAB II
TINJAUAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 4 tahun
Pekerjaan :-
Alamat : Lamongan
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Mata Berair
Mata berair sudah 5 hari ulai hari sabtu, mata berair hanya pada mata kanan saja, ibu
pasien mengeluh mata berairhanya pada saat terkena cahaya, sebelumnya 5 hari
SMRS pasien kelilipan semut, 1 hari mata merah yang kanan. Kemudian saat melihat
pasien jadi juling, sebelumnya pasien panas badan 2 hari saat malam.Riwayat
Penyakit Dahulu : (-)
GCS 456
b. Vital Sign
Tde
c. Status Generalis
- Kepala/Leher : anemis(-)/icterus(-)/sianosis(-)/dyspnea(-), pembesaran KGB
(-)
- Thorak :
Paru
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercostal -/-
Perkusi: Sonor/sonor
Jantung
- Abdomen : Cembung, soepl (+), meteorismus (-), BU (+) normal, nyeri tekan
suprapubik (+)
Inspeksi : Flat
Perkusi : timpani
- Ekstremitas : anemis (-), icterus (-), edema (-), akral Hangat kering merah,
CRT <3
- VODS : Sde
- TIO : Sde
- SAODS : Lensa jernih
FDODS : DBN
PROBLEM LIST
OS pandangan juling setelah tergigit semut
Initial Diagnosis
OS : Strabismus Paralitik
DD : Strabismus non paralitik
Planning Diagnosis :
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan segmen anterior
Planning Therapy :
Atenof
Metil P
Planning Monitoring
Vital sign
Perbaikan dan perburukan keluhan pasien
Visus, segmen anterior
Efek samping obat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju pada satu
obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus satu obyek,
pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir kearah dalam, luar,
atas, atau bawah.seseorang dengan mata juling tidak dapat melihat suatu
obyek dengan kedua mata secara serentak.
2.2. Etiologi
1. Faktor Keturunan
Genetik Patternnya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya
sudah jelas. Bilaorang tua yang menderita strabismus dengan operasi
berhasil baik, maka bila anaknyamenderita strabismus dan operasi akan
berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada vascial structure
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat
menyebabkanpenyimpangan posisi bola mata.
4. Kelainan dari tulang-tulang orbita
a) Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk
dan orbital abnormal,sehingga menimbulkan penyimpangan bola
mata.
b) Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
c) Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
d) Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
e) Kelainan Sensoris
5. Kelainan Inervasi
Gangguan proses transisi
2.3. Epidemologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan
sekitar 3% remajadan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan
wanita dalam perbandingan yang
sama.S t r a b i s m u s m e m p u n y a i p o l a k e t u r u n a n , s e b a g a i c
o n t o h , j i k a s a l a h s a t u a t a u k e d u a orangtuanya strabismus
, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Nam
un, b e b e r a p a k a s u s t e r j a d i t a n p a a d a n y a r i w a y a t s t r a b
i s m u s d a l a m k e l u a r g a . A n a k - a n a k disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat
riwayatk e l u a r g a s t r a b i s m u s , p e m e r i k s a a n m a t a d i s a r a n k
an dilakukan saat usia 12-18 bulan
2.4. Anatomi
Otot-Otot Luar Bola Mata
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan
abduksi ataumenggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini
dipersarafi oleh sarafke VI (saraf abdusen).
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan
aduksi ataumenggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini
dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan
menghasilkanelevasi, aduksi, dan intorsi bola mata yang dipersarafi
oleh saraf ke III(saraf okulomotor)
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan
depresi,adduksi, danekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf
okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi,
abduksi, dandepresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi,
abduksi, danelevasi yang dipersarafi saraf ke III (saraf okulomotor)
Gambar 1. Anatomi otot mata
Cara Kerja
Otot Nervus
Primer Sekunder Tertier
Rektus medial adduksi - - III
Rektus lateral abduksi - - VI
Rektus superior elevasi intorsi adduksi III
Rektus inferior depresi ekstorsi adduksi III
Oblikus superior intorsi depresi abduksi IV
Oblikus inferior ekstorsi elevasi abduksi III
2.5. Patofisiologi
2.6. Klasifikasi
Strabismus dapat dibagi dalam berbagai kategori
a. Menurut arah deviasi.
1) Ke luar : exptropia
2) Ke dalam : esotropia
3) Ke bawah : hypotropia
4) Ke atas : hypertropia
b. Menurut manifestasinya.
1) manifest = heterotropia
2) latent = heterophoria : deviasi terjadi apabila mekanisme fusi
diputus.
c. Menurut sudut deviasi
1) comitment strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai
posisi
2) non comitant strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada
kebanyakan kasusdisebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler,
karenanya sering disebut sebagai paralytic strabismus .
d. Menurut kemampuan fixasi mata
1) Unilateral strabismus : bila satu mata yang berdeviasi secara
konstan.
2) Alternating strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara
bergantian.
e. Menurut waktu berlangsungnya strabismus
1) Permanent : mata tampak berdeviasi secara konstan.
2) Intermittent : pada keadaan tertentu misalnya lelah, cemas dll, mata
kadang-kadang tampakberdeviasi, kadang-kadang normal.
ESOTROPIA
EKSOTROPIA
2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat :
- Riwayat keluarga : strabismus dan ambliopia sering ditemukan dalam
keluarga
- Usia onset : ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang.
Semakin dini onset strabismus, semakin buruk prognosis untuk fungsi
penglihatan binokularnya.
- Jenis onset : ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua arah. Hal
itu dapat lebih besar di posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi
primer untuk jauh atau dekat.
- Fiksasi : salah satu mata mungkin terus menerus menyimpang, atau
mungkin diamati fiksasi yang berpindah-pindah.
2. Ketajaman penglihatan
Ketajaman penglihatan harus dievaluasi sekalipun hanya dapat dilakukan
perkiraan kasar atau perbandingan dua mata. Masing-masing mata dievaluasi
tersendiri, karena pemeriksaan binokular tidak akan dapat memperlihatkan
gangguan penglihatan pada salah satu mata. Untuk pasien yang sangat muda,
mungkin hanya dapat dipastikan bahwa mata dapat mengikuti suatu sasaran yang
bergerak. Sasaran harus berukuran sekecil mungkin sesuai dengan usia, perhatian,
dan tingkat kewaspadaan anak. Fiksasi dikatakan normal apabila fiksasi tersebut
bersifat sentral (foveal) dan dipertahankan terus sementara mata mengikuti suatu
target yang bergerak. Salah satu teknik untuk mengukur kuantitas ketajaman
penglihatan pada anak adalah forced-choice preferential looking.
Pada usia 2,5-3 tahun, dapat dilakukan uji ketajaman penglihatan
pengenalan menggunakan gambar Allen. Pada usia 4 tahun, banyak anak dapat
memahami permainan E jungkir balik (Snellen) dan uji pengenalan HOTV.
Pada usia 5 atau 6 tahun, sebagian besar anak dapat berespons terhadap uji
ketajaman penglihatan alfabet Snellen.
3. Penilaian Ocular Aligment
Penilaian ocular alignment dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe dasar :
cover test, refleks cahaya kornea, tes dissimilar image, dan tes dissimilar target.
yang dibutuhkan untuk cover test. Jika pasien tidak mampu melakukan fiksasi
yang konstan pada target akomodatif, hasil tes ini dapat menjadi tidak valid, dan
Ada tiga tipe cover test, yaitu : cover-uncover test, alternating cover test,
1. Cover-uncover test
diperoleh hasil bahwa mata tersebut yang mengalami deviasi atau dapat
mata sebelahnya yang justru mengalami deviasi saat tes, maka kondisi ini
mengukur deviasi total. Tes ini tidak menilai secara spesifik masing-
pada kondisi ini dapat mengurangi derajat deviasi yang terukur pada
heteroforia yang telah ada melalui fusi perifer ketika kedua mata terbuka.
Pada kasus ini, tes prism and cover serentak dapat mengukur derajat
alignment pada pasien yang kurang kooperatif untuk dilakukannya cover test atau
a. Metode Hirschberg
Metode Hirschberg dilakukan dengan mengarahkan sumber cahaya
sumber cahaya, dan posisi pemeriksa tepat di belakang sumber cahaya. Tes
dengan sekitar 7 deviasi okular dari aksis visual. Oleh karena itu, refleks
cahaya pada margin pupil, yaitu sekitar 2 mm dari pertengahan pupil (pada
Refleks yang terlihat pada regio pertengahan iris yang berjarak sekitar 4
mengukur ukuran deviasi pada pasien yang kurang kooperatif dan visus
yang buruk (20/400 atau lebih). Prisma ditempatkan di depan salah satu
hingga refleks cahaya pada masing-masing mata sama dan simetris jatuh
di tengah pupil.
2.8. Terapi
1. Terapi oklusi
Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup
untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia. Apabila terdapat
kesalahan refraksi yang cukup signifikan, juga digunakan kaca mata.
Dikenal dua stadium terapi ambliopia yang berhasil : perbaikan awal
dan pemeliharaan ketajaman penglihatan yang telah diperbaiki
tersebut.
- Stadium awal
Terapi awal standar adalah penutupan terus menerus. Pada
beberapa kasus hanya diterapkan penutupan paruh waktu apabila
ambliopianya tidak terlalu parah atau anak terlalu muda. Sebagai
petunjuk, penutupan terus menerus dapat dilakukan sampai beberapa
minggu (setara dengan usia anak dalam tahun) tanpa risiko penurunan
penglihatan pada mata yang baik. Terapi oklusi dilanjutkan selama
ketajaman penglihatan sebaiknya tidak terus menerus lebih 4 bulan
apabila tidak terdapat kemajuan.
- Stadium pemeliharaan
Terapi pemeliharaan terdiri dari penutupan paruh waktu yang
dilanjutkan setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan
terbaik melewati usia di mana ambliopia kemungkinan besar kambuh
(sekitar usia 8 tahun).
2. Terapi atropin
Beberapa anak intoleran terhadap terapi oklusi. Pada kasus-kasus
seperti ini yang memiliki hiperopia sedang atau tinggi, terapi atropin
mungkin efektf. Atropin menyebabkan siklopegia sehingga
menurunkan kemampuan akomodasi. Mata yang baik ditetesi dengan
atropin, digunakan kacamata untuk memfokuskan mata tersebut hanya
untuk fiksasi jauh atau dekat. Di luar waktu tersebut, pasien didorong
menggunakan mata yang ambliopik. Tetes atropin 1 % setiap beberapa
hari biasanya cukup untuk menimbulkan siklopegia menetap.
a. Alat optik :
1. Kaca mata
Alat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata
yang diresepkan secara akurat. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan
oleh kacamata memungkinkan mata menggunakan mekanisme fusi
alamiah sebesar-besarnya. Kesalahan refraksi yang ringan tidak perlu
diperbaiki. Apabila terdapat hiperopia dan esotropia yang bermakna,
esotropia tersebut mungkin (paling tidak sebagian) disebabkan oleh
hiperopia (esotropia akomodatif). Resep kacamata
mengkompensasikan temuan-temuan sikloplegik penuh. Apabila
mungkin, gunakan kacamata bifokus yang memungkinkan relaksasi
untuk akomodasi penglihatan dekat.
2. Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis.
Unsur-unsur retina dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia.
Penjajaran sensorik mata yang tepat juga merupakan suatu bentuk
terapi antisupresi. Apabila digunakan sebelum operasi, prisma dapat
merangsang efek sensorik yang akan timbul setelah tindakan bedah.
Pada pasien dengan deviasi horizontal, prisma akan memperlihatkan
kemampuan pasien untuk memfusikan deviasi vertikal kecil yang
simultan, sehingga dapat merupakan indikasi apakah juga harus
dilakukan tindakan bedah untuk komponen vertikal. Pada anak dengan
esotropia, dapat digunakan prisma sebelum operasi untuk
memperkirakan pergeseran posisi pascaoperasi yang dapat
mementahkan hasil pembedahan, dan rencana pembedahan dapat
dimodifikasi sesuai hal tersebut (uji adaptasi prisma).
b. Obat farmakologik :
1. Miotik
Ekotiopat iodida dan isoflurorat menyebabkan asetilkolinesterase
inaktif ditaut neuromuskular sehingga efek setiap impuls saraf menguat.
Akomodasi menjadi lebih efektif relatif terhadap konvergensi daripada
sebelum pengobatan. Karena akomodasi mengontrol refleks dekat (trias
akomodasi, konvergensi, dan miosis), penurunan akomodasi akan
menurunkan konvergensi dan sdudut deviasi akan secara bermakna
berkurang, sering sampai nol.
2. Toksin botulinum
Penyuntikan toksin botulinum tipe A (Botox) ke dalam suatu otot
intraokular menimbulkan paralisis otot tersebut yang lamanya bergantung
dosis. Penyuntikan diberikan dibawah kontrol posisi secara
elektromiografik dengan menggunakan jarum elektroda bipolar. Toksin
berkaitan erat dengan jaringan otot. Dosis yang digunakan sangat kecil
sehingga tidak terjadi toksisitas sistemik. Untuk memperoleh efek
menetap, biasanya diperlukan dua kali injeksi atau lebih.
c. Ortoptik
Seorang ortoptis dilatih untuk menguasai metode-metode pemeriksaan
dan terapi pasien strabismus. Seorang ortoptis dapat membantu dalam
terapi praoperasi, terutama pada pasien-pasien dengan ambliopia.
Terapi bedah
Berbagai perubahan dalam efek rotasi suatu otot ekstraokular dapat
divapai dengan tindakan bedah. Yaitu :
1. Reseksi dan resesi.
Merupakan tindakan sederhana dengan memperkuat otot ekstraokular dan
melemahkan otot ekstraokular. Reseksi dimana otot dilepaskan dari mata,
diregangkan lebih panjang secara terukur, kemudian dijahit kembali ke
mata, biasanya ditempat insersi semula. Resesi dimana otot dilepas dari
mata, dibebaskan dari perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi.
Otot tersebut dijahit kembali ke mata pada ajarak tertentu di belakang
insersinya semula.
2. Penggeseran titik perlekatan otot
Hal ini dapat menimbulkan efek rotasional yang sebelumnya tidak dimiliki
otot tersebut. Misalnya pergeseran vertikal kedua otot rektus horizontal di
mata yang sama akan mempengaruhi posisi vertikal mata. Penggeseran
vertikal otot rektus horizontal dalam arah yang berlawanan mempengaruhi
posisi horizontal mata sewaktu memandang ke bawah dan ke atas.
3. Tindakan faden
Merupakan suatu operasi khusus untuk melemahkan otot, disebut juga
tindakan fiksasi posterior. Dalam operasi ini diciptakan suatu insersi otot
baru jauh dibelakang insersi semula. Hal ini menyebabkan pelemahan
mekanis otot sewaktu mata berotasi di dalam bidang kerjanya. Apabila
dikombinasi dengan resesi otot yang sama, operasi faden menimbulkan
efek melemahkan yang mencolok tanpa perubahan bermakna pada posisi
primer mata.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPILAN
Pasien datang dengan Mata berair sudah 5 hari ulai hari sabtu, mata
berair hanya pada mata kanan saja, ibu pasien mengeluh mata berairhanya
pada saat terkena cahaya, sebelumnya 5 hari SMRS pasien kelilipan
semut, 1 hari mata merah yang kanan. Kemudian saat melihat pasien jadi
juling, sebelumnya pasien panas badan 2 hari saat malam. pada
pemeriksaan fisik di dapatkan SAODS : lensa jernih dan FDODS : DBN
dan di tegakkan diagnosis strabismus esotrofia dan di berikan terapi
astenof dan metil P.