DI SUSUN
OLEH:
BIBlANA HOLO(2019.02.002)
Dlll KEBIDANAN TK 3
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat serta anugerah-Nya
sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan dalam
bentukyang sederhana. Semoga Makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca mengenai EMBOLI AIR KETUBAN
Harapan kami semoga makalah ini menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, walaupun kami akui masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah ini
karenailmu yang kami miliki masih sangat kurang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperanserta
dalam penyusunan makalah ini, dari awal sampai akhir hingga menjadi sebuah makalah.kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk pembuatan makalah
berikutnya terima kasih
2
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………....2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...4
1.1 Latar belakang……………………………………………………....4
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………...5
1.3 Tujuan dan manfaat………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….....6
2.1 Defenisi cairan ketuban……………………………………………..6
2.2 Emboli Air Ketuban………………………………………………....6
2.3 Etilogi………………………………………………………………....7
2.4 Fisiologi……………………………………………………………….8
2.5 Patofisiologi…………………………………………………………..9
2.6 Tanda gejala…………………………………………………………10
2.7 Gambaran klinis…………………………………………………….10
2.8 Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………….11
2.9 Penanganan……………………………………………………….….11
BAB III PENUTUP………………………………………………………………….13
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………...13
3.2 Saran……………………………………………………………….…13
3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….….….14
BAB I
PENDAHULUAN
4
Menconium dalam cairan ketuban dan kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima persen
wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air ketuban
atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi.
Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya
ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan
sedikit meningkat. Dalam kenyataannya memang emboli cairan ketuban jarang dijumpai,
namun kondisi ini dapat mengakibatkan kematian ibu dengan cepat. Sekalipun mortalitas
tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita
meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang
tidak terkendali. Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban terjadi pada
wanita, maka akan menyumbat aliran darah ke paru, yang bila meluas akan
mengakibatkan penyumbatan dijantung, sehinggaa iskemik dan kematian jantung secara
mendadak bisa terjadi. Karena wanita tersebut akan mengalami gangguan penapasan,
syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi perubahan pada membran mukosa akibat
dari hipoksia Cardiac arrest. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya
penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.). Risiko emboli cairan ketuban tidak bisa
diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan
kata lain, perjalanan kehamilan dari bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan
jaminan ibu aman dari ancaman EAK. Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu
mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus serupa.
Begitu juga sebaliknya
5
d. untuk mengetahui gejala klinis dari emboli air ketuban
e. untuk mengetahui diagnosis sampai penanganan emboli air ketuban
BAB II
PEMBAHASAN
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan
penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki
sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
7
2. Bronchospasme
3. Renjatan
a. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita
yang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit .
Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar
, mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus
menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
b. Janin besar intrauteri Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan
ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.
c. Kematian janin intrauteri 5 Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga
kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan
akan menyumbat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami
gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama
kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak tangani
dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian mendadak.
d. Menconium dalam cairan ketuban
e. Kontraksi uterus yang kuat Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat
memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan
pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah
masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang
mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada
ibu.
f. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi Dengan prosedur operasi tidak jauh
dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah
dan masuk ke pembuluh darah ibu.
2.4 Fisiologi
Ketuban (Amnion) manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah.
Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan mudigah yang sedang
tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion. Cairan ketuban (amnion)
pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid
yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea.
8
Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml
-1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30
ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu,
cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan,
produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran.
Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal
janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. Pada kehamilan
aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan 200 ml
berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi
pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion. Pada kondisi
dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan
oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia
esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
2.5 Patofisiologi
Studi-studi pada primate dengan menggunakan injeksi cairan amnion homolog, serta
study yang dilakukan secara cermat terhadap model kambing, menghasilkan penanaman
yang penting tentang kelainan hemodinamik sentral (Adamsons dkk, 1971, Hankins
dkk,1993, Stolte dkk, 1976). Setelah suatu fase awal hipertensi paru dan sistemik yang
singkat, terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik dan indeks kerja pulsasi ventrikel
kiri ( Clark dkk, 1988). Pada fase awal sering dijumpai desaturasi oksigen transient tetapi
mencolok sehingga sebagian besar pasien yang selamat mengalami cedera neurologist
(Harvey dkk, 1996). Pada wanita yang bertahan hidup melewati fase kolaps
kardiovaskuler awal, sering terjadi fase sekunder berupa cedera paru dan koagulopati.
Keterkaitan hipertonisitas uterus dengan kolaps kardiovaskuler tampaknya lebih
berupa efek daripada kausa emboli cairan amnion (Clark dkk, 1995). Memang aliran
darah uterus berhenti total apabila tekanan intrauterine melebihi 35 sampai 40 mmHg
(Towell, 1976). Dengan demikian . kontraksi hipertonik merupakan waktu yang paling
kecil kemungkinannya terjadi pertukaran janin-ibu. Demikian juga, tidak terjadi
hubungan sebab akibat antara pemakaian oksitosin dengan emboli cairan amnion dan
9
frekuensi pemakaian oksitosin tidak meningkat pada para wanita ini (American College
Of Obstetricians and Gynecologists, 1993).
Pathophysiology dari EAK yang kurang dipahami. Berdasarkan deskripsi awal, ia
berteori bahwa cairan ketuban dan sel-sel janin memasuki sirkulasi ibu, mungkin memicu
reaksi anafilaksis terhadap antigen janin. Namun, bahan janin tidak selalu ditemukan
dalam sirkulasi ibu pada pasien dengan EAK, dan materi berasal dari janin yang sering
ditemukan pada wanita yang tidak mengembangkan EAK.
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui
laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan
laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban
pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi,
antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya
berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk
sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon
inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok
sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu
dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke
jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru.
Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri
koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri
berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal
jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini
mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan
besar dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah
koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian
awal.
Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan.
Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan
mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
2.6 Tanda gejala
Tanda dan gejala embolisme cairan amnion ( Fahy , 2001 ) antara lain :
a. Hipotensi ( syok ), terutama disebabkan reaksi anapilactis terhadap adanya bahan
– bahan air ketuban dalam darah terutama emboli meconium bersifat lethal.
b. Gawat janin ( bila janin belum dilahirkan )
10
c. Edema paru atau sindrom distress pernafasan dewasa.
d. Henti kardiopulmoner
e. Sianosis
f. Koagulopati
g. Dispnea / sesak nafas yang sekonyong – konyongnya
h. Kejang , kadang perdarahan akibat KID merupakan tanda awal.
2.7 Gambaran klinis
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya
kalau wanita itu mulipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar , mungkin sudah
meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada
kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .Jika sesak juga didahului dengan gejala
mengigil yang diikuti dyspnea , vomitus , gelisah , dll disertai penurunan tekanan darah
yang cepat serta denyut nadi yang lemah dan cepat .Maka gambaran tersebut menjadi
lebih lengkap lagi . Jika sekarang dengan cepat timbul edema pulmoner padahal
sebelumnya tidak terdapat penyakit jantung , diagnosa emboli cairan ketuban jelas sudah
dapat dipastikan.
11
a. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek
yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi )
b. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia
& perdarahan .
c. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia
uteri. 9
d. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
e. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan
menghambat proses perbekuan
f. Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada
bronkospasme .
g. Isoproternol di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan
darah sistolik kira – kira 100 mmHg
h. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
i. 0ksigen selalu merupakan indikasi intubasi dan tekan akhir ekspirasi positif
(PEEP) mungkin diperlukan .
j. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan
sedian trombosit.
2. Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah
keadaan umum ibu stabil
3. X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium
kanan dan ventrikel kanan.
4. Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
5. Terapi tambahan :
a). Resusitasi cairan
b) .Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
c) Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
d) .Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
e) Terapiperdarahan pasca persalinandenganoksitosin
f) Segera rawat di ICU
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
13
Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan
ketuban, Kontraksi uterus yang kuat.
3.2 Saran
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori
beserta asuhan kebidanan emboli cairan ketuban, meskipun emboli cairan
ketuban jarang ditemukan, namun sebagai tim medis harus tetap waspada akan
terjadinya emboli cairan ketuban, sehingga secara tidak langsung dapat
mengurango mortalitas ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Ascula
Plus
SarwonoPrawiroharjo.
http://fkunhas.com/emboli-air-ketuban-eak-20100619156.html
14
Aini, 2011. emboli-cairan-ketuban. http://ainicahayamata.wordpress.com
http://www.emirfakhrudin.com
15