Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA TN. F DENGAN DIAGNOSA MEDIS CA TESTIS

DI RSUD. DR KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN

OLEH KELOMPOK 3

1. M. Athfal Faroby 9. Atika Novitasari


2. Nurul Fadillah 10. Jaya Sukmah
3. Bekti Putri Banowati 11. Indri Agustina
4. Tri Widyarma R 12. Nanda Rizma
5. Maudy Kusnaedy N 13. Sulistia
6. Rani Anggraeni 14. Yunita Rachelia C
7. Sinta Dewi Fitriani 15. Ade Rani M S
8. Yohana Berliana M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER TESTIS

I. Konsep Teori Kanker Testis


A. Definisi
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis
(buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan
adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).
Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam
kematian akibat kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35
tahun, adalah kanker yang paling umum pada pria yang berusia 15 tahun
hingga 35 tahun dan merupakan malignansi yang paling umum kedua
pada kelompok usia 35 tahun hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau
nongerminal. Tumor germinal timbul dari sel-sel germinal testis
(seminoma, terakokarsinoma, dan karsinoma embrional); tumor germinal
timbul dari epithelium.

B. Klasifikasi
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
1. Tumor sel bening
a. Tumor dengan satu pola histologik:
1) Seminoma
a) Seminoma spermatositik
b) Karsinoma embrional
c) Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
2) Teratoma
a) Matur
b) Imatur
c) Dengan transformasi maligna
b. Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik:
1) Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2) Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipenya)
3) Kombinasi lain (perinci)
2. Tumor stromal-tali kelamin
a. Bentuk berdiferensiasi baik:
1) Tumor sel leydig
2) Tumor sel sertoli
3) Tumor sel granulosa
b. Bentuk campuran (perinci)
c. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap

C. Penyebab
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai
dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran
payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).

Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis


tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia
tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker
testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua kanker pada pria
merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling
sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis
dikelompokkan menjadi:

1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis.


2. Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada
testis.
3. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi
menjadi subkategori:
4. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia
20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan
menyebar ke paru-paru dan hati.
5. Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak
laki-laki.
6. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40%
pada anak laki-laki. - Koriokarsinoma.
7. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli
dan sel granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis
tumor testis. Tumor bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa
menyebabkan salah satu gejala kanker testis, yaitu ginekomastia.

D. Patofisiologi
Mula-mula tumor berupa benjolan / tonjolan pada testis yang
kadang – kadang terasa nyeri. Tumor dapat menyebabkan timbulnya
cairan jernih dalam tunica vaginalis yang menimbulkan hidrocelle. Pada
stadium lebih lanjut timbul gejala –gejala yang disebabkan oleh anak
sebar / metastase misalnya pembesaran kelenjar getah bening regional,
anak sebar dalam paru – paru , hati dan lain – lain.
Seminoma mempunyai presdiposisi pada testis yang tidak turun
kedalam scrotum, bersifat paling jinak dan walaupun telah terbentuk
anak sebar pada waktu ditemukan , dengan orchidektomi lokal disertai
dengan penyinaran pada rongga abdomen dan regio genitalis
menghasilkan angka kematian kurang dari 10 % dalam waktu dua (2)
tahun . Anak sebar seminoma biasanya hanya sampai pada kelenjar getah
bening regional dan kelenjar – kelenjar sepanjang aorta. Penderita
seminoma yang berumur lebih muda ternyata mempunyai prognosis lebih
baik dari penderita yang lebih tua.Selain seminoma , tumor – tumor testis
cenderung untuk cepat beranak sebar kealat – alat dalam seperti : paru-
paru, hati, sumsum tulang, ginjal dan otak. Apabila pada waktu
pembedahan ternyata sudah terdapat anak sebar maka kemungkinan
hidup selama dua tahun sangat kecil. Tumor –tumor ini kurang peka
terhadap penyinaran sehingga dengan pembedahan radikal dan
penyinaran , 50% penderita mengalami kematian dalam waktu 2 tahun.
Pada beberapa kasus terutama choriocarsinoma terdapat peninggian
produksi FSH sehingga hormon ini dapat diketukan dalam air kemih.
Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh karena testis rusak
sehingga hambatan terhadap hipofisis tidak ada.

E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Gejala berupa :
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah – Ginekomastia
4. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat

G. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan :
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG
(human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar
AFP atau beta HCG.
3. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
5. Biopsi jaringan
Human chorionic gonadotropin dan a-fetoprotein adalah penanda
tumor yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda
tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan
dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal).

Tehnik imunositokimia yang terbaru dapat membantu


mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini.
Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis,
menggolongkan, dan memantau respon terhadap pengobatan. Uji
diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi segala
bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor;
limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem
limfatik; dan pemindai CT dada dan abdomen untuk menentukan
keluasan penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.
H. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pengobatan
kanker testis yaitu :
Sedikit komplikasi bedah yng dijumpai pada eksisi tumor primer,
penectomy, parcial atau complete misalnya saja :
1. Infeksi
2. Edema
3. Striktura uretra, jika uretral meatus yang baru harus dibuang

Komplikasi yang berhubungan dengan inguinal node dissection ;

1. Karena kompikasi dini ( early complication ) misalnya infeksi luka


(wound infection ) seroma , skin flap necrosis, plebitiis dan emboli
paru-paru atau pulmonary embolis
2. Komplikasi lanjutan (late complication) misalnya limpedema pada
scrotum dan anggota gerrak bagian bawah kaki

Komplikasi terapi radiasi :

1. Biassanya terlihat pada tumor yang berukuran lebih besar dari 4 cm


2. Uretral strictures ( pada 50% pasien)
3. Urethral fistula
4. Penile necrosis
5. Edema
6. Nyeri pada scrotum

I. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit.
Setelah kanker ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah
menentukan jenis sel kankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya:
1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa
sampai ke hati atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:

1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan


kelenjar getah bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar
energi tinggi lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi
pada tumor non-seminoma. Juga digunakan sebagai pengobatan utama
pada seminoma, terutama pada stadium awal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin
dan etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker.
Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor
non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah
menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang penderita.

Tumor seminoma

1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah


bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah
bening dan kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.

Tumor non-seminoma:

1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan


limfadenektomi perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut,
kemungkinan diikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid
atau vinblastin).
Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan
mencapai penyembuhan. Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel
dan keluasan anatomi penyakit. Testis diangkat dengan orkhioektomi
melalui suatu insisi inguinal dengan ligasi tinggi korda
spermatikus.Prosthesis yang terisi dengan jel dapat ditanamkan untuk
mengisi testis yang hilang. setelah orkhioektomi unilateral untuk kanker
testis, sebagian besar pasien tidak mengalami fungsi endokrin. Namun
demikian, pasien lainnya mengalami penurunan kadar hormonal, yang
menandakan bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat yang
normal. Diseksi nodus limfe retroperineal (RPLND) untuk mencegah
penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin dilakukan setelah
orkhioektomi.
Meskipun libido dan orgasme normal tidak mengalami gangguan setelah
RPLND, pasien mungkin dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan
akibat infertilitas. Menyimpan sperma di bank sperma sebelum operasi
mungkin menjadi pertimbangan. Iradiasi nodus limfe pascaoperasi dari
diagfragma sampai region iliaka digunakan untuk mengatasi seminoma
dan hanya diberikan pada tempat tumor saja. Testis lainnya dilindungi
dari radiasi untuk menyelamatkan fertilitas. Radiasi juga digunakan
untuk pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap kemoterapi atau
bagi mereka yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembedahan
nodus limfe.Karsinoma testis sangat responsive terhadap terapi medikasi.
Kemoterapi multiple dengan sisplantin dan preparat lainnya seperti
vinblastin, bleomisin, daktinomisin, dan siklofosfamid memberikan
persentase remisi yang tinggi. Hasil yang baik dapat dicapai dengan
mengkombinasi tipe pengobatan yang berbeda, termasuk pembedahan,
terapi radiasi, dan kemoterapi. Bahkan kanker testikuler diseminata
sekalipun, prognosisnya masih baik, dan penyakit kemungkinan dapat
disembuhkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan.

II. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Kanker Testis


A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat
dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan,
tingkat stress tinggi.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah.
3. Integritas ego
Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan
cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses,
nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri
atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak,
adiktif, bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah.
6. Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).
8. Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang
yang merokok). Pemajanan asbes
9. Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan
matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.
10. Seksualitas
Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan,
perubahan pada tingkat kepuasan.
11. Interaksi sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung. Riwayat
perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau
bantuan). Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.

B. Diagnosa
1. Ansietas b/d kurang pengetahuan
2. Nyeri (akut) b/d proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf,
inflamasi), efek samping terapi kanker.
3. Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b/d
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi
kemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung,
kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue,
ketidakmampuan mengontrol nyeri.
4. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut b/d efek samping
kemoterapi dan radiasi/radiotherapi.
5. Resiko tinggi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder
dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur
invasif.

C. Intervensi
RencanaTindakan
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
Keperawatan
1. Ansietas b/d kurang Setelah dilakukan 1. Tentukan pengalaman
pengetahuan tindakan keperawatan klien sebelumnya
selama.. Diharapkan terhadap penyakit yang
cemas berkurang dideritanya.
dengan KH : 2. Berikan informasi
a. Klien dapat tentang prognosis
mengurangi rasa secara akurat.
cemasnya 3. Beri kesempatan pada
b. Rileks dan dapat klien untuk
melihat dirinya mengekspresikan rasa
secara obyektif. marah, takut,
c. Menunjukkan konfrontasi. Beri
koping yang efektif informasi dengan
serta mampu emosi wajar dan
berpartisipasi ekspresi yang sesuai.
dalam pengobatan. 4. Jelaskan pengobatan,
tujuan dan efek
samping. Bantu klien
mempersiapkan diri
dalam pengobatan.
5. Catat koping yang
tidak efektif seperti
kurang interaksi sosial,
ketidak berdayaan.
6. Anjurkan untuk
mengembangkan
interaksi dengan
support system.
7. Berikan lingkungan
yang tenang dan
nyaman.
8. Pertahankan kontak
dengan klien, bicara
dan sentuhlah dengan
wajar.

2. Nyeri (akut) b/d Setelah dilakukan 1. Tentukan riwayat


proses penyakit tindakan keperawatan nyeri, lokasi, durasi
(penekanan/kerusakan selama.. Diharapkan dan intensitas
jaringan syaraf, nyeri berkurang 2. Evaluasi therapi:
infiltrasi sistem dengan KH : pembedahan, radiasi,
suplay syaraf, a. Klien mampu khemotherapi,
obstruksi jalur syaraf, mengontrol rasa biotherapi, ajarkan
inflamasi), efek nyeri melalui klien dan
samping terapi aktivitas keluarga tentang cara
kanker. b. Melaporkan nyeri menghadapinya
yang dialaminya 3. Berikan pengalihan
c. Mengikuti seperti reposisi dan
program aktivitas
pengobatan menyenangkan seperti
d. Mendemontrasikan mendengarkan
tehnik relaksasi musik atau nonton TV
dan pengalihan 4. Menganjurkan tehnik
rasa nyeri melalui penanganan stress
aktivitas yang (tehnik relaksasi,
mungkin visualisasi,
bimbingan),
gembira, dan berikan
sentuhan therapeutik.
5. Evaluasi nyeri,
berikan pengobatan
bila perlu.
Kolaboratif:
6. Disusikan penanganan
nyeri dengan dokter
dan juga dengan klien.
7. Berikan analgetik
sesuai indikasi seperti
morfin, methadone,
narcotik dll

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji pucat,


nutrisi (kurang dari tindakan keperawatan penyembuhan luka
kebutuhan tubuh) b/d selama.. Diharapkan yang lambat dan
hipermetabolik yang nutrisi pasien pembesaran kelenjar
berhubungan dengan tercukupi dengan KH : parotis.
kanker, konsekuensi a. Klien 2. Monitor intake
kemotherapi, radiasi, menunjukkan berat makanan setiap hari,
pembedahan badan yang stabil, apakah klien makan
(anoreksia, iritasi hasil lab normal sesuai dengan
lambung, kurangnya dan tidak ada kebutuhannya.
rasa kecap, nausea), tanda malnutrisi 3. Timbang dan ukur
emotional distress, b. Menyatakan berat badan, ukuran
fatigue, pengertiannya triceps serta amati
ketidakmampuan terhadap perlunya penurunan berat
mengontrol nyeri. intake yang badan.
adekuat 4. Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi
c. Berpartisipasi makanan tinggi kalori
dalam dengan intake cairan
penatalaksanaan yang adekuat.
diet yang 5. Anjurkan pula
berhubungan makanan kecil untuk
dengan klien.
penyakitnya 6. Kontrol faktor
lingkungan seperti bau
busuk atau bising.
Hindarkan
makanan yang
terlalu manis,
berlemak dan pedas.
7. Ciptakan suasana
makan yang
menyenangkan
misalnya makan
bersama teman atau
keluarga.
8. Anjurkan tehnik
relaksasi, visualisasi,
latihan moderate
sebelum makan.
9. Anjurkan komunikasi
terbuka tentang
problem anoreksia
yang dialami klien.
10. Kolaboratif:
11. Berikan pengobatan
sesuaiindikasiPhenotia
zine,
antidopaminergik,
corticosteroids,
vitamin khususnya A,
D, E dan B6, antacida

4. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji kesehatan gigi


kerusakan membran tindakan keperawatan dan mulut pada saat
mukosa mulut b/d selama.. Diharapkan pertemuan dengan
efek samping tidak terjadi kerusakan klien dan secara
kemoterapi dan membran mukosa periodik.
radiasi/radiotherapi. mulut pasien dengan 2. Kaji rongga mulut
KH : setiap hari, amati
a. Membran mukosa perubahan mukosa
tidak menunjukkan membran. Amati
kerusakan, terbebas tanda terbakar di
dari inflamasi dan mulut, perubahan
ulcerasi suara, rasa kecap,
b. Klien kekentalan ludah.
mengungkapkan 3. Diskusikan dengan
faktor penyebab klien tentang metode
secara verbal. pemeliharan oral
c. Klien mampu hygiene.
mendemontrasikan 4. Intruksikan perubahan
tehnik pola diet misalnya
mempertahankan/ hindari makanan
menjaga kebersihan panas, pedas, asam,
rongga mulut. makanan keras.
5. Amati dan jelaskan
pada klien tentang
tanda superinfeksi
oral.
6. Kolaboratif:
7. Konsultasi dengan
dokter gigi sebelum
kemotherapi
8. Berikan obat sesuai
indikasi, analgetik,
topikal lidocaine,
antimikrobial
mouthwash
preparation.
9. Kultur lesi oral.
5. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Cuci tangan sebelum
b/d tidak adekuatnya tindakan keperawatan dan sesudah melakukan
pertahanan tubuh selama.. Diharapkan tindakan. Batasi
sekunder dan sistem tidak terjadi infeksi pengunjung.
imun (efek dengan KH : 2. Jaga personal hygine
kemotherapi/radiasi), a. Klien mampu klien dengan baik.
malnutrisi, prosedur mengidentifikasi 3. Monitor temperatur.
invasif. dan berpartisipasi 4. Kaji semua sistem
dalam tindakan untuk melihat tanda-
pencegahan tanda infeksi.
infeksi. 5. Hindarkan/batasi
b. Tidak prosedur invasif dan
menunjukkan jaga aseptik prosedur.
tanda-tanda infeksi Kolaboratif:
dan penyembuhan 6. Monitor CBC, WBC,
luka berlangsung granulosit, platelets.
normal. 7. Berikan antibiotik bila
diindikasikan.

D. Evaluasi
1. Ansietas b/d kurang pengetahuan teratasi.
2. Nyeri (akut) b/d proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf,
inflamasi), efek samping terapi kanker teratasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b/d
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi
kemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung,
kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue,
ketidakmampuan mengontrol nyeri teratasi.
4. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut b/d efek samping
kemoterapi dan radiasi/radiotherapi teratasi.
Resiko tinggi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem
imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif teratasi.
KONSEP DASAR PALIATIF CARE

A. Pengertian
Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif
dan menyeluruh dengan pendekatan multidisipilin yang terintegrasi.
Perawatan paliatif untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala –
gejala suatu penyakit, namun bukan berupaya penyembuhan.
Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim
paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan
bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi
pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini,
penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah masalah lain, baik
masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO, 2002), dan pelayanan masa
duka cita bagi keluarga (WHO 2005).

B. Prinsip Perawatan Paliatif


1. Menghilangkan nyeri dan gejala – gejala yang menyiksa lain
2. Menghargai kehidupan dan gejala menghormati kematian sebagai suatu
proses normal
3. Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian
4. Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial,
budaya dari pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung
5. Memberi sistem dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin
tetap aktif sampai kematiannya
6. Memberi sistem dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa
sakit pasien, dan sewaktu masa perkabungan

C. Karakteristik perawatan paliatif


1. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan
2. Meningkatkan kualitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi
perjalanan penyakit
3. Perawatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
4. Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial
5. Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga

D. Manfaat perawatan paliatif


1. Meningkatkan kualitas hidup pasien GGK dan keluarganya
2. Mengurangi penderitaan pasien
3. Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
4. Meningkatkan kepatuhan pengobatan

E. Syarat perawatan paliatif


1. Menghargai otonomi dan pilihan pasien
2. Memberi akses sumber informasi yang adekuat
3. Ciptakan lingkungan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara
pasien dengan memberi perawatan
4. Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan
perawatan
5. Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan/agama dan
adat istiadat

F. Langkah-langkah Dalam Pelayanan Paliatif :


1. Menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien
2. Membantu pasien dalam membuat Advanced Care Planning (wasiat atau
keingingan terakhir)
3. Pengobatan penyakit penyerta dan aspek sosial yang muncul
4. Tata laksana gejala ( sesuai panduan dibawah )
5. Informasi dan edukasi perawatan pasien
6. Dukungan psikologis, kultural dan social
7. Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat atau
keputusan keluarga bila wasiat belum dibuat, misalnya: penghentian atau
tidak memberikan pengobatan yang memperpanjang proses menuju
kematian (resusitasi, ventilator, cairan, dll)
8. Pelayanan terhadap pasien dengan fase terminal

G. Indikasi pelayanan paliatif


Pelayanan paliatif dimulai sejak diagnosis kanker ditegakkan bila didapatkan
satu atau lebih kondisi di bawah ini :
1. Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang tidak dapat diatasi
2. Stres berat sehubungan dengan diagnosis atau terapi kanker
3. Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya
4. Permasalahan dalam pengambilan keputusann tentang terapi yang akan
atau sedang dilakukan
5. Pasien/keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif
6. Angka harapan hidup < 12 bulan (ECOG > 3 atau kanofsky < 50%,
metastasis otak, dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, vena
cava superior sindrom, kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan
tindakan atau tidak respon terhadap tindakan yaitu: kompresi tulang
belakang, bilirubin ≥2,5 mg/dl, kreatinin ≥3 mg/dl ). *tidak berlaku pada
pasien kanker anak
7. Pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan terapi yang
diberikan .
DAFTAR PUSTAKA

- Nupus, Nur Hayatul. 2014. Keperawatan Paliatif.


http://www.scribd.com/document/247848816/. Diakses pada tanggal 13
November 2018.
- Suzanne. C. Smeltzer,dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8 Volume 2. Jakarta. EGC.
- Tim Pokj PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta. Dewan Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai