Anda di halaman 1dari 9

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN PERKAWINAN ,

KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS DAN BAYI BARU LAHIR


D
I
S
U
S
U
N
OLEH : Kelompok 3
Nama :
1. Ester Gracia Manurung
2. Amanda Cahya Rinjani
3. Mimi Hartati
Dosen : Ibu Abela Mayunita SST, M.Kes

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap ibu Dosen Pengampu , Ibu Abela Mayunita, SST, M.Kes yang telah membimbing kami
dalam mengerjakan makalah ini.

Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas sosial budaya yang bertemakan ASPEK SOSIAL
BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN PERKAWINAN , KEHAMILAN, PERSALINAN,
NIFAS DAN BAYI BARU LAHIR . Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi seluruh pembaca.
Kami merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.

Bekasi, 24 Mei 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

 Latar belakang...................................................................................................................1.1

 Tujuan makalah.................................................................................................................1.2

 Rumusan masalah.............................................................................................................1.3

BAB II PEMBAHASAN

 Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan................................................................1.1.1

 Aspek sosial budaya pada setiap trimester kehamilan...................................................1.1.2

 Aspek sosial budaya selama persalinan kala I,II,III dan IV..........................................1.1.3

 Aspek sosial budaya dalam masa nifas..........................................................................1.1.4

 Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir.........................................1.1.5

BAB III PENUTUP

 Kesimpulan....................................................................................................................1.2.1

 Saran..............................................................................................................................1.2.2
BAB I
Pendahuluan

1.1............................................................................................................................Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia.
Dalam era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem pada masa ini
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah
yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada
ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan
lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor
kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai
pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan
ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera
manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah
mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai
dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.

1.2. Tujuan Makalah


Untuk Mengetahui aspek sosial budaya pada setiap perkawinan, trimester kehamila
dan persalinan kala I, II, III dan IV.

1.3. Rumusan Masalah


1. Bagaimana aspek sosial budaya pada setiap perkawinan ?
2. Bagaimana aspek sosial budaya pada setiap trimester kehamilan ?
3. Bagaimana aspek sosial budaya selama masa persalinan kala I,II,III,IV ?
4. Bagaimana aspek sosial budaya dalam masa nifas ?
5. Bagaimana aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir ?
BAB II
Pembahasan

1.1.1. Aspek Sosial budaya pada setiap perkawinan


Berdasarkan pada aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara
bertahap. Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalani hidup dengan
penuh kebahagian, dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan. Pada fase
pengenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang
sebenarnya dari pasangan. Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses
penyesuaian akan adanya perbedaan yang terjadi. Apabila sukses dalam menerima
kenyataan maka akan dilanjutkan dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila
pasangan sukses mengatasi problema keluarga dengan berapatasi dan membuat aturan
dan kesepakatan dalam rumah tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.
Menurut aspek sosial budaya faktor pendukung keberhasilan penyesuaian
perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta,
ekspresi afeksi, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri.
Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan
antar pribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta
kemampuan menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagiaan
dalam hidup berumah tangga akan tercapai.
Sedangkan menurut aspek sosial budaya faktor penghambat yang mempersulit
penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal baik suami maupun istri
tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal pernikahan, suami maupun
istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan agama diantara
suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam rumah tangga.
Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan,
perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam
perkawinan, yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah
tangga, sehingga masing- masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama
lain.
1.1.2. Aspek sosial budaya pada setiap trimester kehamilan
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu
juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan
si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu
yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka
merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh
mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya
sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain dari
kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-
permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada
usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih
adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang
menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang
relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pacta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah
gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang
sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif
terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita
hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab utama
dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi
yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan
bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah
satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di
masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting
karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil
pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan
besar sehingga akan mempersulit persalinan.

Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga
rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain
itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain
bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama
masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak
untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun
beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih
terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa
resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus
untuk rnengeluarkan placenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan
posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan
karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu
dan bayi sampai 40 hari.
Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan
yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek
tradisional tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan
kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau
bertahan hidup. Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila
tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses
persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang
kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan
dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan
medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau
keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis
yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan
dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula
nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang
diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah
si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau
oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah
sakit akan memakan biaya yang mahal.
Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis
dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya
suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi
merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan. Selain pada masa hamil, pantangan-
pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan
ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya,
ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI;
ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan
bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang
bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi
jamu tertentu untuk memperkuat tubuh

1.1.3. Aspek sosial budaya selama persalinan kala I,II,III dan IV


Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah
akan merangsang mulas. Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil,
tapi apa kandungannya belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke
dokter sebelum meminumnya. Soalnya, rumput ini hanya boleh diminum bila
pembukaannya sudah mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut
rahim sudah lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal.
Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum rumput ini karena
sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si ibu justru dirangsang
mulas pakai rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas
si ibu. Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi.
Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,
akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya
cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan
berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat
saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi.
Harus diketahui pula, yang membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air
ketuban. Itulah mengapa, bila air ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.
Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa, memang konotasinya
bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama
sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis, ibu hamil
meyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya.
Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tidak boleh
sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu
karena bisa mengakibatkan overweight.
Bukankah madu termasuk karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya. Jadi, madu
boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan,
sebaiknya segera hentikan. Akan halnya telur tak masalah, karena mengandung protein
yang juga menambah kalori.
Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan. Ini benar karena bisa
mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung alkohol, jadi panas ke
tubuh. Begitu juga tape. Pun untuk masakan yang menggunakan arak, sebaiknya
dihindari. Buah nanas juga, karena bisa mengakibatkan keguguran.
Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan. Yang
membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua
kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal
karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya
melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi sesuatu dapat ditangani segera.
Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu.
Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar
bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya
dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar
hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang
terjadi selama persalinan.
Faktor lain yang juga harus diperhatikan: riwayat kesehatan ibu, apakah pernah
menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil, apakah
mencukupi atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada
kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada
bayinya. Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan
anak hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar, kemampuan komunikasi yang kurang,
dan tak bisa kerja sama.

1.1.4. Aspek sosial budaya dalam masa Nifas

Anda mungkin juga menyukai