Anda di halaman 1dari 10

PKN

XII IPS 3
PERAN JAKSA DALAM PENEGAKAN HUKUM DI
INDONESIA
KELOMPOK 4 :
FIKRI ASSHIDIEQQI
FITRIA PADILA
M. ABDUR RAHMAN
NABILLA SETYANINGTYAS
NINAS NUR MALITA SARI
TUGAS JAKSA :
Melaksanakan tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di
daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan dan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Jaksa serta tugas-tugas lain yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung.
• FUNGSI JAKSA :
• Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis pemberian bimbingan dan pembinaan serta
pemberian perijinan sesuai dengan bidang tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung;
• penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana, pembinaan manajemen, administrasi,
organisasi dan tatalaksanaan serta pengelolaan atas milik negara menjadi tanggung jawabnya;
• pelaksanaan penegakan hukum baik preventif maupun yang berintikan keadilan di bidang pidana;.
• pelaksanaan pemberian bantuan di bidang intelijen yustisial, dibidang ketertiban dan
ketentraman umum, pemberian bantuan, pertimbangan, pelayanan dan penegaakan hukum di
bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian
hukum, kewibawaanm pemerintah dan penyelamatan kekayaan negara, berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan Jaksa Agung;
• penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain
yang layak berdasarkan penetapan Hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal - hal yang
dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri;
• pemberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah, penyusunan peraturan perundang-undangan
serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
• koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan, baik di dalam maupun dengan
instansi terkait atas pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung
• Sesuai dengan UU Kejaksaan, peran jaksa sebagai penuntut dan pelaksana ketetapan pengadilan. Apakah
peranan tersebut berbeda jika tiap proses peradilan hukum pidana dan perdata?
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU
Kejaksaan”), jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang pidana diatur
dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan antara lain:
a. melakukan penuntutan;
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan,
dan keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Jadi, tugas dan kewenangan jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor) putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Untuk perkara perdata, pelaksana
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah juru sita dan panitera dipimpin oleh ketua
pengadilan (lihat Pasal 54 ayat [2] UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
• Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang
Jaksa Agung meliputi :

1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan
wewenang kejaksaan.

2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang, mengesampingkan perkara demi
kepentingan umum.

3. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata
usaha negara; dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan
kasasi perkara pidana.

4. Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah
sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.

6. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri
setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar
negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.

7. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam
hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu
yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.
Kronologi Terjadinya Kasus Suap

• Sumber berita dari TEMPO.CO, Jakarta -


• Kejaksaan Agung berhasil menetapkan mantan Jaksa Chuck Suryosumpeno selaku Ketua Tim Satgasus Barang Rampasan dan
Barang Sita Eksekusi Kejaksaan Agung sebagai tersangka. Jaksa telah berhasil menetapkan pihak tersebut sebagai tersangka terkait
dugaan tindak pidana korupsi penyelesaian barang rampasan dan barang eksekusi yang diduga dilakukan oleh Tim Satgasus
Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi pada Kejaksaan Agung.
• "Ya benar, Pak Chuck sudah kami tetapkan sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana
Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung Warih Sadono melalui pesan singkat, Selasa, 6 November 2018.
• Warih menuturkan, tim penyidik Kejaksaan Agung berencana memanggil Chuck sebagai tersangka, Rabu, 7 November 2018. Ia
diduga telah melakukan upaya sita dan melelang aset tanpa prosedur yang benar
• Tim Satgassus Kejaksaan Agung telah menyita barang rampasan berupa tiga bidang tanah di wilayah Jatinegara, Puri
Kembangan, dan Cisarua terkait perkara korupsi pengemplang BLBI berkaitan Bank Harapan Sentosa (BHS) dengan nama terpidana
Hendra Rahardja.
• Penyitaan yang dilakukan Tim Satgassus Kejaksaan Agung tersebut dinilai tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure
(SOP). Sebab, penyitaan lahan di wilayah Jatinegara yang di atasnya berdiri sejumlah rumah mewah dilakukan tanpa melalui
pembentukan tim. Bahkan Tim Satgassus langsung melelang aset tersebut tanpa sepengetahuan dari Kejaksaan Agung.
• Kemudian, dari hasil penyitaan aset berupa tanah di wilayah Jatinegara, Cisarua, dan Puri Kembangan, negara dianggap tidak
mendapatkan pemasukan yang maksimal. Aset di wilayah Jatinegara hanya dijual Rp 25 miliar, dan itu pun dinilai tidak sesuai
ketentuan.

• Sesuai prosedur, barang rampasan berupa tanah itu seharusnya disita terlebih dulu, baru kemudian bisa dilelang. Dari uang muka Rp 6
miliar, Tim Satgassus hanya menyetorkan Rp 2 miliar ke Kejaksaan Agung dari hasil penyitaan dan lelang tersebut.

• Chuck Suryosumpeno melalui kuasa hukumnya Damian H Renjaan sempat membantah adanya kesalahan prosedur yang telah
dilakukan Tim Satgassus terkait penyitaan barang rampasan tersebut. Menurut Damian, tanah yang disita Tim Satgassus tersebut
bukan milik Hendra Rahardja terpidana kasus BLBI, melainkan tanah milik Taufik Hidayat, sehingga tidak perlu dilelang lagi setelah
dilakukan upaya penyitaan.

• Untuk tanah seluas 45 hektare di Puri Kembangan, Jakarta Barat, telah dicabut status sita eksekusinya oleh Kejaksaan Negeri Jakarta
Pusat pada 2004, sehingga telah kembali ke pemilik sebelumnya Taufik Hidayat.

• Terkait uang Rp 20 miliar, Damian mengatakan itu bukan dari tanah di Puri Kembangan, tetapi ada konverter Rp 5 miliar dari dana
pribadi Taufik kepada Hendra Rahardja. Tanah itu juga bukan milik Hendra Rahardja, sehingga tidak perlu ada pelelangan.

• Sementara itu, terkait barang rampasan di Jatinegara seluas 7,8 hektare yang hanya mendapatkan penerimaan Rp 2 miliar dari nilai
transaksi Rp 6 miliar, hasil penelusuran Kejaksaan Agung menemukan pemiliknya adalah Sri Wasihastuti, isteri Hendra Rahardja dan
dijual kepada Ardi Kusuma Rp 12 miliar. Ardi baru membayar Rp 6 miliar. Sisanya dicicil dan baru baru dibayar Rp 2 miliar.
Kejagung bisa menagih sisa Rp 4 miliar lainnya.
Menurut Kelompok kami yang seharusnya menjadi Penanggulangan kasus tersebut
diantaranya :

1. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Gratifikasi yang saat ini sedang berjalan di
Kementerian Hukum dan HAM.
2. Membangun koalisi dan advokasi bersama di tingkat pusat dalam wadah Komite Advokasi Nasional (KAN) di sektor
infrastruktur termasuk property, migas dan tambang, kesehatan, pendidikan, kehutanan dan sektor pangan.
3. Membangun Koalisi Advokasi Daerah di 34 provinsi untuk memperkuat jafingan advokasi dan koalisi si daerah.
4. Menerbitkan panduan pencegahan korupsi sektor swasta baik perusahaan besar dan UKM.
5. Mensosialisasikan resiko hukum bagi perusahaan sebagai subyek hukum (legal person) dan tanggung jawab pidananya
(Corporate criminal liability) sebagaimana diatur dalam peraturan Mahkamah Agung No.13 tahun 2016.
6. Memberikan pemahaman dasar anti korupsi dengan sosialisasi di korporasi
7. Menyusun panduan Indonesia melawan uang pelicin bersama Tranparensy International Indonesia dan
mensosialisasikannya
8. Mendorong kemampuan penecegahan korupsi di internal perusahaan dengan memberikan sertifikasi dan pelatihan Ahli
Pembangun Integritas di kalangan korporasi
9. Kampanye dan gerakan profit (profesional berintegritad) di kalangan bisnis. untuk melawan korupsi di dunia bisnis.
10. Terus mendorong penegakan hukum pelanggaran pidana di korporasi sebagaimana diatur UU Tipikor sebagai upaya
penjeraan.
KESIMPULAN :

• Menurut kelompok kami, peran jaksa tersebut dalam menangani kasus suap telah
mencapai prosedur yang telah tercantum dalam UUD yang berlaku di Indonesia, karena
Jaksa telah melakukan penyelidikan terlebih dahulu, setelah itu Jaksa mendapatkan hasil
beserta bukti dari penyelidikan kasus tersebut, Jaksa telah mengintrogasi pelaku, dan
Jaksa telah melakukan penyelidikan terhadap barang bukti dan menyita serta melelang
barang bukti. Dan Jaksa telah menetapkan hukum Pidana sesuai UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 1980 PASAL 3


TENTANG TINDAK PIDANA SUAP ”pidana bagi pelaku karena menerima suap, hukuman
tersebut telah tercantum dalam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun
atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah)”.
DAFTAR PUSTAKA :

• https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/10/22/pgzp6y430
-ini-10-upaya-kpk-mencegah-praktik-korupsi-di-perusahaan
• https://nasional.tempo.co/read/1143503/kejaksaan-agung-tetapkan-
mantan-jaksa-tersangka-kasus-korupsi/full&view=ok
• http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_80.htm

Anda mungkin juga menyukai