Anda di halaman 1dari 17

SURAT DAKWAAN

Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Acara Pidana

Disusun Oleh :
Fadhel Ally Muhammad 110110180241

Universitas Padjadjaran
Fakultas Hukum
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Acara Pidana (Hukum Acara Formil) yang lazim disebut dengan terminologi
bahasa belanda “Formeel Strafrecht” atau Straf Procesrecht” merupakan suatu aturan yang
menjamin, menegakkan, mempertahankan Hukum Pidana Materiel.
Hukum acara pidana merupakan suatu kumpulan aturan-aturan yang harus dijalankan
dalam proses suatu perkara di pengadilan dimana kumpulan aturan-aturan ini menjadi suatu
pedoman bagi penegak hukum dalam menerapkan hukum pidana maeteriel, agar dalam
menangani suatu kasus pidana tidak terjadi suatu kesalahan-kesalahan yang fatal dilakukan oleh
penagak hukum sperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri dalam menangani suatu
perkara pidana akan mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP), dan
ketentuan hukum materielnya juga mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.1
Asas-asa penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana antara lain:
1. Asas Legalitas dan Asas Opurtuinitas (Asas Penuntutan).
- Asas legalitas (Pasal 137 KUHAP)
Penuntut Umum wajib menuntut setiap orang yang melakukan tindak pidana, tanpa
terkecuali.
- Asas opurtunitas (Pasal 14 huruf h KUHAP)
Penuntut Umum berwenang Menuntut Perkara Demi Kepentingan umum bukan hukum,
Menurut asas ini Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak
pidana, jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum. Dengan kata lain
Penuntut Umum dapat Mempeti Es kan suatu perkara.
2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion Of Innonsence)
Seorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang
menyatakan kesalahannya, dan putusan itu sudah In Kracht (telah mempunyai kekuatan hukum
tetap).
3. Asas Peradilan Bebas

1
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta : Kencana, 2014), hlm 2
Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh dari
pihak atau kekuasaan manapun.
4. Equality Before The Low
Setiap orang (tersangka maupun terdakwa) baik miskin maupun kaya, pejabat maupun
orang biasa didalam pemeriksaan baik dihadapan penyidik, penuntut dan pemeriksaan
dipengadilan harus diperlakukan sama.
5. Asas Terbuka untuk Umum
Asas terbuka untuk umum pada pemeriksaan pengadilan maupun pembacaan putusan.
Untuk Tidak Pidana tertentu, (misal ; Tindak Pidana Pemerkosaan) pemeriksaan acara
pembuktian dilakukan Tertutup untuk umum, begutu pula dengan pengadilan anak.
6. Pemeriksaan dalam perkara pidana dilakukan secara langsung dan lisan
7. Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
8. Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Pemeriksaan, baik tahap penyidikan, Penuntut maupun di pengadilan, Tersangka
maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai denagn Harkat dan Martabat sebagai
manusia (diberi hak untuk membela diri) (Aquesator) tidak dianggap sebagai barang atau objek
yang diperiksa wujudnya (Inquesator)..
9. Asas Tida Hukum Tanpa Kesalahan
Pengadilan hanya dapat menghukum Tersangka atau terdakwa yang nyata-nyata
mempunyai kesalahan atas perbuatannya, ada peraturan yang dilanggar sebelum perbuatan itu
dilakukan.2
Hukum Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh
hakim, mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan yakni mulai
tahap pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan oleh jaksa/penuntut umum,
kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengajukan
keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian, acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik
serta pemeriksaan dianggap selesai dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan
oleh hakim (Majelis) serta penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk
umum (Bab XVI Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).

2
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta : Kencana, 2014), hlm 15
Peraturan hukum yang mengatur juga tentang tahapan pelaksanaan terhadap putusan
hakim yang telah diambil, dalam hal ini dapat dibedakan apabila putusan tersebut belum
“inkracht van gewijsde” dapat dimungkinkan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya serta
jaksa/ Penuntut Umum melakukan banding, kemudian kasasi dan peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung RI (Bab XVIII Pasal 233 sampai dengan Pasal 269 KUHAP) serta apabila
putusan telah “inkracht van gewijsde” dan terpidana tidak melakukan upaya grasi kepada
Presiden selaku Kepala Negara, putusan dapat dilaksanakan oleh jaksa dan Lembaga
Pemasyarakatan dengan pengawasan dan pengamatan oleh Ketua Pengadilan Negri (Bab XIX
Pasal 270 sampai dengan 283 KUHAP) sedangkan terpidana masih melakukan upaya grasi,
putusan tersebut ditunda terlebih dahulu pelaksanaannya menunggu upaya grasi tersebut turun
Dari tahapan-tahapan proses Hukum acara Pidana diatas ada yang disebut dengan
pembacaan dakwaan, dimana dakwaan merupakan surat tuntutan yang dibuat oeleh jaksa yang
ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar bagi hakim
dalam memeriksa dimuka pangadilan, Maka dari itu penulis akan menulis suatu makala yang
akan membahas tentang Surat Dakwaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Surat Dakwaan ?
2. Apa Isi dan syarat Surat Dakwaan ?
3. Apa Bentuk-bentuk Surat Dakwaan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Surat Dakwaan ?
2. Untuk mengetahui Isi dan syarat Surat Dakwaan ?
3. Untuk mengetahui Bentuk-bentuk Surat Dakwaan?

Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini agar masyarakat mengetahui dalam proses pemeriksaan
perkara pidana di muka pengadilan ada tahapan-tahapan yang harus dilwati oleh terdakwa agar
dalam praktek tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum pidana materiel sehingga untuk
mnjaga penyimpangan tersebut harus ditaatinya hukum acara formil agar dapat menjamin bahwa
sanya hukum pidana materiel telah dijalankan sebagaiman mestinya, dalam hal ini penulis
menuliskan makala ini agar masarakat mengetahui dalam proses penyelidikan di pengadilan ada
yang dinamakan pembacaan Surat Dakwaan, maka dari itu penulis dalam makala ini akan
menjelas Surat dakwaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Surat Dakwaan
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang
dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat
dakwaan dan menurut Nederbrug, pemeriksaan tidak batal jika batasan-batasan dilampaui,
namun putusan hakim hanya boleh mngenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu,
dalam hal ini ada beberapa pengertian Surat Dakwaan menurut para ahli sebagai berikut:
1. Harun M Husein
Surat dakwaan ialah suatu surat yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut
umum, yang memuat uraian tentan identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak pidana yang
didakwakan dengan unsur-unsur tidak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana
yang bersangkutan, diseratai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh
terdakwa, surat yang menjadi dasar dan batas ruang pemeriksaan di samping penadilan.3
2. A. Krim Nasution
Suatu surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan,
yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan
dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa
dapat dijatuhi hukuman.
3. M. Yahya Harahap
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan,
dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan
4. Mr. I.A. Negerburgh
Surat ini adalah sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana, karena ialah yang
merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim. Memang
pemeriksaan itu tidak batal jika batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan hakim hanyalah boleh
mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas-batas itu.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari surat dakwaan adalah
suatu surat yang merupakn suatu tuntutan yang dibuat oleh jaksa berdasarkan hasil pemeriksaan

3
Monang Siahaan, Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Grasindo, 2017), hlm 185.
penyidikan yang mana perumusan tindak pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tindak
pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan dan merupakan
suatu dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka pengadilan.

Fungsi Surat Dakwaan


Surat Dakwaan menempati posisi sentral dan strategis dalam pemeriksaan perkara pidana
di Pengadilan, karena itu Surat Dakwaan sangat dominan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas
penuntutan. Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara
pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat dikategorikan :
a. Bagi Pengadilan/Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar dan sekaligus membatasi
ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan;
b. Bagi Penutut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian/analisis yuridis,
tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;
c. Bagi terdakwa/Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar untuk
mempersiapkan pembelaan.

2.2 Isi dan Syarat-syarat Surat Dakwaan


Surat dakwaan merupakan suatu dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan
peridangan dipengadilan yang mana surat dakwaan ini dibuat oleh jaksa penuntut umum dari
hasil pemeriksaan penyidikan suatu perkara pidana, dan isi dari surat dakwaan ini berisikan
tindak pidana yang dilakukan terdakwa dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap.
Perumusan cermat, jelas dan lengkap merupakan aspek yang disyaratkan oleh ketentuan
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Apabila suatu surat dakwaan dibuat dengan melanggar
ketentuan pasal tersebut, surat dakwaan menjadi “obscuur libel” dan batal demi hukum (“Van
rechtwege nietig” atau “null and void”).
Surat dakwaan berisikan perumusan locus dan tempus delicti, aspek “locus dan tempus”
delicti ini sangat penting dan harus ada dan termuat dalam surat dakwaan. Dalam praktik,
perumusan “locus dan temous” delicti lazimnya dicantumkan dengan redaksional, misalnya
melalui kata-kata sebagai berikut: “Bahwa terdakwa A pada hari minggu tanggal 29 juni 2011
sekitar pukul 16 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu hari dalam bulan juni tahun 2011,
bertempat di jalan Gajahmada Nomor 25, Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di tempat lain yang
masih dalam wilayah hukum Pengadilan Negri Jakarta Pusat.
Apabila dirumuskan lebih detail, perumusan “locus dan tempus” terjadinya tindak pidana
dicantumkan dan penting urgensinya dalam aspek-aspek antara lain
- Kompetensi Relatif (Relative Competentie) sebagaimana ketentuan Pasal 137, Pasal 148,
Pasal 149 Jo 84 KUHAP.
- Ruang lingkup berlalunya undang-undang pidana (Pasal 2 sampai dengan Pasal 9
KUHAP).
- Berkorelatif dengan unsur yang disyaratkan bagi tindak pidana dengan kualifikasi “(Pasal
154, Pasal 156, dan Pasal 160 KUHAP).
Sedangkan untuk perumusan “waktu atau tempus” terjadinya tindak pidana dicantumkan penting
urgensinya dalam aspek-aspek sebagai berikut :
- Penerapan ketentuan Pasal 1 ayat (1), (2) KUHP khususnya dalam rangka mengetahui
apakah tindak pidana tersebut telah ada ketentuan hukumnya serta berkaitan dengan perubahan
undang-undang.
- Penentuan adanya alibi baik mengenai waktu maupun tempatnya.
- Untuk penentuan kepastian umum terdakwa dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 45
KUHP atau kepastian umum si korban dalam tindak pidana kesusilaan.
- Penentuan tentang kadaluwarsa (Pasal 78 sampai dengan 82 KUHP).
- Untuk melihat keadaan yang bersifat memberatkan sebagaimana disyaratkan Pasal 363
KUHP ataupun hal yang secara tegas ditentukan undang-undang untuk dapat terdakwa dihukum
(Pasal 123 KUHP).
- Penentuan Tentang residive (Pasal 486 sampai dengan 488 KUHP).
Syarat-syarat Surat Dakwaan
Pasal 143 (2) KUHAP menetapkan syarat syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan
Surat Dakwaan, yakni syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan Penuntut
Umum dan identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam praktek disebut sebagai
syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a KUHAP, syarat formil meliputi :
a. Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum pernbuat
Surat Dakwaan;
b. Surat Dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama
lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan.
Disamping syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam praktek tersebut
sebagai syarat materiil.
Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi :
a. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;
b.Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu
dilakukan.
Uraian secara cermat, berarti menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam
mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi terdakwa.
Uraian secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat
Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan terhadap dirinya
dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik baiknya. Uraian secara lengkap, berarti
Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur unsur
tersebut harus terlukis didalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan.
Secara materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat Dakwaan
tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang :
1. Tindak Pidana yang dilakukan;
2. Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut;
3. Dimana Tindak Pidana dilakukan;
4. Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan;
5. Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan;
6. Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil);
7. Apakah yang mendorong terdakwa melakukan Tindak Pidana tersebut (delik delik
tertentu);
8. Ketentuan ketentuan Pidana yang diterapkan.
Komponen komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak
Pidana yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik
materiii). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah syarat yang
berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat Dakwaan, sedang syarat materiil adalah syarat
yang berkenaan dengan materi/substansi Surat Dakwaan. Untuk keabsahan Surat Dakwaan,
kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat
Dakwaan dapat dibatalkan (vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil.
menyebabkan dakwaan batal demi hukum (absolut nietig).

2.3 Bentuk-bentuk Surat Dakwaan


Tahap penuntutan dalam hukum acara pidana diatur secara merinci dalam Bab XV Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Pasal 143 KUHAP menyatakan secara jelas
bahwa untuk mengadili suatu perkara, Penuntut Umum wajib mengajukan permintaan disertai
dengan suatu surat dakwaan.
Menyadari betapa pentingnya peranan Surat Dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana
di Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-
004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Surat Edaran tersebut ditujukan agar dapat
keseragaman para Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan. Dalam Surat Edaran ini,
disebutkan tentang bentuk-bentuk surat dakwaan antara lain:
1. Dakwaan Tunggal
Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak
terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya;contoh
hanya didakwakan Tindak Pidana Pencurian (pasal 362 KUHP).
2. Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan
yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya.
Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang
paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari
beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan
urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu
dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat Dakwaan ini, antara lapisan satu dengan yang lainnya
menggunakan kata sambung atau.
Contoh dakwaan alternatif:
Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP) atau Kedua: Penadahan (Pasal 480 KUHP)
3. Dakwaan Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari beberapa
lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi
sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang
diancam dengan pidana terendah.
Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan
teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara
tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.
Contoh dakwaan subsidair:
Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) Subsidair: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
4. Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua
dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara
tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal
Terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana
yang berdiri sendiri.
Contoh dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan Kedua: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363
KUHP) Dan Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau
digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Contoh dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP); Subsidair: Pembunuhan biasa
(Pasal 338 KUHP); dan Kedua: Primair: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);
Subsidair: Pencurian (Pasal 362 KUHP)
Berbeda halnya dengan dan, atau dan subsidair, untuk kata juncto, kata ini digunakan
untuk menjelaskan pasal yang memiliki hubungan satu dengan lainnya. Pasal-pasal ini tidak
dibatasi hanya untuk satu undang-undang, pula tidak dibatasi hanya untuk penerapan pasal pada
tindak pidana
Mengingat hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka penggunaan kata dan, atau, juncto, atau
primair-subsidair disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Dalam
hal terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak
Pidana dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan
pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif (menggunakan kata atau) atau dakwaan
subsidair. Sedangkan, dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-
masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri-sendiri dipergunakan bentuk dakwaan
kumulatif (menggunakan kata dan).

Contoh Surat Dakwaan


KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG
“ UNTUK KEADILAN “

SURAT DAKWAAN
No.Reg.Perkara : 25/D/04/2009
I. IDENTITAS TERDAKWA :
1. Nama Lengkap : Reki Kurniawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 36 tahun/ 20 April 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Pakintelan RT: 4 RW: 2, Pakintelan, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
2. Nama Lengkap : M Arief Setiawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 3 Februari 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Cempaka Sari RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
3. Nama Lengkap : Sony Hidayat
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 2 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Mangga RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA

II. PENAHANAN
- Ditahan penyidik Polri sejak tanggal 4 April 2009 sampai dengan tanggal 7 April 2009
- Ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polri tanggal 7 April 2009
- Oleh Jaksa Penuntut Umum tidak dilakukan Penahanan

III. DAKWAAN
Primair :
------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada hari Rabu tanggal
1 April 2009 sekitar pukul 17.00 WIB bertempat di kost Beruang Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2,
Sekaran, Gunungpati telah melakukan penganiayaan yang telah direncanakan terhadap Adhitya
Wildana dan Joko Susilo, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
------Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl.
Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada
Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa dan bila saat itu tidak bertemu
manto maka sebagai pengganti rasa kecewa terdakwa sepakat untuk menganiaya siapa saja yang
berada di kost beruang. Kebetulan pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko
Susilo yang sontak menjadi pelampiasan amarah para terdakwa usai melampiaskan amarah
terdakwa juga meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada korban lalu
pergi meninggalkan tempat kejadian.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 353 ayat 1 KUHP.

Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat
sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan melakukan pemerasan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo untuk
memberikan sejumlah uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Perbuatan tersebut
dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang
ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang
kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto
sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat
itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan
amarah dari terdakwa. Selain itu terdakwa juga memaksa korban untuk menyerahkan uang
sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) setelah menerima uang tersebut terdakwa pergi
meninggalkan tempat kejadian.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 1 KUHP.

Lebih Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat
sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dan melawan hukum
melakukan penganiayaan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo. Perbuatan tersebut
dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang
ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang
kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto
sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat
itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan
amarah dari terdakwa. Pelampiasan amarah dilakukan terdakwa dengan cara meminta uang
sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) disertai dengan kekerasan. Setelah korban
menyerahkan uang terdakwa lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 268 ayat 1 KUHP.
Semarang, 15 Maret 2009
JAKSA PENUNTUT UMUM

INDRA SINAGA.S.H

JAKSA MUDA NIP. 230028068


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh hakim,
mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan yakni mulai tahap
pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan oleh jaksa/penuntut umum,
kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengajukan
keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian, acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik
serta pemeriksaan dianggap selesai dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan
oleh hakim (Majelis) serta penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk
umum (Bab XVI Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat
dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat
dakwaan dan menurut Nederbrug, pemeriksaan tidak batal jika batasan-batasan dilampaui,
namun putusan hakim hanya boleh mngenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari surat dakwaan adalah suatu surat
yang merupakn suatu tuntutan yang dibuat oleh jaksa berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan
yang mana perumusan tindak pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tindak pidana
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan dan merupakan suatu
dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka pengadilan.

Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca memperkaya
khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
Andi, S. (2014). Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana.

Siahaan, M. (2017). Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai