Anda di halaman 1dari 5

Nama : Yohanes Gracio Gultom

Nim : 02011282126354

Kelas : B Inderalaya

No. DPNA 147

UTS Hukum Acara Pidana

1. Subsistem dalam peradilan pidana terdiri dari Polisi , Jaksa , Hakim dan Lembaga
Pemasyarakatan. Berikan pendapat anda mengenai proses penegakan hukum di
Indonesia ! Pilih salah satu dari 1 penegak hukum di subsistem dalam sistem peradilan
pidana!
Jawab:
Jaksa adalah “pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut dan pelaksana putusan pengadilan yang mempunyai res
judicata tetap, serta kekuasaan lain berdasarkan Undang-Undang Dasar”. Penuntutan
merupakan kewenangan satu-satunya yang hanya dimiliki oleh kejaksaan, dan
tidak dimiliki oleh lembaga lain. Kewenangan untuk melakukan penuntutan adalah
dominus litis kejaksaan baik di Indonesia, Belanda maupun Amerika, namun tidak
di Inggris. Di Inggris, penuntutan dapat di ajukan secara perseorangan, tetapi
dalam perkara-perkara tertentu, penuntutan perseorangan dapat di ambil oleh penuntut
umum kejaksaan. Menurut Pasal 30 ayat 1-3 UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan.
1) Dalam bidang tindak pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut:
a) Untuk mematuhi hukum;
b) Untuk mematuhi keputusan hakim dan keputusan pengadilan, yang telah
menjadi definitif secara definitif;
c) Pengendalian pelaksanaan putusan pidana penangguhan, putusan pidana
pengawasan, dan putusan pembebasan bersyarat;
d) Melakukan penyidikan tindak pidana berdasarkan undang-undang;
e) Melengkapi berkas prosedural tertentu dan melakukan penyelidikan lebih lanjut
untuk tujuan ini sebelum dikirim ke pengadilan, yang akan dikoordinasikan
dengan otoritas penyidik dalam pelaksanaannya.
2) Dalam bidang tata usaha perdata dan negara, penuntut yang diberi wewenang
khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
nama negara atau pemerintah.
3) Kejaksaan juga menyelenggarakan kegiatan di bidang ketertiban dan ketenteraman
masyarakat .
Pada tahun 2004, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004,
kedudukan kejaksaan semakin ditegaskan kedudukan kejaksaan sebagai pejabat yang
berfungsi, yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, serta
kewenangan lainnya yang berdasarkan hukum. Dengan demikian, pengertian
“penuntut” dalam UU No. 16 Tahun 2004 lebih luas dari pada Pasal 1 Pasal 6a KUHAP.
Oleh karena itu, dua wewenang jaksa adalah: Sebagai pengacara dan eksekutor
bersama. Proses kejaksaan dalam sistem pidana sebagai landasan hukum, hukum
menjadi sangat penting, karena lembaga peradilan mampu mendamaikan berbagai
persoalan hukum dan menerjemahkannya ke dalam bentuk yang konkrit. Dan dengan
adanya lembaga peradilan maka akan terjadi proses hukum sebagai bentuk legitimasi
atau pengesahan berbagai perilaku baik dalam hubungan individu maupun kelompok
sosial. Proses pidana dapat dipahami sebagai keseluruhan tahapan penyidikan perkara
pidana untuk menemukan tindak pidana yang dilakukan dan melakukan penindakan
pidana terhadap pelakunya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dapat disimpulkan bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan meliputi:
1) Tahap Pemeriksaan
Pengertian pemeriksaan diatur dalam pasal 1 ayat 1 KUHP.
2) Tahap Penuntutan
Tahap tersebut merupakan tahap penuntutan dimana jaksa mendapat
kewenangan penuntutan secara penuh. Penuntutan adalah tindakan penuntut
umum dengan mana perkara pidana diteruskan ke pengadilan negeri yang
bersangkutan tentang hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang dan dengan
cara penyidikan dan penetapan oleh hakim yang mengadili keluar dengan cara
yang berbeda. Cara ini tergantung pada keseriusan kasusnya, jika kasusnya
biasa saja yang mengakibatkan hukuman lebih dari satu tahun, maka penuntutan
dapat dilakukan dengan cara biasa. Penuntutan perkara biasanya ditandai
dengan berkas perkara yang lengkap dan kompleks yang memuat berbagai
peristiwa yang disiapkan oleh penyidik. Ciri utama penuntutan ini adalah selalu
disertai dengan dakwaan, dipersiapkan dengan cermat dan lengkap oleh
kejaksaan, yang memberikan sendiri dokumennya dan yang juga harus hadir di
tingkat pertama. Selain penegakan hukum biasa, polisi juga bisa dilakukan
dalam perjalanan singkat. Tuduhan ini membawa hukuman yang lebih rendah
hingga 1 tahun penjara. Berkas-berkasnya biasanya tidak berbelit-belit, meski
jaksa tetap menyiapkan dan mengajukan dakwaan sederhana. Dalam jenis
penuntutan ini, penuntut umum mengirimkan dokumen langsung ke pengadilan,
yang kemudian dicatat oleh panitera. Setelah menerima surat/hasil penyidikan
dari penyidik, kejaksaan segera menugaskan salah satu kejaksaan untuk
melakukan penyidikan dan penyidikan, dan berdasarkan penyidikannya,
kejaksaan melakukan presentasi kepada panitera pengadilan negeri. termasuk:
 Mengembalikan dokumen kepada penguji karena ternyata tidak
lengkap, disertai petunjuk tentang apa yang akan dilakukan oleh
penguji. Bagian 14 KUHAP berkaitan dengan dakwaan sementara.
 Penggabungan atau pemisahan berkas hasil penyidikan sudah lengkap
tetapi tidak cukup bukti atau kasusnya bukan tindak pidana dan masih
diusulkan untuk dibatalkan tuntutannya. Hasil penyidikan sudah
lengkap dan dapat diajukan ke pengadilan negeri. Dalam hal ini
Kejaksaan Republik Indonesia mengeluarkan surat pengangkatan
sebagai jaksa. Dalam hal ini, kejaksaan menyiapkan dakwaan akhir dan
kemudian menyerahkan jaksa ke pengadilan negeri. Mengenai
kebijakan penuntutan, kejaksaan memutuskan apakah perkara hasil
penyidikan siap atau tidak diteruskan ke pengadilan negeri untuk
penyidikan. Itulah yang tertulis di pasal 139 KUHP. Jika menurut
pendapat penuntut umum, tidak cukup bukti untuk diajukan ke
pengadilan atau jika kasus tersebut bukan merupakan tindak pidana,
maka penuntut umum yang memutuskan (Pasal 140 ayat 2 butir b
KUHAP Sehubungan dengan kuasa umum kejaksaan untuk
menghentikan secara sah persidangan berdasarkan Pasal 140 ayat 2 butir
a KUHAP, Petunjuk Pelaksanaan KUHAP menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan “berhenti beracara secara sah” adalah dalam Buku I.
Bab VIII KUHP, yang menyangkut pengabaian hak bertindak menurut
Pasal 76, 77, 78 dan 82 KUHP. Kejaksaan bertanggung jawab untuk
mengadili perkara-perkara yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya
sebagai kejaksaan. Jaksa adalah jaksa yang diberi wewenang
berdasarkan undang-undang itu untuk melakukan penuntutan pidana
dan mengangkat hakim. Kejaksaan dalam rangka kewenangannya harus
segera membuat surat dakwaan berdasarkan hasil penyidikan. Jika
kejaksaan memutuskan bahwa tidak ada cukup bukti atau kejadian
tersebut bukan merupakan tindak pidana atau kasus tersebut telah
dibatalkan secara hukum, kejaksaan akan menghentikan penuntutan
sesuai dengan proses putusan. Jika terdakwa dalam tahanan, dia harus
segera dibebaskan dari tahanan.

2. Salah satu asas dalam hukum acara pidana adalah Asas Peradilan Sederhana Cepat dan
biaya Ringan. Berikan pendapat anda mengenai pelaksanaan asas tersebut di Indonesia!
Jawab:
Menurut saya pelaksanaan asas tersebut sangat berguna dan sangat membantu
masyarakat terhadap menjalani proses hukum di Indonesia. Maksud dari asas sederhana
ialah hukum acara yang jelas dan mudah dipahami, serta tidak berbelit-belit sehingga
orang yang berperkara tidak bingung dengan proses hukum yang di jalaninya,
kemudian asas cepat adalah pemeriksaan perkara dilakukan secara cepat dan tidak
diulur-ulur ini sangat penting agar tidak memakan waktu yang banyak dan tidak
berlarut proses peradilannya, asas biaya ringan artinya biaya perkaranya murah agar
tidak memberatkan pihak manapun. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
telah diatur dalam Undang-Undang Peradilan No. 48 Tahun 2009, yang menyatakan
bahwa persidangan itu sederhana, cepat dan murah untuk dilakukan dan bahwa
pengadilan mendukung para pencari keadilan. dan mencoba untuk mengatasi semua
kendala dan rintangan untuk mencapai percobaan yang mudah, cepat dan terjangkau.
Selain itu, penjelasan undang-undang menyebutkan bahwa ketentuan ini dimaksudkan
untuk memenuhi harapan para pencari keadilan. Undang-Undang Hukum Acara Pidana
No. 8 Tahun 1981 tidak secara tegas disusun dengan cepat, sederhana dan murah, tetapi
asasnya ditegakkan dengan undang-undang. Dalam Deklarasi Umum tersebut
menyatakan bahwa asas perlindungan harkat dan martabat manusia termaktub dalam
Hukum Peradilan. Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Peradilan,
Pasal 2 ayat (4) menyatakan bahwa proses peradilan harus dilakukan secara sederhana,
cepat dan murah. Asas kemudahan, kecepatan dan biaya rendah merupakan asas hukum
dasar penegakan dan pengelolaan hukum, yang bermuara pada asas dan asas efisiensi
dan efektifitas.

Anda mungkin juga menyukai