Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian bunyi Pasal 1 Ayat

(3) UUD 1945 setelah diamandemen ketiga disahkan 10 November

2001.Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna, bahwa segala aspek kehidupan

dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa

berdasarkan atas hukum.Untuk mewujudkan negara hukum salah satunya

diperlukan perangkat hukum yang digunakan untuk mengatur keseimbangan dan

keadilan di segala bidang kehidupan dan penghidupan rakyat melalui peraturan

perundang-undangan dengan tidak mengesampingkan fungsi yurisprudensi.Hal ini

memperlihatkan bahwa peraturan perundang-undangan mempunyai peranan yang

penting dalam negara hukum Indonesia.1

Menurut A.Hamid S. Attamimi, peraturan perundang-undangan adalah

semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk

tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai sanksi dan berlaku umum

serta mengikat rakyat.Kemudian Bagir Manan memberikan definisi bahwa

peraturan perundang-undangan adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan

oleh pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau

mengikat umum.Bersifat dan berlaku secara umum maksudnya tidak

mengidentifikasi individu tertentu sehingga berlaku bagi setiap subyek hukum

1
https://www.padamu.net/pengertian-negara-indonesia-adalah-negara-hukum

1
yang memenuhi unsur yang terkandung dalam ketentuan mengenai pola tingkah

laku tersebut.2

Namun bagaimana dengan putusan hakim yang ternyata memiliki

kejanggalan dalam memberikan pertimbangan atau putusan akhir sehingga

menggambarkan hukum yang tidak baik. Kitab undang-undang hukum pidana

sangat jelas mengatur segala bentuk tindak pidana, dan jika dalam proses

penyidikan, lalu proses penuntutan yang merupakan bagian dari hukum acara

pidana dan ternyata diputus menjadi tidak perbuatan pidana, membuat Saya

mengkritisi hal tersebut, tentunya ini membuat kelemahan dan kecacatan hukum

sehingga menjadi tidak efektif. Seperti halnya sebuah putusan pidana pada pasir

pengaraian Nomor :234/pid.b/2011/pn.psp yang mana amar putusannya adalah

1. Menyatakan para terdawak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan

kepada mereka, akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan pidana

2. Para terdakwa dilepaskan dan dibebaskan dari segala tuntutan hakim

3. Memulihkan hak para terdakwa dalam kemapuan, kedudukan dan harkat

serta martabatnya

Dari ketiga amar putusan tersebut, disinilah letak keunikannya yang mana,

putusannya menerangkan terbukti melakukan, tetapi tidak merupakan perbuatan

pidana. Dari sini sangatlah menarik dikaji.Tentunya perlu pengkajian lebih dalam

sehingga dapat memahami kerangka putusan ini. Sampai dengan kasasipun tetap

dinyatakan hal yang sama.Dengan begitu perlu pengkajian khusus.Kita tahu

bahwa Putusan Hakim merupakan tindakan akhir dari Hakim di dalam

persidangan, menentukan apakah di hukum atau tidak si pelaku,sehingga putusan

2
A.Hamid S. Attamimi, Dikembangkan oleh Maria Farida Indrati S, dari Perkuliahan
Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta, Kanisius, 2007,hlm.35

2
Hakim dapat disimpulkan sebuah pernyataan dari seorang hakim dalam

memutuskan suatu perkara di dalam persidangan dan memiliki kekuatan hukum

tetap.Sedangkan Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam

bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum

sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair).Sedangkan akta

perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah

antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai

putusan.Dalam hukum pidana, ada 2 (dua) jenis putusan hakim yang dikenal

selama ini, yaitu yang pertama, putusan sela dan yang kedua, putusan akhir.3

1. Putusan Sela4;

Dalam peradilan pidana surat dakwaan merupakan dasar atau kerangka

pemeriksaan terhadap terdakwa disuatu persidangan. Terdakwa hanya dapat

diperiksa, dipersalahkan, dan dikenakan pidana atas pasal yang didakwakan oleh

penuntut umum, dalam arti hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

terdakwa di luar dari pasal yang didakwakan tersebut. Oleh karena itu, dalam

membuat surat dakwaan, penuntut umum harus memperhatikan syarat-syarat

limitatif, sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang-undang, yaitu Pasal 143

KUHAP syarat formil dan syarat materiil. Sedangkan jenis-jenis Putusan Hakim

Dalam Perkara PidanaTerhadap surat dakwaan penuntut umum tersebut, ada hak

secara yuridis dari terdakwa atau penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan

keberatan (eksepsi), dimana dalam praktik persidangan biasanya eksepsi yang

diajukan meliputi eksepsi pengadilan tidak berwenang mengadili (exeptie

onbevoegheid) baik absolud maupun yang relatif, eksepsi dakwaan tidak dapat

3
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Sinar Grafika, ,
1996, hlm. 251.
4
Ibid,Hlm.345

3
diterima, eksepsi pada yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana, eksepsi

terhadap perkara yang nebis in idem, eksepsi terhadap perkara telah kadaluarsa,

eksepsi bahwa apa yang dilakukan terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana

yang dilakukan, eksepsi surat dakwaan kabur (obscure libel), eksepsi dakwaan

tidak lengkap, ataupun eksepsi dakwaan error in persona.5

Atas keberatan (eksepsi) yang menyangkut kewenangan pengadilan

dalam negeri mengadili suatu perkara atau dakwaan tidak dapat diterima

makasurat dakwaan harus dibatalkan. Sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (1)

KUHAP, hakim akan memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk

menyatakan pendapatnya, kemudian hakim akan mempertimbangkannya,

selanjutnya akan diambil suatu putusan oleh hakim.Adapun materi putusan hakim

terhadap keberatan (eksepsi) yang menyangkut kewenangan mengadili, dakwaan

tidak dapat diterima atau bahkan surat dakwaan harus dibatalkan, sebagaimana

ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP antara lain:

a. Menyataan Keberatan (Eksepsi) Diterima6

b. Menyatakan Keberatan (Eksepsi) Tidak Dapat Diterima7

Putusan Akhir yang mana setelah pemeriksaan perkara dinyatakan selesai oleh

hakim, maka sampailah hakim pada tugasnya, yaitu menjatuhkan putusan, yang

akanmemberikan penyelesaian pada suatu perkara yang terjadi antara negara

dengan warga negaranya. Putusan yang demikian biasanya disebut sebagai

5
Ibid,hlm.32
6
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta
2001,hlm.72
7
Ibid

4
Putusan akhir. Menurut KUHAP ada beberapa jenis putusan akhir yang dapat

dijatuhkan oleh hakim dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut8 :

a. Putusan Bebas (Vrijspraak) bahwasanya, Putusan bebas (Vrijspraak) adalah

putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang berupa pembebasan terdakwa dari

suatu tindak pidana yang dituduhkan terhadapnya, apabila dalam dakwaan

yang diajukan oleh penuntut umum terhadap terdakwa di persidangan,

ternyata setelah melalui proses pemeriksaan dalam persidangan, tidak

ditemukannya adanya bukti-bukti yang cukup yang menyatakan bahwa

terdakwalah yang melakukan tindak pidana dimaksud, maka kepada terdakwa

haruslah dinyatakan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan

penuntut umum, sehingga oleh karena itu terhadap terdakwa haruslah

dinyatakan dibebaskan dari segala dakwaan (Pasal 191 ayat (1) KUHAP)

b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum ( Onslaag van Alle Recht

Vervolging) yaitu Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum

dijatuhkan oleh hakim apabila dalam persidangan ternyata terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan Penuntut

Umum, tetapi diketahui bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan

perbuatan pidana, dan oleh karena itu terhadap terdakwa akan dinyatakan

lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

c. Putusan Pemidanaan adalah Dalam hal terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam

dakwaan penuntut umum, maka terhadap terdakwa harus dijatuhi pidana yang

8
Kaligis, Otto Cornelis, dkk, Praperadilan Dalam Kenyataan, Djambatan, Jakarta,1997,
hlm.65

5
setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya (Pasal 193 ayat (1)

KUHAP). Putusan Mahkamah Agung RI No. 553.K/Pid/1982, tanggal 17

Januari 1983 menegaskan bahwa ukuran pidana yang dijatuhkan merupakan

kewenangan dari judex facti untuk menjatuhkan pidana, dimana hal tersebut

tidak diatur dalam undang-undang dan hanya ada batasan maksimal pidana

yang dapat dijatuhkan, sebagaimana dalam KUHP atau dalam undang-undang

tertentu ada batas minimal, seperti dalam Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No.

31 Tahun 2001 tentang HAM.

Dengan demikian, Putusan hakim menurut Saya sangat bagus untuk

dikaji, karena dengan mengkaji putusan, banyak aspek yang didapat atau

dipelajari,sehingga menurut peniliti hal seperti ini banyak memberikan manfaat

kepada sarjana hukum.Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengkaji peristiwa

hukum dan putusan hakim ini sehingga mendapatkan wawasan dan penguasaan

yang lebih dalam terkait dengan Hukum pidana, sehingga judulnya adalah

“Analisis Yuridis terhdap Putusan Tindak Pidana Pencurian yang lepas dari segala

tuntutan pada Pengadilan Negeri Pasir Pengraian Studi Kasus Perkara No.1640

K/Pid/2015”.

B. MASALAH POKOK

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dalam hal ini menetapkan masalah yang

dibahas dalam Sayaan ini, Adapun masalah tersebut adalah

1. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam memutuskan Perkara pidana

Mahkamah Agung Nomor. 1640 K/PID/2015 terkait dengan tindak pidana

pencurian?

6
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara

Pertimbangan hakim terhadap putusan pidana mahkamah agung

nomor.1640 k/pid/2012 terkait dengan tindak pidana pencurian perspektif hukum

pidana dapat berangkat dari putusan pertamanya, namun keadilan seperti

apa,tentunya Saya telah melakukan kajian secara mendalam dan sistematis,logis

serta kritis.

Adapaun alasan pertimbangan yang dikabulkan oleh mahkamah agung

terhadap putusan ini adalah, Bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum

tidak dapatdibenarkan, Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum, Judex

Factitelah mempertimbangkan dengan tepat dan benar yang berkesimpulan

bahwapara Terdakwa dan kawan-kawan tidak melakukan pelanggaran

terhadapdakwaan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP mengingat para Terdakwa dan

kawan-kawan telah mengambil kelapa sawit milik mereka sendiri, para Terdakwa

telahsering memanen sejak 2010, tidak pernah meminta izin kepada PT.

MerangkaiArtha Nusantara (PT.MAN) berdasarkan perjanjian dan pernyataan PT.

MANtahun 2006 dengan pola 40% untuk perusahaan dan 60% untuk masyarakat.

Karena itu PT. MAN tidak lagi operasional di Desa Payung Sekaki

KecamatanTambusai pola kemitraan sejak tahun 1995 berakhir tahun 2000

sesuaiketerangan beberapa saksi antara lain saksi Muhammad Retnanto, Sumali

danDrs. Roy Roberto.

7
Bahwa atas dasar perjanjian itu, objek berupa kelapa sawit tersebutbukan

milik PT. MAN, karena itu perbuatan para Terdakwa dan kawan-kawan di

benarkan, menimbang juga bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula

ternyata,putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum

dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak.

Judex factie disini 9adalah salah menerapkan hukum, yakni judex facti

dengan melawan hak, tidak mempertimbangkan secara cermat alat bukti berupa

surat-surat yang diajukan di muka pengadilan.Adapun bagaimana pertimbangan

hakimnyaperlu untuk dikaji yakni:

i. Bahwaanya putusan ini terbukti melakukan perbuatan pidana, akan tetapi tidak

merupakan pidana

ii. Bahwasanya ada bukti-bukti kepemilikan surat para terdakwa saksi junaidi dan

saksi kakananda saputra sebagai saksi PT.Man mendasarkan kepemilikannya

atas 5 ton tandan buah sawit berdasarkan surat pernyataan masing-masing

masyarakat kepada perusahaan PT.Sawit mas riau yang pada pokoknya

menerangkan bahwa tanah dibagi menjadi 60% untuk yang membuat dan 40%

untuk perusahaan, dimana surat pernyataan tersebut yang dibuat dan ditanda

tanagani oleh masing-masing masyarakat tersebut edan ditandatangani serta

diketahui pula sebagian oleh saksi Slamat yang saat itu menjabat sebagai

kepala desapayung sekaki dan sebagaian oleh jhon hendrik lubis.

iii. Bahwa terhadap tanah tandan buah sawit yang menjadi obyek dalam perkara

ini, sehubungan dengan surat yang diajukan di persidangan tidak ada yang

9
Andi Hamzah, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta,hlm.25

8
tersirat dengan jelas, karena masing-masing hanya menerangkan mengenai

lahan/tanah saja, akan tetapi baik dari perusahaan PT.MAN maupun para

terdakwa menganggap bahwa tanah/lahan tersebut berikut yang ada diatasnya.

Tentunya 3 poin ini menjadi dasar analisis peneiliti untuk

menemukan.Bagaimana kajian pertimbangan hakim terhadap perkara ini.Apabila

ditelaah lebih dalam pada unsur unsur pasal yang diterpakan adalah Pasal 363 ayat

(1) ke-4 merupakan pasal pencurian dengan pemberatan yang ancaman

hukumanya dinaikkan menjadi maksimum 7 tahun.

Semua unsur pasal dalam putusan ini sudah terpenuhi,namun perlu

ditelisik lebih dalam masi bisa dilepaskan, dan saya mengkaji lagi bahwa

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang

diancam dengan pidana. Antara larangan dengan acaman pidana ada hubungan

yang erat, seperti hubungan peristiwa dengan oranng yang menyebabkan peristiwa

tersebut, utuk menyatakan hubungan tersebut dipakailah kata “perbuatan” yang

berarti suatu pengertian abstrak yang menunjukan kepada dua hal yang konkrit.

Istilah lain yang dipakai dalamhukum pidana, yaitu; “tindakan pidana”. Perbuatan

pidana dapat disamakan dengan istilah belanda, yaitu; strafbaarfeit, menurut

Simon; strafbaarfeit adalah kelakuan oleh seseorang yang dapat bertanggung

jawab, berhubungan denga kesalahan yang bersifat melawan kukum dan diancam

pidana.

Dalam perbuatan terdapat unsur-unsur, yaitu: Pertama, kelakuan dan

akibat. Kedua, sebab atau keadaan tertentu yang mentertai perbuatan, menurut

Van Hamel; sebab-sebab terbagi dalam dua golongan, berkaitan dengan diri

9
orang tersebut dan dan di luar diri orang tersebut. Ketiga, kerena keadaan

tambahan atau unsur-unsur yang memberatkan.Keempat, sifat melawan

hukum.Kelima, unsur melawan hukum secara obyektif dan subyektif.10

Perbuatan pidana terbagi atas; tindak kejahatan (misdrijven) dan

pelanggaran (overtredingen).11Selai dari perbuatan tersebut terdapat pula yang

disebut: Delik dolus (denga kesengajaan) dan delik culva (dengan pengabaian),

delik commissionis (melanggar hukum dengan perbuatan) dan delik ommissionis

(melanggar hukum dengan tidak melakukan perbuatan hukum), delik biasa dan

delik yang dikualifisir (delik biasa dengan unsur-unsur yang memberatkan), delik

penerus (dengan akibat perbuatan yang lama) dan delik tidak penerus (akibat

perbuatan tidak lama).

Locus delicti atau yang dikenal dengan tempat terjadinya perkara, dikenal

dua teeori, yaitu; yang menyatakan tempat terjadinya perkara adalah tempat

tedakwa berbuat, dan yang menyatakan tempat tarjadinya perkara adalah tempat

terdakwa berbuat dan mungkin tempat dari akibat perbuatan.

Jadi setelah melakukan pembahasan maka menurut saya karena dalam

putusan ini adalah putusan lepas (onslag van recht vervolging), maka segala

tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan

jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum,

akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan

merupakan tindak pidana.

10
Andi Hamzah, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta,hlm.34
11
Ibid,hlm.77

10
Tindak pidana itu sedniri adalah perbuatan melakukan atau tidak

melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap

pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan

umum.

Sementara unsur kesalahan adalah :

a. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat ( Schuldfahigkeit

atau Zurechnungsfahigkeit) artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal

b. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatanya berupa kesengajaan

(dolus) atau keapaan (culpa) : ini di sebut bentuk-bentuk kesalahan.

c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan

pemaaf.

Terlebih lagi adalah perbuatan yang terbukti tersebut bukan merupakan

tindak pidana, artinya ada hal-hal Alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan

kesalahan terdakwa.Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat

melawan hukum jadi tetap merupakan tindak pidana, tetapi dia tidak dipidana

karena tidak ada kesalahan yang dapat menyebabkan perbuatan tersebut hilang

ketindak pidanaannya.Selanjutnya jugadalam praktek peradilan dikenal alasan

suatu perbuatan tidak menjadi tindak pidana, yakni :Perbuatan tersebut masuk

dalam ruang lingkup perdata, Putusan MA No. 645 K/Pid/1982, perbuatan yang

didakwakan dalam dakwaan terbukti, akan tetapi bukan merupakan kejahatan

ataupun pelanggaran sebab apa yang didakwakan adalah hubungan kemitraan

kedua belah pihak.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan pada sebelumnya, maka tibalah saatnya

Saya melakukan penarikan kesimpulan terkait dengan Pertimbangan hakim dalam

memutuskan putusan Mahkamah Agung Nomor.1640 K/PID/2015 terkait dengan

tindak pidana pencurian terhadap kasasi yang dilakukan oleh kejaksaan berupa

penolakan, itu sudahalah tepat karena Pengadilan negeri tidak salah dalam

menerpakan hukumnya atau yang disebut dengan Judex Factie, oleh sebab itu

telah terepenuhi keadilan retributive terhadaa perkara ini, itu tidak terlepas dari

kerangka berfikir bahwasanya perkara pidana ini tidak dapat dijadikan suatu

tindak pidana, Karena unsur kesalahannya tidaklah terepenuhi, terlebih bukan

merupakan suatau tindak pidana, karena tidak bisa subjeknya dimintai

pertanggung jawaban, ditambah lagi ada unsur keperdataan dalam perkara ini.

Sehingga menurut Saya sudahlah tepat dalam menerapkan hukumnya karena juga

ditemukan ada surat perjnjian terhadap terdakwa dan korban.

B. Saran

Seharusnya putusan Mahkamah Agung Nomor.1640 K/PID/2015 ini

memuat tentang teori hukumnya, sehingga lebih memperjelas dan menguatkan

putusan tingkat pertama, dan tentunya juga melampirkan apa-apa saja yang

menjadi kekuatan sehingga memperkuat putusan tingkat pertama.Saran

selanjutnya juga memberikan pertimbangan dan dasar hukum yang sah dalam

menejelaskan Judex Factienya.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku- Buku

AchmadAli, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan

Vol.1,Kencana,Jakarta, 2010

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo

Persada, Jakarta 2001

Andi Hamzah, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia

Indonesia,Jakarta

Buku Panduan Penulisan Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Riau,

UIR PRESS 2017

Kansil Latihan ujian Hukum Pidana, Cetakan ketiga, Sinar

grafika,Jakarta,2007

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,1983

Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga

2011

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban pidana,

Aksara Baru, Jakarta, 2003

Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dan Pengertian

Dasar dalam Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1988

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

, Penegakan Hukum,Bina Cipta,Bandug, 1983

Sunggono Bambang,Metode Sayaan Hukum, PT.Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2015

13
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cahaya Atma, Jakarta 2011

Wirjono Prodjodioro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur

Bandung, Bandung 1990

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Revisi),

Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.

Guse Prayudi, Seluk Beluk Hukum Pidana, Penerbit Boyabook, Jakarta,

2008.

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan

Kembali) Edisi Kedua, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Soedarto, Hukum Pidana Jilid IB, Penerbit Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto, 1990.

Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi

Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.

2. Undang – Undang

Kitab Undang-udang Hukum Pidana

Kitab Undang-undang Hukum acara pidana

Undang-undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Perma No.2 Tahun 2012

3. Internet

Http://beritatrans.com/2017/01/14/ma-ubah-perma-untuk-percepat-

penye;esaoian-perkara-pelanggaran-lalin/

http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/10/teori-efektivitas.htmlData di

Dapat dari Kabid Hukum Pengadilan Negeri Pekanbaru

14

Anda mungkin juga menyukai