alat
untuk
membawakan
kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan
rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur;
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
bagi rakyat keseluruhan.
Dengan mengacu pada tujuan pokok
diadakannya UUPA, jelaslah bahwa
UUPA
merupakan sarana yang akan dipakai untuk
mewujudkan
cita-cita
bangsa
dan
negara
sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan
UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. 6
Pengertian agraria menurut Andi Hamzah dan
Subekti dan R. Tjitrosoedibio mirip dengan
pengertian real estate yang dikemukakan oleh
Arthur P Crabtree,7 yang menyatakan bahwa hak
milik (property) dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Real Property
2. Personal Property
Real property juga disebut real estate. Real Estate
adalah tanah dan segala sesuatu yang secara
permanen melekat pada tanah (Real estate is land
and everything that is permanently attached to it)
land).
14
tentang
Ketentuan-ketentuan
Pertambangan).21
Pokok
1.2
BAB II
Hubungan Negara dengan Sumber Daya
Agraria
25 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah
Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Jilid Hukum Tanah, hlm. 8 dalam Urip
Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, hlm. 6
17
Tanah
khususnya
bagi
masyarakat
Indonesia mempunyai kedudukan sentral, baik
sebagai sumber daya produksi maupun sebagai
tempat permukiman, oleh karena itu masalah
tanah
selalu
mendapat
perhatian
dan
penanganan yang khusus. Hubungan manusia
dengan tanah tidak dapat dilepaskan begitu
saja, mulai lahir sampai matipun manusia selalu
berhubungan dengan tanah. Tanah merupakan
kebutuhan vital manusia, ada pepatah jawa
yang berbunyi sedumuk bathuk sanyari bumi
yang artinya walaupun hanya sejengkal tanah
dipertahankan sampai mati.26 Begitu pula bagi
masyarakat Madura dan masyarakat diseluruh
Indonesia,
persoalan
tanah
merupakan
persoalan harga diri. Setiap terjadi keputusan
hakim di Pengadian Negeri tentang kasus tanah
bagi pihak yang kalah di Pengadilan akan terus
berjuang sampai upaya hukum terakhir.
Utamanya
di
era
pembangunan
ini,
pembangunan menjangkau segala macam
aktivitas dalam membangun manusia Indonesia
seutuhnya yang membutuhkan tanah sebagai
lahan pembangunan.
Setiap pembangunan dalam rangka untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
selalu memerlukan tanah. Demikian pula bagi
seluruh lapisan masyarakat, dalam rangka
untuk
meningkatkan
kualitas
hidupnya
memerlukan pula tanah, gejala hubungan
antara manusia dengan tanah ini dilihat dari
satu sudut ; manusia semakin lama semakin
meningkat mutu dan jumlahnya (kualitas dan
26 Mudjiono, Politik dan Hukum Agraria,
(Yogyakarta: Liberty, 1997), hlm. 20
18
masyarakat
hukum
adat
dan
tanah/wilayahnya
adalah
hubungan
menguasai,
bukan
hubungan
milik
sebagaimana
halnya
dalam
konsep
hubungan antara negara dan tanah
menurut Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945.40
Konsep hak menguasai oleh negara,
negara
memperoleh
kewenangan
untuk
menguasai tanah yang diberikan oleh seluruh
rakyat
(bangsa) dengan tujuan untuk
melindungi dan memelihara kepentingan warga
menyarakat.41 Disampaikan pula oleh Maria
Sriwulani Sumardjono pada pidato pengukuhan
jabatan guru besar, bahwa :
sebagai
perwujudan
hubungan
penguasaan dan bukan pemilikan antara
negara dengan tanah, maka setiap
tindakan harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bila
hal ini dilanggar, akan menimbulkan kesan
bahwa negara bukan sebagai pengelola
tetapi sebagai pemilik. Sebagai contoh
adalah penjualan aset negara berupa
tanah oleh instansi yang menguasainya
40 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan
Antara Regulasi dan Implementasi, Cet IV, (Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, 2006), hlm. 56-57.
41 Maria Sriwulani Sumardjono, Kewenangan
Negara Untuk Mengatur Dalam Konsep
Penguasaan Tanah Oleh Negara, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada.
28
benda
itu
dan
bebas
untuk
tidak
mempergunakannya.48
Kepentingan
pribadilah
yang
menjadi
pedoman, bukan kepentingan masyarakat. Konsepsi
eigendom memang berpangkal pada adanya
kebebasan individu, kebebasan untuk berusaha dan
kebebasan untuk bersaing. Namun kemudian
terjadilah perubahan di dalam alam pikiran
masyarakat Barat. Masyarakat yang berkonsepsi
liberalisme dan individualisme itu mengalami
pengaruh dari konsepsi sosialisme, yang untuk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur
menuntut supaya negara memperhatikan dan
mengatur
kehidupan
masyarakat,
sehingga
dianggap perlu untuk membatasi kebebasan
individu. Konsepsi itu berpengaruh juga pada isi hak
eigendom yang pada kenyataannya berakibat
membatasi luasnya kebebasan dan wewenangwewenang yang ada pada seorang eigenar. Hak
eigendom tidak lagi bersifat mutlak, seorang
eigenar tidak lagi mempunyai kebebasan penuh
untuk berbuat dengan benda yang dimilikinya.
Kepentingan masyarakat lebih mendapat perhatian
di dalam melaksanakan hak-hak individu, yang
dikenal dengan vermaatschappelijkt, mengandung
pula unsur-unsur socialiseringspreces.49
Perkembangan
yurisprudensipun
menunjukkan perubahan, misalnya Arrest Hoge
Raad Belanda tanggal 31 Januari 1919 yang
memberikan
tafsiran
yang
berlainan
pada
pengertian onrechmatige daad (perbuatan melawan
hukum) daripada arrest yang disebut di atas. Arrest
tanggal 31 Januari 1919 itu kemudian menjadi
standaard-arrest atau yurisprudensi tetap.
Tetapi biarpun demikian pada asasnya
jiwanya masih tetap individualistis, sehingga tidak
sesuai bahkan bertentangan dengan konsepsi
Pancasila yang berjiwa gotong royong dan
kekeluargaan, yang menjiwai hukum nasional. Oleh
karena itu, hukum agraria Barat inipun tidak dapat
terus dipertahankan. 50
2.2
49 Ibid hlm 9
50 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan
Agraria di Indonesia, hlm 39 dalam Eddy Ruchiyat,
Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde
Reformasi, hlm 9
34
(b)
(c)
(d)
Barat
dapat
digolongkan
dalam
kategori tanah yang tunduk kepada
pengawasan komunal. Dalam UUPA1960
kedua-duanya
tetap
diakui
adanya.51
Menurut C. van Vollenhoven, tanah
komunal itu bukan milik desa, tetapi dikuasai
desa, sedangkan setiap pemakaian bagian
tanah komunal (gogol) sebagai individu harus
tunduk kepada penguasaan desa. Tanah dari
gogol harus dibedakan dengan tanah milik
desa, yang sebenarnya, hak gogol itu adalah
hak perseorangan (individueel bezit), tetapi
dikuasai oleh hak penguasaan yang lebih luas
(ingeklem bezitsrecht). Hak dari seseorang
anggota komunal desa atau gogol52 atas
sebidang tanah bagian dari tanah komunal
adalah merupakan hak pakai yang dapat
bersifat tetap atau turun-temurun, dan bila
kepala
adat
desa
mengijinkan
dapat
dilepaskan.53
Selanjutnya hak pakai tersebut akan
berubah menjadi yasan, bila hak pertuanan
tidak nampak lagi, seperti yang telah dialami di
Kedu dan Bagelen. Selama tidak menjadi yasan,
tanah komunal dikuasai oleh desa dan oleh
anggota komunal (gogol).54 Baik tanah desa
maupun gogol merupakan tanah komunal,
bilamana gogol meninggalkan hak pakainya
demi kepentingan desa, maka menjadi tanah
bengkok atau titisara. Dapat disimpulkan, maka
dengan semakin menguatnya hak perorangan,
maka akan menyebabkan semakin lemahnya
hak komunal.
Dalam masyarakat adat terdapat tiga
macam hak komunal, sebagai berikut :
1. hak memakai bagian yang tetap
(communal bezit metvaste aandelen),
yaitu setiap orang yang berhak atas
tanah komunal, mempunyai hak untuk
memakai yang menjadi bagiannya
secara tetap. Bila bagian yang tetap
tersebut bersifat turun-temurun, seperti
di Jawa Tengah serta boleh dilepaskan
(jual atau diberikan) kepada orang dari
desa lain, maka hanya ada perbedaan
menurut teori saja dengan milik yang
bebas (yasan). Bagian yang tetap dari
tanah
komunal
tersebut
disebut
pakulen matok dan norowito matok;
53Ibid, hlm 68.
54Ibid
37
118)
terjemahannya berbunyi sebagai berikut :
Dengan
tidak
mengurangi
berlakunya
ketentuan dalam ayat dua dan tiga Agrarische
Wet, maka tetap dipertahankan asas, bahwa
semua tanah yang pihak lain tidak dapat
membuktikan
bahwa
tanah
itu
tanah
57
eigendomnya adalah domein negara.
Selanjutnya Pasal 33 ayat (3) Undangundang Dasar 1945 tersebut digunakan
sebagai landasan Konstitusional agraria di
Indonesia, yang berbunyi Bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat.
Ketentuan ini memberikan tanggung jawab
yang besar kepada Negara agar bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
diletakkan dalam penguasaan oleh Negara,
dengan
tujuan
penguasaan
tersebut
dipergunakan
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Menurut Muhammad
Bakri, kemakmuran yang akan dicapai adalah
kemakmuran untuk sebanyak mungkin orang
56 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh
Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria),
(Jakarta: Citra Media, 2007), hlm. 29
57 Ibid, hlm 30
39
manusia
untuk
mengembangkan
semua
nilainya. Seseorang disebut sejahtera apabila
bebas
dari
perlakuan
sewenang-wenang,
merasa aman, dan dapat hidup sesuai dengan
cita-cita
dan
nilainya
serta
dapat
mengembangkan hidupnya sesuai aspirasi dan
kemampuannya.61
Harapan dari ketentuan pasal 33 ayat
(3) UUD 1945, bahwa kekuasaan negara atas
tanah harus dapat memberikan kemakmuran
dalam segala aspek yang menjadi kebutuhan
dasar
bagi
kebutuhan
hidup
seluruh
masyarakat. Selanjutnya amanat pasal 33 ayat
(3) tersebut dijabarkan ke dalam pasal 2 UUPA,
yang berbunyi sebagai berikut:
1. atas dasar ketentuan dalam pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
dan hal-hal yang dimaksud dalam
pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa
termasuk
kekayaan
alam
yang
terkandung di dalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara, sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat.
2. hak menguasai negara termaksud
dalam ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945 dan hal-hal sebagai dimaksud
dalam pasal 1 memberi wewenang
untuk:
60 Maria Sriwulani Sumardjono, Kewenangan
Negara Untuk Mengatur Dalam Konsep
Penguasaan Tanah Oleh Negara, hlm. 57
61Ibid
41
43
2.
3.
4.
5.
3.1
Hukum
Pertanahan
Sebelum
berlakunya UUPA
Pada zaman kolonial ada tanah-tanah
dengan hak
Barat, misalnya tanah
eigendom, tanah erfpacht, tanah opstal dan
lain-lain, tetapi ada pula tanah-tanah yang
dikenal dengan hak-hak Indonesia, misalnya
tanah-tanah ulayat, tanah milik, tanah
usaha, tanah gogolan, tanah bengkok, tanah
agrarisch eigendom, dan lain-lain.66 Tanahtanah Barat atau tanah-tanah Eropa dan
hampir semua terdaftar pada Kantor
Pendaftaran
Tanah
menurut
65 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia
Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, hlm. 3 4.
45
3.2
Hukum
tanah
administratif
pemerintahan jajahan Hindia Belanda
A. Riwayat Agrarische Wet (S. 1870-55)
Agrarisce wet ini merupakanpokok
yang terpenting dari hukum agraria dan
semua peraturanyang diselenggarakan oleh
pemerintah dahulu berdasarkan atas wet ini.
69 Ibid, hlm. 7
48
51
75 Ibid, hlm 23
76 ibid
56
c.
Menentukan
dan
mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa.
BAB IV
61
Dalam
kerangka
berfikir,
yang
disampaikan Maria Sriwulani Sumardjono :
bahwa hak-hak perorangan atas tanah
tidak bersifat mutlak, setapi selalu ada
batasnya, yakni kepentingan orang lain,
masyarakat,
atau
negara.
Dengan
demikian
dituntut
penguasaan
dan
penggunaan tanah secara wajar dan
bertanggung jawab, disamping bahwa
setiap hak atas tanah yang dipunyai
seseorang diletakkan pula kewajiban
tertentu, adanya pertanggung jawaban
individu terhadap masyarakat melalui
terpenuhinya
kepentingan
bersama/kepentingan
umum,
karena
manusia
tidak
dapat
berkembang
sepenuhnya apabila berada di luar
keanggotaan suatu masyarakat.84
Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPR No.
IX/MPR/2001, tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumberdaya Alam, khusunya pada
pasal 2 menyebutkan bahwa Pembaruan
agraria
mencakup
suatu
proses
yang
berkesinambungan
berkenaan
dengan
penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya
83 H. Muchsin, Menggagas Pelaksanaan Tata Guna
Tanah Kajian Yuridis, Filosofis, Normatif dan
Sosiologis, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hlm 1.
84 Maria Sriwulani Sumardjono, Kewenangan
Negara Untuk Mengatur Dalam Konsep
Penguasaan Tanah Oleh Negara, hlm 57
63
Republik
Indonesia,
terutama
yang
berkaitan dengan peningkatan kapasitas
sumber daya manusia bidang pertanahan
di daerah.
Dari ketetapan MPR dan UU No. 17 Tahun
2007 tersebut, diharapkan untuk menjamin
adanya kepastian hukum atas bidang tanah
dilakukan berbagai upaya hukum untuk
melindunginya,
maka
harus
dilakukan
pendaftaran Hak Atas Tanahnya sehingga
tercapai kepastian dan perlindungan hukum.
Kebijakan
pertanahan
diwujudkan
dalam
kerangka tertib pertanahan yang disebut
dengan Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib
hukum
pertanahan,
tertib
administrasi
pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib
pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup.
Kebijakan pertanahan ini sejalan dengan
amanat dari Pelita III sebagai pelaksana dari
Tap MPR No. IV/MPR/1979.
Tertib Hukum Pertanahan dimaksudkan
dalam setiap melakukan perbuatan hukum atas
tanah baik berupa peralihan hak (beralih atau
dialihkan) dan juga pembebanan hak harus
disertai dengan bukti perbuatan hukum
dimaksud yaitu berupa akta yang dibuat
dihadapan
pejabat
yang
mempunyai
kewenangan. Seringnya pembuatan akta ini
diabaikan oleh masyarakat kita, hal ini didasari
oleh rasa saling percaya, akan tetapi hal yang
demikian akan menjadikan permasalahan
hukum
dikemudian
hari.
Pentingnya
terwujudnya kepastian dan jaminan hukum
yang harus dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat selaku pemegang hak atas tanah.
Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan
65
pertanahan
dalam
mewujudkan
tertib
administrasi pertanahan, antara lain :
1.
diketahuinya
siapa
yang
memiliki/menguasai sesuatu bidang
tanah dan jenis penggunaan tanahnya;
2. bagaimana hubungan hukum antara
bidang tanah dengan yang menguasai
bidang tanah;
3. berapa luas suatu bidang tanah yang
dimiliki oleh orang atau badan hukum;
4.
dimana letak tanah tersebut yang
dapat dipetakan berdasarkan suatu
sistem proyeksi peta yang dipilih,
sehingga dapat dihindari tumpang
tindih sertipikat;
5. informasi yang disebutkan pada angka
1, 2, 3 dan 4 tersebut dikelola dalam
sistem informasi pertanahan yang
memadai;
6. penyimpanan dokumen yang tertib,
teratur, dan terjamin keamanannya;
dan
7.
terdapat
prosedur
tetap
yang
sederhana, cepat namun akurasinya
terjamin.86
Kelancaran
setiap
pengurusan
yang
menyangkut pertanahan secara otomatis akan
menunjang
kelancaran
dalam
proses
pembangunan, karena pembangunan itu sendiri
selalu membutuhkan lahan. Oleh karena itu
BAB V
Jenis-jenis Hak Penguasan Atas Tanah
Dalam UUPA dikenal macam-macam hak
atas tanah, yang telah dijabarkan dalam Pasal
16 ayat (1) dan Pasal 53 UUPA, yang menurut
sifatnya dapat dikelompokkan menjadi 3
bidang, yaitu :
1. hak atas tanah yang bersifat tetap
Macam-macam hak atas tanah ini adalah
Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak
Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), Hak
Sewa
Untuk
Bangunan
(HSUB),
Hak
76
lain yang
undang.102
akan
ditentukan
dengan
Undang-
78
79
(3)
Hak
guna-usaha
adalah
hak
untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana
tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan
pertanian, perikanan atau peternakan.
83
terjadi
karena
penetapan
Pasal 32
(1)
(2)
Pasal 33
Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 34
84
85
Pasal 38
(1) Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)
merupakan
alat
pembuktian
yang
kuat
mengenai hapusnya hak guna bangunan serta
sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam
hal hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
Pasal 39
Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 40
Hak guna bangunan hapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir
karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum
jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).
d. Hak Pakai
Hak Pakai diatur dalam UUPA pasal 41 sampai
pasal 43 dan PP No. 40 Tahun 1996 dari pasal
39 sampai dengan pasal 58. Selanjutnya
diuraikan sebagai berikut :
Pasal 41
(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan
87
dimungkinkan
bersangkutan.
dalam
perjanjian
yang
90
1. Perjanjian
tidak
terputus
dengan
beralihnya Hak Atas Tanah kepada pihak
lain
2. Penggarap
meninggal
dunia
dapat
dialihkan kepada ahli warisnya
3. Hak Menumpang
Asal mula terjadinya Hak Menumpang yaitu
pemegang Hak Atas Tanah
merasa iba
kepada
seseorang sehingga memberi
kesempatan kepada
orang lain untuk
mendiami
bidang tanahnya.
Ketentuan-ketentuan dalam hak
menumpang:
1. Sewaktu-waktu dapat diakhiri oleh pemilik
tanah;
2. Tidak wajib membayar sewa;
3. Tidak wajib didaftarkan;
4. Tidak dapat dialihkan atau dipindah
tangankan;
5. Pemegang Hak Atas Tanah tidak wajib
memberipesangon kepada
pihak yang
menempati tanah
4. Hak Sewa Tanah Pertanian
Awal mula terjadinya Hak sewa tanah
pertanian adalah unsur tolong menolong,
akan tetapi karena jangka waktu sewa yang
terlalu lama sehingga menyebabkan si
pemilik tanah tidak lagi sebagai petani yang
memiliki ladang tetapi menjadi buruh tani
(hal
ini
yang
bertentangan
dengan
ketentuan pasal 6 UUPA tentang fungsi
sosial).
91
BAB VI
Landreform di Indonesia
Landreform meliputi perombakan mengenai
pemilikan dan penguasaan tanah serta hubunganhubungan yang bersangkutan dengan penguasaan
tanah.
Landreform
perlu
adanya
demi
kelangsungan hidup bangsa dalam menuju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Walaupun konsepsi Landreform itu
sendiri pernah disalah tafsirkan, terutama pada
permulaan tahun 1961 dan lebih-lebih setelah
terjadinya peristiwa G. 30.S. PKI, sering kali
dikemukakan anggapan bahwa Landreform yang
92
1
2
Tidak Padat
Padat
a. Kurang padat
b. Cukup padat
c. Sangat padat
Sawah
(hektar
)
15
10
7,5
5
ata
u
Tanah kering
(hektar)
20
12
9
6
95
96
BAB VII
KONVERSI
Ruang lingkup agraria menurut UUPA,
meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Ruang lingkup bumi meliputi permukaan bumi,
dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada
di bawah air. Permukaan bumi sebagai bagian
dari bumi juga disebut tanah. Tanah yang
dimaksudkan disini bukan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya
mengatur salah satu aspek, yaitu tanah dalam
pengertian
yuridis
yang
disebut
hak
penguasaan atas tanah.
Menurut Boedi Harsono, hak penguasaan
atas
tanah
berisi
serangkaian
wewenang, kewajiban dan/atau larangan
bagi pemegang haknya untuk berbuat
sesuatu mengenai tanah yang dihaki.
Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang
untuk diperbuat, yang merupakan isi hak
penguasaan
itulah
yang
menjadi
kriterium atau tolok pembeda di antara
hak-hak penguasaan atas tanah yang
diatur dalam Hukum Tanah.105
Dalam UUPA dimuat hierarkhi hak-hak
penguasaan atas tanah, yaitu:
105Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia
Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, hlm. 24.
97
1.
2.
3.
negara
tersebut
dibatasi
oleh
kekuasaan (wewenang) pemegang hak
atas tanah yang diberikan oleh negara
untuk menggunakan haknya.109
UUPA
tidak
hanya
mengenal
hak
menguasai tanah oleh negara saja akan tetapi
juga mengenal hak bangsa atas semua tanah
yang ada di wilayah Indonesia110, sebagaimana
diatur dalam pasal 1 ayat (1, 2, dan 3) yang
berbunyi sebagai berikut:
1. seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia;
2. seluruh bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
nasional; dan
3. hubungan antara bangsa Indonesia dan
bumi, air serta ruang angkasa termaksud
dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan
yang bersifat abadi
Berdasarkan
konsep
negara
hukum,
tentang issue tujuan hukum telah dikemukakan
bahwa fungsi negara atau pemerintah dalam
arti luas adalah melaksanakan hukum dan
menjamin hak-hak pribadi (Borker, 1956).
Adanya hubungan yang erat antara fungsi
109 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh
Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria),
hlm. 38 - 39
110 Ibid, hlm. 39
102
negara
(pemerintah)
dengan
hak-hak
kepentingan
individu.
Setiap
individu
mempunyai keinginan untuk menikmati hakhaknya dan pemerintah juga mempunyai
kewajiban untuk mengamankan dan melindungi
hak-hak individu tersebut. Sebaliknya hak-hak
individu tersebut harus dibatasi oleh negara
(pemerintah) guna memberikan keamanan dan
perlindungan terhadap individu yang lainnya. 111
Menurut Aristoteles, fungsi negara tidak
sekedar membuat kehidupan rakyatnya tertib,
tetapi sekaligus membuat kehidupan rakyatnya
menjadi lebih baik.112
Hans Kelsen, mengemukakan bahwa
berkaitan dengan negara hukum yang juga
merupakan
negara
demokratis,
mengargumentasikan
empat
syarat
rechtsstaat,
yaitu
negara
yang
(1)
kehidupannya sejalan dengan konstitusi dan
undang-undang yang proses pembuatannya
dilakukan oleh parlemen. Anggota-anggota
parlemen itu sendiri dipilih langsung oleh
rakyat;
(2)
mengatur
mekanisme
pertanggungjawaban bagi atas setiap kebijakan
dan tindakan kenegaraan yang dilakukan oleh
elite negara; (3) menjamin kemerdekaan
kekuasaan kehakiman; dan (4) melindungi hakhak asasi manusia.113
Begitu pula adanya pengakuan yang
diberikan oleh negara kepada
masyarakat
111 Tjuk Wirawan, Amputasi Hukum Suatu Upaya
Para Dimokrat Pembangunan, Cet. III, (Jember:
Universitas Jember, 2000), hlm. 9
112Ibid.
103
104
negara,
yang
berdasarkan
atas
persatuan
bangsa,
dan
tidak
bertentangan dengan undang-undang
dan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi, sebagaimana ditetapkan pada
pasal 3.115
Hukum adat telah meletakkan hak ulayat
pada posisi yang tertinggi dan mengandung
dua aspek yaitu, aspek hukum keperdataan dan
aspek hukum publik116. Mengandung aspek
hukum keperdataan artinya, mengandung hak
milik bersama atas tanah bersama para
anggota
atau
warga
masyarakatnya.
Mengandung aspek hukum publik, mengandung
tugas kewajiban mengelola, mengatur dan
memimpin
penguasaan,
pemeliharaan,
peruntukan dan penggunaan tanah bersama.
Dari kedua hak tersebut, yaitu hak
menguasai tanah oleh negara dan hak ulayat
sama-sama
mempunyai
kekuasaan
pada
tingkatan
tertinggi,
namun
ada
suatu
perbedaan pada wilayah kekuasaannya. Hak
menguasai tanah oleh negara meliputi seluruh
wilayah Republik Indonesia (nasional). Hak
Ulayat dari aspek publik berlaku terbatas hanya
115 Soni Harsono, Pokok-pokok Kebijaksanaan
Bidang Pertanahan dalam Pembangunan
Nasional,Jurnal Analisis CSIS, Jakarta, Tahun XX No.
2, Maret April 1991, hlm 85
116 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia
Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, hlm. 183
105
108
disebutkan
dalam
dasar
pendaftarannya
berasal dari tanah negara. Melihat asal usul
dari tanah kas desa, baik yang berasal dari
tanah adat (komunal) maupun berasal dari
pembelian atau pemberian (hibah), maka
seharusnya tidak secara otomatis tanah kas
desa masuk pada tanah negara tidak bebas
tetapi tetap harus ada pengakuan dari negara
atas keberadaan tanah kas desa tersebut,
sehingga dilakukan proses pendaftarannya
melalui Konversi.
Berlakunya UUPA, maka hak-hak atas tanah
yang ada sebelum lahirnya UUPA yaitu sebelum
tanggal 24 September 1960 harus disesuaikan
dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam
pasal 16 ayat (1) UUPA atau harus masuk dalam
sistem dari UUPA. UUPA menganut asas unifikasi
hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air
artinya hanya ada satu sistem hukum yaitu yang
ditetapkan dalam UUPA, bukan lagi ketentuan dari
BW maupun bukan lagi ketentuan Hukum Adat
yang bersifat kedaerahan diseluruh tanah air,
ataupun disamping ketentuan yang lama menurut
BW maupun ketentuan baru berdasarkan UUPA
tetapi suatu ketentuan Hukum Adat yang
tafsirannya telah diberikan oleh pasal 5 UUPA.
Konversi diartikan penyesuaian hak-hak
tanah yang lama kepada sistem dari UUPA dan
bepadanan menurut ketentuan perundangan yang
ada.128 Menurut pendapat AP. Parlindungan,
bahwa
pelaksanaan
konversi
itu
sendiri
merupakan sesuatu yang boleh dikatakan sangat
drastis, oleh karena sekaligus ingin diciptakan
128 A.P. Parlindungan, Konversi Hak-hak Atas
Tanah, Mandar Maju, Bandung, 1990, hal vi
113
berkembangnya
suatu
univikasi
hukum
keagrariaan di tanah air kita, sungguhpun harus
diakui persiapan dan peralatan, perangkat hukum
maupun
tenaga
trampil
belumlah
ada
sebelumnya.
UUPA telah melakukan perombakan yang
mendasar terhadap sistem-sistem agraria, namun
pada bagian kedua dari UUPA adalah merupakan
suatu pengakuan terhadap adanya jenis-jenis hak
atas tanah yang lama, walaupun hak tersebut
perlu disesuaikan dengan hak-hak yang ada dalam
UUPA, sehingga tidak bertentangan dengan jiwa
dan filosofi yang terkandung dalam UUPA.
Ketentuan-ketentuan Konversi diatur dalam Bagian
Kedua UUPA yang memuat sembilan pasal.
Keterkaitan dengan Tanah Kas Desa telah diatur
dalam ketentuan pasal VI, sebagai berikut :
Hak-hak
atas
tanah
yang
memberi
wewenang sebagaimana atau mirip dengan
hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat (1)
seperti yang disebut dengan nama sebagi
dibawah yang ada pada mulai berlakunya
undang-undang ini yaitu : Hak Vruchgebruik,
gebruik,
grant
controleur,
bruikleen,
ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok 129,
lungguh, pituas dan hak-hak lain dengan
nama apapun juga, yang akan ditegaskan
lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai
berlakunya undang-undang ini menjadi hak
129 Tanah bengkok yang merupakan bagian dari
tanah Kas Desa, hanya fungsinya yang
membedakan (tanah bengkok diperuntukkan
khusus bagi kesejahteraan kepala desa dan
perangkatnya selama yang bersangkutan
menjabat)
114
b.
c.
c.
Tata
usaha
pendaftaran
yang
diselenggarakan
menurut
overschrijvingsordonanntie hak-hak yang berasal
dari konversi itu disebut dengan namanya menurut
UUPA dibubuhi keterangan dibelakangnya di antara
tanda-kurung : nama haknya yang dulu, disertai
perkataan bekas.134
Pelaksanaan pendaftaran konversi tersebut
pada mulanya setiap orang yang mempunyai hakhak tanah yang tunduk pada BW harus membawa
akta eigendom, akta opstal, akta erfpacht-nya ke
Kantor Pendaftaran (dan Pengawasan) Tanah untuk
dicap dan ditandatangani oleh kepalanya sebagai
telah melaporkan untuk kelak dikonversi kepada
hak-hak menurut UUPA. Pencatatan konversi oleh
Kepala Kantor Pendaftaran (dan Pengawasan)
Tanah sebagaimana ditentukan dalam pasal 18
PMA No. 2 Tahun 1960 dibubuhi dengan kata-kata
sebagai berikut baik pada bukti haknya dan pada
Grosse aktanya dengan kata-kata :
Berdasarkan
pasalayat
.Ketentuan-ketentuan
Konversi
Undang-undang Pokok Agraria dikonversi
menjadi: hak (isi milik, guna bangunan, guna
usaha atau pakai), dengan jangka waktu
..tgl..
134Ibid, hal 3.
118
dan
cap
2.
Pengakuan
Hak-hak
yang
terdahulu,
Ketentuan konversi di Indonesia mengambil sikap
yang human atau peri kemanusiaan atas masalah
hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya
UUPA, yaitu hak-hak yang pernah tunduk kepada
BW maupun kepada Hukum Adat.138 Hak-hak atas
137Ibid, hal. 11.
138Ibid, hal 17.
121
139Ibid
140Ibid
122
1.
2.
3.
4.
menyangkut
kepentingan
bekas
pemegang hak tanah; dan
5.
HGU, HGB, HP asal konversi
Hak Barat yang dimiliki oleh perusahaan
milik Negara, perusahaan daerah serta
badan-badan negara diberi pembaharuan
hak atas tanah tersebut.
Sebagai penjelasan Kepres No. 32 Tahun 1979
diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3
Tahun 1979, kepres ini hanya berlaku untuk tanahtanah yang berakhir masa konversinya pada
tanggal 24 September 1980, tetapi tidak lagi atas
tanah-tanah ex BW yang sebelumnya sudah
diperbaharui
haknya
sebelum
tanggal
24
September 1980. Permohonan hak baru oleh yang
memenuhi
persyaratan
dilakukan
menurut
prosedur PMDN No. 6 Tahun 1972. Untuk tanahtanah yang tunduk pada Hukum Adat telah
diadakan ketentun khusus yaitu dengan SK
26/DDA/1970, bahwa konversi dari hak-hak tanah
adat tidak ada batas waktu konversi, karena
pertimbangan khusus, biaya, prosedur dan ketidak
perdulian dari rakyat untuk mensertifikatkan
tanahnya.142
Kepentingan Hukum, bahwa terkecuali tanahtanah yang tunduk pada Hukum Adat yang belum
berakhir ketentuan konversinya, sedangkan untuk
tanah ex Barat sesuai dengan ketentuan Kepres
No. 32 Tahun 1979 telah berakhir ketentuan
konversinya dan tanahnya telah menjadi tanah
yang dikuasai oleh negara kembali 143, namun pada
142Ibid, hlm. 18 - 19
143 Menjadi tanah negara tidak bebas artinya
pemilik semula mendapat hak prioritas untuk
124
1.
b.
c.
d.
e.
f.
132
3.
4.
memberi
wewenang
dan
kewajiban
sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang
haknya pada mulai berlakunya undangundang ini, sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan undang-undang
ini.
Menurut komentar AP. Parlindungan, bahwa :
Hak-hak tanah ex Barat akan menjadi Hak
Pakai atas Tanah Milik, sedangkan hak-hak
lain menurut Hukum Adat akan menjadi Hak
Pakai.
Khusus
mengenai
tanah-tanah
jabatan seperti tanah bengkok, kalaupun
dikonversi menjadi Hak Pakai tentunya harus
Hak Pakai publikrechtelijk, artinya hanya ada
right to use, tetapi tidak ada right of
disposal
untuk
menghindari
dialihkannya/dijadikan obyek tanggungan
oleh orang yang tidak bertanggung jawab,
oleh karena tanah itu adalah tanah jabatan
kepala desanya.
Termasuk kategori ini, tanah kas desa dan
tanah-tanah sejenis yang merupakan tanah
bengkok dan tanah kas desa diberikan Hak Pakai
Publikrechtelijk, yaitu hanya ada right to use tetapi
tidak ada right to disposal (tidak boleh dijual atau
dijadikan agunan hutang).149
Tanah Kas Desa dalam sistem hukum tanah
nasional telah dikonversi menjadi Hak Pakai
Publikrechtelijkbukan Hak Pakai Privaatrechtelijk.
Lebih
lanjut
AP.
Parlindungan
memberikan
149 AP. Parlindungan, Komentar Atas UndangUndang Pokok Agraria, Cet. VIII, (Bandung: CV.
Mandar Maju, 1998), hlm. 255
135
beberapa
uraian
tentang
Hak
Pakai
Publikrechtelijk, yaitu sebagai berikut :
a.
Right
to
use-nya
adalah
untuk
mempergunakan
tanah
untuk
pelaksanaan tugasnya, dan pelaksanaan
tugasnya itu tergantung dari tugas yang
khusus
seperti
untuk
universitasuniversitas negeri sebagai Pelaksanaan
Pendidikan Tinggi.
b.
Jangka waktu hak ini, tidak terbatas
selama masih melaksanakan tugasnya
tersebut, umpamanya tanah tersebut
untuk kompleks militer, selama masih
dipergunakan, selama itu hak pakai itu
tetap ada, namun jika kompleks itu
pindah dan tidak dipergunakan lagi, maka
pada saat itu pula hak itu berakhir, dan
kembali pada pemerintah.
c.
Subyek dari hak ini :
c.1
Publikrechtelijk
adalah
departemen/ditjen,
lembaga
pemerintah
non
departemen,
pemerintah daerah dan lain-lain, lihat
PMDN No. 6 Tahun 1972.
c.2
Publikrechtelijk
internasional
:
perwakilan-perwakilan negara-negara
asing. (lihat pasal 1 ayat 2 Ketentuan
konversi), yang menyebutkan hak ini
yang
akan
berlangsung
selama
tanahnya
dipergunakan
untuk
keperluan tersebut.
c.3
Publikrechtelijk agama/sosial :
lembaga-lembaga keagamaan dan
lembaga sosial, dan dapat kita lihat
pada
pasal
49
UUPA,
yang
menyebutkan : untuk keperluan
peribadatan
dan
keperluan
suci
136
e.
f.
g.
h.
i.
137
1.
2.
3.
4.
5.
6.
141
BAB VIII
Peralihan Hak Atas Tanah
Hak Atas tanah dapat beralih dan dialihkan,
kata-kata beralih mengandung makna bahwa
telah terjadi suatu peristiwa hukum yaitu
meninggalnya si pemilik tanah. Dalam hal ini
142
145
BAB IX
Pembebanan Hak Atas Tanah (Hak
Tanggungan)
9.1
peringkat
masingmasingHak
Tanggungan
ditentukan menurut tanggal pendaftarannya
pada Kantor Pertanahan.
(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada
tanggal yang sama ditentukan menurut
tanggal
pembuatan
AktaPemberian
Hak
Tanggungan yang bersangkutan
Pasal 6
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak
Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek HakTanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasilpenjualan tersebut.
Pasal 7
Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam
tangan siapa pun obyek tersebut berada.
9.4
Pemberian
HakTanggungan
dianggap
sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utangutang yang dijamin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 danPasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak
Tanggungan.
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat
dicantumkan janji-janji, antara lain:
a. janji yang membatasi kewenangan pemberi
Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek
Hak Tanggungandan/atau menentukan atau
mengubah jangka waktu sewa dan/atau
menerima
uang
sewa
di
muka,
kecualidengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
b. janji yang membatasi kewenangan pemberi
Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk
atau tata susunanobyek Hak Tanggungan,
kecuali dengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
c. janji yang memberikan kewenangan kepada
pemegang
Hak
Tanggungan
untuk
mengelola
obyek
HakTanggungan
berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi
letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor
sungguh-sungguh cidera janji;
d. janji yang memberikan kewenangan kepada
pemegang
Hak
Tanggungan
untuk
menyelamatkan obyek HakTanggungan, jika
hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi
hapusnyaatau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak
151
Pasal 12
Janji yang memberikan kewenangan kepada
pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek
152
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
Sertipikat
Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA".
Sertipikat
Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan
berlaku
sebagai
pengganti
grosseacte
Hypotheek sepanjang mengenai hak atas
tanah.
Kecuali
apabila
diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah
yang telah dibubuhi catatan pembebanan
HakTanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada
pemegang hak atas tanahyang bersangkutan.
(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan
kepada pemegang Hak Tanggungan.
9.5
Surat
Kuasa
Membebankan
Hak
Tanggungan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(selanjutnya disingkat SKMHT) dibuat dalam
rangka beberapa hal belum terpenuhi untuk
dibuatkan APHT atau karena sifat atau jenis kredit
yang
dijamin
dengan
Hak
Tanggungan
mencukupkan
dengan
pembuatan
SKMHT.
Selanjutnya ketentuan pembuatan SKMHT diatur
dalam pasal 15 yang menyatakan, sebagai
berikut :
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
wajib dibuat dengan akta notaris atau akta
PPAT dan memenuhipersyaratan sebagai
berikut:
154
a.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(2)
(3)
(4)
(5)
pelunasan
piutang
pemegang
Hak
Tanggungan dengan hakmendahulu dari
pada kreditor-kreditor lainnya.
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak
Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan
dapatdilaksanakan di bawah tangan jika
dengan demikian itu akan dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkansemua
pihak.
Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
lewat waktu 1 (satu)bulan sejak diberitahukan
secara
tertulis
oleh
pemberi
dan/atau
pemegang Hak Tanggungan kepada pihakpihakyang berkepentingan dan diumumkan
sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yangbersangkutan dan/atau
media massa setempat, serta tidak ada pihak
yang menyatakan keberatan.
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak
Tanggungan dengan cara yang bertentangan
dengan ketentuanpada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) batal demi hukum.
Sampai saat pengumuman untuk lelang
dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapatdihindarkan dengan
pelunasan utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan
itu
beserta
biaya-biaya
eksekusiyang telah dikeluarkan.
158
BAB X
Pendaftaran Tanah
Amanat dari ketentuan pasal 19 ayat (1)
UUPA, yang menyebutkan bahwa Untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik
Indonesia
menurut
ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah
yang
mengatur tentang pendaftaran tanah adalah
Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1961
yang
selanjutnya
mengalami
pergantian
159
terjadinya
pembebanan
hak
(agunan
hutang).
Penyelenggaraan
pendaftaran
tanah pada saat ini melalui 2 (dua)
pendekatan, Pertama melalui pendekatan
sistematik. Kedua melalui pendekatan
sporadik, sebagian besar penyelenggaraan
pendaftaran tanah sekarang ini melalui
sporadik yang berdasarkan permohonan
masyarakat, hal ini disebabkan kemampuan
pemerintah
untuk
menyelenggarakan
pendekatan sistematik terbatas.157
Pendaftaran tanah secara sistematik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang dilakukan secara serentak
yang meliputi semua obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar. Sedangkan
pendaftaran tanah secara sporadik adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau masal.158
Obyek pendaftaran tanah yang diatur
dalam pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997,
meliputi :
a.
bidang-bidang tanah yang dipunyai
dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai;
b. tanah hak pengelolaan;
c. tanah wakaf;
157 Andrian Sutedi, Politik dan Kebijakan Hukum
Pertanahan Serta Berbagai Permasalahannya, hlm.
5
158 Pasal 1 angka 11 dan 12 PP No. 24 Tahun 1997
164
tenggang
10.1
Pendaftaran
Tanah
untuk
Pertama kali dan pendaftaran tanah
dalam rangka pemeliharaan data
Pendaftaran tanah dapat dilakukan dengan,
pendaftaran tanah untuk pertama kalinya yaitu
pendaftaran hak yang sebelumnya belum pernah
dilakukan pembukuan atau pendataan di Kantor
Pertanahan dan pendaftaran hak karena terjadinya
peralihan
kepemilikan
atau
terjadinya
pembebanan
hak
(agunan
hutang).
Penyelenggaraan pendaftaran tanah pada saat ini
melalui 2 (dua) pendekatan, Pertama melalui
pendekatan sistematik. Kedua melalui pendekatan
sporadik,
sebagian
besar
penyelenggaraan
pendaftaran tanah sekarang ini melalui sporadik
yang berdasarkan permohonan masyarakat, hal ini
disebabkan
kemampuan
pemerintah
untuk
menyelenggarakan
pendekatan
sistematik
terbatas.160
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar. Sedangkan pendaftaran tanah secara
sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
(1)
1.
2.
d.
BAB XI
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT)
Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya
disingkat PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu tentang Hak
Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun. Selanjutnya PPAT diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998.
11.1
Fungsi, tugas dan kedudukan
PPAT
PPAT
bertugas
melaksanakan
sebagian
kegiatan pendaftaran tanah dg membuat akta sbg
bukti tlh dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rusun yabg akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Sedangkan Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh
PPAT
sebagai
bukti
telah
dilaksanakannya
perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas
Tanah atau Hak Milik atas satuan Rusun.
Perbuatan hukum (recording of deeds of
conveyance) yang dimaksudkan adalah Jual beli,
tukar
menukar,
hibah,
pemasukan
dalam
perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama,
pemberian HGB/HP atas tanah milik, pemberian
Hak Tanggungan (APHT), pemberian surat kuasa
membebankan hak tanggungan (SKMHT).
175
11.2
jenis-jenis PPAT, wilayah kerja
PPAT, Masa jabatan PPAT, PPAT berhenti,
pindah tugas dan meninggal
Ada 3 jenis PPAT, yaitu pertama, PPAT
Sementara adalah PPAT yg ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT
dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum
cukup terdapat PPAT yaitu camat atau Kepala.
Kedua, PPAT Khusus adalah pejabat Badan
Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT
dengan
membuat akta PPAT tertentu, khusus
dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
pemerintah tertentu. Ketiga, PPAT yang juga
sebagai Notaris (adalah selain sebagai Notaris dia
juga ditunjuk sebagai PPAT) atau mereka yang
lulus ujian untuk menjadi PPAT.
PPAT diangkat dan
diberhentikan oleh
Menteri dengan
wilayah kerja tertentu, untuk
PPAT,
mempunyai
wilayah
kerja
seluruh
Kecamatan di wilayah Kabupaten sesuai dengan
Surat Keputusan Menteri. PPAT Sementara
mempunyai wilayah kerja di Kecamatan sesuai
dengan
wilayah
kerjanya
sebagai
camat.
Sedangkan PPAT Khusus hanya berwenang
membuat akta mengenai perbuatan hukum yang
disebutkan secara khusus dalam penunjukannya.
PPAT diangkat dan diberhentikan oleh
Kementerian
Dalam
Negeri.
PPAT
berhenti
menjabat sebagai PPAT, dengan ketentuan :
1. meninggal dunia
2. telah berusia 65 tahun
3. diangkat atau mengangkat sumpah jabatan
sebagai notaris dengan tempat kedudukan
176
1.
2.
11.3
Hak dan Kewajiban PPAT
PPAT
mempunyai
kewajiban
membuat
protokol PPAT yaitu
kumpulan dokumen yang
harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang
terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah
pendukung akta, arsip laporan, agenda dan suratsurat lainnya. Warkah adalah dokumen yang
dijadikan dasar pembuatan akta PPAT.
Jika PPAT pensiun atau pindah tugas termasuk
meninggal, maka Protokol akta tersebut harus
diserahkan kepada PPAT penggantinya.
Sebelum akta dibuat PPAT wajib meminta
kepada pihak-pihak untuk membayar pajak :
Bagi Penjual,
Pajak
Penghasilan (PPh) berdasarkan PP No. 48 Tahun
1994 Jo. PP No. 71/2008 sebesar 5 % dari
harga atau Nilai Jual Obyek pajak (NJOP) tahun
Pajak terakhir.
Bagi Pembeli, Pajak Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
(BPHTB) sebesar 5 % dari kelebihan Rp
60.000.000.
177
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Ardiwilaga, Roestandi,
Hukum Agraria
Indonesia, Bandung: N.V. Masa Baru, 1962
Arfawie Kurde, Nukthoh, Telaah Kritis Teori
Negara Hukum, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005
Bakri, Muhammad, Hak Menguasai Tanah
Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria), Jakarta: Citra Media, 2007
Basri Nata Menggala, Hasan, dan Sarjita,
Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah,
Cetakan Kedua, Yogyakarta: Tugujogja pustaka
2005
Fadjar, A. Mukthie, Tipe Negara Hukum,
Bayumedia Publishing, Cet. Kedua, Malang, 2005
Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1986
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta : Sinar Grafika,
2007
P Crabtree, Arthur,You and the law, Chapter VI
178
179
180
Sumardjono,
Maria
S.W.,
Kebijakan
Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,
Cet IV, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2006
Sumardjono, Maria Sriwulani, Kewenangan
Negara
Untuk
Mengatur
Dalam
Konsep
Penguasaan
Tanah
Oleh
Negara,
Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada.
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar
Grafika, 2007
Sutedi, Andrian, Politik dan Kebijakan
Hukum
Pertanahan
Serta
Berbagai
Permasalahannya, Jakarta : BP. Cipta Jaya, 2006
Sutedi,
Andrian,
Implementasi
Prinsip
Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Pembangunan,Jakarta : Sinar Grafika, 2007
Teluki, A., Perbandingan Hak Milik Atas Tanah
dan Recht van eigendom, Bandung: PT. Eresco,
1966
Wirawan, Tjuk, Amputasi Hukum Suatu
Upaya Para Dimokrat Pembangunan, Cet. III,
Jember: Universitas Jember, 2000
B.Makalah
Harsono, Soni, Pokok-pokok Kebijaksanaan
Bidang
Pertanahan
dalam
Pembangunan
Nasional,Jurnal Analisis CSIS, Jakarta, Tahun XX No.
2, Maret April 1991
Fifi Junita, Hak Ulayat Hukum Adat Setelah
Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang Pokok-Pokok Ketentuan Agraria, Yuridika,
Volume 16 No. 5 September 2001, Fak. Hukum
Unair Surabaya, 2001
Herlinda, Erna, Artikel Pendaftaran Hak-hak
Atas Tanah Adat Menurut Ketentuan Konversi Dan
PP No. 24 Tahun 1997, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
182
Sri
Hajati,
Penyederhanaan
Macam Hak Atas Tanah Dalam Rangka
Pembaharuan Hukum Agraria Nasional,
Yuridika, Vol. 21 No. 3, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Surabaya, Mei 2006
Sri Winarsi, Pengelolaan Tanah Kas Desa Di
Era Otonomi Daerah, Yuridika, Vol. 29 No. 5,
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya,
September 2005
Sumardji, Eksistensi, Pendaftaran, dan
Pembebanan Hak Pengelolaan, Yuridika, Vol. 15
No. 1, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,
Surabaya, Januari 2000,
Sumardjono, Maria S.W., Tanah Dalam
Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya,
Kompas, Jakarta, 2008
C.Terbitan Lembaga
Direktur
Pengurusan
Hak-Hak
Tanah
Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam
Negeri, Tata Laksana Pengurusan Hak AtasTanah,
Jakarta, 1985
Direktorat
Jendral
Agraria
direktorat
Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional,
Pendaftaran Tanah Dalam Era Pembangunan,
Jakarta : t.p, 1986
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
Jakarta : Balai Pustaka, 1991
183
186
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur
ke hadirat Allah, SWT, yang telah melimpahkan
segala rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan Buku dengan judul
Hukum Agraria ini dengan lancar dan baik.
Dalam kesempatan kali ini tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada :
1.
Ketua
STAIN
Pamekasan
yang
telah
memberikan motivasi dalam penyelesaian
buku ini;
2.
Berbagai pihak yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian buku ini.
Atas segala bantuan dan kebaikannya kami
sampaikan terima kasih dan semoga mendapatkan
pahala dari Allah, SWT.
Tentunya
kami
menyadari akan keterbatasan sebagai manusia,
oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif
tetap kami harapkan demi kesempurnaan buku
ini. Namun demikian atas keterbatasan kami dan
kekurangan kami, kami berharap semoga buku ini
187
Pamekasan, 15 Nopember
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
i
i
Kata Pengantar
.
ii
iii
Daftar Isi
iii
vii
BAB I Pengertian Hukum Agraria dan ...............
1
Hukum Pertanahan Nasional ..................
1.1Pengertian Agraria............................ 1
1.2Pengertian Hukum Agraria ..............
11
188
HUKUM AGRARIA
191
UMI SUPRAPTININGSIH
192