Anda di halaman 1dari 6

PROSES PERBANDINGAN HUKUM

PERTEMUAN KE 7

A. Dasar Proses Perbandingan Hukum


Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam materi-materi pertemuan
sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa kita dapat membeda-bedakan
beberapa sistem hukum, yang masing-masing ditentukan oleh beberapa pola
kebudayaan dan atau pola politik masyarakat hukum yang bersangkutan. Akan
tetapi adanya sistem-sistem hukum yang berbeda itu, tidak menutup
kemungkinan bahwa antara kaidah-kaidah hukum sistem yang satu dengan
kaidah-kaidah hukum sistem yang lainnya itu terdapat persamaan-persamaan.
Dalam proses membanding-bandingkan, tentunya yang dicari adalah
apakah ada persamaan dan perbedaan dari dua obyek atau lebih yang
diperbandingkan itu. Apabila ditemukan suatu titik persamaan barulah dapat
dicari perbedaan-perbedaannya. Dalam mencari titik-titik persamaan berarti
yang dilakukan adalah menggolongkan dalam genus. Apabila dua hal sudah
ditentukan termasuk dalam genus yang sama barulah dapat dicari perbedaan-
perbedaan yang ada diantara kedua obyek yang diperbandingkan itu. Dan
selanjutnya digolongkan dalam species. Di dalam ranah ilmu pengetahuan h
ukum mencari golongan genus dan species ini disebut mencari kualifikasi atau
klasifikasi.
Dalam hukum perdata internasional, dimana kita selalu mencari genusnya
terlebih dahulu untuk kemudian menemukan unsur-unsur khusus dari lembaga-
lembaga hukum yang bersangkutan, sehingga dapat ditemukan species dari
lembaga hukum itu dalam suatu sistem hukum tertentu yang membedakannya
dari species lain dari lembaga-lembaga hukum yang serupa di dalam sistem-
sistem hukum yang lain. Sebagai contoh:
Misalnya mengenai pengertian lembaga hukum yang dikenal dengan
“domisili”. Di dalam semua sistem hukum yang dikenal, domisili ada
hubungannya dengan tempat tinggal seseorang (genus), tetapi apa yang
dimaksudkan dengan tempat tinggal itu? Apakah tempat tinggal yang
sebenarnya, atau tanah asal, atau tempat tinggal fiktif, tergantung dari pada
ketentuan-ketentuan dari masing-masing sistem hukum (species). (Sunarjati
Hartono, 1976: 12)
Akan tetapi meskipun bentuk dan isi dari lembaga-lembaga hukum itu
berbeda, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa di antara kedua system
hukum atau lebih itu dapat ditunjukkan persamaan-persamaan yang dapat
disebabkan oleh karena adanya kebutuhan yang universal atau pertautan sejarah.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sunarjati Hartono misalnya, bahwa
hukum Indonesia yang karena pertautan sejarah, menunjukkan beberapa
persamaan dengan hukum Belanda. Pada pihak lain ada pula hukum yang
menunjukkan persamaannya oleh karena cara pertumbuhan yang sama dari
sistem hukum itu. Hal yang aneh ini dapat kita lihat antara hukum Adat dan
hukum Anglo Saxon (common law) dimana kedua-duanya bersumber pada
kebiasaan-kebiasaan dan keputusan kepala adat/hakim. (Sunarjati Hartono,
1976: 13).

B. Pedoman Pokok Teknik Perbandingan Hukum.


Perbandingan hukum memiliki prosedur dan cara kerja sendiri, sesuai
dengan prinsip dan esensi dari apa yang dinamakan perbandingan. Prosedur dan
teknik kerja inilah yang akan diuraikan berikut ini :

1. Memilih topik penelitian dan jenis perbandingan hukumnya.


Topik yang dipilih tidak boleh terlalu luas, sebab akan menimbulkan risiko
sebagai berikut:
a. Penelitian menjadi tidak terfokus sehingga kerapkali justru hanya sumir
atau dangkal analisisnya
b. Menyulitkan bagi peneliti untuk mengendalikan penelitian tersebut, dan
c. Membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan penelitian.
Obyek penelitian dapat berupa hukum substantive atau hukum material dari
dua atau lebih sistem hukum yang ada, atau juga yang dapat diperbandingkan
adalah aspek formal dari berbagai sistem hukum tersebut.
2. Menentukan tertium comparationis
Obyek yang akan diperbandingkan haruslah sesuatu yang masing-masing
memiliki unsur atau elemen atau karakteristik tertentu yang ama sehingga
obyek tersebut memang pantas untuk diperbandingkan. Dalam perbandingan
hukum, unsur yang sama tersebut yang menjadi common denominator dalam
perbandingan hukum dinamakan tertium comparationis.
Tertium comparationis adalah:
a. The common denominator : Titik persamaan yang harus ada dalam setiap
obyek yang hendak diperbandingkan agar dengan demikian obyek
tersebut layak untuk saling diperbandingkan.
b. A basis for comparison : Dasar untuk memperbandingkan sesuatu.

Tertium comparationis tersebut tidak selalu berupa nama atau sebutan yang
sama, melainkan fungsi dan / atau tugas dari obyek yang diperbandingkan.
Perbandingan hukum kaidah atau pranata atau institusi hukum yang akan
diperbandingkan harus cocok untuk saling diperbandingkan secara
fungsional satu terhadap yang lain.

3. Mencari dan menjelaskan persamaan dan perbedaan.


Untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan dan atau persamaan kita
lazimnya akan mencari : faktor apa saja yang sangat signifikan yang
mempengaruhi struktur, perkembangan dan substansi dari sistem hukum yang
diteliti itu. Persamaan atau perbedaan dari faktor-faktor itulah yang
menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan di bidang hukum. Faktor
yang berpengaruh terhadap sistem hukum suatu masyarakat sehingga dapat
menjadi penyebab terjadinya persamaan atau perbedaan yaitu sistem
ekonomi, ideologi dan sistem politik, agama, dan sejarah.

4. Mengevaluasi hasil perbandingan.


Dilakukannya penilaian atau evaluasi atas hasil perbandingan yang ia
lakukan itu. Termasuk dalam pengertian evaluasi ini misalnya:
a. Menganalisis bagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu mengatur
pokok persoalan yang sama.
b. Menilai apakah ada alternative atau solusi lain yang muncul dalam sistem
hukum asing yang diperbandingkan itu dalam mengatur problem hukum
yang sama.
c. Menilai hukum mana dari yang diperbandingkan itu yang paling tepat,
paling lengkap, paling baik.
d. Menilai apakah hukum asing yang menurut penilaiannya itu adalah yang
terbaik dapat diterapkan di dalam masyarakat dimana peneliti itu berasal.
e. Merumuskan rekomendasi atau saran apabila memang dibutuhkan
misalnya bila metode perbandingan hukum tersebut dilakukan dalam
konteks memperbaharui sistem hukum nasionalnya sendiri atau untuk
menyusun suatu perUUan baru.

C. Macam-Macam Metode Perbandingan Hukum.


Metodologi yang digunakan dalam perbandingan oleh para ahli dibagi
kedalam beberapa kelompok. Dalam bukunya Kapita Selekta Perbandingan
Hukum, Sunarjati Hartono mengemukakan bahwa perbandingan hukum dapat
dibagi menjadi beberapa metode yaitu secara umum dan secara khusus.
Sedangkan Soebekti menggunakan perbandingan hukum secara khusus dan
dogmatis dalam penelitian perbandingan hukum yang membahs beberapa
pranata hukum dalam masyarakat bangsa di beberapa negara. Secara umum
menurut Beni Ahmad Saebani dkk, pada umumnya terdapat tiga metode
perbandingan hukum yang dapat digunakan, yaitu :

1. Perbandingan Sejarah Hukum (Comparative History of Law).


Metode ini berkaitan dengan sejarah, sosiologi hukum, antropologi hukum
dan filsafat hukum. Tahir Tungadi dalam buku Beni Ahmad Saebani dkk,
menyebutkan, “Perbandingan hukum modern telah mnenggunakan metode
kritis, realistis dan dogmatis.”
a. Kritis, artinya komparatis sekarang tidak lagi mnementingkan perbedaan
dan pewrsamaan dari berbagai system h ukum (legal order), tetapi semata-
mata sebagai faktor karena yang dipentingkan adalah the fitness, the
practicability, the justice and the way of legal solution to given problem.
b. Realistis, artinya perbandingan tidak hanya meneliti perundang-undangan,
keputusan pengadilan dan doktrin, tetapi juga meneliti peraturan, seperti
al the real motives, which rule the world, the ethical, the psychological,
the economical and those of legislative policy.
c. Tidak Dogmatis, artinya karena perbandingan hukum tidak membatasi diri
dan tidak terkekang dalam kekakuan dogma-dogma, seperti yang sering
terjadi pada tiap-tiap system hukum. Hal ini disebabkan dogma-dogma
tersebutdapat mengaburkan dan menyimpangkan pandangan dalam
menentukan better legal solutions, walaupun dogma tersebut memiliki
sistematisasi.

2. Perbandingan Hukum Penalaran (Descriptive Comparative Law).


Metode I ni memberikan ilustrasi deskriptif mengenai cara mengatur suatu
peraturan hukum dalam berbagai system hukum tanpa penganalisaan lebih
lanjut. Guttaridge menyebut perbandingan hukum penalaran ini dengan
istilah “descriptive comparative law” , yaitu yang dibedakan dengan “applied
comparative law”. Misalnya, aturan hukum tentang perkawinan dalam
Undang-undang Indonesia, Islam, BW, dan Hukum Adat.

3. Perbandingan Hukum Terapan (Applied Comparative Law)


Perbandingan hukum ini mempergunakan hasil perbandingan hukum
deskriptif untuk memilih diantara sistem-sistem hukum yang diteliti, yaitu
yang paling baik dan cocok untuk diikuti dan digunakan.
UJI PEMAHAMAN MATERI
Pertanyaan :
1. Jelaskan mengenai proses perbandingan hukum?
2. Mengapa diperlukan suatu metode untuk melakukan perbandingan hukum?
Jelaskan!
3. Jelaskan tentang metode Descriptive Comparative Law!

Anda mungkin juga menyukai