Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH ASPEK- ASPEK PENGUBAH HUKUM

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
Dosen Pengampu: Dr. Bastianon, S.H., M.H.
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Oleh.
KELOMPOK II

FAKULTAS MAGISTER HUKUM.


UNIVERSITAS PAMULANG
TANGRANG SELATAN
2022

i
Di susun Oleh Kelompok II:

1. Frens William Rumasingap 221017400189


2. Henry Suhardja 221017400191
3. Idawati Pasaribu 221017400185
4. Indah Pratiwi 221017400162
5. Ine Yuliyanti 221017400185
6. Irmanto 221017400147
7. Menlasi Yudiro 221017400168
8. Rudyanto 221017400193
9. Ruhiat 221017400166
10. Saepuloh 221017400131
11. Saripudin 221017400178
12. Sayidatul Mardiyah 221017400129
13. Soeryaniati Koesoemo 221017400130
14. Suyatno 221017400172

ii
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat atas Karunia dan Rahmat-Nya. Sholawat serta salam selalu
dihaturkan kepada junjungan Nabi Muhamad SAW, para sahabatnya, Pengikutnya
dan mudah-mudahan kita mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir nanti.

Alhamdulillahirroballalamin atas karunia-Nya sehingga kami dapat


menyelesaikan tugas kelompok Mata Kuliah Aspek-Aspek Pengubah Hukum
tepat pada waktunya dengan judul
“..................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...............”. Makalah ini di susun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan
tugas Kelompok pada program Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Pamulang.

Penulis menyaadari bahwa tulisan makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dan dorongan dari rekan-rekan kelompok I dan pihak yang membantu
dalam penyelesaian tulisan tugas kelompok ini. Dan Penulis menyadari dalam
penyusunan ini tentu memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Namun demikian, penulis berharap saran dan kritik demi kesempurnaan dan
perbaikan sehingga makalah Tugas Kelompok ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.

Tangerang Selatan, November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
A. Kerangka Teori................................................................................... 4
B. Lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pengawasan
Obat Dan Makanan Sebagai Payung Hukum Badan Pengawas Obat Dan
Makanan (BPOM) Dalam Aspek Pengubah Hukum Ditinjau Dari Segi
Politik.................................................................................................. 8
1. Hukum Dan Politik Kekuasaan.............................................. 8
2. Pengaruh Partai Politik.......................................................... 14
3. Penarikan Kembali Produk Obat di Industri Farmasi............ 17
C. Peran Masyarakat dalam ikut serta memberikan Pengaruh dan
Pengawasan Kebijakan Politik Pemerintah terkait Pengubah Hukum.. 19
1. PENGARUH LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT... 19
4. Kelompok Penekan (Presure Group)..................................... 22
BAB III PENUTUP........................................................................................... 25
A. Kesimpulan........................................................................................... 25
B. Saran..................................................................................................... 25

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Obat dan Makanan merupakan komoditi esensial, yang produksi,


distribusi dan konsumsinya perlu diintervensi oleh negara. Pentingnya
komoditi Obat dan Makanan ini, harus dibarengi dengan adanya sistem
pengawasan obat dan makanan yang komprehensif dan terpadu.

Di kutip dari media nasional online tempo.co Menteri Kesehatan Budi


Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa data per hari, Jumat, 21 Oktober
2022, terdapat penambahan angka kematian korban akibat mengkonsumsi
obat sirup yang diduga menyebabkan kasus gagal ginjal akut pada anak.
Obat itu sebagian besar merupakan obat batuk dan paracetamol yang
dikonsumsi oleh para pasien sebelum mereka dinyatakan mengalami gagal
ginjal akut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan,
75 persen penyebab gangguan ginjal akut karena senyawa kimia kandungan
polietelin glikol. Kandungan itu, kata Budi, bisa menimbulkan senyawa
berbahaya seperti etilen glikol (EG) dan Dietlien Glikol (DEG). Kemenkes
berhasil mendata 241 kasus di 22 provinsi. Angka kematian dari 241 kasus
ini mencapai 55% atau 133 anak dinyatakan meninggal dunia. Data ini
didapatkan dari bulan Januari-Oktober 2022.1 Menteri Kesehatan Budi
Gunadi Sadikin menjelaskan kasus ini mulai naik per bulan Agustus-
Oktober, tercatat Agustus naik 36 kasus, September naik 78 kasus, dan
Oktober naik 110 kasus. "Kita sudah identifikasi telah dilaporkan adanya
241 (kasus) di 22 provinsi," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Kejadian seperti hal tersebutlah yang merupakan salah satu penyebab


alasan yang mendorong diperlukannya keberadaan Undang-Undang (UU)
1
Febriyan, Breaking News, Ini 91 Daftar Obat Sirup yang Dikonsumsi Korban Gagal
Ginjal Akut, Tempo.co, Jumat, 21 Oktober 2022, dikutip dari
https://nasional.tempo.co/read/1647975/breaking-news-ini-91-daftar-obat-sirup-yang-
dikonsumsi-korban-gagal-ginjal-akut , (pada hari Selasa, 01 November 2022, Pk.11:03)

1
2

Pengawasan Obat dan Makanan yang saat ini masuk dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.

Semakin besarnya tantangan pengawasan obat dan makanan sekarang


ini, termasuk penyalahgunaan obat, memerlukan adanya payung hukum
yang mampu menjadi dasar pelaksanaan pengawasan untuk perlindungan
masyarakat dan peningkatan daya saing obat dan makanan.

Keberadaan UU Pengawasan Obat dan Makanan ini, tidak hanya


diharapkan dapat memberikan penguatan pengawasan obat dan makanan,
termasuk terkait penegakan efek jera terhadap pelanggaran di bidang obat
dan makanan, tetapi juga diharapkan dapat mendukung pengembangan dan
fasilitasi pelaku usaha obat dan makanan.

Di tengah berita-berita yang ada seputar pelanggaran obat dan makanan


perlulah juga diamati bagaimana peran politik dalam merespon kejadian-
kejadian tersebut. Akhir-akhir ini semakin banyak orang menyadari bahwa
politik merupakan hal yang melekat pada lingkungan hidup manusia. Politik
hadir di sekitar manusia, sadar atau tidak, politik ikut memengaruhi
kehidupan manusia sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Politik akan
berlangsung sejak kelahiran sampai kematian manusia, tidak peduli apakah
manusia itu ikut memengaruhi kehidupan setiap orang, sebagaimana
diungkapkan oleh Aristoteles bahwa politik merupakan “master of science"
dan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam
suatu negara.2

Sejauh manakah peran pemerintah dan warga masyarakat dari segi


politik didalam mendorong guna adanya suatu produk hukum yang
menanggulangi atau penjadi payung hukum yang mengatur terhadap
pengawasan dan penindakan atas pelanggaran yang terjadi pada peredaran
obat dan makanan dalam masyarakat.

2
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, PT. Kharisma Putra Utama,
2013, hlm. 101

2
3

Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kelompok kami mengangkat


materi makalah yang berjudul “Lahirnya Rancangan Undang-Undang
(RUU) Tentang Pengawasan Obat Dan Makanan Sebagai Payung Hukum
Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) Dalam Aspek Pengubah
Hukum Ditinjau Dari Segi Politik” yang dimana kiranya dapat memberikan
wawasan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam materi ini oleh


kelompok kami adalah:

1. Bagaimanakah segi politik dapat mempengaruhi lahirnya Rancangan


Undang-Undang (RUU) Tentang Pengawasan Obat Dan Makanan
sebagai payung hukum Badan Pengawas Obat Dan Makanan
(BPOM)?”
2. Bagaimana peran masyarakat dalam ikut serta memberikan pengaruh
dan pengawasan kebijakan politik pemerintah terkait pengubah
Hukum?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini dibuat agar diperolehnya


pengetahuan aspek-aspek pengubah hukum khususnya dari segi politik yang
mempengaruhi lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang
Pengawasan Obat Dan Makanan sebagai payung hukum Badan Pengawas
Obat Dan Makanan (BPOM).

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerangka Teori

Politik berasal dari bahasa Arab disebut siyasah, yang selanjutnya kata
ini diterjemahkan menjadi siasat. Dalam Bahasa Inggris disebut politic yang
berarti cerdik dan bijaksana, dalam pembicaraan sehari-hari kata tersebut
diartikan sebagai suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan. Para
ahli ilmu politik mengakui bahwa sangat sulit untuk memberi definisi
politik secara tepat, sebab objeknya adalah negara dalam keadaan bergerak,
sehingga dalam memberi definisi banyak sudut pandang yang harus dilihat.3

Istilah politik hukum lahir ketika politik tersebut dikaitkan dengan


hukum yang dimana memiliki pengertian sebagai rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum.

Agar kegiatan politik hukum suatu negara dapat berjalan dengan baik
maka sangatlah diperlukan kegiatan-kegiatan untuk menentukan cara
kerjanya fungsi-fungsi masukan (input function) dan fungsi-fungsi keluaran
(output function) dalam melaksanakan kebijakan sistem politik.

Adapun fungsi-fungsi politik yang bersifat masukan (input function)


antara lain:

1. Sosialisasi politik, yaitu sosialisasi antara lain berarti proses sosial


yang memungkinkan seseorang menjadi anggota kelompoknya dan
dalam hal ini ia harus mempelajari kebudayaan kelompoknya dan
peranannya dalam kelompok;
3
Abdul Manan, Dinamika Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Kencana, Cetakan ke-1,
2018, hlm. 1

4
2. Rekrutmen politik, yaitu proses seleksi warga masyarakat untuk
menduduki jabatan politik dan administrasi;

3. Artikulasi kepentingan, yaitu fungsi yang merupakan proses


penentuan kepentingan-kepentingan yang dikehendaki dari sistem
politik, dalam hal ini rakyat menyatakan kepentingannya kepada
lembaga-lembaga politik atau pemerintah melalui kelompok-
kelompok kepentingan yang mereka bentuk bersama dengan orang
lain yang juga memiliki kepentingan yang sama;

4. Agresi kepentingan, yaitu proses perumusan alternatif dengan jalan


penggabungan, atau penyesuaian kepentingan-kepentingan yang telah
diartikulasikan, atau dengan merekrut calon-calon pejabat yang
menganut pola kebijaksanaan tertentu;

5. Komunikasi politik, yakni fungsi yang merupakan alat untuk


penyelenggaraan fungsi-fungsi lainnya.

Sedangkan fungsi-fungsi politik yang bersifat keluaran (output


function) antara lain:

a. Fungsi pembuatan aturan (rule making);

b. Pelaksanaan aturan-aturan hukum (rule application);

c. Pengawasan atas pelaksanaan aturan-aturan hukum (rule


adjudication).4

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian politik hukum adalah


kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan,
sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Adapun

4
Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an.
Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, 1994, hlm. 41-44 dalam Abdul
Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, PT. Kharisma Putra Utama, 2013, , hlm.
103.

5
melalui pengertian tersebut maka terdapat lima agenda yang ditekankan
dalam politik hukum nasional, yaitu:

1. Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak;

2. Penyelenggara negara pembentuk kebijakan dasar tersebut;

3. Materi hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang, dan telah
berlaku;

4. Proses pembentukan hukum, dan;

5. Tujuan politik hukum nasional.

Perubahan paradigma dalam kehidupan politik dan sistem


ketatanegaraan di Indonesia yaitu dari sistem otoritarian kepada sistem
demokrasi, dan dari sistem sentralistik kepada sistem otonomi dalam era
reformasi ini selayaknya harus diperhatikan oleh semua pihak, terutama
bagi penyelenggara negara dan pihak berwenang yang membuat keputusan.
Hal ini tidak boleh diabaikan, sebab perubahan sistem politik dan sistem
kenegaraan sangat berpengaruh pada perkembangan sistem hukum yang
akan dibangun pada saat ini.

Permasalahan politik dalam negeri yang dihadapi oleh Indonesia saat


ini adalah adanya ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga
tinggi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), belum akomodatifnya
konstitusi (UUD 1945) dan perundang-undangan yang ada terhadap
dinamika perubahan masyarakat, rentannya konflik baik vertikal maupun
horizontal, menguatnya gejala disintegrasi bangsa yang sering kali mencari
pembenaran dan dukungan dari pihak luar negeri tertentu, serta merebaknya
berbagai tindakan kekerasan dan aksi masa yang sering kali memaksa
kehendak, lemahnya pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara
sehingga menjadi penyebab meluasnya tindakan KKN dan belum
terlaksananya prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik,

6
serta belum memadainya sarana dan prasarana untuk mendukung
pelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan.

Sedangkan dalam bidang politik luar negeri, permasalahan pokok yang


dihadapi adalah kekurangsiapan Indonesia dalam mengantisipasi berbagai
ekses globalisasi politik dan ekonomi, dan lemahnya posisi tawar Indonesia
dalam percaturan Internasional. Indonesia juga belum mampu
memanfaatkan kemajuan daya saing dalam menghadapi tantangan global
serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kesadaran politik rakyat.

Pembangunan politik dalam negeri guna menghadapi permasalahan-


permasalahan tersebut diharapkan tumbuh dan berkembang secara
bersamaan dengan bidang-bidang kehidupan lain dalam masyarakat agar
dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi terwujudnya sistem politik
nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis dan terbuka yang meliputi
tiga program, yaitu:

1) program perbaikan struktur politik;

2) program peningkatan kualitas proses politik, dan;

3) program pengembangan budaya politik.

Sedangkan hubungan luar negeri di masa yang akan datang diharapkan


dapat dilaksanakan secara proaktif bagi tercapainya kepentingan nasional
secara optimal dengan mengutamakan prinsip-prinsip perdamaian,
kemerdekaan dan keadilan sosial di antara bangsa-bangsa di dunia dengan
melaksanakan:

1. program penguatan politik luar negeri dan diplomasi;

2. program peningkatan kerja sama ekonomi luar negeri;

3. program perluasan perjanjian ekstradisi, dan;

7
4. program peningkatan kerja sama bilateral, regional, dan
global/multilateral.

Dengan bertitik tolak pada uraian di atas, di sini akan diuraikan


beberapa hal tentang aspek-aspek pengubah hukum ditinjau dari segi politik
yang disusun secara filosofis, sistematis dan logis. Hal-hal yang
memengaruhi berubahnya hukum antara lain:

1. hubungan politik dan kekuasaan pemerintah yang berkuasa;

2. meningkatnya peranan partai politik, lembaga swadaya


masyarakat (LSM), tekanan Internasional dalam bidang tertentu;

3. pengaruh kelompok penekan domistik, dan sebagainya.

B. Lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pengawasan


Obat Dan Makanan Sebagai Payung Hukum Badan Pengawas Obat
Dan Makanan (BPOM) Dalam Aspek Pengubah Hukum Ditinjau Dari
Segi Politik

1. Hukum Dan Politik Kekuasaan

Sistem politik dapat diartikan sebagai seperangkat interaksi yang


diabstraksikan dari totalitas perilaku sosial melalui nilai-nilai yang
disebarkan untuk suatu masyarakat. Suatu sistem politik harus
mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kehidupan
(viability), langsung dan berkelanjutan serta mempunyai dorongan
alamiah (propensity), bertahan (persisting) dalam segala kondisi
lingkungan yang menekankannya sampai batas tertentu. Pemerintah
sebagai personifikasi negara dalam konsep ini hanya mekanisme
formal, di samping pranata (asosiasi) sosial politik lainnya yang tidak
resmi.

8
Sehingga kemudian dapat diketahui bahwa dalam setiap sistem
politik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

Pertama; fungsi dan adaptasi terhadap masyarakat baik ke dalam


maupun keluar kelompok sosial,

Kedua; penerapan nilai-nilai dalam masyarakat berdasarkan


kewenangan yang dimilikinya;

Ketiga; penggunaan kewenangan atau kekuasaan baik secara sah atau


tidak sah.

Dengan mencermati ketiga hal tersebut, maka dapat diketahui


bahwa pada setiap negara akan ada dua masalah yang berkaitan
dengan nilai-nilai, yaitu:

a) masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai di satu pihak, dan;

b) pemegang kekuasaan sebagai pihak yang memberlakukan nilai-


nilai di pihak lain.

Dengan demikian, berbicara tentang sistem politik sama halnya


berbicara tentang kehidupan politik masyarakat (infrastruktur) dan
kehidupan politik pemerintah (suprastruktur), di mana pertentangan
hubungan keduanya sangat besar intensitasnya dan mempunyai
pengaruh yang berbeda pula. Tentang mana yang lebih kuat
pengaruhnya, apakah infrastruktur ataukah suprastruktur, hal ini
tergantung pada kondisi sosial budaya masyarakat, ajaran yang dianut
masyarakat dan negara, serta karakteristik pemerintah sebagai
pemegang dan sekaligus sebagai pelaksana kedaulatan.

Pemerintah pada intinya merupakan pelaksana kehendak negara


yang tidak lain merupakan manifestasi dari sistem politik. Pemerintah
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan anggota masyarakat dalam
suatu negara yang diberi tugas untuk menyelenggarakan kekuasaan
negara. Dalam kaitan antara hukum dan kekuasaan negara, John

9
Austin5 mengemukakan bahwa hukum itu adalah perintah dari
penguasa negara, dan hakikat hukum itu terletak pada unsur perintah
itu. Hukum itu merupakan satu sistem yang tetap, logis, dan tertutup,
oleh karena itu hukum dibedakan dalam dua jenis, yaitu:

a) hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws), dan;

b) hukum yang dibuat oleh manusia.

Dalam diri hukum itu sendiri sebenarnya terdapat empat unsur


yaitu perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban (duty) dan
kedaulatan (sovereignty). Jadi menurut John Austin sebagai pelopor
aliran positivisme hukum memandang bahwa hukum itu tiada lain
kecuali perintah yang diberikan oleh penguasa (law is a command of
lawgivers).

Dalam pandangan realisme hukum, hukum itu tidak selalu sebagai


perintah dari penguasa negara, sebab hukum dalam perkembangannya
selalu dipengaruhi oleh berbagai hal. Hukum adalah hasil dari
kekuatan sosial dan alat kontrol sosial dalam kehidupan bersama
dalam suatu negara. Hukum pada dasarnya tidak steril dari subsistem
kemasyarakatannya. Politik sering kali melakukan intervensi atas
perbuatan dan pelaksanaan hukum sehingga muncul pertanyaan
tentang subsistem mana antara hukum dan politik yang lebih
suprematif.

Pertanyaan ini muncul disebabkan karena banyaknya peraturan


hukum yang tumpul dalam memotong kesewenang-wenangan, hukum
tak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan
dirinya sebagai masalah yang seharusnya menjadi tugas hukum untuk
menyelesaikannya. Bahkan dewasa ini banyak produk hukum lebih
banyak diwarnai dengan kepentingan-kepentingan politik pemegang
kekuasaan.
5
Shidarta Darji Darmodihardjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm. 128

10
Masalah kekuasaan (authority) merupakan unsur penting dalam
kehidupan manusia, bahkan sering dijadikan ajang konflik untuk
mendapatkannya. Dalam kaitan ini Mochtar Kusumaatmadja6
mengatakan bahwa, "hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan,
kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman." Lili Rasjidi7 menjelaskan
bahwa hukum dalam pelaksanaannya memerlukan kekuasaan untuk
mendukungnya. Kekuasaan itu diperlukan karena hukum itu bersifat
memaksa, tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan hukum akan menjadi
terhambat.

Semakin tertib dan teratur masyarakat, semakin berkurang pula


dukungan kekuasaan yang diperlukan. Jika hal yang terakhir ini ada
dalam masyarakat, berarti dalam masyarakat itu sudah ada kesadaran
hukum masyarakat untuk taat dan patuh pada hukum tanpa ada
paksaan dari pemegang kekuasaan. Unsur pemegang kekuasaan
merupakan suatu hal yang penting dalam digunakannya kekuasaan
yang dimilikinya sesuai dengan kehendak rakyat. Oleh karena itu di
samping keharusan adanya hukum sebagai pembatas, juga diperlukan
unsur lain yang harus dimiliki oleh pemegang kekuasaan seperti watak
yang jujur dan rasa pengabdian terhadap kepentingan masyarakat yang
tinggi.

Dalam pandangan Van Apeldoorn 8 hukum itu sendiri sebenarnya


merupakan kekuasaan. Hukum juga merupakan salah satu sumber
daripada kekuasaan, di samping sumber-sumber lainnya seperti
kekuatan (fisik dan ekonomi), kewibawaan (rohaniah, inteligensia,
dan moral). Selain itu hukum juga merupakan pembatas bagi
kekuasaan, oleh karena biasanya kekuasaan itu mempunyai sifat yang

6
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam
Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1976, hlm. 3
7
Lili Rasyidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990,
hlm. 55-56
8
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976, hlm.
68

11
buruk yaitu selalu merangsang pemegangnya untuk ingin memiliki
kekuasaan yang melebihi apa yang dimilikinya.

Sehubungan dengan hal ini Soerjono Soekanto 9 mengemukakan


bahwa baik buruknya sesuatu kekuasaan, sangat tergantung dan
bagaimana kekuasaan tersebut dipergunakan. Artinya, baik buruknya
kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk
mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh
masyarakat lebih dahulu. Hal ini merupakan suatu unsur yang mutlak
bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan bagi setiap bentuk
organisasi yang teratur.

Tentang mengapa hukum menjadi cermin dari kehendak


pemegang kekuasaan atau identik dengan kekuasaan, Moh. Mahfud
MD.10 dengan mengutip pendapat Dahrendorf mencatat ada enam ciri
kelompok dominan atau kelompok pemegang kekuasaan politik, yaitu:

pertama: jumlahnya selalu lebih kecil dari jumlah kelompok yang


dikuasai,

kedua: memiliki kelebihan kekayaan khusus untuk tetap memelihara


dominasinya berupa kekayaan material, intelektual, dan kehormatan
moral,

ketiga: dalam pertentangan selalu terorganisir lebih baik daripada


kelompok yang ditundukkan;

keempat: kelas penguasa hanya terdiri dari orang-orang yang


memegang posisi dominan dalam bidang politik sehingga elite
penguasa diartikan sebagai elite penguasa dalam bidang politik;

kelima: kelas penguasa selalu berupaya monopoli dan mewariskan


kekuasaan politiknya kepada kelas/kelompoknya sendiri;
9
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 1999, hlm. 19
10
Moh. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, Pustaka LP3ES, Jakarta,
1998, hlm. 14

12
keenam: ada reduksi perubahan sosial terhadap perubahan komposisi
kelas penguasa.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa konfigurasi politik


suatu negara akan melahirkan karakter produk hukum tertentu di
negara tersebut. Di dalam negara yang konfigurasi politik berciri
demokratis maka produk politiknya berkarakter responsif (populistik),
sedangkan di negara yang konfigurasi politiknya bercorak otoriter,
maka produk hukumnya berkarakter ortodoks (konservatif/elitis).
Perubahan konfigurasi politik dari otoriter ke demokratis atau
sebaliknya berimplikasi pada perubahan karakter produk hukum.
Konfigurasi politik yang demokratis akan melahirkan produk hukum.
Konfigurasi politik yang demokratis akan melahirkan produk hukum
yang responsif, sedangkan konfigurasi politik yang otoriter akan
melahirkan produk hukum yang konservatif. Indonesia sejak
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah terjadi tolak
tarik antara konfigurasi politik yang demokratis dan konfigurasi
politik yang otoriter, meskipun semua konstitusinya menetapkan
demokrasi sebagai salah satu asas hidup bersama dalam satu bangsa
dan negara. Dalam era reformasi saat ini, konfigurasi politik
demokratis, dengan ditandai banyaknya produk-produk politik
penguasa melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam mengambil
keputusan.

Dalam pelaksanaan konfigurasi politik demokratis yang sedang


maraknya saat ini, agar tidak kebablasan maka perlu diingat tentang
tujuan politik nasional Indonesia yang didasarkan pada perjuangan
bangsa Indonesia yang telah berhasil merebut kemerdekaannya,
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 untuk mengisi kemerdekaan
tersebut guna mencapai masyarakat adil dan makmur. Cita-cita ini
dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 yang menurunkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok yang meliputi yaitu melindungi

13
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia sambil memperluas daya
upaya di luar negeri, berarti menyelenggarakan politik bebas aktif
yang diabdikan pada kepentingan nasional. Tujuan politik nasional ini
tidak dapat dipisahkan dari eksistensi bangsa dan negara Indonesia.

2. Pengaruh Partai Politik

Dalam negara demokrasi, partai politik merupakan hal yang


sangat penting dalam penyelenggaraan negara, sebab melalui partai
politik inilah rakyat menentukan kebijakan untuk memilih presiden
wakil presiden dan pejabat negara lainnya. Partai politik merupakan
alat yang pernah didesain oleh kelompok masyarakat dalam suatu
negara untuk mencapai tujuan politiknya, dan partai politik ini
merupakan senjata yang paling ampuh dalam menekan kesewenangan
pihak penyelenggaraan negara. Sedemikian pentingnya keberadaan
partai politik dalam sebuah negara, sampai pada munculnya pemeo
dalam masyarakat "negara modern tanpa partai politik, sama saja
dengan kolam yang tidak ada ikannya”.

Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat


erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan pihak yang
berkuasa. Hubungan ini sangat dipengaruhi oleh masyarakat yang
melahirkan partai politik itu. Kalau kelahiran partai politik itu
diidentikkan sebagai pengejawantahan dari kedaulatan dalam politik
formal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan oleh masyarakat
dalam membicarakan partai politik sebagai pengendali kekuasaan oleh
pejabat yang diberi wewenang untuk menjalankan kebijakan negara.

Partai politik selalu dianggap sebagai salah satu atribut dari


negara modern dan tidak ada seorang ahli pun yang membantahnya,

14
sebab partai politik itu sangat diperlukan kehadirannya bagi negara
yang berdaulat. Bagi negara yang berdaulat, eksistensi partai politik
merupakan prasyarat baik sebagai sarana penyalur aspirasi rakyat,
juga merupakan penentu dalam proses penyelenggaraan negara
melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam badan perwakilan rakyat.

Partai politik sering kali diasosiasikan orang sebagai organisasi


perjuangan yaitu tempatnya seseorang atau sekelompok orang
memperjuangkan hak-hak politik dalam sebuah negara. Menurut
Huzhuszar dan Stevensoon dalam bukunya Political Science,
sebagaimana yang dikutip oleh Bakti Ritonga, 11 mengatakan bahwa
partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir dan
berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar dapat
melaksanakan program-program dan menempatkan anggota-
anggotanya dalam jabatan pemerintah. Partai politik berusaha untuk
memperoleh kekuasaan dengan dua cara yaitu pertama: ikut serta
dalam pelaksanaan pemerintahan secara sah melalui pemilihan umum
dengan merebut suara terbanyak (mayoritas), kedua: dengan cara tidak
sah (subversive) untuk memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara
itu dengan cara revolusi. Lebih lanjut dikatakan bahwa persaingan
antar partai politik merupakan bagian integral dalam proses politik
guna memperoleh kemenangan dalam proses pemilihan umum. Partai
politik yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum,
akan memperkuat posisi elite dalam menjalankan kekuasaan dan
merealisir tujuan lebih lanjut yakni mengawasi kebijakan umum
pemerintah.

Dalam konteks Indonesia, peran partai politik sebagai aspek


pengubah hukum terlebih dahulu harus merujuk kepada ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

11
Bakti Ritonga, Pengaruh Politik dalam Perubahan Hukum, makalah dalam
mata kuliah Aspek-aspek Pengubah Hukum, PPS-UMSU, Medan, tahun 2004, hlm. 7-
8

15
yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini sejalan
dengan ketentuan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi "Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat". Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui
bahwa peran Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif
mempunyai peran seimbang dalam membuat dan mengadakan
perubahan undang-undang. Berdasarkan ketentuan itu pula ditentukan
bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah orang-orang yang
mewakili atau diusulkan oleh partai politik yang ada.

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dijelaskan tugas dan


wewenang Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu bersama-sama dengan
Presiden membentuk undang-undang, bersama-sama dengan Presiden
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melaksanakan
pengawasan dalam pelaksanaan undang-undang yang berhubungan
dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Pengelolaan Keuangan Negara serta Kebijaksanaan Pemerintah,
membahas untuk meratifikasi dan/atau memberikan persetujuan atas
pernyataan perang/damai dan hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan dan melaksanakan hal-hal yang ditugaskan oleh
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.

Dari tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana


tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tugas dan wewenang itu
seimbang dengan tugas dan wewenang Presiden sebagai pemegang
kekuasaan eksekutif dalam penyelenggaraan tugas-tugas negara.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partai politik mempunyai
peran yang sangat penting dalam melakukan perubahan hukum, baik

16
yang berkaitan dengan hal-hal yang terjadi dalam negeri maupun hal-
hal yang terjadi di luar negeri. Selain dari itu, di luar Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), anggota partai politik juga berperan dalam
mengubah hukum dengan memberikan masukan (kalau perlu dengan
tekanan) kepada Dewan Perwakilan Rakyat terhadap sesuatu hal yang
merugikan rakyat.

3. Penarikan Kembali Produk Obat di Industri Farmasi

Isue penarikan obat-obatan sirup dimasyarakat yang ramai di


bahas di media sosial belum tentu kebenarannya. Media massa sebagai
alat efektif dalam mengemas issue issue untuk dimanfaatkan dalam
membuat Undang-undang. Hal ini menjadi projek bagi pembuat
undang-undang dan penyerapan anggaran Negara.
Penarikan produk dapat diinisiasi oleh pabrik pembuat obat,
pedagang besar farmasi atau Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Penarikan Kembali Produk adalah suatu proses penarikan
dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari
rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi
diedarkan karena tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat, mutu, dan label. Penarikan produk merupakan cara
efektif untuk melindungi publik/konsumen dari risiko produk yang
membahayakan.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK .04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011
tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi
Standar dan/atau Persyaratan, tertulis penarikan obat sendiri
dibedakan menjadi tiga kelas, yakni kelas I, kelas II, dan kelas III.
Kelas I sendiri dijelaskan sebagai penarikan terhadap obat yang
apabila digunakan dapat menyebabkan efek serius terhadap kesehatan

17
yang berpotensi menyebabkan kematian, seperti di antaranya telah
memiliki izin edar yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
terkontaminasi mikroba atau kimia berbahaya, dan labelnya tidak
sesuai dengan kandungan dan/atau kekuatan zat aktif.
Sedangkan kelas II adalah penarikan terhadap obat yang apabila
digunakan dapat menyebabkan penyakit atau pengobatan keliru yang
efeknya bersifat sementara terhadap kesehatan dan dapat pulih
kembali. Kriteria yang masuk dalam penarikan kelas II seperti misal
labelnya tidak lengkap atau salah cetak, terkontaminasi mikroba pada
sediaan obat non steril, atau kedaluwarsa.
Kelas III merupakan penarikan terhadap obat yang tidak
menimbulkan bahaya signifikan terhadap kesehatan tetapi karena
alasan lain dan tidak termasuk Dalam Penarikan Kelas I dan Kelas II.
Untuk penarikan kelas III, kriteria yang ada misalnya tidak
mencantumkan nomor bets dan/atau tanggal kedaluwarsa, penutup
kemasan rusak dan/atau obat tidak memenuhi standar.
Pada peraturan yang sama pula, tercantum sanksi ketika pemilik
izin edar yang melanggar ketentuan seperti diatur dalam peraturan
selain diberikan perintah penarikan, juga dapat dikenai sanksi
administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian
sementara kegiatan (PSK), pembekuan izin edar, dan/atau pembatalan
izin edar.

C. Peran Masyarakat dalam ikut serta memberikan Pengaruh dan


Pengawasan Kebijakan Politik Pemerintah terkait Pengubah Hukum

18
1. PENGARUH LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

Tidak semua aspirasi yang ada dalam masyarakat dapat


tertampung dalam partai politik yang telah ada dalam satu negara.
Aspirasi masyarakat yang tidak tertampung itu biasanya diwujudkan
dalam berbagai organisasi yang dibentuk di luar pemerintah, seperti
organisasi profesi, kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
kelompok penekan (pressure group) dan kelompok kepentingan
(interest group). Di samping ini juga terdapat kelompok dari lembaga-
lembaga Internasional seperti Internasional Monetary Fund (IMF),
Word Bank, dan berbagai lembaga internasional lainnya yang dapat
memengaruhi produk-produk hukum dalam suatu negara.

Salah satu ciri penting dalam organisasi kemasyarakatan itu


adalah kesukarelaan dalam pembentukan dan keanggotaannya.
Anggota masyarakat bebas untuk membentuk, memiliki dan
bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yang dikehendaki dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atas dasar
kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepentingan.
Organisasi kemasyarakatan dibentuk atas dasar sifat kekhususannya
masing-masing, maka sudah semestinya apabila organisasi
kemasyarakatan berusaha melakukan kegiatan sesuai dengan
kepentingan para anggotanya.

Di samping itu, organisasi kemasyarakatan sebagai wadah


pembinaan dan pengembangan anggotanya merupakan tempat
penempaan kepemimpinan dan peningkatan keterampilan yang dapat
disumbangkan dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu,
keberadaan organisasi kemasyarakatan, termasuk Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.

19
Menurut Syaiful Hakim 12 yang dimaksud dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat adalah organisasi nonpemerintah yang didirikan
oleh masyarakat untuk tujuan tertentu, terutama untuk ikut
memberikan andil dalam pembangunan. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang didirikan itu mempunyai perhatian dan fokus
garapan yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan kepentingan
masyarakat yang menghendaki lahirnya Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) itu. Adapun bentuk Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) berbagai spesifikasi, misalnya ada yang mengkhususkan diri
dalam bidang lingkungan hidup, dan pelestarian alam, ada yang
bergerak dalam bidang perlindungan anak-anak, ada yang berkaitan
dengan penegakan hukum dan keadilan ada yang memerhatikan
tentang kekayaan pejabat dan mantan pejabat negara, ada yang
memerhatikan tentang kemandirian peradilan, ada yang memerhatikan
tentang dugaan korupsi dan pemberantasan KKN, ada lembaga yang
memerhatikan tentang hak-hak asasi manusia dan kesetaraan gender
dan lembaga yang memerhatikan pelaksanaan demokrasi dan
supremasi hukum.

Dalam melaksanakan kegiatan dan program kerja sesuai dengan


bidang yang menjadi sorotan masing-masing Lembaga Swadaya
Masyarakat, kebanyakan dari mereka terlebih dahulu mengumpul data
yang diperlukan dengan mengadakan penelitian lapangan untuk
mendapatkan dan mengetahui kondisi objektif tentang persoalan yang
menjadi bidang garapannya. Data-data yang terkumpul itu diolah
sedemikian rupa sehingga didapat data yang akurat yang selanjutnya
disusun langkah-langkah strategis selanjutnya untuk mengupayakan
perbaikan kondisi yang diinginkan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) tersebut.

12
Syaiful Hakim, Mencari Penegak Hukum Idaman, dalam majalah Forum No. 5
Tanggal 8 Januari 2003, hlm. 31

20
Dari hasil penelitian ini, mereka mengadakan kajian lebih lanjut
dengan mengadakan seminar-seminar guna mendapatkan solusi
terbaik terhadap persoalan yang dihadapinya. Hasil dari penelitian dan
kajian yang telah diseminarkan itu diserahkan kepada pembuat
kebijakan, baik pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang pada
gilirannya kalau hasil kajian itu bermanfaat untuk kepentingan
masyarakat, maka akan ditindak lanjuti dengan membuat kebijakan
baru dalam bidang hukum.

Sejak reformasi bergulir pada tahun 1998 kegiatan dari Lembaga


Swadaya Masyarakat semakin marak. Lembaga yang tumbuh di dalam
masyarakat itu telah berfungsi sebagai penegak peraturan yang
berlaku di dalam masyarakat, dan juga telah berfungsi sebagai alat
untuk mendidik anggota masyarakat, supaya mereka itu memiliki
kesadaran untuk mematuhi segala peraturan, dengan demikian dalam
masyarakat akan terdapat ketertiban dan kedamaian. Jadi dalam
kehidupan masyarakat diperlukan Lembaga Swadaya Masyarakat
untuk mengontrol penyelenggara negara agar segala sesuatu dapat
berjalan sebagaimana yang telah ditentukan. Misalnya WALHI,
Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Pemantauan dan Pelestarian
Lingkungan Hidup dan Ekosistem, lebih mengarahkan kegiatannya
pada upaya bagaimana agar kelestarian lingkungan tetap terjaga
dengan cara mengurangi penebangan hutan secara ilegal agar bangsa
Indonesia terhindar dari ancaman banjir dan bencana alam lainnya.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam


bidang masing-masing telah memberikan berbagai masukan kepada
pembuat kebijakan baik dalam bidang eksekutif, legislatif dan
yudikatif baik dalam rangka membuat aturan hukum maupun dalam
bidang penerapan hukum menuju kepada hal yang lebih baik daripada
sebelumnya. Pada era reformasi ini banyak aturan hukum (undang-
undang) yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama

21
pemerintah terlebih dahulu diminta masukan-masukan dari berbagai
pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam bidang
masing-masing. Dari hal yang telah dikemukakan ini, tampak bahwa
peranan pengaruh dari Lembaga Swadaya Masyarakat dalam
mengubah suatu hukum yang akan diberlakukan kepada masyarakat
cukup dominan.

2. Kelompok Penekan (Presure Group)

Kelompok penekan adalah sekumpulan orang yang mempunyai


visi yang berlainan dengan visi dari orang-orang yang duduk dalam
suatu lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk membuat
kebijakan nasional terhadap sesuatu hal yang menyangkut hajat hidup
orang banyak. Dalam dunia politik kelompok ini lazim dikenal dengan
kelompok oposisi. Kelompok ini pada umumnya adalah orang-orang
yang tidak masuk dalam lingkaran pemerintah yang berkuasa, dan
tidak pula terwakili suaranya dalam salah satu partai politik tertentu,
atau orang-orang yang kecewa terhadap wakil-wakilnya yang duduk
di lembaga legislatif, termasuk juga terhadap orang-orang yang tidak
puas dengan perkembangan penegakan hukum dan kinerja aparat
pemerintah dalam suatu negara.

Orang-orang yang termasuk dalam kelompok penekan ini terdiri


dari orang-orang berada dalam berbagai golongan dari lapisan
masyarakat, mulai dari kelas bawah sampai kepada masyarakat kelas
menengah dan atas. Mereka terkadang tidak mempunyai organisasi
yang tetap sebagaimana layaknya anggota dari suatu lembaga sosial
lainnya dalam masyarakat. Selain dari yang telah disampaikan ini,
kelompok penekan juga bisa datang dari luar negeri atau organisasi
Internasional. Dengan kondisi domestik yang tidak stabil dan
dikelilingi oleh suasana yang tidak menentu dan membutuhkan

22
bantuan dari negara super power, atau negara kaya, sehingga mereka
dengan mudah mencampur urusan dalam negeri negara yang meminta
bantuan tersebut.

Dalam sosiologi hukum dikenal teori gerakan sosial yang


mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat sering terjadi
ketidakpuasan terhadap bidang-bidang tertentu yang dapat
menimbulkan ketidaktenteraman dan ketegangan dalam masyarakat,
yang kadang-kadang atas ketidaktenteraman dan ketegangan ini
timbul gerakan untuk mengadakan perubahan yang pada akhirnya
menimbulkan suatu hukum baru. Biasanya kelompok penekan ini
memperjuangkan keinginannya dan tujuan gerakannya dengan cara
melakukan demonstrasi, yaitu mengerahkan massa secara besar-
besaran menentang kebijakan berbagai kebijakan pemerintah yang
tidak sesuai dengan aspirasi kelompoknya dan yang bertentangan
dengan hukum dan keadilan. Dengan cara berdemonstrasi seperti
inilah mereka berharap pemerintah akan meninjau ulang kebijakan-
kebijakan yang telah ditetapkannya dan mengkaji ulang dengan
membuat kebijakan baru yang lebih sesuai dengan kepentingan rakyat
banyak.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengaruh dari


kelompok penekan dan organisasi Internasional terhadap suatu
masalah dalam kelompok masyarakat suatu bangsa dapat
memengaruhi kebijakan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara
negara. Meskipun tidak semua perjuangan kelompok penekan berhasil
memengaruhi kebijakan negara, tetapi banyak juga perjuangan
kelompok penekan ini dapat berhasil diperjuangkan sehingga
kebijakan yang telah ditetapkan terpaksa harus diubah, yang pada
akhirnya berubah pula pada produk hukum yang dibuatnya.

Hal ini dapat dilihat dari campur tangannya urusan dalam negeri
Indonesia dari lembaga organisasi Internasional Monetary Fund

23
(IMF) sampai pada batas-batas yang sangat mengkhawatirkan yaitu
cair tidaknya pinjaman baru sangat ditentukan oleh tekanan-tekanan
dari organisasi tersebut untuk melaksanakan kebijakan dalam negeri
yang menerima donor. Begitu juga halnya dalam menentukan
berbagai kebijakan dalam negeri sering kali dikaitkan dengan isu
berbagai kebijakan dalam negeri yang sering kali dikaitkan dengan
isu-isu politik Internasional seperti terorisme, HAM dan sebagainya.

Demikian juga dengan harga minyak dunia yang tentu


memengaruhi harga minyak dalam negeri, yang pada akhirnya akan
memengaruhi kebijakan dalam negeri, terutama dalam penetapan
undang-undang tentang APBN. Tidak dapat dipungkiri, pengaruh dari
kelompok penekan dan tekanan organisasi Internasional dalam
masalah-masalah tertentu akan mengakibatkan pada perubahan hukum
dan pembentukan hukum.

24
BAB III

PENUTUP
A. Saran

Dalam penyusunan RUU Pengawasan Obat dan Makanan, Komisi IX


DPR RI harus membutuhkan masukan dari akademisi-akademisi dari
perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, dengan adanya RUU tersebut
BPOM dapat melakukan tindakan dalam pengawasan. Jadi dalam Undang-
undang tersebut, dituangkan mulai persiapan produksi sudah diawasi sampai
pembinaan terhadap UMKM. Bukan hasil tes awal produk itu gak lolos di
BPOM bukan serta merta ditinggalkan tapi diberi pendampingan agar lolos.
Sehingga tidak memberikan manfaat atau membayakan kepada Masyarakat.

B. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan mengenai segi politik dapat


mempengaruhi lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang
Pengawasan Obat Dan Makanan sebagai payung hukum Badan Pengawas
Obat Dan Makanan (BPOM) yaitu;

1. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan


Makanan diharapkan dapat memperkuat posisi Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM).
2. Bahwa pengaruh dari kelompok penekan dan organisasi Internasional
terhadap suatu masalah dalam kelompok masyarakat suatu bangsa dapat
memengaruhi kebijakan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara
negara

25
DAFTAR PUSTAKA

Febriyan, Breaking News, Ini 91 Daftar Obat Sirup yang Dikonsumsi Korban
Gagal Ginjal Akut, Tempo.co, Jumat, 21 Oktober 2022, dikutip dari
https://nasional.tempo.co/read/1647975/breaking-news-ini-91-daftar-obat-
sirup-yang-dikonsumsi-korban-gagal-ginjal-akut , (pada hari Selasa, 01
November 2022, Pk.11:03)
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, PT. Kharisma Putra
Utama, 2013.
Abdul Manan, Dinamika Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Kencana, Cetakan
ke-1, 2018.
Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an.
Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, 1994, dalam
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, PT. Kharisma
Putra Utama, 2013.
Shidarta Darji Darmodihardjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002.
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam
Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1976.
Lili Rasyidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976.
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 1999.
Moh. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, Pustaka LP3ES, Jakarta, 1998.
Bakti Ritonga, Pengaruh Politik dalam Perubahan Hukum, makalah dalam mata
kuliah Aspek-aspek Pengubah Hukum, PPS-UMSU, Medan, tahun 2004.
Syaiful Hakim, Mencari Penegak Hukum Idaman, dalam majalah Forum No. 5
Tanggal 8 Januari 2003.

Anda mungkin juga menyukai