KOLELITIASIS
Disusun oleh:
Karina 130100049
Shafira Hazmi Arif 130100146
Tieto Rizkiawan 060100107
K.Thinaggaran 110100370
Kalaiyarasi Selvam 130100443
Hany Zevania 130100363
Wahyudin 130100201
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................
......................................................................
................................
........ 1
1.2 Tujuan....................................................
............................................................................
........................................
................ 2
1.3 Manfaat......................................................
..............................................................................
....................................
............ 2
1.1.Latar Belakang
bidang kedokteran.
c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai Kolelitiasis yang berlandaskan teori sehingga dapat ditatalaksana
dengan sebaik mungkin sesuai kompetensinya pada tingkat pelayanan primer.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke
duodenum.5
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Memakan makanan
akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK),
yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak
merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam
otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam
waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari
air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat
terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 8
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.i Hanya sekitar 5% dari asam empedu
yang disekresikan dalam feses.8
2.3 Kolelitiasis
2.3.1 Definisi
Kolelitiasis dapat didefinisikan sebagai sebuah deposit kristal empedu yang
ditemukan dalam kandung empedu, atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolestrol, terbentuk di
2
dalam kandung empedu.
2.3.2 Patogenesis dan Tipe Batu
Batu empedu terbentuk karena ada komposisi empedu yang abnormal.
Secara umum, batu empedu terbagi kedalam 2 tipe terbesar: batu kolestrol dan
batu pigmen. Ada juga yang mengklasifikasikan batu empedu “tipe campuran”.
Batu kolestrol biasanya mengandung >50% kolestrol monohidrat ditambah
campuran garam kalsium, pigment empedu, protein, dan asam lemak. Batu
pigmen terdiri atas kalsium bilirubinat terutamanya; kolestrol <20% dan
diklasifikasikan menjadi tipe “hitam” dan “cokelat”.
Batu Kolestrol dan Endapan Bilier
Ada berbagai mekanisme penting di dalam proses litogenesis, dimana
yang terutamanya adalah peningkatan sekresi kolestrol. Hal ini bisa terjadi
berkaitan dengan obesitas, sindroma metabolik, diet tinggi kalori dan tinggi
kolestrol, obat-obatan (seperti clofibrate ), dan bisa saja karena peningkatan
clofibrate),
aktivitas enzim hydroxymethylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reductase
dan peningkatan ambilan kolestrol dari darah oleh hepatosit. Disamping itu,
faktor genetik tetap berperan di dalam penyakit
pen yakit batu empedu.
Mekanisme penting lainnya dalam proses litogenesis adalah
nucleation kristal kolestrol monohidrat. Akselerasi nukleasi ini bisa saja
dikarenakan kelebihan faktor pro atau kekurangan faktor antinucleation
antinucleation..
Mekanisme ketiga yang penting dalam pembentukan batu empedu kolestrol
adalah hipomotilitas kandung empedu itu sendiri. Jika kandung empedu
dapat mengosongkan cairan empedu yang supersaturated atau yang crystal-
containing bile secara sempurna, maka tidak mungkin batu akan terbentuk.
Insidensi batu empedu dijumpai meningkat pada keadaan berpuasa, nutrisi
parentral, atau kehamilan dan pada pasien yang menggunakan obat-obatan
yang menghambat motilitas empedu.
Endapan bilier merupakan material yang mucoid, tebal, secara
mikroskopik menunjukkan lecithin-cholesterol liquid crystals,
crystals, kristal
kolestrol monohidrat, calcium bilirubinat, dan gel mucin. Endapan bilier ini
2. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.5,9
3. Berat Badan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1,5
4. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. 5
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.8
5. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.9
2.6 Diagnosis
Algoritma pasien dengan batu empedu dapat dilihat pada gambarberikut ini.
Anamnesis
Setengah sampai 2/3 penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung >15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam
ja m kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih 1/4 penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
t erjadi kolesistitis,
kolesist itis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 5
Pemeriksaan Fisik
1. Batu Kandung Empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik
menarik nafas panjang karena
karena kandung empedu yang meradang
meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa
pemeriksa dan pasien
pasien berhenti menarik
menarik nafas.
2. Batu S
Saluran
aluran Empedu
Empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati
dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empe
empedu
du bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.
Pemeriksaan Penunjang
1. Transabdominal Ultrasound
Merupakan parameter diagnostik terbaik untuk mendeteksi kehadiran batu kandung
empedu karena bersifat non-invasif. Secara relatif, tidak mahal dan tidak memiliki bahaya
radiasi. Pemeriksaan ini dilakukan apabila pasien sudah berpuasa minimal 8 jam
sebelumnya.
Karakteristik batu yang tampak pada umumnya: gravel dan sludge
sludge.. Secara keseluruhan
batu kandung empedu memiliki pencitraan echogenic foci dengan acoustic shadow.
shadow.
Namun, pada jenis sludge acoustic shadow tidak ditemui. Kelemahan dari pemeriksaan
ini adalah operator-dependent .5
Gambar 2.6. Gambaran polip kandung empedu dibanding dengan batu empedu
.
2. CT Scan
CT scan jarang digunakan untuk screening awal batu empedu, kurang sensitif, dan lebih
mahal dibandingkan cara skrining yang lain serta terdapat paparan radiasi. CT scan
berguna untuk menunjukkan pelebaran saluran empedu dan adanya lesi massa, CT scan
merupakan pilihan bila dicurigai kuat adanya tumor (seperti kanker pancreas) yang
menyumbatt duktus koledokus.16
menyumba
3. Endoscopic Ultrasound
Ultrasound
Pencitraan daripada kandung empedu dapat dilihat dengan EUS. Pada EUS, transducer
ultrasound diletakkan diujung endoscope yang akan kontak dengan antrum gaster, yang
dekat dengan kandung empedu. Hal ini memungkinkan visualisasi yang tidak terganggu
oleh bowel gas, subcutaneous tissue,
tissue, ataupun hepar. Secara umum, EUS lebih sensitif
daripada transabdmominal ultrasound khususnya pada pasien obesitas, dan pasien yang
tidak memungkinkan untuk pemeriksaan
pemeriksaan transabdominal.
transabdominal.
4. PTC
PTC adalah suatu teknik visualisasi saluran empedu (cholangiography
(cholangiography)) secara
langsung dengan penempatan jarum halus melalui dinding dada dan parenkim hati ke
dalam cabang saluran empedu di kanan atau di kiri, kemudian disuntikkan secara
langsung bahan kontras. Penyulit PTC terjadi pada 5% kasus, berupa kolangitis,
sepsis, perdarahan, peritonitis, dan pneumothoraks. Prosedur ini dapat dilanjutkan
dengan drainase bilier dan penarikan batu empedu. Cara ini merupakan alternatif bila
gagal melakukan ERCP.16
7. Foto Konvensional
Konvensional X-ray
Sangat tidak sensitif, karena hanya 10% dari kolelitiasis yang memiliki kandungan
kalsium yang cukup untuk tampak gambaran opaque pada foto polos.
2.7 Diagnosis Banding
Adanya rasa nyeri (tiba-tiba) di kuadran kanan atas perlu dipikirkan penyakit
lain, seperti pankreatitis akut, appendicitis retrosekal, perforasi tukak peptic, obstruksi
intestinal, abses hati dan karsinoma hepatoselular. Pleuritis diafragmatis dapat juga
disertai nyeri di daerah kandung empedu. Infark miokard juga harus selalu
dipertimbangkan. Nyeri alih lesi otot dan lesi di radix spinalis juga dapat
menyebabkan nyeri yang serupa dalam waktu 6 tahun. Oleh karena itu, bila mungkin
tindakan yang terbaik adalah tindakan bedah dini. 16
2.8 Prognosis
Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medis akan mengalami remisi dari
gejala akut dalam kurun waktu 2-7 hari perawatan RS. Pada 25% kasus, timbul
penyulit, misalnya empyema dan hidrops, gangrene, dan perforasi, pembentukan
fistula dan ileus batu empedu dan kandung empedu porselen. Dalam hal ini,
diperlukan segera tindakan bedah.
Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan gejala yang mereda, hampir ¼ nya
akan kambuh dalam kurun waktu 1 tahun, dan 60% setidaknya akan mendapat 1x
serangan kekambuhan dalam waktu 6 tahun. Oleh karena itu, bila mungkin, tindakan
yang terbaik adalah tindakan bedah dini. 16
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam kolelitiasis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
prosedur non-bedah, dan prosedur bedah.
Penatalaksanaan Non-bedah
1. Disolusi Medis
Pada pasien yang kantung empedunya masih berfungsi dengan baik dan batu radiolusennya
berdiameterr <10 mm, dapat dilakuk
berdiamete dilakukan
an disolusi total dalam waktu 6 bulan sampai 2 tahun.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan batas waktu yang dapat dimaksimalkan, maka
terapi ini sebaiknya hanya dibatasi untuk batu radiolusen berdiameter <5 mm. Dosis
1. Kolesistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan koleliti
asis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.3
a. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat kandung empedu dan
salurannya dengan cara membuka dinding perut.
b. Ruang lingkup
sebagian besar penderita batu kandung empedu tidak memberikan gejala klinis.
Sebagian kecil mengalami kolik
k olik bilier, kolesistitor, empyema dan obstruksi iterus
c. Indikasi operasi
- Penderita dengan simtomatik batu empedu yang telah dibuktikan secara imaging
diagnostic terutama melalui USG abdomen
- Penderita kolesterolosis simtomatik yang telah dibuktikan melalui USG abdomen
- Adenomyomatosis kantung empedu simtomatik
d. Kontra indikasi
2.11 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada
orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer
yang dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena
kolelitiasis adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah
infeksi, misalnya S.Thyposa
S.Thyposa,, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi
asupan lemak jenuh,meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat
makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga
menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar
8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
18,19
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini
terhadap penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah
positif menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan
yang tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun
bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL.
Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi. 19,20
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Identitas Pasien
Nama : Nurlina
No RM : 94.58.06
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 5 September 1965
Usia : 52 tahun
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 37,1oC
VAS :4
Status Generalisata
Kepala : Dalam batas normal
Mata : sklera ikterik (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Hasil Laboratorium
Tanggal : 28 April 2018
Hematologi
Hematokrit 40% 39 – 54
Elektrolit
Natrium 142 mEq/L 135 155
Ginjal
Hati
Sens: ComposMentis
TD :130/80 mmHg
HR: 80 x/m
O
RR: 20 x/m
Temp 36,8 oC
Abdomen distensi (-), timpani, peristaltik (+), Soepel
A Cholelithiasis
Sens: ComposMentis
TD :110/70 mmHg
HR: 88 x/m
O
RR: 22 x/m
Temp 36,5 oC
Abdomen distensi (-), timpani, peristaltik (+), Soepel
A Cholelithiasis
3. Rencana cholesistectomi tgl 09/07/18
4. Pre Op:
- SIO
- Infus Terpasang
T erpasang
- Puasa (6-8 jam)
P
- Inj. Ceftriaxone 1 gr (1 jam sebelum operasi)
- Dulcolax tab 2
- Dulcolax sub 1
- Personal higene
- Berdoa
A Cholelitiasis
BAB 5
DISKUSI KASUS
TEORI DISKUSI
Sirosis Hepar
Makanan berlemak
Pemeriksaan penunjang :
1. X ray (Foto Thoraks)
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. USG
3. CT scanning
4. Endoscopic Ultrasound
5. PTC
6. ERCP
7. MRCP
8. X ray
Penatalaksanaan Penatalaksanaan kasus
Seorang permpuan, N, berusia 52 tahun datang dengan nyeri perut bagian atas
yang dipicu makan makanan berlemak. Pasien kemudian didiagnosis dengan
cholelithiasis dan ditatalaksana
ditatalaksana awal dengan : tirah baring,
baring, IVFD NaCl 3% + NaCl
0,9% 7 gtt/i dan 10 gtt/i, O2 1-2L/i via nasal canule, Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam,
Dulcolax 2 tab, Inj. Ketorolac 30 mg/8jam. Pasien dirawat dan kemudian di operasi
cholecsistectomy dan dipulangkan 2 hari kemudian dengan edukasi dan dijadwalkan
kontrol ke poli.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, dkk, penyunting.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta : FKUI. 2014. Hal
2020-25.
2. Tanto C, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-4. Media Aesculapius,
FKUI 2014.
3. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.