Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

KOLELITIASIS

Disusun oleh:
Karina 130100049
Shafira Hazmi Arif 130100146
Tieto Rizkiawan 060100107
K.Thinaggaran 110100370
Kalaiyarasi Selvam 130100443
Hany Zevania 130100363
Wahyudin 130100201

DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikanberkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan


laporan kasus inidengan judul Kolelitiasis . Penulisan laporan kasus ini adalah
“ ”

salah satu syarat untuk menyelesaikanKepaniteraan Klinik Program Pendidikan


Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosenpembimbing dr. Adi Muradi, Sp.B-KBD yang telah meluangkan
waktunyadan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus
ini.Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh

darikesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis


mengharapkansaran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasusselanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkanterima kasih.

Medan, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................


.................................................
...............................................
.......................................
................ i
Daftar Isi ........................................
...............................................................
...............................................
....................................
............ ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................
......................................................................
................................
........ 1
1.2 Tujuan....................................................
............................................................................
........................................
................ 2
1.3 Manfaat......................................................
..............................................................................
....................................
............ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu .....................................
..................................... 3
2.2 Metabolisme Bilirubin...............................................
...................................................................
.................... 6
2.3 Kolelitiasis.............................................................
....................................................................................
......................... 8
2.4 Manifestasi Klinis .............................................
.....................................................................
...........................
... 10
2.5 Faktor Risiko ..................................
.........................................................
..............................................
....................... 12
2.6 Diagnosis ............................................
...................................................................
..........................................
................... 15
2.7 Diagnosis Banding ........................................................
.......................................................................
............... 18
2.8 Prognosis ............................................
...................................................................
..........................................
................... 19
2.9 Penatalaksanaan ............................................
....................................................................
...............................
....... 19
2.10 Manajemen Nutrisi pada Pasien ..............................................
.................................................
... 22
2.11 Pencegahan .............................................
.....................................................................
...................................
........... 23

BAB 3STATUS ORANG SAKIT


SAKIT ............................................
.............................................................
................. 24

BAB 4 FOLLOW UP ...............................................


.......................................................................
.................................
......... 28

BAB 5 DISKUSI KASUS.....................


.............................................
................................................
.............................
..... 31

BAB 6 KESIMPULAN ....................


............................................
................................................
.................................
......... 35

DAFTAR PUSTAKA ...............................................


.......................................................................
.................................
......... 36
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam


kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui ductus sistikus ke
dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu
saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas
benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung
empedu asimtomatik.1 Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu secara klasik dikategorikan
berdasarkan kandungannya menjadi, batu kolesterol
kolester ol (> 80 % kasus), batu pigmen,
dan campuran, yang hanya dapat ditentukan setelah batu tersebut diangkat.

Masing–masing jenis batu memiliki etiologi dan penampakan radiologis yang


berbeda, namun tetap pendekatan diagnosis dan tata laksana tetap sama.1
Prevalensi kolelitiasis berkisar antara 5 – 25%, dengan angka kejadian yang
lebih sering pada populasi Negara barat, perempuan, dan usia lanjut. Di Indonesia
sendiri, belum didapatkan persentase kasus kolelitiasis secara keseluruhan. Tetapi,
jika melihat kepada jenis batu empedu, maka sebuah penelitian di Jakarta pada 51
pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolestrol pada 27%
pasien.1
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

Negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapat perhatian di klinis,


sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Risiko penyandang
batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun
demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang
spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat. Karenanya, penulis tertarik untuk mempelajari bagaimana perjalanan
penyakit kolelitiasis melalui penyajian laporan kasus berikut.
1.2 Tujuan
a. Memahami diagnosis dan tatalaksana kolelitiasis dalam praktik
kedokteran.
b. Meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah di

bidang kedokteran.
c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai Kolelitiasis yang berlandaskan teori sehingga dapat ditatalaksana
dengan sebaik mungkin sesuai kompetensinya pada tingkat pelayanan primer.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu


Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri, berbentuk bulat lonjong seperti buah
advokat tepat di bawah lobus kanan hati.1,2,3 Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung
empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
sis tika.3
empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.

Gambar2.1. Kandung empedu, duktus empedu


ekstrahepatik dan duktus pankreas. (netter, 6th ed)
Gambar 2.1. Kantong empedu, pankreas, ampulla vateri, duodenum
Hati, duktus bilier, dan pankreas mempunyai hubungan yang erat. Secara
embriologi, struktur ini berasal dari embriologi yang
yang sama. Empedu yang
yang
dihasilkan hepatosit akan diekskresikan ke dalam kanalikuli dan selanjutnya
ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati yang
secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran empedu
intrahepatic secara perlahan menyatu membentuk saluran yang lebih besar yang
dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati.
Di dalam segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk

saluran di anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus


hepatikus kanan. Duktus ini kemudian akan bergabung dengan 3 segmen hati kiri
(duktus hepatikus kiri) menjadi duktus hepatikus komunis. Setelah penggabungan
dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus menjadi
koledokus. Kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari pembuluh darah
cabang arteri hepatika kanan.6
Gambar 2.2. Axial projection of gall bladder
Proses pembentukan cairan empedu :
Fungsi kandung empedu, yaitu
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang
ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.4,6
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Di luar
waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu
hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima
kali lebih pekat dibandingkan empeduhati. 7
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
bdiantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.4 Pengaliran cairan

empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke
duodenum.5
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Memakan makanan
akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK),
yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak
merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam
otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam
waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari
air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat
terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 8
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.i Hanya sekitar 5% dari asam empedu
yang disekresikan dalam feses.8

2.2. Metabolisme Bilirubin


Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelahkurang
lebih 120 hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati
dan limpa. Sekitar 85% heme yang didegradasi berasaldari eritrosit dan 15%
berasal dari jaringan ekstraeritroid. Bilirubinterbentuk akibat terbukannya cincin
karbondari hemeyang berasal darieritrosit maupun ekstraeritroid.8
Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim
hemeoksigenasemikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan enzim
hemeoksigenasemikrosom

ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenildiantara dua cincin


pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2)menjadi Fe+3(ferri).Oksidasi
selanjutnya oleh enzim yang menyebabkanpemecahan cincin porfirin. Ion ferri
dan dan CO di lepaskan, sehinggamenyebabkan pembentukan biliverdin yang
berpigmen hijau. Biliverdinkemudian direduksi sehingga membentuk bilirubin
yang bewarna merahjingga. Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut
pigmen empedu.8
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut kehati dengan
berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen.Bilirubin teruarai dari
molekul pembawa albumin dan masukke dalamhepatosit, tempat bilirubin akan
berikatan dengan protein intrasel, terutamaprotein liganin. Di dalam hepatosit,
kelarutan bilirubin meningkat karenapenambahan dua molekul asam glukoronat.
Reaksi ini dikatalisis olehbilirubin
olehbilirubin glukoniltransferasedengan
glukoniltransferasedengan menggunakan asam
glukoronat UDP sebagai
sebagai donor glukoronat. 8
Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktifdengan melawan gradien
konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dankemudian ke dalam empedu. Proses
ini memerlukan energi, merupakantahapan yang membatasi laju dan rentan
mengalami gangguan padapenyakit hepar. Bilirubin yang tidak terkonjugasi
normalnyadiekskresikan.Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh
bakteri diusus untuk menghasilkan urobilinogen, senyawa yang tidak
bernyawa.Sebagian besar urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus
menjadisterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun,

beberapaurobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi


portal.Sebagian urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen
intrahepatikyang akan diuptake
diuptakeoleh
oleh hepar kemudian diekskresikan kembali ke
dalamempedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal, tempat
urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarnakuning dandiekskresikan
sehingga memberikan warna yang khas pada urin.8
Gambar 2.3.Metablisme Bilirubin

2.3 Kolelitiasis
2.3.1 Definisi
Kolelitiasis dapat didefinisikan sebagai sebuah deposit kristal empedu yang
ditemukan dalam kandung empedu, atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolestrol, terbentuk di
2
dalam kandung empedu.
2.3.2 Patogenesis dan Tipe Batu
Batu empedu terbentuk karena ada komposisi empedu yang abnormal.
Secara umum, batu empedu terbagi kedalam 2 tipe terbesar: batu kolestrol dan
batu pigmen. Ada juga yang mengklasifikasikan batu empedu “tipe campuran”.
Batu kolestrol biasanya mengandung >50% kolestrol monohidrat ditambah
campuran garam kalsium, pigment empedu, protein, dan asam lemak. Batu
pigmen terdiri atas kalsium bilirubinat terutamanya; kolestrol <20% dan
diklasifikasikan menjadi tipe “hitam” dan “cokelat”.
Batu Kolestrol dan Endapan Bilier
Ada berbagai mekanisme penting di dalam proses litogenesis, dimana
yang terutamanya adalah peningkatan sekresi kolestrol. Hal ini bisa terjadi
berkaitan dengan obesitas, sindroma metabolik, diet tinggi kalori dan tinggi
kolestrol, obat-obatan (seperti clofibrate ), dan bisa saja karena peningkatan
clofibrate),
aktivitas enzim hydroxymethylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reductase
dan peningkatan ambilan kolestrol dari darah oleh hepatosit. Disamping itu,
faktor genetik tetap berperan di dalam penyakit
pen yakit batu empedu.
Mekanisme penting lainnya dalam proses litogenesis adalah
nucleation kristal kolestrol monohidrat. Akselerasi nukleasi ini bisa saja
dikarenakan kelebihan faktor pro atau kekurangan faktor antinucleation
antinucleation..
Mekanisme ketiga yang penting dalam pembentukan batu empedu kolestrol
adalah hipomotilitas kandung empedu itu sendiri. Jika kandung empedu
dapat mengosongkan cairan empedu yang supersaturated atau yang crystal-
containing bile secara sempurna, maka tidak mungkin batu akan terbentuk.
Insidensi batu empedu dijumpai meningkat pada keadaan berpuasa, nutrisi
parentral, atau kehamilan dan pada pasien yang menggunakan obat-obatan
yang menghambat motilitas empedu.
Endapan bilier merupakan material yang mucoid, tebal, secara
mikroskopik menunjukkan lecithin-cholesterol liquid crystals,
crystals, kristal
kolestrol monohidrat, calcium bilirubinat, dan gel mucin. Endapan bilier ini

akan terlihat dengan adanya karakteristik echo pada ultrasonography


(USG). Adanya endapan ini menunjukkan 2 abnormalitas: (1)
ketidakseimbangan antara sekresi mucin kandung empedu dan eliminasinya,
(2) nukleasi zat terlarut bilier telah terjadi. Dengan demikian, secara ringkas
dapat dijelaskan bahwa batu kolestrol terbentuk karena ada berbagai
kerusakan, termasuk di dalamnya (1) supersaturasi empedu dengan
kolestrol, (2) nukleasi kolestrol monohidrat dengan retensi kristal dan
perkembangan batu, dan (3) fungsi motorik kandung empedu yang
abnormal dan stasis.
Batu Pigmen
Batu pigmen “hitam” bisa saja terdiri atas kalsium bilirubinat atau
polymer-like complexes dengan kalsium dan glikoprotein. Biasanya sering
dijumpai pada pasien dalam kondisi hemolitik yang kronis (dengan
kenaikan bilirubin terkonjugasi dalam cairan empedu), sirosis hepar,
Gilbert s syndrome,
’ syndrome, atau pada fibrosis kistik. Batu pigmen “cokelat” terdiri
atas garam kalsium bilirubin yang tak-terkonjugasi dengan jumlah kolestrol
dan protein yang bervariasi. Jenis ini terbentuk karena peningkatan bilirubin
tak-terkonjugasi, bilirubin tak larut dalam cairan empedu sehingga
merangsang terbentuknya batu.10
1. Batu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan
terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium.
Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat
radiopaque.5,11
radiopaque.

2.4 Manifestasi Klinis


Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk
ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita.
Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati
duktus koledokus dan masuk ke duodenum.12
Gambar 2.4. Lokasi Batu pada hepatic-gall bladder tract
Gejala muncul saat terjadi inflamasi dan obstruksi ketika batu bermigrasi ke
duktus sistikus. Keluhan khas ini disebut dengan kolik bilierdan karakteristik
kolik bilier antara lain :2,10
a. Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrium
b. Kadang menjalar ke area interskapularis, skapula kanan atau bahu
c. Episodik, remitmen, mendadak
d. Berlangsung 15 menit – 5 jam
e. Hilang perlahan dengan sendirinya
f. Disertai mual atau muntah
Kolik bilier dapat dicetuskan dengan makan makanan berlemak, konsumsi
makanan dalam porsi besar setelah puasa berkepanjangan, atau dengan makan
makanan normal, seringkali pada malam hari. Nyeri menetap >5 jam disertai
demam, mengindikasikan adanya kolesistitis akut atau komplikasi lainnya. 2
Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang
biasanya terjadi pada obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum
yaitu penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membrane mukosa
berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat
dari warna urin yang berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan
pekat. Kemudian dapat juga terjadi defisiensi vitamin atau terganggunya proses
penyerapan vitamin A,D,E, dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya
defisiensi vitamin K yang dapat menghambat pembekuan darah yang normal. 1
Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa
melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.13

2.5 Faktor Risiko


Berikut adalah faktor predisposisi pembentukan batu kolestrol dan batu
pigmen.10
Batu Kolesterol
1. Faktor demografi/genetik: Prevalensi tertinggi pada suku Indian Amerika Utara,
Chilean Indians, dan Chilean Hispanics, Eropa Utara, Amerika Utara

dibandingkan Asia, lebih rendah pada Jepang.


2. Obesitas, sindroma metabolik: Kapasitas daya tamping garam empedu normal
dan sekresinya pun demikian, tetapi ditandai ada peningkatan sekresi bilier dari
kolestrol.
3. Penurunan berat badan: Mobilisasi kolestrol jaringan akan meningkatkan sekresi
bilier dari kolestrol sedangkan
sedangkan sik
siklus
lus enterohepatiknya
enterohepatiknya menurun.
4. Hormon seks perempuan
5. Kehamilan: Kelainan pengosongan kandung empedu yang bisa saja dikarenakan
progesteron bersamaan
bersamaan dengan pengaruh estrogen, sehingga meningkatk
meningkatkan
an
sekresi kolestrol bilier.
6. Pertambahan usia: Adanya peningkatan sekresi bilier kolestrol, pengurangan
daya tamping garam empedu, dan penurunan sekresi garam empedu.
7. Hipomotilitas kandung empedu yang berujung pada stasis dan pembentukan
endapan
a. Nutrisi parentral
parentral yang berkepanjangan.
berkepanjangan.
b. Puasa.
c. Kehamilan.
d. Obat-obat seperti octreotide
octreotide..
8. Pengobatan clofibrate
clofibrate:: meningkatkan sekresi bilier kolestrol.
9. Pengurangan sekresi asam empedu
a. Sirosis bilier primer.
b. Kerusakan genetik gen CYP7A1.
10. Penurunan sekresi fosfolipid: kerusakan genetik dari gen MDR3.
11. Tidak diketahui

a. Kalori tinggi, diet tinggi lemak.


b. Kerusakan medulla spinalis.
Batu Pigmen
1. Faktor demografi/genetik: Asia, lingkungan pedesaan.
2. Hemolisis kronik.
3. Alkoholik sirosis hepar.
4. Anemia pernisiosa.
5. Fibrosis kistik.
6. Infeksi kronis traktus bilier, infeksi parasit.
7. Pertambaha
Pertambahan
n usia.
8. Penyakit usus, reseksi atau bypass ileus.

Berikut adalah faktor risiko kolelitiasis:


1. Faktor Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. 1 Dengan demikian,
semakin bertambah usia seseorang, angka kejadian kolelitiasis bisa meningkat
dikarenakan sebagai berikut.8

a. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.


b. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
c. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

2. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.5,9
3. Berat Badan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1,5
4. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. 5
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.8
5. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.9
2.6 Diagnosis
Algoritma pasien dengan batu empedu dapat dilihat pada gambarberikut ini.

Gambar 2.5. Algoritme pasien dengan batu expedition


Menegakkan diagnosis kolelitiasis dapat melalui serangkaian diagnostik

Anamnesis
Setengah sampai 2/3 penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung >15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam
ja m kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih 1/4 penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
t erjadi kolesistitis,
kolesist itis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 5
Pemeriksaan Fisik
1. Batu Kandung Empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak

anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik
menarik nafas panjang karena
karena kandung empedu yang meradang
meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa
pemeriksa dan pasien
pasien berhenti menarik
menarik nafas.
2. Batu S
Saluran
aluran Empedu
Empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati
dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empe
empedu
du bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.

Pemeriksaan Penunjang
1. Transabdominal Ultrasound
Merupakan parameter diagnostik terbaik untuk mendeteksi kehadiran batu kandung
empedu karena bersifat non-invasif. Secara relatif, tidak mahal dan tidak memiliki bahaya
radiasi. Pemeriksaan ini dilakukan apabila pasien sudah berpuasa minimal 8 jam
sebelumnya.
Karakteristik batu yang tampak pada umumnya: gravel dan sludge
sludge.. Secara keseluruhan
batu kandung empedu memiliki pencitraan echogenic foci dengan acoustic shadow.
shadow.
Namun, pada jenis sludge acoustic shadow tidak ditemui. Kelemahan dari pemeriksaan
ini adalah operator-dependent .5

Gambar 2.6. Gambaran polip kandung empedu dibanding dengan batu empedu

.
2. CT Scan

CT scan jarang digunakan untuk screening awal batu empedu, kurang sensitif, dan lebih
mahal dibandingkan cara skrining yang lain serta terdapat paparan radiasi. CT scan
berguna untuk menunjukkan pelebaran saluran empedu dan adanya lesi massa, CT scan
merupakan pilihan bila dicurigai kuat adanya tumor (seperti kanker pancreas) yang
menyumbatt duktus koledokus.16
menyumba

3. Endoscopic Ultrasound
Ultrasound
Pencitraan daripada kandung empedu dapat dilihat dengan EUS. Pada EUS, transducer
ultrasound diletakkan diujung endoscope yang akan kontak dengan antrum gaster, yang
dekat dengan kandung empedu. Hal ini memungkinkan visualisasi yang tidak terganggu
oleh bowel gas, subcutaneous tissue,
tissue, ataupun hepar. Secara umum, EUS lebih sensitif

daripada transabdmominal ultrasound khususnya pada pasien obesitas, dan pasien yang
tidak memungkinkan untuk pemeriksaan
pemeriksaan transabdominal.
transabdominal.
4. PTC
PTC adalah suatu teknik visualisasi saluran empedu (cholangiography
(cholangiography)) secara
langsung dengan penempatan jarum halus melalui dinding dada dan parenkim hati ke
dalam cabang saluran empedu di kanan atau di kiri, kemudian disuntikkan secara
langsung bahan kontras. Penyulit PTC terjadi pada 5% kasus, berupa kolangitis,
sepsis, perdarahan, peritonitis, dan pneumothoraks. Prosedur ini dapat dilanjutkan
dengan drainase bilier dan penarikan batu empedu. Cara ini merupakan alternatif bila
gagal melakukan ERCP.16

5.Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


ERCP dilakukan bila diperlukan gambaran definitif system bilier dan saluran
pancreas. ERCP adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cara cholangiography
dan pancreatography langsung secara retrograde
retrograde.. Melalui kanulasi papilla vateri,
kontras disuntikkan ke dalam saluran bilier atau pancreas. Indikasi utama ERCP
adalah icterus obstruktif, misalnya karena batu empedu. 16

6. MRI/MRCP MRCholangiopancreatography (MRCP)


MRCP merupakan suatu adaptasi MRI dengan sensitivitas dan spesifisitas >90%
untuk batu saluran empedu dibandingkan dengan ERCP. MRCP merupakan pilihan
terbaik apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu. Bila dicurigai
kuat ada batu koledokus, ERCP didahulukan karena bisa diikuti oleh ekstraksi batu
perendoskopi. Keuntungan MRCP diantaranya non-invasif, dan tidak menggunakan
bahan kontras.16

7. Foto Konvensional
Konvensional X-ray
Sangat tidak sensitif, karena hanya 10% dari kolelitiasis yang memiliki kandungan
kalsium yang cukup untuk tampak gambaran opaque pada foto polos.
2.7 Diagnosis Banding
Adanya rasa nyeri (tiba-tiba) di kuadran kanan atas perlu dipikirkan penyakit
lain, seperti pankreatitis akut, appendicitis retrosekal, perforasi tukak peptic, obstruksi
intestinal, abses hati dan karsinoma hepatoselular. Pleuritis diafragmatis dapat juga
disertai nyeri di daerah kandung empedu. Infark miokard juga harus selalu

dipertimbangkan. Nyeri alih lesi otot dan lesi di radix spinalis juga dapat
menyebabkan nyeri yang serupa dalam waktu 6 tahun. Oleh karena itu, bila mungkin
tindakan yang terbaik adalah tindakan bedah dini. 16

2.8 Prognosis
Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medis akan mengalami remisi dari
gejala akut dalam kurun waktu 2-7 hari perawatan RS. Pada 25% kasus, timbul
penyulit, misalnya empyema dan hidrops, gangrene, dan perforasi, pembentukan
fistula dan ileus batu empedu dan kandung empedu porselen. Dalam hal ini,
diperlukan segera tindakan bedah.
Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan gejala yang mereda, hampir ¼ nya
akan kambuh dalam kurun waktu 1 tahun, dan 60% setidaknya akan mendapat 1x
serangan kekambuhan dalam waktu 6 tahun. Oleh karena itu, bila mungkin, tindakan
yang terbaik adalah tindakan bedah dini. 16

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam kolelitiasis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
prosedur non-bedah, dan prosedur bedah.
Penatalaksanaan Non-bedah
1. Disolusi Medis
Pada pasien yang kantung empedunya masih berfungsi dengan baik dan batu radiolusennya
berdiameterr <10 mm, dapat dilakuk
berdiamete dilakukan
an disolusi total dalam waktu 6 bulan sampai 2 tahun.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan batas waktu yang dapat dimaksimalkan, maka
terapi ini sebaiknya hanya dibatasi untuk batu radiolusen berdiameter <5 mm. Dosis

pengobatan yang diberikan adalah UDCA ((ursodeoxycholic


ursodeoxycholic acid) 10–15 mg/kgBB per hari.
Jenis batu yang termasuk ke dalam “pigment stones” tidak akan responsif terhadap
pemberian UDCA.
UDCA.
Setidaknya ≤ 10% pasien dengan cholelithiasis simptomatik dapat dijadikan kandidat
dalam pengobatan ini. Tetapi bagaimanapun juga, karena adanya peluang untuk terjadinya
rekurensi (30-50% dalam waktu 3-5 tahun follow up) pada pasien sehingga memungkinkan
mereka untuk akhirnya mengonsumsi obat-obatan yang cukup mahal selama 2 tahun.
Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan laparoscopic cholecystectomy membuat
teknik disolusi batu empedu tidak lagi menjadi pilihan pasien. Tapi bagaimanapun juga,
pasien dengan batu empedu kolestrol yang mengalami
mengalami rekurensi choledocholithiasis
choledocholithiasis setelah
dilakukannya cholecystectomy wajib berada dalam pengobatan UDCA dalam jangka waktu
yang lama.10
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatog
Pancreatography
raphy (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun
1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran
empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat
atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit
(batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas
saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan
sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi
laser.17
3. Extracorporeal
Extracorporeal Shock
Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini.3
P enatalak
natalaksanaa
sanaan
n B edah

1. Kolesistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan koleliti
asis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.3
a. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat kandung empedu dan
salurannya dengan cara membuka dinding perut.
b. Ruang lingkup
sebagian besar penderita batu kandung empedu tidak memberikan gejala klinis.
Sebagian kecil mengalami kolik
k olik bilier, kolesistitor, empyema dan obstruksi iterus
c. Indikasi operasi
- Penderita dengan simtomatik batu empedu yang telah dibuktikan secara imaging
diagnostic terutama melalui USG abdomen
- Penderita kolesterolosis simtomatik yang telah dibuktikan melalui USG abdomen
- Adenomyomatosis kantung empedu simtomatik
d. Kontra indikasi

Kontra indikasi absolut


- Koagulopati yang tidak terkontrol
- Penyakit liver stadium akhir
- Penyakit Paru obstruktif berat dan penyakit jantung kongestif berat
2. Kolesistektomi Laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. 80-90% batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui selang
yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 4 Indikasi pembedahan batu
kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu
atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut,
atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih
sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. 3,5

Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu


kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini
n yeri pasca bedah minimal. 3
meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri
2.10 Manajemen Nutrisi
Nutrisi pada Pasien
Fungsi utama kandung empedu adalah untuk mengkonsentrasikan dan
menyimpan empedu yang diproduksi dari hati. Penyakit kantung empedu seperti
kolelitiasis membutuhkan diet khusus. Tujuan diet tersebut adalah untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi optimal dan memberi istirahat pada kandung
empedu. Syarat-syarat diet penyakit kandung empedu adalah :
1. Energi sesuai kebutuhan. Hindari penurunan berat badan terlalu cepat.
2. Protein agak tinggi, yaitu 1 – 1,25 gr/kgBB.
3. Pada keadaan akut, lemak tidak diperbolehkan sampai keadaan akutnya mereda,
sedangkan pada keadaan kronis dapat diberikan 20 – 25% dari kebutuhan energi total.
4. Bila perlu diberikan suplemen vitamin A, D, E, K.
5. Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin yang dapat mengikat kelebihan asam
empedu dalam saluran cerna.
6. Hindari bahan makanan yang dapat menimbulkan rasa gembung dan tidak nyaman. 18
Jenis diet penyakit kandung empedu adalah sebagai berikut :
1. Diet lemak rendah I
Diet ini diberikan kepada pasien kolelitiasis dengan kolik akut. Makanan yang
diberikan berupa buah-buahan dan minuman manis. Makanan ini rendah energi dan
semua zat gizi kecuali vitamin A dan C.
2. Diet lemak rendah II
Diet ini diberikan secara berangsur bila keadaan akut sudah dapat diatasi dan perasaan
mual sudah mulai berkurang atau kepada pasien kolelitiasis yang terlalu gemuk.
Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang, lunak, atau biasa.
3. Diet lemak rendah III
Diet ini diberikan pada pasien kolelitiasis yang tidak gemuk dan cukup nafsu makan.
Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan
ini cukup energy dan semua zat gizi.18

2.11 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada
orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer
yang dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena
kolelitiasis adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah
infeksi, misalnya S.Thyposa
S.Thyposa,, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi
asupan lemak jenuh,meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat
makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga
menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar
8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
18,19
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini
terhadap penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah
positif menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan
yang tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun
bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL.
Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi. 19,20

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

Identitas Pasien
Nama : Nurlina
No RM : 94.58.06
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 5 September 1965
Usia : 52 tahun

Alamat : Jl. Tuasan No. 156


Agama : Islam
Tanggal Masuk : 7 juli 2018
Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri di ulu hati
Telaah :Hal ini mulai dirasakan os. sejak 6 bulan yang lalu, dan memberat 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri bersifat hilang timbul dan memberat saat
os banyak makan makanan berlemak seperti gorengan. Nyeri dirasakan
dirasakan kurang lebih
30 menit. Os mengeluhkan lemas dan tidak bertenaga saat beraktivitas. Mual (+) dan
muntah (-). Riwayat demam (-), BAB dalam batas normal, riwayat BAB seperti
dempul (-), BAK dalam batas normal, riwayat mata atau badan kuning (+), riwayat
perdarahan (-), riwayat transfusi darah (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu : -
Riwayat Penggunaan Obat : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat keluarga :-
Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 86 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 37,1oC
VAS :4
Status Generalisata
Kepala : Dalam batas normal
Mata : sklera ikterik (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal


Leher : Dalam batas normal
Toraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Auskultasi :Dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genitalia
Dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal
Diagnosa Kerja : Cholelithiasis
Terapi
- Tirah baring
- IIVFD
VFD NaCl 3% + NaCl 0,9% 7 gtt/i
gtt/i dan 10 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam


-Dulcolax tab 2
Rencana :
Cholesistectomy

Hasil Laboratorium
Tanggal : 28 April 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hematologi

Hemoglobin (HGB) 13,4 g/dL 13-18

Eritrosit (RBC) 3,78 juta/ μL 4,5 – 6,5

Leukosit (WBC) 9,190 / μL 4.000 – 11.000

Hematokrit 40% 39 – 54

Trombosit (PLT) 524.000/μL 150.000-450.000

KGD Sewaktu 63 mg/dL <200

Albumin 4,5 g/dL 3,5-5,0

Elektrolit
Natrium 142 mEq/L 135 155

Kalium 3,2 mEq/L 3,6-5,5

Klorida 106 mEq/L 96-106

Ginjal

Ureum 13 mg/dL 19-44

Creatinin 0,71 mg/dL 0,7-1,3

Hati

SGOT 26,0 mg/dL 0-40

SGPT 31 mg/dL 0-40

Alkaline Phospate 57 30-142

Indirect Bilirubin 0,37 mg/dL 0-1,2

Direct Bilirubin 0,16 mg/dL 0,05-0,30

Hasil Foto Thoraks


Jantung ukurannya dalam batas normal
Sinus costophrenicus dan diafragma normal
Tampak perselubungan dan kalsifikasi dip lapangan atas paru kiri
Kesan: TB kiri.

asil USG Upper + Lower Abdomen


asil USG Upper + Lower Abdomen
Hasil USG Upper + Lower Abdomen

Diagnosa Upper abdomen normal.


Tampak echostones multiple dengan berbagai ukuran dengan ukuran terbesar 1,1 cm.
Pankreas, splein normal.
Kedua ginjal tidak tampak kelainan.

Kesan: Cholelitiasis Multiple, dengan ukuran terbesar 1,1 cm.


BAB 4
FOLLOW UP

Tanggal :7 Juli 2018

S Nyeri perut kanan atas (+), Makan (+), BAB (+)

Sens: ComposMentis
TD :130/80 mmHg
HR: 80 x/m
O
RR: 20 x/m
Temp 36,8 oC
Abdomen distensi (-), timpani, peristaltik (+), Soepel

A Cholelithiasis

1. Rencana cholesistectomi tgl 09/07/18


2. Pre Op:
- SIO
- Infus Terpasang
T erpasang
P - Puasa (6-8 jam)
- Inj. Ceftriaxone 1 gr (1 jam sebelum operasi)
- Dulcolax tab 2
- Dulcolax sub 1
- Personal higene
- Berdoa

Tanggal :8 Juli 2018

S Nyeri perut kanan atas (+), Makan (+), BAB (+)

Sens: ComposMentis
TD :110/70 mmHg
HR: 88 x/m
O
RR: 22 x/m
Temp 36,5 oC
Abdomen distensi (-), timpani, peristaltik (+), Soepel

A Cholelithiasis
3. Rencana cholesistectomi tgl 09/07/18
4. Pre Op:
- SIO
- Infus Terpasang
T erpasang
- Puasa (6-8 jam)
P
- Inj. Ceftriaxone 1 gr (1 jam sebelum operasi)
- Dulcolax tab 2
- Dulcolax sub 1
- Personal higene
- Berdoa

Tanggal :9 Juli 2018

Sens: Compos Mentis


TD :110/70 mmHg
HR: 100 x/m
O
RR: 18 x/m
Temp 36,5 oC
Abdomen distensi (-), timpani, peristaltik (+), Soepel

A Cholelitiasis

5. Rencana cholesistectomi tgl 09/07/18


6. Pre Op:
- SIO
- Infus Terpasang
T erpasang
- Puasa (6-8 jam)
P
- Inj. Ceftriaxone 1 gr (1 jam sebelum operasi)
- Dulcolax tab 2
- Dulcolax sub 1
- Personal higene
- Berdoa

BAB 5
DISKUSI KASUS

TEORI DISKUSI

Gejala Klinis Gejala Klinis yang terdapat pada pasien :


 Batu empedu mungkin tidak  Nyeri hipokondrium kanan
menimbulkan gejala selama  Muncul setelah mengonsumsi
berpuluh tahun. makanan berlemak
Kolik bilier dapat dicetuskan  Nyeri dirasakan selama kurang
dengan makan makanan berlemak, lebih 30 menit dan bersifat hilang
konsumsi makanan dalam porsi timbul
besar setelah puasa berkepanjangan,
atau dengan makan makanan
normal, seringkali pada malam hari.
Nyeri menetap>5 jam atau disertai
demam mengindikasikan adanya
kolesistitis akut.

Faktor Resiko Faktor Resiko yang terdapat pada pasien:


 Ras kulit putih - Makanan berlemak

 Jenis kelamin wanita


 Obesitas IMT > 30 kg/m2
 Fertilitas
 Usia > 40 tahun

Sirosis Hepar
 Makanan berlemak

Diagnosis Diagnosis kasus


-Anamnesis Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga Pada anamnesis dijumpai nyeri perut
penderita kolelitiasis adalah kanan atas yang dipicu makan makanan
asimtomatis. Keluhan yang berlemak. Nyeri dirasakan kurang lebih
mungkin timbul adalah dispepsia 30 menit, dan bersifat hilang timbul.
yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada
yang simtomatis, keluhan utama
berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau
perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya
nyeri kebanyakan perlahan-lahan

tetapi pada 30% kasus timbul tiba-


tiba.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan ditemukan nyeri Nyeri tekan hipokondrium kanan (+)
tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung
empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu tidak
menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hati dan
sklera ikterik. Pemeriksaan penunjang kasus :

Pemeriksaan penunjang :
1. X ray (Foto Thoraks)
1. Pemeriksaan Laboratorium

2. USG

3. CT scanning
4. Endoscopic Ultrasound

5. PTC

6. ERCP

7. MRCP

8. X ray
Penatalaksanaan Penatalaksanaan kasus

a. Penanggulangan non bedah Aktivitas : Tirah baring


1. Disolusi Medis Supportif : IVFD NaCl 3% +
2.Endoscopic Retrograde Cholangio NaCl 0,9% 7 gtt/i dan 10 gtt/i, O2 1-2
Pancreatography (ERCP) l/menit via nasal canule
b. Penanggulangan bedah, yaitu: Medikamentosa :
1. Kolesistektomi terbuka - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
-Inj. Ranitidine 50 mg/12jam
-Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
BAB 6
KESIMPULAN

Seorang permpuan, N, berusia 52 tahun datang dengan nyeri perut bagian atas
yang dipicu makan makanan berlemak. Pasien kemudian didiagnosis dengan
cholelithiasis dan ditatalaksana
ditatalaksana awal dengan : tirah baring,
baring, IVFD NaCl 3% + NaCl
0,9% 7 gtt/i dan 10 gtt/i, O2 1-2L/i via nasal canule, Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam,
Dulcolax 2 tab, Inj. Ketorolac 30 mg/8jam. Pasien dirawat dan kemudian di operasi
cholecsistectomy dan dipulangkan 2 hari kemudian dengan edukasi dan dijadwalkan
kontrol ke poli.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, dkk, penyunting.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta : FKUI. 2014. Hal
2020-25.
2. Tanto C, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-4. Media Aesculapius,
FKUI 2014.
3. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

4. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
5. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Amirudin R. Fisiologi dan biokimia hati. Dalam: Sudoyo AW, dkk,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta :
FKUI. 2014. Hal. 1927-34.
7. Richard, S., 2002. Anatomi klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

8. Jing-Sen Shi,dkk., 2001. Studies on Gallstone in China. World Journal of


Gastroenterology. http://www.wjgnet.com. Akses 25 Mei 2017.
9. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
10. Greenberger NJ, Paumgartner G. Diseases of the gallbladder and bile ducts.
Dalam: Kasper, dkk, penyunting. Harrison’s Principle of Internal Medicine.
Edisi ke-19. New York: McGraw-Hill. 2015. Hal 2075-82.

Anda mungkin juga menyukai