KOMUNITAS
Disusun Oleh :
Maya Suryawanti - 1610711112
JAKARTA
2019-2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kasih dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang
“Asuhan Keperawatan pada Agregat Remaja”. Kami menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II. Kami percaya di
balik semua jerih lelah kami, ada upah yang sepadan. Dan tentu saja, upah itu
adalah pengetahuan.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah
kami pakai sebagai data dan juga informasi pada makalah ini. Dengan segala
kelebihan dan kekurangan dalam makalah ini kiranya pembaca dapat
memahaminya. Dan saran-dan kritik yang membangun sangat kami terima untuk
perbaikan kedepannya.
Dengan menyelesaikan makalah ini,kami mengharapkan banyak maanfaat
yang dapat dipetik dari makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................
.............................................................................
.............................................
...........................
.... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................
..............................................
............................................
......................................
................ 1
2.1 Perkembangan
Perkembangan Remaja ..........................................
.................................................................
......................................
............... 4
2.2 Masalah Kesehatan Pada Remaja dan Peran Perawat Komunitas dalam
Mengatasii Masalah ............................................
Mengatas ..................................................................
............................................
...........................
..... 11
BAB IV PEMBAHASAN..........................................
................................................................
..........................................
.................... 44
PENDAHULUAN
mengalami kelonjakan. Berdasarkan data Susenas tahun 1995, 2001, 2004 dan data
Riskesdas tahun 2007 dan 2010 prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki
(65,85%) dibandingkan perempuan (4,2%). Hampir 80% perokok mulai merokok pada
usianya belum mencapai 19 tahun. Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak
tahu resiko mengenai bahaya adiktif rokok. Keputusan konsumen untuk membeli rokok
tidak didasarkan pada informasi yang cukup tentang resiko produk yang dibeli, efek
ketagihan dan dampak pembelian yang di bebankan pada orang lain.
Trend usia merokok meningkat pada usia remaja, yaitu pada sekelompok umur 10-
14 tahun dan 15-19 tahun. Hasil Riskesdas pada tahun 2007,2010 dan 2013 menunjukkan
disurvei tersebut didapatkan 35,3% remaja laki-laki dan 3,4% remaja perempuan.
Sementara itu dari total remaja yang disurvei didapatkan 18,3% remaja peghisap rokok
selama 30 hari terakhir, sebanyak 33,9% pada ramaja lakilaki dan 2,5% pada remaja
perempuan. Sedangkan dari total remaja yang di survey ditemukan 2,1% remaja
penghisap rokok elektrik selama
sela ma 30 hari terakhir, dan hal ini terjadi pada 3% remaja laki-
laki dan 1,1% remaja perempuan. Kemudian didapatkan total remaja yang disurvei
sebanyak 32,1% pernah merokok walaupun 1-2 isapan, dan pada remaja tersebut
ditemukan 54,1% remaja lakilaki dan 9,1% remaja perempuan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang, penulis dapat merumuskan beberapa
masalah yang meliputi:
1. Bagaimana tahap pertumbuhan dan perkembangan remaja?
2. Bagaimana karakteristik remaja?
LANDASAN TEORI
2.1 Perkembang
Perkembangan
an Remaja
Remaja merupakan tahapan seseorang yang berada di antara fase anak dan
dewasa. Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan
emosional. Seorang remaja akan diberikan tanggungjawab yang lebih besar dari kedua
orang tuanya agar semakin mempelajari dunia dewasa dan perlahan meninggalkan jiwa
kekanak-kanakannya. Remaja yang baik akan mulai mengaktualkan dirinya di dunia
sosial. Selain itu, remaja mulai mengenal dan memahami lawan jenisnya dan timbul rasa
ingin diperhatikan oleh lingkungan. Tidak sedikit remaja melakukan hal-hal ekstrim
untuk menarik perhatian lingkungannya.
Pada remaja, terjadi perubahan fisik dan kognitif yang sangat cepat. Arti kata
kognitif dalah penalaran, penilaian, penangkapan makna, imajinasi, persepsi. Pengertian
mulai dari kemampuan sederhana seperti mengingat hingga kemampuan kompleks untuk
menggabungkan sejumlah prosedur, metode, gagasan, ide untuk memecahkan suatu
masalah. Enam aspek kognitif menurut Blomm yaitu: Pengetahuan ( Knowledge
Knowledge),
),
Pemahaman (Comprehension),
(Comprehension), Penerapan (Application
Application),
), Analisis (Analysis),
Penilainan/penghargaan/evaluasi dan Kreasi.(Kyle,2008)
Pemikiran remaja tentang suatu hal telah memiliki batasan-batasannya tersendiri.
Remaja menuangkan konsep yang didapat dalam dunia pendidikan formal dan
melakukannya pada pengalaman pribadinya. Mereka menilai, pengalaman dengan
masalah yang kompleks, tuntutan dari pengajaran formal, dan tukar menukar ide yang
18 tahun. Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur dan
semakin abstrak pula cara berpikirnya. Dengan adanya teori ini, menunjukkan bahwa
pengajar di tingkat sekolah
s ekolah menengah pertama harus mampu memunculkan keabstrakan
yang dimiliki muridnya agar perkembangan kognitif dapat berkembang dengan baik
(Arvin,2000).
Pada awal tahap operasional formal, remaja berpikir sangat egois, idealis,
tertantang dengan berbagai hal baru dan khawatir jika tidak bisa melakukannya dan
merubahnya. Hal ini menyebabkan remaja lebih merasa hebat. Pada dasarnya remaja
harus memikirkan cara paling bijak dan benar, jika tidak maka remaja akan mudah
frustasi dan mencoba hal-hal yang tidak baik. Remaja yang mampu mengendalikan
pikirannya dengan baik memiliki banyak support sistem yang terus mengajarkan tentang
kebaikan. Support sistem tersebut berada pada orang tua, lingkungan,budaya, agama dan
komunitas yang diikutinya (Kyle, 2008).
Batasan usia remaja hingga saat ini menjadi bervariasi dari masing-masing
referensi yang terkait lingkungan budaya dan sejarahnya. Remaja sebagai tahap
perkembangan yang dimulai pada pubertas dari umur 13-20
13 -20 tahun
t ahun ((DeLaune
DeLaune & Ladner,
2011). Rentang usia remaja menurut Santrock (2007), sekitar dimulai dari 10-13 tahun
dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Rentang usia tersebut dibagi menjadi 2 (dua)
kategori, yakni masa remaja awal (early adolescence) dan masa remaja akhir (late
adolescence). Masa remaja awal berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau
sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas terbesar terjadi di masa ini, adapun
masa remaja akhir terjadi
terj adi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan.
Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), periode remaja pada rentang umur 10
hingga 21 tahun yang dibagi menjadi 3 kategori, yakni remaja awal ( early adolescence)
adolescence)
(10-13 tahun), remaja tengah (middle
( middle adolescence)
adolescence) (14-17 tahun), dan remaja akhir (late
( late
adolescence) (18-21 tahun). Adapun remaja menurut WHO (2012a), yang telah diadopsi
adolescence)
pula oleh Kemenkes RI (2012), adalah berusia 10-19 tahun. Secara spesifik, WHO
(2012b), memberikan istilah young people (10-24 tahun) yang dibagi menjadi early
adolescent (remaja awal) yang berusia 10-14 tahun, late adolescent (remaja akhir) yang
berusia 15-19 tahun, dan young adulthood (dewasa muda) yang berusia 20-24 tahun.
Jadi, rentang usia remaja (adolescent
(adolescent) yang dijadikan acuan dalam penelitian ini merujuk
peraturan moral yang sesuai dengan jati diri mereka dan mengatur tingkah laku
mereka, terutama dalam menghadapi tekanan yang kuat untuk melanggar keyakinan
yang lama. Keputusan mereka yang melibatkan dilema moral harus berdasarkan
pada prinsip-prinsip moral awal yang ditanamkan dalam diri mereka sebagai sumber
untuk mengevaluasi tuntutan situasi dan merencanakan serangkaian tindakan yang
konsisten dengan ide mereka.
Masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai nilai
moral yang telah ada dan keterkaitannya terhadap masyarakat dan individu. Remaja
dengan mudah dapat mengambil peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban
berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami konsep
keadilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap kesalahan dan perbaikan
atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan yang salah. Namun
demikian, mereka mempertanyakan peraturan-peraturan moral yang telah ditetapkan
sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu peraturan secara verbal berasal
dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi peraturan tersebut. Remaja
memahami bahwa peraturan sebenarnya merupakan suatu persetujuan bersama yang
dapat disesuaikan dengan situasi dan tidak bersifat absolut.
2.1.2 Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler dalam Kozier (2009), remaja atau individu dewasa muda
mencapai tahap sintetik-konvensional perkembangan spiritual. Saat menghadapi
berbagai kelompok di masyarakat, remaja terpapar dengan berbagai jenis pendapat,
keyakinan, dan perilaku terkait masalah agama. Menurut Kozier (2009), remaja
dapat menyelesaikan perbedaan dengan cara memutuskan bahwa perbedaan adalah
hal yang salah atau mengelompokkan perbedaan. (misalnya seorang teman tidak
dapat pergi hangout pada setiap malam jumat karna menghadiri acara keagamaan,
namun teman tersebut dapat melakukan kegiatan bersama pada harilain). Remaja
sering percaya bahwa berbagai keyakinan dan praktik keagamaan lebih memiliki
kesamaan daripada perbedaan. Pada tahap ini, remaja berfokus pada persoalan
interpersonal, bukan konseptual.
Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal tetapi melakukan
ibadah secara individual dengan privasi dalam kamar mereka sendiri. Mereka
mungkin memerlukan eksplorasi terhadap konsep keberadaan Tuhan.
Membandingkan agama mereka dengan agama orang lain dapat menyebabkan
mereka mempertanyakan kepercayaaan mereka sendiri tetapi pada akhirnya akan
menghasilkan perumusan dan penguatan spiritualitas mereka.
diterima oleh kelompoknya. Pada tahap remaja awal, remaja akan menyatakan
kebebasan dan merasa sebagai seorang individu, bukan hanya sebagai seorang
anggota keluarga. Proses perkembangan identitas pribadi ini memakan waktu dan
penuh dengan periode kebingungan, depresi, dan keputusasaan. Dampak negatif
proses perkembangan identitas tersebut adalah perilaku memberontak, kasar dan
melawan. Pada tahap ini, remaja mulai menentukan batasan ketergantungan dari
orang tua dan berusaha mandiri (Wong, 2001).
Remaja pertengahan (middle adolescence) biasanya merasa senang jika
banyak teman
te man yang menyukainya. Remaja cenderung mencintai
menci ntai dirinya sendiri dan
menyukai teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Remaja
ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman-temannya daripada dengan
keluarga, mulai berpacaran, dan menolak campur tangan orang tua dalam
mengendalikannya. Remaja pada tahap ini terus-menerus bereksperimen untuk
mendapatkan diri yang dirasakan nyaman bagi mereka. Hal ini dapat dilihat
dil ihat dari car
caraa
berpakaian dan penampilan seperti baju, gaya rambut, dan lain-lain yang berubah-
ubah. Hal yang postif dari remaja pertengahan adalah lebih tenang, sabar, toleransi,
dapat menerima pendapat orang lain walaupun berbeda dengan pendapatnya, lebih
bersosialisasi, tidak lagi pemalu, belajar berpikir independen dan membuat
keputusan sendiri, dan ingin tahu banyak hal. Pada tahap ini merupakan titik rendah
dalam hubungan orang tua-anak. Terdapat konflik besar mengenai kemandirian
remaja dengan orang tua (Wong, 2001).
Remaja akhir (late adolescence) merupakan masa konsolidasi menuju
periode dewasa dan ditandai dengan minat yang makin mantap terhadap fungsi-
fungsi intelek, terbentuk identitas sesksual yang tidak akan berubah lagi, egosentris
(terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan
Antara kepentingan diri sendiri. Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya.
Mereka amou menghadapi masalah dengan tenang dan rasional, dan walaupun
masih mengalami periode depresi, perasaan mereka lebih kuat dan mulai
menunjukkan emosi yang lebih matang. Remaja akan belajar mengatasi stress yang
dihadapinya, dan biasanya lebih suka mengatasinya dengan pergi bersama teman
dibandingkan dengan keluarganya. Rasa takut dan stressor yang umum terjadi pada
remaja adalah hubungan dengan lawan jenis, kecenderungan atau perasaan
homoseksual, dan kemampuan untuk menerima peran orang dewasa (Muscari, 2001)
Remaja juga akan cenderung menggeluti masalah sosial politik bahakan agama.
Pada tahap ini remaja akan memiliki pasangan yang lebih serius dan banyak
mengahabiskan waktu dengan mereka. Jika terdapat kecemasan dan ketidakpaastian
masa depan, maka hal tersebut dapat merusak harga diri dan keyakinan diri remaja
tersebut. Pada tahap ini, pemisahan emosional dan fisik dari orang tua telah
dilakukan daan tercapainnya kemandirian remaja jika berasal dari keluarga dengan
konflik yang minimal (Wong, 2001).
1. Menerima citra tubuh Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan fisiknya
2. Menerima identitas seksual Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat
tidaklah mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong dan
diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda bagi anak perempuan,
mereka didorong untuk memainkan peran sederajat sehingga usaha untuk
mempelajari peran feminim dewasa memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-
baru misalnya remaja mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus
mulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul dengan
4. Membuat persiapan untuk hidup mandiri Bagi remaja yang sangat mendambakan
kemandirian, usaha untuk mandiri harus didukung oleh orang terdekat (Hurlock,
1998).
5. Menjadi mandiri atau bebas dari orangtua Kemandirian emosi berbeda dengan
kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, tetapi juga membutuhkan
rasa aman yang diperoleh dari orang tua atau orang dewasa lain. Hal ini menonjol
pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya yang mempunyai hubungan
akrab dengan anggota kelompok dapat mengurangi ketergantungan remaja pada orang
tua
dengan masalah pengembangan nilai- nilai yang selaras dengan dunia orang dewasa
yang akan dimasuki, adalah tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang
bertanggung jawab (Hurlock, 1998).
1998).
2.2 Masalah Kesehatan Pada Remaja dan Peran Perawat Komunitas dalam Mengatasi
Masalah
Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan
emosi, dan kehidupan sosial. WHO mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari
saat timbulnya tanda seks sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan reproduksi,
suatu proses pencapaian mental dan identitas dewasa, serta peralihan dari ketergantungan
sosioekonomi menjadi mandiri. Terdapat berbagai masalah kesehatan di usia remaja
yang saat ini marak terjadi di komunitas masyarakat (Wong, 2008).
2.2.1 Merokok
Bahaya merokok pada setiap tingkat usia tidak diragukan lagi; namun
demikian, pendekatan pencegahan terhadap remaja yang merokok sangat penting.
Merokok di kalangan remaja merupakan perilaku kompleks yang tidak dapat
dijelaskan oleh satu faktor penyebab. Dampak yang paling berbahaya dari merokok
adalah terjadinya adiksi seumur hidup. Sekitar 90% dari semua pengguna tembakau
mulai merokok ketika mereka masih anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun
(Office of Smoking and Health, 1996 dalam Wong, 2008). Selain itu, hasil riset
menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara penggunaan tembakau,
penggunaan alkohol dan obat-obatan
obat -obatan lain,
lai n, dan perilaku berisiko tinggi (Willard
(Wi llard dan
Schoenborn, 1995 dalam Wong, 2008). Banyak penyebab yang membuat para
remaja mulai merokok, yaitu karena meniru sifat orang dewasa, tekanan dari sebaya,
dan meniru sifat orang yang terkenal yang biasanya merokok.
Program paling efektif yang dilakukan oleh perawat adalah program
komunitas luas yang melibatkan orangtua, teman sebaya, media cetak, dan
organisasi masyarakat. Dua area fokus program antirokok adalah program mengajak
teman sebaya untuk menekankan akibat-akibat dari merokok dan menggunakan
media, seperti film, untuk pencegahan merokok.
2.2.2 Kehamilan Remaja
Aktivitas seksual remaja dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan
yang serius. Remaja yang aktif secara seksual rentan mengalami hamil di luar nikah
dan tertular penyakit menular seksual. Pada tahun 1995 lebih dari satu dari lima
remaja putri yang aktif secara seksual mengalami kehamilan (Kaufmann dkk, 1998
dalam Wong, 2008). Remaja yang hamil dan bayinya berisiko tinggi mengalami
morbiditas, mortalitas, kemiskinan, dan residivisme. Selain itu, penelitian juga
memperlihatkan bahwa kehamilan di usia muda (usia kurang dari 20 tahun) sering
kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Hal ini berkaitan erat dengan belum
sempurnanya perkembangan dinding uterus. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kurangnya pengetahuan mengenai
proses terjadinya kehamilan dan metode pencegahan kehamilan, akibat terjadinya
tindak pemerkosaan, dan kegagalan alat kontrasepsi. Perawat dapat menganjurkan
kepada orangtua untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku anak dengan
menanyakan aktivitas harian mereka
(Centers for Disease Control and Prevention, 1996 dalam Wong, 2008).
Tanggung jawab keperawatan meliputi semua aspek pendidikan,
kerahasiaan, pencegahan, dan penanganan PMS. Pendidikan seks pada remaja harus
terdiri atas informasi tentang PMS, termasuk gejala, dan penanganannya. Usaha
pencegahan primer untuk mencegah PMS, yaitu mendorong untuk tidak melakukan
hubungan seksual, mendorong menggunakan kondom, dan vaksinasi hepatitis B.
Selain itu, terdapat pencegahan sekunder yang dapat dilakukan perawat, yaitu
dengan membantu mengidentifikasi kasus secara dini dan merujuk remaja untuk
menerima pengobatan. Perawat juga terlibat dalam pencegahan tersier dengan
menurunkan efek-efek medis dan psikologis akibat PMS, menghubungi kelompok
pendukung untuk remaja yang terinfeksi HIV, virus herpes simpleks, dan HPV, dan
dengan membantu remaja yang hamil dalam memperoleh skrining serta pengobatan
yang adekuat.
2.2.4 Penyalahgunaan Zat
Pemakaian zat, terutama obat-obatan oleh anak-anak dan remaja untuk
mengakibatkan perubahan status kesadaran diyakini dapat merefleksikan perubahan
yang terjadi dalam hidup mereka dan stres yang ditimbulkan oleh perubahan
tersebut. Secara tidak langsung, narkoba dan alkohol biasanya terkait erat dengan
pergaulan seksual bebas. Penyalahgunaan obat adalah pemakaian teratur obat-obatan
selain untuk tujuan pengobatan dan sampai tingkat penyalahgunaan yang
menyebabkan cedera fisik atau psikologik pada pengguna dan/atau merusak
masyarakat. Pada akhirnya, remaja dapat ketagihan terhadap narkotik dengan atau
tanpa kebergantungan secara fisik, dan seseorang mungkin secara fisik bergantung
pada narkotik tanpa merasa ketagihan. Beberapa jenis penyalahgunaan obat dapat
berupa alkohol, kokain, narkotik (meliputi opiat seperti heroin, morfin, fentanil,
hidromorfon, dan kodein), depresan dan stimulan sistem saraf pusat, dan obat-obatan
yang memengaruhi pikiran (halusinogen). Perawat sekolah dan perawat yang
bekerja di komunitas berperan penting dalam mengidentifikasi keluarga dengan
masalah penyalahgunaan zat. Identifikasi awal pada keluarga dengan masalah
penyalahgunaan zat adalah hal penting untuk mencegah penyalahgunaan zat pada
anak-anak dan remaja (Werner, Joffe, dan Graham,
Graha m, 1999 dalam Wong, 2008).
7. Keterlibatan masyarakat.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan
pelayanan sebaya.
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.
10. Pelayanan yang efektif
11. Pelayanan yang efisien
.
2.4.5 Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas.
Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam
menghadapi hambatan untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut
diatas, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan
PKPR di puskesmas, sebagai berikut:
1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring
kerja.
Penggalangan kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan publik,
sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan oleh pihak
lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu,
kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat
memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa
KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat/PKHS (life Skills
remaja seperti
6. Ketepatan sebelum
penentuan dikenalnya
prioritas PKPR.
sasaran.
Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan
penetapan sasaran, sesuai dengan hasil kajian sederhana sebelum
pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja sekolah, anak jalanan,
karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan
sebagainya.
7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.
Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah
dan kebutuhan setempat serta sesuai dengan kemampuan Puskesmas,
misalnya pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan mengadakan FGD
(Focus Group Discussion/diskusi kelompok terarah diantara remaja
tentang seks pra-nikah didukung dengan penyebarluasan slogan dan
keterampilan “bagaimana bilang tidak” untuk seks-
seks - pranikah.
8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal.
Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim
Jaminan Mutu Puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses
dan kualitas PKPR.
atau kelompok,
institusi dilaksanakan
atau masyarakat, oleh petugas
berdasarkan Puskesmas
kemitraan. atau petugas
Jenis kegiatan meliputilain
: di
1. Pemberian Informasi dan edukasi.
a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan
atau berkelompok.
b. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari
sekolah atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari
(atau sepengetahuan) Puskesmas.
c. Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group
Discussion),, diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu
Discussion)
media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline
telepon/hotline,,
SMS).
d. Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai
dengan bahasa sasaran (remaja, orang tua, guru ) dan mudah
dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak
menggurui serta perlu bersikap santai.
2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke
Puskesmas adalah:
a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan
mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dll dalam menghadapi klien
remaja yang datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial
atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian
bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling
konseling bila diperlukan.
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga
petugas penunjang seperti loket dan laboratorium seperti halnya
petugas
dan khususkriteria
memenuhi PKPS peduli
juga harus menjaga kerahasiaan klien remaja,
remaja.
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat
hasil rujukan kasus per kasus.
3. Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan
klien hingga tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor
dapat menawarkan dukungan, keahlian dan pengetahuan secara
berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya
sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan lebih baik dan
selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek dari
kehidupannya. Tujuan konseling dalam PKPR adalah:
a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya
masal ahnya dan membantunya
agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang
harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan
sumber daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu klien
dalam mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental
lain dan meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang
mungkin terjadi pada dirinya.
4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme
bahwa bila remaja dibekali
dibekal i dengan keterampilan hidup sehat maka remaja
akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya.
PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills Education(LSE).
Education(LSE). Life skilsl atau
keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah dalam kehidupan se-hari-
hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam
promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan fisik, mental
dan sosial.
5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja
sebagai salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja
menjadi kader kesehatan remaja yang lazim disebut pendidik sebaya,
beberapa keuntungan diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan
sebagai agen pengubah sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen
promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok yang siap membantu
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya
yang berminat, berbakat, dan sering menjadi
menjad i tempat “curhat” bagi teman
yang membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk
memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling,
sehingga dapat berperan sebagai konselor remaja.
6. Pelayanan rujukan.
Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi.
Rujukan sosial juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran
kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna
napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan
program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban
perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk
memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam
menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali
dengan komitmen antar institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal
sebelum PKPR dimulai.
Bekerjasama dengan berbagai pihak di komunitas
Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :
a) Data Inti, meliputi : riwayat atau sejarah perkembangan komunitas, data
demografi, vital statistic, status kesehatan komunitas
b) Data lingkungan fisik, meliputi : pemukiman, sanitasi, fasilitas, batas-batas
wilayah, dan kondisi geografis
c) Pelayanan kesehatan dan social, meliputi : pelayanan kesehatan, fasilitas social
(pasar, toko, dan swalayan)
d) Ekonomi, meliputi : jenis pekerjaan, jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan,
jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan, jumlah pekerja dibawah umur, ibu
rumah tangga dan lanjut usia.
e) Keamanan dan transportasi
f) Politik dan keamanan, meliputi : system pengorganisasian, struktur organisasi,
kelompok organisasi dalam komunitas, peran serta kelompok organisasi dalam
kesehatan
g) Sistem komunikasi, meliputi : sarana untuk komunikasi, jenis alat komunikasi
yang digunakan dalam komunitas, cara penyebaran informasi
h) Pendidikan, meliputi : tingkat pendidikan komunitas, fasilitas pendidikan yang
tersedia, dan jenis bahasa yang digunakan
i) Rekreasi, meliputi : kebiasaan rekreasi dan fasilitas tempat rekreasi
2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan
data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang
kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Tujuan analisa data;
dat a;
a) Menetapkan kebutuhan komunitas
b) Menetapkan kekuatan
c) Mengidentifikasi pola respon komunitas
d) Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
3. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan
yang perlu pertimbangan berbagai faktor sebagai kriteria penapisan, diantaranya:
a) Sesuai dengan perawat komunitas
b) Jumlah yang berisiko
c) Besarnya resiko
d) Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan
e) Minat masyarakat
f) Kemungkinan untuk diatasi
g) Sesuai dengan program pemerintah
h) Sumber daya tempat
i) Sumber daya waktu
j) Sumber daya dana
k) Sumber daya peralatan
l) Sumber daya orang
Masalah yang ditemukan dinilai dengan menggunakan skala pembobotan, yaitu
: 1 = sangat rendah, 2 = rendah, 3 = cukup, 4 = tinggi, 5 = sangat tinggi.
Kemudian masalah kesehatan diprioritaskan berdasarkan jumlah keseluruhan
scoring tertinggi.
4. Diagnosa Keperawatan
Untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah dirumuskan
diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari :
a) Masalah (Problem)
Yaitu kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang terjadi.
b) Penyebab (Etiologi)
Yang meliputi perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
lingkungan fisik dan biologis, psikologis dan sosial serta interaksi perilaku
dengan lingkungan.
c) Tanda dan Gejala (Sign and Sympton)
Yaitu informasi yang perlu untuk merumuskan diagnosa serta serangkaian
petunjuk timbulnya masalah.
Diagnosa keperawatan NANDA untuk meningkatkan kesehatan yang bisa
ditegakkan pada adolesens, yaitu :
1. Risiko cedera yang berhubungan dengan:
a. Pilihan gaya hidup
b. Penggunaan alcohol, rokok dan obat
c. Partisipasi dalam kompetisi atletik, atau aktivitas rekreasi
d. Aktivitas seksual
2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan:
a. Aktivitas seksual
b. Malnutrisi
c. Kerusakan imunitas
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan:
a. Kurangnya nutrisi
nutrisi yang adekuat untuk mendukung pertumbuhan
b. Melewati waktu makan; ikut mode makanan
c. Makan makanan siap saji, menggunakan makanan yang mudah atau
mesin penjual makanan
d. Kemiskinan
e. Efek penggunaan alcohol atau obat
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan:
a. Tidak berpengalaman dengan peralatan rekreasional yang tidak dikenal
b. Kurang informasi tentang kurikulum sekolah
5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan:
a. Perasaan negative tentang tubuh
b. Perubahan maturasional yang berkaitan dengan laju pertumbuhan
adolesens
5. Intervensi (Perencanaan) Keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan komunitas yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Jadi perencanaan keperawatan meliputi: perumusan tujuan,
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan dan kriteria hasil untuk
mencapai tujuan.
TINJAUAN KASUS
Analisa Masalah
DO:
NO Diagnosa Keperawatan
Keperawatan
1. Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188)
Dari hasil analisis data, didapatkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah untuk menentukan prioritas masalah,
adapun penapisan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Kriteria
No Diagnosa Keperawatan Jumlah Keterangan
A B C D E F G H I J K L
0 : tidak ada
1: rendah 0 : tidak ada
1 : rendah
2: sedang 1 : rendah
2 : sedang
3: tinggi 2 : sedang
3 : tinggi
3 : tinggi
bahaya merokok.
Ketidakefektifan pemeliharaan 2 2 3 7
Berdasarkan skoring diatas, maka prioritas diagnosa keperawatan komunitas di RW 08 Desa Suka Maju adalah sebagai berikut :
No
Diagnosa Keperawatan Jumlah
Prioritas
1 Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188) akibat Perilaku remaja yang cenderung merokok
dari mula usia 10,3tahun dan menghabiskan rokok sehari sekitar 1-5 batang.dengan alasan coba- 44
coba, ikut -ikutan dan ingin terlihat gaul.
2 Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215) Tidak adanya program untuk menghilangkan satu atau
lebih masalah kesehatan bagi suatu populasi dd belum pernah mendapatkan pendidikan
kesehatan terutama masalah bahaya merokok. 42
3 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatann (00099) akibat Tidak adanya wadah kegiatan remaja
sehingga tidak ada keinginan untuk perbaikan perilaku sehat. 36
No
Diagnosa Keperawatan Jumlah
Prioritas
1 Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188) akibat Perilaku remaja yang cenderung merokok
dari mula usia 10,3tahun dan menghabiskan rokok sehari sekitar 1-5 batang.dengan alasan coba- 9
coba, ikut -ikutan dan ingin terlihat gaul.
2 Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215) Tidak adanya program untuk menghilangkan satu atau
lebih masalah kesehatan bagi suatu populasi dd belum pernah mendapatkan pendidikan 8
kesehatan terutama masalah bahaya merokok.
3 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatann (00099) akibat Tidak adanya wadah kegiatan remaja
sehingga tidak ada keinginan untuk perbaikan perilaku sehat. 7
Kesehatan spiritual
Memilih monitoring
Koordinasi
dengan nakes
untuk
menyediakan
screening
Identifikasi
dampak budaya
terhadap
screening
Tersier Tersier
221108
Penggunaan sumber yang ada di 8500 Pengembangan kesehatan
masyarakat
komunitas 8700
8750 Pengembangan program
Pemasaran sosial di masyarakat
PLANNING OF ACTION (POA)
bagi
kesehatan/merokok
di dalam rumah
3. Memberikan
pendidikan
kesehatan tentang
cuci tangan 6
langkah
1. Kemitraan
Defisiensi (bekerja sama Remaja dan Jumat, 7 april
Kesehatan dengan Warga RW 08 2019 Lingkungan RW 08 Desa Masyarakat Rizky
Komunitas masyarakat Desa Sukamaju Pukul 08.00 Sukamaju
(00215) dalam
menentukan Jumat, 14 april Posyandu RW 08 Desa
masalah 2019 sukamaju
tentang Pukul 10.30
kesehatan saat Kamis, 20 april
group 2019
discussion) Pukul 19.30
2. Pemberdayaan
(memberdayak
an masyarakat
dengan
meningkatkan
pengetahuan
mengenai
status
kesehatan,
bagaimana
bahaya
merokok pada
remaja)
Ketidakefektifan Promosi kesehatan Remaja dan Senin, 21 april Lingkungan RW 08 Desa Masyarakat Dewi