Case Report
Oleh:
Besta Arum Bela, S. Ked.
H1AP13043
Pembimbing:
dr. Ferdi, Sp.An
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Tindakan invasif seperti bedah
sesar ini akan menjalani prosedur anastesi. Anastesi sendiri secara umum berati suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Peredaan nyeri pada persalinan merupakan permsalahan yang unik. Persalinan
terjadi sewaktu-waktu tanpa peringatan dan anastesi obstetrik dapat diperlukan segera
setelah pasien makan dalam jumlah besar. Muntah dengan aspirasi isi lambung
merupakan ancaman konstan yang memberikan morbiditas dan mortalitas ibu yang
mencemaskan. Dan lagi, penyakit-penyakit yang terjadi hanya pada kehamilan, seperti
1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, lamanya 5 tahun sebagai istri sah
Riwayat Reproduksi
Menarch : 12 tahun
Siklus haid : 28 hari, teratur
3
Riwayat Kehamilan/Melahirkan
Kehamilan/Melahirkan
1. Hamil ini
Riwayat Anastesi
Anastesi Umum
Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Hamil cukup bulan dengan keluar air-air
4
+ 2 jam SMRS Os mengalami mules dan terdapat flek (+) dengan riwayat
infertil 5 tahun dan operasi kista bartolini sekita 5 tahun yang lalu. R/ perut mules yang
menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama makin sering dan kuat (+). R/ keluar
air-air (+). R/ keluar darah lendir (+). R/ darah tinggi sebelum hamil (-). R/ darah tinggi
dalam keluarga (-). R/ sakit kepala (-). R/ pandangan mata kabur (-). R/ mual, muntah (-
). R/ nyeri ulu hati (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih
dirasakan. Pasien dilakukan induksi di ruang bersalin, tetapi gagal dengan pembukaan
serviks terakhir 3 cm.
Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tipe badan : piknikus
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 150 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
5
Paru-paru
I : Dinding dada statis dan dinamis simetris kiri dan kanan
P: Stem fremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor di semua lapang paru
A: Suara napas vesikuler normal, ronkhi (-) dan wheezing (-)
Abdomen
Tinggi fundus uteri 26 cm, letak janin memanjang, punggung di sebelah kiri,
bagian terbawah janin kepala, DJJ (+).
Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema +/+ pretibial, refleks fisiologis +/+,
refleks patologis -/-
Genitalia eksterna
Tidak ada edema vulva.
6
mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan. Pasien
dilakukan induksi di ruang bersalin, tetapi gagal dengan pembukaan serviks
terakhir 3 cm.
HbsAg : Negatif
7
8
Metergin
Oxitosin 2 ampul
- Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, oksimetri berdenyut, dan EKG.
- Peralatan resusitasi dan obat-obatan emergensi: sulfas atropin, lidokain,
adrenalin, efedrin.
Prosedur Anestesi
Anestesi regional dengan teknik spinal anestesi,
Setelah dipasang IV line, monitor (tekanan darah, nadi, saturasi
oksigen) dan oksigen kanul 3 liter/menit
Pasien dengan posisi duduk, tandai dimana akan dilakukan
tusukan, dengan teknik aseptik-antiseptik, dilakukan tusukan
pada lokasi Lumbal 3-4.
9
Perdarahan:
Cara Pemberian:
•
Jam I : (50% x pengganti
pengganti puasa)
puasa) + maintenace + stress operasi
10% kedua dari EBV (420 ml) : koloid 1:1ml 420 ml koloid
10
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
13
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelum nya untuk eliminasi nikotin yang
mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan
dihentikan beberapa hari
hari untuk mengaktfkan kerja silia jalan
jalan
pe
pernapasan da
dan 1-
1-2 mi
minggu un
untuk me
mengurangi pr
produksi sp
sputum. Ke
Kebiasaan mi
minum al
alkohol ju
juga ha
harus
dicurigai akan adanya penyakit hepar.
14
15
16
17
18
7. Premedikasi
19
20
9. Ondanstron 0,05 – 0,15
0,15 mg/kg BB (IV)
10. Cimetidine 3 – 4 mg/kg BB H2 blocker
11. Ranitidine 2 – 3
3 mg/kg BB
21
22
Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah disekitar
tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan
prosesus spinosus.
Hal-hal yang perlu dilakukan:
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Teknik anestesia spinal dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus
dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
23
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau duduk dan
buat pasien membungkuk maksimal
maksimal agar procesus spinosus mudah teraba.
b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang
punggung ialah L4 atau
at au L4-L5, tentukan
te ntukan tempat tusukan misalnya
mi salnya L2-L3, L3-L4
atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2
L1-L2 atau atasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
d. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.
e. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik
biasa semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis, subkutis, ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural,
duramater dan ruang subarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal dicabutcairan
serebrospinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik
lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut.
24
25
g. Dosis maksimal dewasa muda sehat adalah 1,6ml/ segmen bergantung kepada
dosis obat, pada manula dan neonatus dikurangi 50% dan pada ibu hamil
dikurangi 30%
h. Lakukan uji keberhasilan epidural dapat dilihat dari perubahan suhu, blok
sensorik dari uji tusukan jarum, dan dari blok motorik skala bromage dengan
kemapuan melipat lutut dan jari.
26
b. menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
pada pasien dewasa.
c. Untuk dewasa biasa digunakan volume 12-15 ml (1-2 ml/segmen)
d. Temukan hiatus sakralis dengan menghubungkan kornu sakralis kanan dan kiri
dan spina iliaka superior posterior
e. Lakukan tindakan a dan antisepsis
f. Tusukkan jarum 90 derajat terhadap kuli, setelah jarum masuk ke kanalis
sakralis arah jaum diubah 45-60 deajat dan jarum didorong sedalam 1-2cm
g. Suntikkan NaCl sebanyak 5ml secara agak cepat sambil meraba ada atau
tidaknya pembengkakan kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar
ke kanalis kaudalis.
27
BAB IV
PEMBAHASAN
+ 2 jam SMRS Os mengalami mules dan terdapat flek (+) dengan riwayat infertil
5 tahun dan operasi kista bartolini sekita 5 tahun yang lalu. R/ perut mules yang
menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama makin sering dan kuat (+). R/ keluar
air-air (+). R/ keluar darah lendir (+). R/ darah tinggi sebelum hamil (-). R/ darah tinggi
dalam keluarga (-). R/ sakit kepala (-). R/ pandangan mata kabur (-). R/ mual, muntah (-
). R/ nyeri ulu hati (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih
dirasakan. Pasien dilakukan induksi di ruang bersalin, tetapi gagal dengan pembukaan
serviks terakhir 3 cm.
Setiap anestesi dimulai, dilakukan terlebih dahulu evaluasi praoperatif.
Pertemuan antara pasien dengan dokter dapat memberikan informasi, penilaian status
fisik, dan perencanaan anestesi. Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan
baik elektif maupun darurat harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan
anestesia dan pembedahan sangat dipengaruhi oleh persiapan pra anestesia. Kunjungan
pra anestesia pada pembedahan elektif umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya,
sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat.
Pada anamnesis pra-operatif didapatkan pasien terdiri atas:
a. Identitas pasien, misal: nama, umur, alamat, dan pekerjaan dan lain-lain.
b. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anestesia, antara lain:
- Penyakit alergi;
- Diabetes melitus;
- Penyakit paru-paru kronik: asma bronkial, pneumonia, bronkitis;
- Penyakit jantung dan hipertensi: infark miokard, angina pektoris,
dekompensasi kordis;
- Penyakit hati;
- Penyakit ginjal.
28
c. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan interaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dan lain-lain) dengan
obat-obat anestetik.
d. Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa
kali dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu
seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.
e. Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya
anestesia seperti :
- Merokok: perokok berat (di atas 20 batang/hari dapat mempersulit induksi
anestesia karena merangsang batuk-batuk, sekresi ialah nafas yang banyak
atau memicu atelektasis dan pneumonia pasca bedah. Rokok sebaiknya
dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO
dalam darah.
- Alkohol: pecandu alkohol umumnya resisten terhadap obat-obat anestesia
khususnya golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis
hepatik.
- Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
Pada pasien ini mempunyai riwayat penyakit kista bartolini dan dilakukan
tindakan operasi pengangkatan kista pada Juli 2013 dengan tindakan anastesi secara
General Anastesi, sehingga perlu diperhatikan secara khusus bahwa apakah adanya
komplikasi dari tindakan anastesi tersebut seperti kesulitan pulih atau harus dirawat di
perawatan intensif seperti ICU. Jarak antara operasi sebelumnya dengan operasi yang
sekarang sekitar 5 tahun dan tidak adanya komplikasi yang terjadi atas tindakan anastesi
pada operasi sebelumnya tersebut.
Pasien telah dipuasakan selama lebih dari 6 jam sebelum operasi (10 jam), dan
operasi berlangsung selama ±1 jam, sehingga mendapatkan penggantian puasa sebelum
operasi 1200 cc. Pasien menjalani operasi sedang sehingga kebutuhan cairan akibat
stress operasi yakni 6cc/kgBB/jam, adalah 360 cc. EBV pasien berkisar sekitar 4200 cc,
perdarahan sekitar 1100cc, sehingga harus diganti dengan cairan kristaloid sebanyak
840 cc kristaloid, 420 cc koloid dan didapatkan perhitungan balance cairan +802 cc.
Untuk rumatan post operasi, pasien diberikan cairan kristaloid berupa ringer laktat
dengan drip santagesik (metamizole sodium 500mg) dalam 500cc RL 20 tetes permenit.
29
Setelah dilakukan operasi, Aldrete score pada pasien ini yaitu 9 (layak dibawa
keruang perawatan).
Warna kulit : Normal (2)
Motorik : Gerak 2 anggota tubuh (1)
Pernapasan : Spontan (2)
Tekanan darah : ± 20 mmHg dari pre op (2)
Kesadaran : Sadar penuh (2)
30
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pasien dengan diagnosis G1P0 A0 Hamil Aterm Inpartu Kala 1 Fase Laten Dengan
Kpsw+Gagal Induksi JTH Presentasi Kepala + Riwayat Infertil Primer 5 Tahun+
Riwayat Operasi Kista Bartolini 5 Tahun yang lalu menjalani operasi SC emergency
dengan regional anastesi dengan analgesia spinal.
2. Pada penilaian preoperative, pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, asma,
hipertensi, diabetes mellitus, tetapi mempunyai riwayat operasi sebelumnya yaitu
operasi kista bartolini sekitar 5 tahun yang lalu dan riwayat infertil selama 5 tahun.
3. Selama monitoring durante operatif status neurologis, kardiopulmonar,
hemodinamik, dan urologis pasien cukup stabil.
4. Post operatif menggunakan metamizole 1 ampul bolus iv dan ketoprofen
suppositoria. Pada penilaian post operatif, aldrete score pasien berjumlah 9 dan
dapat dipindahkan ke ruang perawatan biasa (melati Bhayangkara).
31
DAFTAR PUSTAKA
Butterworth, John F. Mackey, David C. Wasnick, John D. 2013. Morgan and Mikhail’
Mikhail’s
s
Anesthesiology. 5th Edition
Clinical Anesthesiology. Edition.. United States: McGraw-Hill .
1994. Penuntun Praktis Anastesi.
Dobson M.B . 1994. Penuntun Anastesi. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
Gwinnutt, Carl L (2011). Catatan Kuliah Anestesi Klinis ed.3. Jakarta: EGC.
Latief Said, Suryadi A. Kartini, Dachlan M R. 2001 Petunuk Praktis Anastesiologi edisi
ke 2. Jakarta . Bagian Anastesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer A, Suprohaita , et al (2002).
(2002). Ilmu Anestesi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran
FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Morgan GE, Maged J, Mikhail S, Murray, Michael J (2013). Clinical Anesthesiology,
5th Edition. United States of America: Appleton & Lange.
Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R (2001). Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.
Wirdjoatmodjo, K (2000). Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan
S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
32