PREEKLAMPSIA BERAT
Oleh:
Jessica Intaniaputri
Intaniapu tri SP 1802611010
Mathew Giyan Prasasta 1802611012
Penguji:
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya laporan kasus dengan
den gan judul “Preeklampsia Berat”
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Daerah Mangusada Badung.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. IGM
Joni, Sp.OG selaku pembimbing dan penguji laporan kasus ini, serta semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.
Tim Penulis
!!
DAFTAR ISI
Halaman Sampul............................................
Sampul..................................................................
..............................................
....................................i
............i
Kata Pengantar............................................
Pengantar...............................................................
...........................................
..........................................ii
..................ii
Daftar Isi...........................................
Isi..................................................................
...........................................
............................................
...........................iii
...iii
BAB I PENDAHULUAN...................................
...................................................
......................................
...................................
............. 1
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis....................................
Diagnosis...........................................................
...........................................
.........................................26
.....................26
4.2 Faktor Risiko........................................
Risiko........................................................
......................................
......................................27
................27
!!!
4.3 Penatalaksanaan................................................
Penatalaksanaan...................................................................
.........................................
.......................27
.27
4.4 Prognosis...................................
Prognosis.........................................................
...........................................
...........................................28
......................28
BAB V SIMPULAN……............................
..............................................
...........................................
.......................................29
...............29
DAFTAR PUSTAKA......................
............................................
...........................................
...........................................
.........................
... 30
!#
BAB I
PENDAHULUAN
$
lagi menjadi tanda wajib dalam preeklampsia, namun kondisi tersebut merupakan
kriteria diagnosis yang penting oleh karena merupakan bukti objektif terjadinya
kebocoran endotel sistemik dan dapat mengarah pada kegagalan fungsi organ tubuh
lainnya.3,4
Sampai saat ini, penyebab terjadinya kejadian preeklampsia masih belum
diketahui dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa teori tentang patogenesis
telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya gejala klinis preeklampsia
tersebut. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli adalah teori
iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri
spiralis, sehingga akan menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu.
Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa
mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.4
Manifestasi klinis preeklampsia yang terjadi pada wanita hamil seringkali
lambat terdeteksi sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
keadaan yang dapat membahayakan ibu dan janin. Munculnya preeklampsia pada
kehamilan dapat menyebabkan komplikasi pada ibu, seperti terjadinya eklampsia,
sindroma hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelets count (HELLP),
perdarahan intraserebral, edema pulmoner, dan gagal ginjal akut. Selain itu,
preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan kesejahteraan terhadap janin,
seperti terjadinya kelahiran prematur, intrauterine growth restriction (IUGR),
sampai dengan intrauterine fetal death (IUFD).6
Pemahaman yang mendasar mengenai sindroma preeklampsia menjadi
sangat penting bagi dokter layanan primer sehingga dapat melakukan penanganan
yang sesuai dan rujukan yang tepat dalam penanganan preeklampsia. Melalui
perawatan antenatal yang teratur dan penggunaan pendekatan kedokteran
pencegahan, yaitu dengan mengenal faktor risiko, mengenal tanda-tanda dini
preeklampsia, serta mengenal tanda-tanda munculnya komplikasi preeklampsia,
juga diharapkan dapat menurunkan kejadian dan kematian akibat preeklampsia. Di
dalam karya tulis ini akan diuraikan sebuah kasus perawatan konservatif pasien
preeklampsia berat (PEB) dari aspek teori, penatalaksanaan, kesesuaian teori
dengan penatalaksanaannya.
%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Secara klasik, preeklampsia dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
terjadinya hipertensi dan adanya proteinuria pada usia kehamilan ! 20
minggu. Hipertensi merupakan tekanan darah sistolik ! 140 mmHg dan/atau
diastolik ! 90 mmHg. Sedangkan proteinuria merupakan ekskresi protein
abnormal pada urine ! 300 mg/24 jam, atau perbandingan protein : kreatinin
! 0,3, atau hasil uji dipstick protein 30 mg/dL atau +4. 4 Meskipun demikian,
seringkali wanita hamil dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala
gangguan organ multisistemik tanpa adanya proteinuria. Sehingga pada tahun
2013, ACOG mendeklarasikan definisi baru mengenai preeklampsia, yaitu
dengan tidak terdapatnya proteinuria, diagnosis preklampsia pada wanita
hamil ditegakkan apabila terdapat kondisi trombositopenia (platelet "
100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati (peningkatan kadar enzim liver
transminase di dalam darah sebesar dua kali dari konsentrasi normal),
insufisiensi ginjal (peningkatan serum kreatinin ! 1,1 mg/dL atau
peningkatan ganda serum kreatinin tanpa adanya penyakit
penyakit ginjal lain), edema
fungsi penglihatan.3
pulmoner, dan gangguan pada serebral dan fungsi
Sedangkan berdasarkan tingkat severitasnya, preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:2
1. Preeklampsia, yaitu tekanan darah ! 140/90 mmHg pada usia kehamilan
> 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau
jam.2
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam.
2. Preeklampsia berat, yaitu tekanan darah ! 160/110 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria ! +2
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam.
Jika tanpa proteinuria, disertai keterlibatan gangguan organ lain, seperti:
a. Trombositopenia (< 100.000 sel/µL), hemolisis mikroangiopati
b. Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
c. Sakit kepala, skotoma penglihatan
&
d. Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
e. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f. Oliguria (< 500 ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dL.2
2.2. Epidemiologi
Preeklampsia diperkirakan telah menyebabkan kematian bagi hampir
50.000 wanita hamil di dunia. Kondisi tersebut merupakan penyumbang
mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Adapun insiden
terjadinya preeklampsia berkisar antara 2-10% dari kehamilan di berbagai
negara, dengan presentase yang lebih tinggi seringkali ditemukan pada negara
berkembang.7 Preeklampsia diketahui menyumbang lima kali lipat jumlah
kematian perinatal pada negara berkembang.5 Tidak hanya itu, di negara maju
seperti Amerika Serikat, preeklampsia juga merupakan salah satu dari
komplikasi yang paling sering terjadi, dengan prevalensi mencapai 5-7%
kehamilan.3
Di Indonesia sendiri, insiden terjadinya HDK, termasuk preeklampsia
di dalamnya, mencapai angka 3,4-8,5%. Selain itu, HDK juga menjadi
penyebab kematian ibu terbesar setelah komplikasi puerperium dan
perdarahan pascapersalinan, dengan presentase sebesar 32%. Sedangkan di
RSUP Sanglah, PEB memiliki prevalensi terbesar dari seluruh spektrum
HDK, yaitu sebesar 4,7%.5
'
(BMI ! 30 kg/m2), dan jarak antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun.
Selain itu, adanya riwayat penyakit medis penyerta pada ibu, seperti
hipertensi kronis, diabetes mellitus,
mellit us, penyakit ginjal, trombofilia, migrain,
systemic lupus erythematosus,
erythematosus, serta penggunaan obat serotonin-uptake
inhibitor antidepressant (SSRI) juga diketahui dapat meningkatkan
risiko kejadian preeklampsia.3,6
2. Faktor risiko fetal, seperti kehamilan ganda, hydrops fetalis,
fetalis, penyakit
trofoblastik gestasional, dan kromosom triploid. 6
2.4. Patofisiologi
Sampai saat ini, penelitian mengenai mekanisme terjadinya
preeklampsia telah dilakukan sejak tahun 2200 SM.4 Banyak teori yang
menjelaskan patofisiologi terjadinya preeklampsia pada ibu hamil. Namun,
teori yang berkembang saat ini adalah mengenai preeklampsia sebagai 2-
stages disease, yang berarti bahwa mekanisme patofisiologi terjadinya
preeklampsia dapat dibagi menjadi dua tahapan. Pertama disebabkan oleh
terjadinya proses abnormalitas pada implantasi plasenta yang terjadi < 20
minggu usia kehamilan, kemudian diikuti dengan tahapan kedua, yaitu
dampak implantasi yang buruk tersebut sehingga terjadi aktivasi sel endotel
dan inflamasi.3,4 Akibat abnormalitas implantasi plasenta, dapat terjadi
hipoksia plasenta dan reperfusi hipoksia yang menghasilkan kerusakan pada
sinsitium dan gangguan pertumbuhan pada janin.
1. Teori Kelainan Invasi Trofoblas pada Implantasi Plasenta
Arteri spiralis merupakan percabangan sistem vaskularisasi yang
berfungsi memberikan aliran darah bagi rahim
r ahim dan plasenta pada masa
kehamilan. Pada implantasi yang normal, terjadi proses remodeling arteri
ar teri
spiralis yang berperan untuk memberikan vaskularisasi dari ibu kepada
janin.1
Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk
lapisan sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan trofoblas
yang invasif, yang menyusun vili koriales yang disebut “anchoring
villous tropoblast”.
tropoblast”. Cytotropoblast di dalam vili tersebut akan
(
menembus sinsitium pada beberapa tempat sehingga membentuk suatu
kelompok sel berlapis yang disebut “extravillous tropoblast cells”.
Kelompok sel inilah yang secara fisik menghubungkan plasenta dengan
dinding uterus ibu. Perkembangan selanjutnya dari sel trofoblas
ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur pertama
pert ama yaitu sel-sel tersebut
menginvasi dinding uterus (interstitial
(interstitial invasion)
invasion) dan jalur kedua adalah
sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular
( endovascular invasion).
invasion). Invasi
endovaskuler ke arteri spiralis ini merupakan
mer upakan bagian yang sangat penting
pada proses ini, di mana peristiwa ini terjadi paling awal pada umur
kehamilan 4-6 minggu. Proses tersebut terjadi dalam dua gelombang,
gelombang pertama menembus pembuluh darah di desidua dan yang
kedua menembus pembuluh darah pada tingkat miometrium. Setelah
mengalami invasi, trofoblas nantinya akan menggantikan posisi endotel
dan lapisan muskularis pembuluh darah. Perubahan fisik arteria spirales
seperti itu menyebabkan suatu kondisi sirkulasi darah yang “high flow”
dan “low resistance” sehingga aliran darah ke plasenta menjadi sangat
besar.4
Pada HDK, terjadi invasi trofoblas yang tidak sempurna, yaitu
proses invasi trofoblas pada lapisan otot serta jaringan matriks sekitar
arteri spiralis hanya terjadi secara superfisial. Dengan demikian, hanya
pembuluh darah pada lapisan desidua saja yang mengalami proses
remodeling, sementara pembuluh darah yang lebih dalam tidak
mengalami perubahan pada lapisan endotel dan jaringan
muskuloelastiknya. Akibatnya arteri spiralis yang seharusnya berdilatasi,
justru tetap mengalami konstriksi dan memiliki resistensi pembuluh
darah yang tinggi.4 Adapun penyebab pasti terjadinya invasi trofoblas
yang abnormal masih belum jelas. Terdapat teori yang menyebutkan
terjadinya abnormalitas disebabkan oleh tidak adanya reseptor JAG1
yang pada kehamilan normal berperan dalam signaling substansi Notch2
di dalam proses pengaturan diameter pembuluh darah dan perfusi
plasenta. Ada pula teori mengenai pengaruh kompleks imunitas dan sel
)
natural killer yang dapat memengaruhi abnormalitas implantasi
plasenta.3
Abnormalitas yang terjadi pada plasenta menyebabkan terjadinya
gejala gangguan maternal pada ibu. Awal terjadinya gangguan tersebut
terjadi oleh karena hipoksia dan iskemia plasenta yang terjadi akibat
penurunan aliran
al iran darah menuju plasenta. Sebagai respon
r espon dari hipoksia,
plasenta akan memproduksi faktor patogenik ke dalam sistem sirkulasi
maternal yang nantinya akan menyebabkan aktivasi dan disfungsi
endotel. Endotel memiliki peran penting dalam pengaturan pembuluh
darah, seperti pengaturan tonus otot polos pembuluh darah melalui
pengeluaran faktor vasokonstriksi dan vasodilatasi, serta regulasi
antikoagulasi, antiplatelet, dan fungsi fibrinolitik.
Faktor angiogenik berupa angiogenic growth factors itu adalah
vascular endothelial growth factor (VEGF), placenta growth factor
(PlGF), dan transforming growth factor-beta (TGF
(TGF#
#) diduga memiliki
keterkaitan penting di dalam timbulnya manifestasi klinis preeklampsia.
Selain berperan dalam angogenesis, faktor-faktor ini juga berperan
penting dalam menjaga fungsi endotel pembuluh darah sistemik. Pada
preeklampsia, iskemia plasenta akan menyebabkan dikeluarkannya
soluble FMS-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) yang merupakan bentuk
soluble dari reseptor VEGF dan PIGF yang bersifat antiangiogenik.
Peningkatan sFlt-1 di dalam sirkulasi akan menyebabkan penurunan
VEGF dan PIGF bebas di dalam darah, yang kemudian akan menurunkan
fungsi keduanya di dalam stimulasi angiogenesis dan menjaga fungsi
integritas endotel. Pada ginjal, inaktivasi VEGF bebas dapat
menyebabkan endoteliosis glomerular, yang merupakan awal mula
terjadinya proteinuria.3 Selain itu, terjadi pula pengeluaran soluble
Endoglin (sEng) yang merupakan suatu molekul yang memblok endoglin
yang berperan sebagai ko-reseptor TGF#
TGF#. Akibatnya, akan terjadi
penurunan fungsi dilatasi endotel pembuluh darah.4
*
2. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu, Plasenta, dan Janin
Faktor imunologik dianggap merupakan salah satu penyebab
terjadinya preeklampsia. Adanya teori ini didukung dengan adanya fakta
bahwa primigravida mempunyai risiko lebih besar dibandingkan
dibandingkan dengan
multigravida. Begitu pula apabila seorang ibu multipara menikah lagi,
maka ia akan mempunyai risiko menderita preeklampsia yang lebih besar
dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap. Hal tersebut
dikarenakan oleh pada ibu yang sudah pernah hamil dari suami
pertamanya, maka ibu tersebut telah memiliki
memil iki toleransi terhadap materi
genetik yang dibawa oleh suami pertamanya. Sementara, apabila ibu
kembali hamil dengan suami kedua, maka akan terdapat materi genetik
baru sehingga menyebabkan reaksi imunologis terhadap plasenta.
plasenta.
Hasil konsepsi merupakan hasil penggabungan materi genetik dari
ibu dan suami. Oleh karena hasil konsepsi tersebut tidak seutuhnya
merupakan bagian dari ibu, maka hasil konsepsi dapat dianggap sebagai
benda asing yang berada pada tubuh ibu. Namun, pada wanita dengan
kehamilan normal, terdapat human leukocyte antigen protein G (HLA-
G) yang berperan penting untuk memodulasi respons imunitas ibu,
sehingga ibu tidak memberikan reaksi penolakan imunitas terhadap
ter hadap hasil
konsepsi yang dikandungnya. Selain itu, adanya HLA-G juga berperan
untuk membantu proses terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu.1
Pada HDK, terdapat penurunan ekspresi HLA-G oleh trofoblas
ekstravillus pada ibu. Adapun mekanisme terjadinya peningkatan
pembuluh darah adalah akibat terganggunya proses invasi trofoblas ke
dalam lapisan desidua ibu. Hal tersebutlah yang pada akhirnya
menyebabkan kegagalan terjadinya dilatasi pada arteri spiralis dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. 1,4
3. Teori Genetik
Adanya faktor genetik atau keturunan pada preeklampsia dikaitkan
oleh karena terdapatnya interaksi yang berasal dari berbagai gen paternal
maupun maternal. Adapun di antaranya adalah methylene
+
tetrahydrofolate reductase (MTHFR), F5 (Leiden), AGT (M235T),
( M235T), HLA
(Various), NOS3 (Glu 298 Asp), F2 (G20210A), ACE (I/D atIntron 16),
CTLA4, LPL, dan SERPINE1. Gen tersebut memiliki kontrol di dalam
mengatur sistem regulasi enzimatik dan metabolisme setiap organ di
tubuh. Adanya paparan faktor risiko dari ibu maupun lingkungan, dapat
memicu reaksi genetik sehingga menyebabkan preeklampsia.
Ditemukan bahwa insiden preeklampsia terjadi pada 20-40% pada
wanita dengan riwayat ibu mengalami preeklampsia, serta 11-37% pada
wanita dengan saudara kandung perempuan juga mengalami
preeklampsia. Meskipun demikian, wanita yang memiliki genotif
preeklampsia belum tentu memiliki ekspresi fenotip yang serupa dengan
wanita lain dengan genotif yang sama. 4
2.5. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia berat apabila didapatkan satu atau lebih
gejala di bawah ini pada usia kehamilan > 20 minggu:3,8,9,10
1. Tekanan darah sistolik ! 160 mmHg dan diastolik ! 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani
tirah baring
2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau pada pemeriksaan
kualitatif +1
3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin
kreati nin darah
4. Adanya keluhan subjektif:
a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral: kepala pusing
c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen
d. Hiperefleks
5. Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count)
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin terhambat (PJT).
,
2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari preeklampsia berat antara lain sebagai
berikut.8
1. Hipertensi kronik dalam kehamilan
2. Kehamilan dengan penyakit jantung
3. Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
2.7. Komplikasi
Preeklampsia berat dapat menyebabkan komplikasi baik pada ibu
maupun bayi. Komplikasi preeklampsia berat pada ibu termasuk
t ermasuk edema paru,
infark miokard, stroke, acute respiratory distress syndrome,
syndrome, koagulopati,
gagal ginjal berat, dan cedera retinal. Komplikasi pada janin merupakan
akibat dari paparan terhadap insufisiensi plasenta atau dari kelahiran preterm
atau keduanya. Pada kasus yang sangat berat dapat ditemui fetal distress baik
pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.3
2.8. Penatalaksanaan
Berdasarkan Williams Obstetrics,
Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan; maka
sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.5
$-
c. Diberikan MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
• Loading dose (initial dose):
dose): 4g MgSO4 40% dilarutkan dalam
normal Saline I.V/ 10-15 menit
• Maintenance dose:
dose: MgSO4 1g/jam/IV dalam 24 jam
• Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40%(10 cc) dilarutkan dalam Normal Saline
10 cc I.V. /10-15menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc)
dimasukkan ke dalam satu botol (500 cc) larutan Ringer
Dektrose 5% diberikan perinfus dengan tetesan 28 tetes per
menit atau habis dalam 6 jam.
• Syarat-syarat pemberian MgSO4 lanjutan:
- Refleks patella normal
- Respirasi > 16 kali/menit
$$
c. Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine
24 jam, penimbangan berat badan setiap hari, dan indeks gestosis
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler
USG)
4. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
b. Kenaikan progresif dari tekanan darah
c. Adanya sindroma HELLP
d. Adanya kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
5. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan
dengan tanda-tanda preeklampsia, perawatan dilanjutkan sekurang-
kurangnya selama 3 hari lagi
6. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi.
$%
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop >5. Bila perlu
dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam
Indikasi seksio sesarea adalah:
a. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
b. Induksi persalinan gagal
c. Terjadi gawat janin.
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva
Friedman
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai
indikasi); tidak rutin dikerjakan kecuali:
• Tekanan darah tidak terkontrol (MAP > 125 mmHg)
• Tanda-tanda impending eklampsia
• Kemajuan kala II tidak adekuat
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan/atau
janin, atau indikasi obstetrik
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau
epidural dan tidak diajurkan anestesia umum. 8
2.9. Prognosis
Prognosis preeklampsia dapat dibedakan menjadi prognosis pada ibu dan
bayi. Prognosis
Prognosis pada ibu sangat tergantung pada waktu ditemukannya
ditemukannya kondisi
kondisi
preeklampsia pada ibu hamil, kondisi klinis ibu, hasil labora torium,
komplikasi yang terjadi dan ketepatan pelaksanaan yang diberikan. Apabila
preeklampsia ditemukan lebih dini dan mendapatkan penatalaksanaan yang
optimal, maka prognosis cenderung baik. Bila ditemukan lebih lambat dengan
kondisi ibu yang buruk, hasil laboratorium buruk, dan terdapat komplikasi,
maka prognosisnya cenderung buruk.
$&
Prognosis preeklampsia pada bayi cenderung buruk. Adapun risiko
komplikasi pada bayi, yaitu pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
prematur, sampai kematian janin dalam rahim.
$'
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut hilang timbul
Riwayat Obstetri
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 13 tahun. Siklus
menstruasi teratur setiap bulannya yaitu 28 hari dan lama menstruasi 4-5
$(
hari dengan volume ± 50 cc. Pasien mengatakan lupa hari pertama haid
terakhirnya. Tafsiran partus pada tanggal 11 April 2019. Pada kehamilan
pertama ini, pasien memeriksakan kehamilannya satu kali di puskesmas.
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah satu kali di tahun 2018 pada usia 22 tahun, hingga saat
ini sudah berjalan 1 tahun.
Riwayat Kehamilan
Kehamilan saat ini merupakan
mer upakan kehamilan pertama pasien.
Riwayat Kontrasepsi
Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak pernah menggunakan kontrasepsi. Pasien berencana
menggunakan kontrasepsi IUD.
$)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti
hipertensi, asma, jantung, dan diabetes melitus.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan tinggal bersama
suaminya. Pasien mengaku tidak merokok dan mengonsumsi minum
beralkohol. Suami pasien bekerja sebagai supir taksi.
Status General
Kepala : normosefali
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor
THT : kesan tenang, sekret (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : simetris
Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
$*
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--
Status Obstetri
Mamae
• Inspeksi : bentuk simetris, hiperpigmentasi aerola mammae (+),
puting susu menonjol, pengeluaran
pengeluaran (-), kebersihan cukup
Abdomen
• Inspeksi : tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum,
tidak tampak bekas luka sayatan.
• Palpasi :
! Pemeriksaan Leopold
tali pusat.
$+
Data Biologis
Makan dan Minum
Pola Makan : 3x sehari, terakhir pk. 19.00 (10-04-2019)
Pola Minum : 1000 ml/hari
Kesulitan Makan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
Eliminasi
Masalah Perkemihan : tidak ada
Warna Urin : kuning jernih
Masalah Defekasi : tidak ada
Warna Feses : kekuningan, tidak ada pendarahan
Mobilisasi : normal
Tidur : 8 jam, keluhan tidur tidak ada
$,
MCHC 31.4 32 - 36 (g/dL)
MCV 78.9 80 – 100 (fL)
HCT 40.0 35.0 – 47.0 (%)
HGB 12.6 11.7 – 15.5 (g/dL)
3
PLT 318 150 - 440 (10 /%L)
MPV 10.8 9.0 – 13.00 (fL)
RDW-SD 53.6 37.0 – 54.0 (fL)
RDW-CV 19.0 11.5 – 14.5 (%)
%-
Eritrosit 1+ Negatif (ery/uL)
Urobilin Normal Normal (mg/dL)
Bilirubin Negatif Negatif (mg/dL)
Warna Kuning Kuning pucat - kuning
3.5 Diagnosis
G1P0000 40 minggu 0 hari, tunggal/hidup, LHM, PEB, partus kala I (keluar
air)
3.6 Penatalaksanaan
• IVFD MgSO4 40% 4 gr + NaCL 20 cc ~ bolus IV pelan
%$
Status generalis
Mata: anemis -/-
Thorax: Cor: S1 S2 reguler, tunggal, murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Status obstetri
Abdomen: his 3-4x/10’ ~ 30”-35”
VT: pembukaan serviks 8 cm, eff 75%, ketuban (-), ubun-ubun kecil kiri
melintang, penurunan Hodge II.
A G1P000 40 minggu 0 hari, T/H, PK I (keluar air) + distosia 8 cm ec CPD,
LHM, PEB
P SC emergency + IUD
Monitoring:
Keluhan, vital sign, kontraksi, pendarahan
%%
07.00 150/110 86 (+) baik minimal minimal 2 jari bpst
Lahir bayi perempuan, segera menangis, kulit kemerahan, gerak aktif, BBL 3000
gram, panjang badan 50 cm, APGAR score 7-9, anus (+), kelainan kongenital (-
)
S Nyeri luka operasi (+), flatus (+)
O Status Present
TD: 140/90 mmHg, nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu: 360C
Status generalis
Mata: anemis -/-
Thorax: Cor: S1 S2 reguler, tunggal, murmur (-)
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Status obstetri
%&
12 April 2019 (pukul 06.00) (Obgyn)
S Nyeri luka operasi (+) membaik, mobilisasi (+), flatus (+), BAB (+),
BAK (+) spontan
O Status present
0
Status generalis
Mata: anemis -/-
Thorax: Cor: S1 S2 reguler, tunggal, murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+. Ronkhi -/-, wheezing -/-
Status obstetri
Abdomen: TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik
Vagina: lochia (+)
A P1001 post SC + IUD hari 3, follow up PEB
P Cefadroxil 500 mg tiap 12 jam (PO)
%'
Nifedipin 10 mg tiap 8 jam (PO)
Usul kontrol poliklinik
%(
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pasien ini dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini umur
kehamilan pasien adalah 40 minggu 0 hari berdasarkan perhitungan HPHT.
Tekanan darah pasien diketahui tinggi saat kehamilan yang sekarang. Pada
saat pasien diperiksa di IGD, didapatkan tekanan darah pasien 160/110
mmHg. Pada hasil anamnesis diketahui bahwa pasien baru mengetahui
memiliki riwayat hipertensi saat pasien diperiksa di IGD.
I GD. Pasien menyangkal
memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan. Dengan demikian diagnosis
superimposed preeklampsia dapat disingkirkan. Pasien juga mengaku tidak
memiliki riwayat penyakit ginjal dan penyakit jantung, sehingga diagnosis
kehamilan dengan penyakit jantung dan sindroma nefrotik dapat
disingkirkan.
Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi
gestasional atau preeklampsia/eklampsia, dilakukan pemeriksaan urine
midstream untuk mengetahui apakah terdapat proteinuria atau tidak. Setelah
pemeriksaan urine acak dilakukan, diketahui terdapat protein positif +4,
sehingga kemungkinan hipertensi gestasional dapat disingkirkan. Dengan
demikian diagnosis hipertensi dalam kehamilan pada pasien ini dapat
dikategorikan ke dalam preeklampsia berat karena umur kehamilan > 20
minggu disertai peningkatan tekanan darah. Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat kejang yang menyertai peningkatan tekanan darah (menyingkirkan
kemungkinan diagnosis eklampsia). Tidak ditemukan tanda-tanda subyektif
seperti gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, sakit kepala, mual sehingga
pada pasien ini tidak ditemukan tanda impending eklampsia.
eklampsia. Jadi pasien ini
didiagnosis dengan G1P0000, 40 minggu 0 hari T/H dengan preeklampsia
berat.
%)
4.2. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya preeklampsia berat pada pasien ini adalah dilihat
dari obesitas yang dialami oleh pasien. Hubungan yang terjadi antara
preeklampsia dan berat badan ibu bersifat progresif. Wanita dengan BMI <
20 kg/m2 dinyatakan memiliki risiko untuk menderita preeklampsia sebesar
4,3%. Sedangkan pada wanita dengan BMI > 35 kg/m 2 dinyatakan memiliki
risiko sebesar 13,3%.4
Pada kasus, tidak didapatkan terdapat faktor risiko riwayat hipertensi
kronis dan penyakit medis penyerta pada ibu lainnya.Namun didaptkan
farktor risiko BMI, yaitu 35,65 kg/m2.
4.3. Penatalaksanaan
Adanya proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata
meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar
penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia
4terminasi kehamilan dengan trauma
tr auma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya,
(4) lahirnya bayi sehat yang kemudian dapat berkembang,
ber kembang, serta (5) pemulihan
sempurna kesehatan ibu.11
Pada pasien ini hospitalisasi sedini mungkin sangat diperlukan agar
observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus, sehingga
evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan.
Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan
peningkatan berat badan yang cepat.4
Pemberian terapi yang diberikan pada pasien ini adalah MgSO4 sesuai
protap. MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan saraf-saraf yaitu menghambat transmisi
neuromuskular, sehingga mencegah terjadinya kejang pada pasien ini. Selain
itu, MgSO4 juga merupakan vasodilator serebral. Pemberian MgSO4 harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: harus terdapat refleks patella
kuat, antidotum berupa kalsium glukonas 10%, dan frekuensi pernapasan >16
kali per menit dan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan.. Sebelum
%*
diberikan MgSO4 pasien terlebih dahulu dipasang kateter untuk memantau
produksi urin 1 x 24 jam guna mengamati adanya gejala intoksikasi MgSO4.
Pasien juga diberikan cefradoxil 500 mg tiap 12 jam untuk antibiotik dan
paracetamol 500 mg tiap 8 jam.
Pasien dapat dipulangkan bila sudah mencapai perbaikan dengan tanda-
tanda preeklampsia selama tiga hari. Bila keadaan penderita menetap atau
memburuk, maka dilakukan terminasi kehamilan.
4.4. Prognosis
Prognosis pasien ini dubia ad bonam karena pasien sudah mendapatkan
penatalaksanaan sesuai dengan prosedur penanganan preeklampsia berat.
Dengan demikian, tekanan darah dan protein urin pasien menjadi terkontrol,
dan kehamilan pasien dapat dipertahankan. Prognosis pasien akan menjadi
buruk jika tekanan darah tidak diperiksa secara rutin pada antenatal care,
care, dan
pasien terlanjur mengalami eklampsia atau sindroma HELLP. Bila
preeklampsia berat memburuk menjadi eklampsia atau sindroma HELLP,
maka prognosis janin akan buruk. Sering kali janin mati intrauterin atau pada
fase neonatal karena keadaan janin sudah buruk.
%+
BAB V
SIMPULAN
Pada kasus ini preeklampsia berat terjadi pada wanita 23 tahun pada
kehamilan pertama dengan umur kehamilan aterm (40 minggu). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan jelas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
penunjang. Pada pasien
pasien ini, terjadinya preeklampsia
preeklampsia dapat dipengaruhi
oleh karena kondisi obesitas pada ibu.
Pada pasien ini segera dilakukan rawat inap. Hospitalisasi sedini mungkin
sangat diperlukan agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus,
sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan.
Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan peningkatan berat
badan yang cepat. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah MgSO4 sesuai
protap untuk mencegah terjadinya kejang, cefodroxil 500 mg tiap 24 jam PO,
Paracetamol 500 mg tiap 24 jam. Pemasangan DC 1x 24 jam untuk mengamati
adanya gejala intoksikasi MgSO4. Pasien dapat dipulangkan bila sudah mencapai
perbaikan dengan tanda-tanda pre eklampsia ringan selama ti
tiga
ga hari. Bila keadaan
penderita menetap atau memburuk, maka dilakukan terminasi kehamilan.
Dengan penanganan yang baik, prognosis kondisi preeklampsia berat akan
menjadi baik. Namun demikian apabila tidak dilakukan penanganan dan
pengamatan yang baik
baik pada pasien, penyakit ini dapat
dapat membahayakan jiwa ibu dan
janin.
29
DAFTAR PUSTAKA
30