Anda di halaman 1dari 13

ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)

Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

Bell’s palsy

Olivia Mahardani Adam


Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Jl. Gadung No. 1, Jagir, Wonokromo, Surabaya
e-mail: olivia_neuro@yahoo.com

Abstrak

Bell’s palsy didefinisikan sebagai kelumpuhan saraf fasialis satu sisi, dengan penyebabnya tidak
diketahui. Beberapa keadaan lain juga dapat menyebabkan kelumpuhan fasialis, misalnya
tumor otak, stroke, myasthenia gravis, dan penyakit Lyme. Namun, jika tidak ada penyebab
khusus yang dapat diidentifikasi, kondisi ini dikenal sebagai Bell’s palsy yang disebabkan akibat
pembengkakan dan tekanan saraf pada foramen stylomastoid dan menyebabkan
penghambatan atau kerusakan saraf. Seringkali mata di sisi yang terkena tidak dapat ditutup,
lipatan nasolabial dan garis dahi menghilang. Kortikosteroid ditemukan untuk memperbaiki
hasil ketika digunakan lebih awal, sementara obat anti-virus belum. Banyak yang menunjukkan
tanda perbaikan 10 hari setelah onset, bahkan tanpa pengobatan. Artikel ini bertujuan untuk
mengulas Bell’s palsy terutama patofisiologinya. Tingkat keparahannya syaraf menentukan
proses penyembuhan Bell’s palsy.

Kata Kunci: Bell’s palsy, saraf fasialis

Bell’s palsy

Abstract

Bell’s palsy is defined as one-sided facial nerve paralysis of unknown cause. Several other
conditions can also cause facial paralysis, e.g: brain tumor, stroke, myasthenia gravis, and
Lyme disease; however, if no specific cause can be identified, the condition is known as Bell’s
palsy, nerve swelling and compression in the foramen stylomastoid are thought to lead to
nerve inhibition or damage. Often the eye in the affected side cannot be closed, nasolabial fold
and forehead line disappeared. Corticosteroids have been found to improve outcomes, when
used early, while anti-viral drugs does not. Many improvement shows as early as 10 days after
the onset, even without treatment. The aim of this article was to review Bell's palsy especially
its pathophysiology. The severity of nerves determines the healing process of Bell's palsy.

Keywords: Bell’s palsy, the facial nerve

PENDAHULUAN palsy ini pertama kali


Bell’s palsy merupakan kelemahan diperkenalkan pada tahun 1812 oleh Sir
atau kelumpuhan saraf fasialis perifer, Charles Bell, seorang
bersifat akut, dan penyebabnya belum peneliti Scotlandia, yang mempelajari
diketahui secara pasti (idiopatik). Bell’s

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 137


Bell’s palsy
Olivia Mahardani Adam

mengenai persarafan otot-otot wajah non-neoplasmatik, non-degeneratif dan


(Kartadinata dan Tjandra, 2011). akibat edema di bagian saraf fasialis
Kejadian sindrom Bell’s palsy ini foramen stilomastoideus atau sedikit
berkisar 23 kasus per 100.000 orang setiap proksimal dari foramen tersebut, yang
tahunnya. Berdasarkan manifestasi mulainya akut dan dapat sembuh sendiri
klinisnya, terkadang masyarakat awam tanpa pengobatan (Sidharta, 2010).
mengganggap sindrom Bell’s palsy sebagai
serangan stroke atau yang berhubungan Etiologi Bell’s palsy
dengan tumor sehingga perlu diketahui Djamil dan Basjiruddin (Dalam
penerapan klinis sindrom Bell’s palsy tanpa Harsono, 2009) mengemukakan bahwa
melupakan diagnosa banding kemungkinan umumnya Bell’s palsy dapat
diperoleh dari klinis yang sama (Lowis dan dikelompokkan sebagai berikut:
Gaharu, 2012). A. Idiopatik
Masalah kecacatan yang ditimbulkan Sampai sekarang yang disebut Bell’s
oleh Bell’s palsy cukup kompleks, yaitu palsy, belum diketahui secara pasti
meliputi impairment (kelainan di tingkat penyebabnya. Faktor yang diduga berperan
organ) berupa ketidaksimetrisnya wajah, menyebabkan Bell’s palsy antara lain:
kaku dan bahkan bisa berakibat terjadi sesudah bepergian jauh dengan
kontraktur; disability atau kendaraan, tidur ditempat terbuka, tidur di
ketidakmampuan (ditingkat individu) lantai, hipertensi, stres,
berupa keterbatasan dalam aktivitas hiperkolesterolemi, diabetes mellitus,
sehari-hari berupa gangguan makan dan penyakit vaskuler, gangguan imunologik
minum, menutup mata, serta gangguan dan faktor genetik.
berbicara dan ekspresi wajah; handicap (di B. Kongenital
tingkat lingkungan) berupa keterkaitan 1. Anomali kongenital (sindroma
dalam profesi terutama dibidang moebius)
entertainment; dan masalah selanjutnya 2. Pasca Lahir (fraktur tengkorak,
dari segi kejiwaan penderita. perdarahan intrakranial)
C. Didapat
PEMBAHASAN 1. Trauma Penyakit tulang tengkorak
Definisi (osteomielitis)
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf 2. Proses intrakranial (tumor, radang,
fasialis perifer akibat proses non-supuratif, perdarahan)

138
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

3. Proses di leher yang menekan Patogenesis


daerah prosesus stilomastoideus Mekanisme Bell’s palsy telah
4. Infeksi tempat lain (otitis media, diperdebatkan selama beberapa dekade,
herpes zoster) dengan penyebab neropati tetap sukar
5. Sindroma paralisis n. fasialis familial dipahami dengan beberapa teori yang ada.
Banyak kontroversi mengenai Salah satu teori menjelaskan bahwa Bell’s
etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada empat palsy adalah penyakit demyelinasi akut,
teori yang dihubungkan dengan etiologi yang mungkin mempunyai mekanisme
yaitu: patogenesis yang mirip Guillain-Barre
a. Teori iskemik vaskuler syndrome. Diduga bahwa keduanya adalah
Saraf fasialis dapat menjadi lumpuh inflamasi neuritis demyelinasi yaitu Bell’s
secara tidak langsung karena gangguan palsy dapat dipertimbangkan sebagai
regulasi sirkulasi darah di kanalis varian mononeuritis dari Guillain-Barre
fasialis. (Greco et al, 2012).
b. Teori infeksi virus Patogenesis Bell’s palsy diduga
Virus yang dianggap paling banyak berasal dari edema kompresi epineural
bertanggung jawab adalah Herpes retrograde ditandai ischemia saraf facialis.
Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena Walaupun etiologinya masih belum jelas,
proses reaktivasi dari HSV (khususnya teori yang menarik berasal dari
tipe 1). vasospasme, dari beberapa penyebab,
c. Teori herediter sepanjang cabang saraf facialis mungkin
Bell’s palsy terjadi mungkin karena juga melibatkan chorda tympani. Distensi
kanalis fasialis yang sempit pada vaskular retrograde dan edema, di dalam
keturunan dikeluarga tersebut, epineurium dari kanalis facialis dan
sehingga menyebabkan predisposisi menekan saraf dari luar selubung
untuk terjadi paresis fasialis. perineurium. Gaya tekanan ringan atau
d. Teori imunologi berat, menyebabkan variasi derajat
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi degenerasi ischemia reversible atau
akibat reaksi imunologi terhadap infeksi irreversible selubung myelin dan axon,
virus yang timbul sebelumnya atau dengan derajat bervariasi dari reaksi
sebelum pemberian imunisasi (Annsilva, seluler terhadap kerusakan myelin. Edema
2010). yang terjadi dapat menyebabkan
kerusakan saraf reversible atau irreversible,

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 139


Bell’s palsy
Olivia Mahardani Adam

atau mungkin menstimulasi pembentukan hubungan spesifik antara risiko terjadinya


kolagen di dalam epineurium serta terjadi Bell’s palsy pada penderita yang mendapat
fibrosis. Fibrosis epineural juga vaksin mencapai 19 kali dibandingkan
menyebabkan gangguan metabolik melalui kelompok kontrol tanpa vaksin flu.
jaringan epineurial-endoneurial, dan Penelitian Mutsch et al (2004) menemukan
mungkin menyebabkan obliterasi drainase insiden puncak Bell’s palsy antara 31-60
vaskular (Gussen, 1977). hari setelah pemberian vaksin. Dari data
Berdasarkan data terbaru, penyebab tersebut, diduga bahwa aktivasi Bell’s
dugaan mungkin karena reaktivasi infeksi pallsy bukan karena efek toksik langsung
herpes virus dalam ganglion geniculatum, dari vaksin, melainkan karena penyakit
dan berpindah ke saraf facialis. HSV-1 dan autoimun atau reaktivasi HSV (Couch,
HZV mungkin merupakan penyebab, 2004).
dengan HZV yang dianggap lebih agresif Penyebab infeksi lain Bell’s palsy
karena ini menyebar sepanjang saraf yang diketahui meliputi: adenovirus,
melalui sel satelit (Holland and Weiner, coxsackie virus, CMV, EBV, influenza,
2004). Data tersebut didukung dengan mumps, dan rubella (Morgan and
berhasilnya isolasi DNA HSV-1 dari cairan Nathwani, 1992). Rickettsia adalah
endoneural saraf facialis melalui PCR penyebab infeksi yang jarang (Bitsori et al,
selama fase akut Bell’s palsy (Murakami et 2001). Dugaan penyebab non-infeksi
al, 1996). Saraf facialis membengkak dan meliputi proses autoimun seperti
mengalami inflamasi sebagai reaksi Ensefalopati Hashimoto (Schaitkin et al,
terhadap infeksi, yang menyebabkan 2000), ischemia dari atherosclerosis yang
tekanan di dalam Canalis Fallopian dan mengarah di edema saraf facialis (Goroll et
menyebabkan iskemia. Dalam beberapa al, 2009), dan familial, dengan sekitar 4 -
kasus ringan, terdapat kerusakan hanya di 8% penderita Bell’s palsy mempunyai
selubung myelin saraf (NINDS, 2014). riwayat keluarga serupa (Goroll et al,
Akhir-akhir ini, vaksin influenza 2009).
intranasal inaktif juga berkaitan dengan Kondisi lain penyebab Bell’s palsy
Bell’s palsy. Mutsch et al (2004) melakukan antara lain lesi struktural dalam telinga
studi kasus kontrol dengan analisis serial atau kelenjar parotis (contoh
kasus, pada 773 penderita Bell’s palsy yang cholesteatoma, tumor saliva) dapat
mendapatkan vaksin flu. Setelah mengatur menekan saraf facialis. Penyebab lain
variabel lain, dilaporkan bahwa terdapat kelemahan saraf facialis perifer meliputi

140
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

Guillain-Barre syndrome, Lyme disease, terjadi kompresi saraf facialis pada Bell’s
otitis media, Ramsay Hunt sydnrome, palsy. Karena sempitnya canalis facialis,
sarcoidosis. Kerusakan langsung saraf keadaan ini nampaknya wajar apabila
facialis karena trauma pada wajah atau inflamasi, demyelinasi, iskemia, atau
fraktur tengkorak juga dapat menyebabkan proses kompresi mungkin mengganggu
Bell’s palsy (Ninds, 2014). konduksi neural pada tempat ini (NINDS,
2014).
Patofisiologi Lokasi kerusakan saraf facialis
Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih diduga dekat atau di ganglion geniculatum.
diperdebatkan. Perjalanan saraf facialis Jika lesi proksimal dari ganglion
melalui bagian os temporalis disebut geniculatum, kelemahan motorik diikuti
sebagai facial canal. Suatu teori menduga dengan abnormalitas pengecapan dan
edema dan ischemia berasal dari kompresi autonom. Lesi antara ganglion geniculatum
saraf facialis di dalam kanal tulang dan chorda tympani menyebabkan efek
tersebut. Kompresi ini telah nampak dalam sama, namun tanpa gangguan lakrimasi.
MRI dengan fokus saraf facialis (Seok, Jika lesi berada pada foramen
2008). stylomastoideus, ini mungkin hanya
Bagian pertama dari canalis facialis menyebabkan paralisis wajah (NINDS,
segmen labyrinthine adalah yang paling 2014).
sempit, foramen meatus dalam segmen ini
hanya mempunyai diameter 0,66 mm.
Yang bertempat dan diduga paling sering

Gambar 1. Anatomi Saraf wajah (facial nerve) (Tiemstra and Khatkhate, 2007)

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 141


Bell’s palsy
Olivia Mahardani Adam

Tanda dan Gejala dapat berpengaruh juga pada saraf


Onset Bell’s palsy adalah akut, vestibulokoklearis yang menyebabkan tuli,
sekitar satu - setengah dari kasus mencapai tinnitus dan pusing yang berputar
kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan (dizziness).
hampir semua berjalan dalam waktu lima
hari. Nyeri di belakang telinga dapat Diagnosis
mendahului kelumpuhan selama satu atau A. Anamnesis
dua hari. Terganggunya saraf facial di 1. Perkembangan gejala (perjalanan
foramen stylomastoid dapat menyebabkan penyakit dan gejala penyerta):
kelumpuhan di seluruh otot ekspresi  Progresif paralisis lebih dari tiga
wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan minggu harus dievaluasi untuk
kulit juga terpengaruh, garis dahi neoplasma
menghilang, lipatan palpebra melebar, dan  Kehilangan pendengaran
lid margin mata tidak tertutup. Kantong mendadak dan nyeri hebat disertai
mata bawah dan punctum jatuh, disertai paralisis wajah dapat disebabkan
air mata yang menetes melewati pipi. oleh Ramsay Hunt Syndrome.
Makanan yang mengumpul di antara gigi, 2. Riwayat penyakit: stroke, tumor,
pipi dan saliva yang menetes dari sudut trauma
mulut. Penderita juga mengeluh ada rasa B. Pemeriksaan
tebal atau mati rasa dan terkadang 1. Nervus fasialis
mengeluh nyeri di wajah. a) Inspeksi
Jika lesi berada di saluran saraf  Kerutan dahi
facialis di atas chorda tympani tetapi di  Pejaman mata
bawah ganglion genikulatum, semua gejala  Lipatan nasolabialis
dapat timbul ditambah kehilangan rasa di  Sudut mulut
lidah 2/3 anterior di sisi yang sama dengan b) Motorik
lesi. Jika lesi mempengaruhi saraf di otot  Mengangkat alis dan
stapedius maka dapat terjadi mengerutkan dahi
hyperakustikus yaitu penderita sensitif dan  Memejamkan mata
merasa nyeri bila mendengar suara-suara  Menyeringai (menunjukkan
yang keras. Jika ganglion genikulatum geligi)
terpengaruh, produksi air mata dan air liur
 Mencucurkan bibir
mungkin berkurang. Lesi di daerah ini
 Menggembungkan pipi

142
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

c) Sensorik dilipat dan diselipkan di kantus medial


 Schirmer test kiri dan kanan selama lima menit
Digunakan untuk mengetahui dengan mata terpejam. Normal:
fungsi produksi air mata. menjadi biru dan basah antara
Menggunakan kertas lakmus merah sepanjang 20-30 mm.
5x50 mm dengan salah satu ujung

Gambar 2. Prosedur dan Pengujian Schirmer Tear Test


http://tube.medchrome.com/2013/09/schirmers-test-i-ii-dry-eye-screening.html

 Pengecapan 2/3 anterior lidah lidi kapas. Rasa manis di ujung lidah,
Menggunakan cairan Bornstein (4% rasa asam dan asin di samping lidah
glukosa, 1% asam sitrat, 2,5% sodium dan rasa pahit di belakang lidah.
klorida, 0,075% quinine HCl). Setiap selesai pemeriksaan, penderita
Penderita diminta menjulurkan lidah berkumur dengan air hangat kuku dan
kemudian dikeringkan dahulu baru dikeringkan dahulu baru dilanjutkan
dilakukan tes dengan menggunakan pemeriksaan berikutnya.

Gambar 3. Peta pengecap rasa di lidah


http://hubpages.com/hub/Tongue-Map-Myth-How-Does-Taste-Work

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 143


Bell’s palsy
Olivia Mahardani Adam

 Refleks stapedius dan normal, kemudian penderita


Memasang stetoskop pada telinga diminta menghisap lemon dan aliran
penderita kemudian dilakukan saliva dibandingkan antara kedua
pengetukan lembut pada diafragma kelenjar. Sisi yang normal menjadi
stetoskop atau dengan menggetarkan kontrol.
garpu tala 256Hz di dekat stetoskop. 4. CT-Scan, MRI
Abnormal jika hiperakusis (suara lebih CT-Scan digunakan apabila paresis
keras atau nyeri). menjadi progesif dan tidak berkurang.
MRI digunakan untuk menyingkirkan
kelainan lainnya yang menyebabkan
paralisis. MRI pada penderita Bell’s
palsy menunjukkan pembengkakan dan
peningkatan yang merata dari saraf
fasialis dan ganglion genikulatum. MRI
juga dapat menunjukkan adanya
pembengkakan saraf facialis akibat
Gambar 4. mekanik refleks stapedius schwannoma, hemangioma, atau
http://www.soundandvision.com/co
ntent/through-diaphonic-lens meningioma.

C. Penunjang
Tidak ada yang spesifik untuk Bell’s
palsy, tetapi tes berikut dapat berguna
untuk mengidentifikasi atau menyingkirkan
penyakit lain:
1. CBC (Complete Blood Count)
2. Glukosa darah, HbA1c
Untuk mengetahui adanya diabetes
yang tidak terdiagnosa (penderita
diabetes 29% lebih berisiko terkena
Gambar 5. X-Ray Saraf Wajah pada Bell’s Palsy
Bell’s palsy). (Facial Nerve)
http://laceyspathologyexperience.blogspot.co
3. Salivary flow test
m/2009/09/bellspalsy.html
Pemeriksa menempatkan kateter kecil
di kelenjar submandibular yang paralisis

144
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

Diagnosis Banding timbul secara tersembunyi dan semakin


A. Herpes zoster (Ramsay Hunt Syndrome) lama semakin memburuk.
Inflamasi saraf facialis dan ganglion F. Facial Palsy with Pontine Lesions
geniculate yang disebabkan oleh virus Dapat disebabkan oleh karena adanya
varicella zoster. Biasanya diikuti dengan infark atau tumor.
peningkatan vesicular pada membrane G. Melkersson-Rosenthal Syndrome
mukosa faring, vesikel pada chonca atau Merupakan gangguan yang langka dan
saluran pendengaran externa. Sering penyebabnya tidak diketahui. Ditandai
melibatkan saraf vestibulocochlearis. dengan facial paralisis berulang yang
Terdapat gejala prodromal sebelumnya akhirnya menetap, labial edema, lipatan
seperti malaise, sakit kepala, demam. lidah. Dapat terjadi pada anak-anak dan
B. Lyme disease dewasa.
Sering bilateral, pada daerah endemic H. Hemifacial Spasm
dan diketahui disebabkan oleh gigitan Idiopatik, melibatkan otot wajah disalah
kuku (erythema chronicum migrans). satu sisi dan diikuti dengan kontraksi
C. Facial diplegia yang tidak beraturan. Kebanyakan
Sering disebabkan oleh karena dialami oleh wanita dekade ke 5 dan 6.
Guillainbarre syndrome, juga dapat Kekakuan biasanya dimulai dari otot
disebabkan oleh sarcoidosis yang Orbicularis oculi kemudian menjalar ke
dikenal sebagai uveoparotid fever otot lain disisi yang terkena.
(Heefordt syndrome). I. Facial Hemiatrophy (Parry-Romberg
D. Sarcoidosis Syndrome)
Granuloma sarcoid mempunyai Facial Hemiatrophy terjadi terutama
kecenderungan untuk lebih pada wanita, ditandai dengan hilangnya
mempengaruhi saraf facialis daripada lemak dari kulit dan jaringan subkutan
saraf kranialis lainnya. Gejala akut di satu atau kedua sisi wajah. Keadaan
diikuti demam, pembesaran kelenjar tersebut dimulai pada usia remaja atau
parotis, dan uveitis. dewasa. Perjalanan penyakit lambat.
E. Tumor J. HIV infection
Tumor yang menekan saraf facialis Beberapa individu dengan HIV
dapat menyebabkan facial palsy mengalami unilateral atau bilateral
(meningioma, cholesteatoma, dermoid, Bell’s palsy.
carotid body tumor). Permulaannya

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 145


Bell’s palsy
Olivia Mahardani Adam

Terapi penggunaan Valacyclovir dan


A. Non-Medikamentosa: prednisone, memberikan hasil yang
1. Penggunaan selotip untuk lebih baik, dibandingkan penggunaan
menutup kelopak mata saat tidur dan prednisone sendiri, terutama pada
eye patch untuk mencegah pengeringan penderita dengan gejala klinis yang
kornea. berat.
2. Fisikal terapi seperti facial massage 3. Analgesik untuk meredakan nyeri, dan
dan latihan otot dapat mencegah methylcellulose eye drops untuk
terjadinya kontraktur pada otot yang mencegah kekeringan pada kornea.
lemah. Pemberian suhu panas di area
yang terpengaruh dapat mengurangi Prognosis
nyeri. Prognosis umumnya sangat baik.
B. Medikamentosa Tingkat keparahan kerusakan syaraf
1. Kortikostreoid menentukan proses penyembuhan.
Oral kortikosteroid sering diberikan Perbaikannya bertahap dan durasi waktu
untuk mencegah terjadinya inflamasi yang dibutuhkan bervariasi. Dengan atau
saraf pada penderita dengan Bell’s tanpa pengobatan, sebagian besar individu
palsy. Prednisone biasanya diberikan membaik dalam waktu dua minggu setelah
dengan dosis 60-80 mg per hari selama onset gejala dan membaik secara penuh,
5 hari, dan di tappering off 5 hari fungsinya kembali normal dalam waktu 3-6
selanjutnya. Hal ini dapat bulan. Tetapi untuk beberapa penderita
memperpendek masa penyembuhan bisa lebih lama. Pada beberapa kasus,
dan meningkatkan hasil akhirnya. gangguan bisa muncul kembali di tempat
2. Antivirus yang sama atau di sisi lain wajah (NINDS,
Dikarenakan adanya kemungkinan 2014).
keterlibatan HSV-1 di Bell’s palsy, maka
telah diteliti pengaruh dari Valacyclovir Komplikasi
(1000 mg per hari, diberikan antara 5-7 Komplikasi jangka panjang
hari) dan Acyclovir (400 mg 5 kali sehari, cenderung muncul apabila:
diberikan 10 hari). Dari hasil penelitian, A. Penderita terserang palsy komplit,
penggunaan antivirus sendiri tidak sehingga paralisis di satu sisi wajah
memberikan keuntungan untuk B. Usia lebih dari 60 tahun
penyembuhan penyakit. Tetapi,

146
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

C. Mengalami nyeri parah saat pertama awal, sementara obat anti-virus belum.
kali timbul gejala Tingkat keparahan kerusakan syaraf
D. Hipertensi menentukan proses penyembuhan.
E. Diabetes Perbaikannya bertahap dan durasi waktu
F. Kehamilan yang dibutuhkan bervariasi.
G. Saraf facialis rusak berat
H. Tidak ada perbaikan setelah dua bulan DAFTAR PUSTAKA
terlewati Annsilva, 2010, Bell’s palsy,
I. Tidak ada tanda perbaikan setelah http://annsilva.wordpress.com/2
empat bulan 010/04/04/bell’s-palsy-case-
Sekitar 14% penderita mungkin report/
terserang Bell’s palsy di kemudian hari Berk M, 2011. Through the Diaphonic Lens.
pada sisi wajah lain. Hal ini cenderung http://www.soundandvision.com
muncul apabila ada riwayat Bell’s palsy /content/through-diaphonic-lens
pada keluarga. Bitsori M, Galanakis E, Papadakis CE,
Sbyrakis S, 2001. Facial nerve
KESIMPULAN palsy associated with Rickettsia
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf conorii infection. Arch Dis Child.
fasialis perifer akibat edema akut saraf 85(1):54-55.
fasialis di foramen stilomastoideus. Couch RB, 2004. Nasal vaccination,
Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih Escherichia coli eterotoxin, and
diperdebatkan. Sebuah teori menduga Bell’s palsy. N. Engl J Med. 350:
edema dan ischemia berasal dari kompresi 860-861.
saraf facialis di dalam kanal tulang Harsono, 2009. Kapita selekta neurologi;
tersebut. Terganggunya saraf facial pada Yogyakarta: Gadjah Mada
foramen stylomastoid dapat menyebabkan University Press.
kelumpuhan pada keseluruhan otot Holland NJ and Weiner GM, 2004. Recent
ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis developments in Bell’s palsy.
dan lipatan kulit juga terpengaruh, garis [Review]. BMJ. 329(7465):553–57
dahi menghilang, lipatan palpebra Greco A, Gallo A, Fusconi M, Marinelli C,
melebar, dan lid margin mata tidak Macri GF, and de Vincentiis M,
tertutup. Kortikosteroid ditemukan untuk 2012. Bell’s palsy and
memperbaiki hasil, ketika digunakan lebih

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 147


Bell’s palsy
Olivia Mahardani Adam

autoimmunity. Autoimmun Rev. muscle. Ann Intern Med.


12(2): 323–28. 124(1):27–33.
Goroll, Allan H and Mulley AG, 2009. Mutsch M, Zhou W, Rhodes P, et al, 2004.
Primary care medicine: office Use of the inactivated intranasal
evaluation and management of influenza vaccine and the risk of
the adult patient. 6th ed. Bell’s palsy in Switzerland. N Engl
Philadelphia: wolters kluwert. J Med. 350(9):896–903.
Gussen R, 1977. Pathogenesis of Bell’s NINDS, 2014. Bell’s palsy Fact Sheet,
palsy. Retrograde epineurial http://www.ninds.nih.gov/disord
edema and postedematous ers/bells/detail_bells.htm
fibrous compression neuropathy Schaitkin BM, May M, Podvinec M, et al,
of the facial nerve. Ann Otol 2000. Idiopathic (Bell’s) palsy,
Rhinol Laryngol. 86(4 Pt 1): 549- herpes zoster cephalicus, and
558. other facial nerve disorders of
Kartadinata dan Tjandra R, 2011, viral origin. The facial nerve:
Rehabilitasi Medik Bell’s palsy, May’s. 2nd ed. New York: Thieme
Siaran RRI, Instalasi Rehabilitasi Medical, pp. 319–338
Medik RSUP Dr. Kariadi Semarang Seok JI, Lee DK and Kim KJ, 2008. The
Lowis H dan Gaharu MN, 2012. Bell’s palsy, usefulness of clinical findings in
Diagnosis dan Tata Laksana di localising lesions in Bell’s palsy:
Pelayanan Primer, Artikel comparison with MRI. J Neurol
Pengembangan Pendidikan Neurosurg Psychiatry. 79(4):418-
Keprofesian Berkelanjutan, 420.
Departemen Saraf Rumah Sakit Tiemstra JD and Khatkhate N, 2007. Bell’s
Jakarta Medical Center palsy: diagnosis and
Morgan M and Nathwani D, 1992. Facial management. Am Fam Physician.
palsy and infection: the unfolding 76(7):997-1002.
story. Clin Infect Dis. 14(1):263- Sidharta P, 2010. Tata Pemeriksaan Klinis
271. Dalam Neurologi. Dian Rakyat.
Murakami S, Mizobuchi M, Nakashiro Y, et Tube.medchrome.com, 2013.
al, 1996. Bell’s palsy and herpes http://tube.medchrome.com/201
simplex virus: identification of 3/09/schirmers-test-i-ii-dry-eye-
viral DNA in endoneurial fluid and screening.html

148
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019

Turner L, 2009. from and how do we really taste


http://laceyspathologyexperience foods?
.blogspot.com/2009/09/bellspals http://hubpages.com/hub/Tongu
y.html e-Map-Myth-How-Does-Taste-
Welch L, 2012. The tongue map taste bud Work
myth-where does flavor come

Copyright (c) 2019 Olivia Mahardani Adam 149

Anda mungkin juga menyukai