BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit Bells Palsy.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nervus fasialis
Untuk mengetahui pengertian Bells Palsy
Untuk mengetahui etiologi Bells Palsy
Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Bells Palsy
Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit Bells Palsy
Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Bells Palsy
Untuk mengetahui komplikasi penyakit Bells Plasy
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari masalah Bells Palsy
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
berakhir pada akar desenden dan inti akar desenden dari saraf trigeminus
(N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus
VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di
permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII
bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus
internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan
menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian
masuk ke dalam os mastoid. Nervus fasialis keluar dari tulang tengkorak
melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot
wajah. (Maria S.Ked, 2012)
udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela
yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy.
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN
bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum
timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus
fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan
fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke
arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan
dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3
bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama
Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes
zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena
virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian
atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat
dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk
memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak
bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan.
Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
sehingga tertimbun disitu.
g. Kesukaran untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian yang diserang,
perubahan pada jumlah air liur
h. Bunyi pendengaran yang lebih kuat dari pada biasanya pada satu bagian
telinga.
i. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata
berputar ke atas bila memejamkan mata.
j. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh.
k. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi
yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.
l. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang
sehat. (Dika Supranata, 2013)
c. Penanganan mata
Pemberian pelumas mata setiap jam sepanjang hari dan salep mata
harus digunakan setiap malam. Satu kerugiannya adalah pandangan
kabur.
Klien dianjurkan untuk menutup kelopak mata yang mengalami
paralisis secara manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan
kacamata hitam untuk menurunkan penguapan normal dari mata.
d. Jika saraf tidak terlalu sensitif, wajah dapat dimasase (teknik untuk
memasase dengan gerakan lembut ke atas) beberapa kali sehari untuk
mempertahankan tonus otot. Latihan wajah seperti mengerutkan dahi,
menggembungkan pipi luar, dan bersiul dapat dilakukan dengan
menggunakan cermin dan dilakukan teratur untuk mencegah atrofi otot.
(Arif Muttaqin, 2011)
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bells palsi adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif,
non-neoplasmitik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat
edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau
sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan.
18
11
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH NEUROLOGI
MODUL SARAF & JIWA
BELLSPALSY
Dosen Pembimbing :
Dr. Dian Mutia Sari, M. Kes
dr. Dewi Klarita Furtuna, M. Ked. Klin,Sp. Mk
Disusun oleh :
Andreany Uria Utama Ludjen
( FAA 114 028 )
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis ........................................... 3
2.2 Pengertian Penyakit Bells Palsy...................................................... 5
2.3 Etiologi Penyakit Bells Palsy .......................................................... 5
2.4 Patofisiologi Penyakit Bells Palsy .................................................. 6
2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Bells Palsy ......................................... 7
2.6 Penatalaksanaan Penyakit Bells Palsy ............................................ 8
2.7 Komplikasi Penyakit Bells Palsy ................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA