Anda di halaman 1dari 31

Textbook Reading

SISTEM SARAF OTONOM

Penyaji :
Dr. Dya Anggraeni

Pembimbing :
Dr. Selly Marisdina, Sp.S, MARS

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018

1
SISTEM SARAF OTONOM

Sistem saraf otonom adalah sistem yang mengendalikan otot-otot polos dan kelenjar.
Terdapat tiga divisi dari sistem saraf otonom yaitu simpatik (torakolumbal),
parasimpatik (kraniosakral), dan enterik. Divisi simpatik dan parasimpatik
dikarakteristikan dengan adanya dua ikatan neuron dengan dua elemen anatomik yaitu:
neuron preganglion (order pertama) dengan sistem saraf pusat yang berakhir pada
ganglion di luar SSP, dan neuron postganglion (order kedua) yang membawa impuls ke
tujuannya pada organ dalam. Sebuah pratinjau anatomi dari bagian simpatis dan
parasimpatis ditunjukkan pada gambar 45.1.

2
Sistem saraf enterik berlokasi pada dinding traktus gastrointesinal. Sebagai tambahan,
neuron ganglion radiks dorsalis menyampaikan impuls aferen viseral yang berasal dari
kedua serabut simpatis dan parasimpatis. Neuron otonom juga terdapat di berbagai
tingkatan SSP mulai dari korteks serebri hingga medula spinalis. Fungsi otonom berada
di luar kontrol volunter, dan sebagian besar, di bagian bawah sadar.

SISTEM SARAF OTONOM PERIFER


Divisi parasimpatis tersusun dari serabut eferen viseral dari nervi kranialis III, VII, IX,
X, dan bagian bulbar dari N.XI (the cranial outflow), bersama dengan serabut yang
muncul dari segmen medula spinalis segmen S2-S4 (the sacral outflow). Bagian dari
divisi parasimpatis terpisah secara luas, tetapi karena karakteristik anatomis, kesamaan
fungsi, dan kesamaan respon farmakologis, bagian-bagian tersebut diklasifikasikan
sebagai satu sistem daripada sebagai divisi yang berbeda. Saraf parasimpatis memiliki
serabut preganglion panjang yang berakhir pada ganglia perifer dekat atau pada organ
dalam yang dipersarafinya, dan serabut postganglion yang muncul dari dari daerah
proksimal atau di dalam viskus yang diinervasinya. Satu serabut preganglion biasanya
bersinaps hanya dengan satu neuron postganglion.
Anatomi bagian kranial dari divisi parasimpatis didiskusikan dengan saraf
kranial secara tersendiri. Secara singkat, terdiri dari nukleus Edinger-Westphal, nuklei
salivatori superior dan inferior, nukleus motorik dorsal vagus, dan neuron di sekitar
nukleus ambiguus. Serabut parasimpatis sakral muncul dari sel-sel dari kolumna
intermediolateral pada tingkat medula spinalis segmen S2-S4, berjalan melalui saraf-
saraf sakralis, dan berkumpul pada nervus splanchnic pelvis (nervi erigentes), yang
membentuk pleksus pelvis dan cabang-cabangnya. Beberapa serabut postganglion dapat
berjalan dari pleksus-pleksus ini menuju organ dalam pelvis, namun kebanyakan serabut
preganglion berlanjut menuju ganglia kecil di dalam atau di dekat visera, dimana
serabut postganglion mempersarafi kandung kemih, kolon desenden, rektum, anus, dan
genitalia. Aliran parasimpatis yang terbesar adalah melalui nervus vagus. Ganglia
parasimpatis perifer termasuk siliaris, otikumumum, submandibular, dan
sfenopalatinum. (Gambar 45.2).

3
Divisi simpatis tersusun dari serabut preganglion yang muncul dari sel pada
kolumna intermediolateralis dari segmen medula spinalis T1 sampai L3. Serabut-
serabut tersebut keluar melalui akar ventral dari nervus segmental yang berhubungan
(Gambar 24.3). Serabut-serabut ini berakhir pada rangkaian ganglionik paravertebralis,
pleksus-pleksus prevertebralis dan ganglia kolateral, atau adakalanya pada ganglia
terminalis (Gambar 45.3). Serabut-serabut postganglionik berjalan menuju visera.

4
Serabut-serabut preganglionik simpatis biasanya pendek dan berakhir pada ganglia
dengan jarak yang cukup jauh dari visera yang dipersarafinya, dengan serabut
postganglion yang panjang yang berjalan dari ganglia menuju visera. Satu serabut
preganglion dapat bersinaps dengan beberapa neuron postganglion.

5
Ganglia simpatis tersusun menjadi dua pleksus yaitu paravertebral dan
prevertebral. Ganglia paravertebral terbentang di sepanjang kolumna vertebralis;
ganglia prevertebralis terbentang di anterior dari kolumna vertebralis. Ganglia
prevertebralis menginervasi organ dalm abdomen dan pelvis. Rangkaian simpatis
paravertebralis terdiri dari dua perpanjangan pleksus, masing-masing terdiri dari
kumpulan ganglia yang secara segmental disusun dan berikatan satu sama lain dengan
serabut saraf asenden dan desenden. Trunkus simpatis memiliki 22 hingga 24 ganglia
dan meluas dari level C2 hingga ke coccygeus. Ada 3 ganglia servikalis, 10 hingga 12
ganglia torakalis, 4 lumbalis, dan 4 hingga 5 ganglia sakralis. Rangkaian ini biasanya
bergabung pada level setinggi coccygeus pada ganglion coccygeal yang tidak
berpasangan (ganglion impar). Serabut preganglion meninggalkan medula spinalis
melalui radiks anterior dan saraf spinal campuran, untuk mencapai ramus primer
anterior dan kemudian keluar sebagai serabut bermielin (dengan rami komunikantes)
untuk memasuki rangkaian ganglion. Serabut tersebut dapat langsung bersinaps atau
naik atau turun terlebih dahulu sebelum bersinaps. Serabut postganglion kembali ke
ramus primer anterior sebagai serabut tidak bermielin (rami kommunikantes kelabu).
Segmen T1-T3 mempersarafi kepala dan leher, segmen T3-T11 mempersarafi
ekstremitas atas dan organ dalam toraks dan abdomen, dan segmen T12-L2
mempersarafi ekstremitas bawah dan organ dalam pelvis.
Bagian servikal dari rangkaian simpatis terdiri dari ganglia servikalis superior,
media, dan inferior. Bagian-bagian ini mempersarafi struktur dari kepala, ekstremitas
atas, dan toraks. Ganglion servikalis superior, yang terbesar, berada terletak berlawanan
terhadap vertebrae C2-C3 dan di belakang arteri karotis interna. Ganglion ini secara
primer disuplai oleh dua segmen toraks pertama. Saraf karotis interna, yang merupakan
kelanjutan dari ganglion servikalis superior, mengakibatkan munculnya filamen
postganglion yang mensuplai karotis interna, dan berakhir sebagai pleksus karotis
interna dan kavernosus. Cabang anterior dari ganglion membentuk pleksus di sekitar
arteri meningea media dan karotis eksterna dan maksillaris. Persarafan simpatis dari
ganglia silier berjalan melalui nervus siliaris longus dari pleksus kavernosus. Ganglion
sfenopalatina disuplai oleh pleksus karotis interna melalui saraf vidian dan petrosal

6
dalam. Ganglion otikum menerima persarafan simpatis dari pleksus di sekitar arteri
meningea media, dan ganglion submaksilaris dari sekitar arteri maksilaris eksterna.
Terdapat hubungan lainnya dari ganglion servikalis superior terhadap saraf kranial
lainnya dan empat saraf servikal pertama, pleksus faringeal, sinus karotis dan tubuh,
jantung, serta saraf kardiak superior. Ganglion servikalis media berhubungan dengan
saraf servikal kelima dan keenam untuk memulai saraf kardiak tengah dan mengirim
cabang lainnya ke kelenjar tiroid. Ganglion servikalis inferior berhubungan dengan
saraf servikal ketujuh dan kedelapan untuk membentuk saraf kardiak inferior dan saraf-
saraf ke pembuluh darah.
Ganglia paravertebralis menyediakan akson panjang tidak bermielin untuk
semua jaringan dan organ yang dipersarafi secara simpatis kecuali pada abdomen,
pelvis, dan perineum. Ganglion servikalis superior (T1-T2) menyediakan serabut
pupillodilator dan sudomotor untuk wajah. Ganglion stellata (T2-T6) mempersarafi
ekstremitas atas melalui cabang-cabang dari pleksus brakialis, dan ganglia simpatis
lumbal (T9-L1) mempersarafi ekstremitas bawah melalui cabang-cabang dari pleksus
lumbosakral. Serabut postganglion simpatis bergabung dengan saraf somatis perifer
melalui rami komunikans griseus dan distribusinya mirip dengan saraf somatis yang
berkesesuaian.
Bagian torakal dari trunkus simpatis berada berlawanan dari bagian atas tulang
iga. Terkadang, ganglion torakalis pertama bergabung dengan ganglion servikalis
inferior untuk membentuk ganglion stellata. Ganglion stellata menerima serabut
preganglion dari tingkat T2-T6, dan serabut postganglioniknya tersebar pada saraf-saraf
dari pleksus brakialis untuk menyediakan persarafan otonom pada ekstremitas atas.
Serabut simpatis yang berjalan pada saraf somatis mempersarafi struktur vasomotor,
sudomotor, dan pilomotor pada distribusi saraf yang dibawanya.
Lima ganglia teratas memberikan cabang-cabang ke pleksus kardiak dan
pulmonal. Bagian abdominal dari trunkus simpatis berada di depan kolumna vertebralis
sepanjang tepi medial dari otot psoas mayor, dan bagian pelvis berada di depan sakrum.
Kesemua ganglia ini mengirim ramus komunikans grisea menuju saraf spinal yang
berkesesuaian dan banyak cabang ke berbagai pleksus dan ganglia kolateral. Serabut

7
postganglion berakhir pada pembuluh darah, kelenjar keringat, dan struktur otot polos
dan glandular lainnya.
Cabang-cabang dari tujuh ganglia torakal terbawah bersatu untuk membentuk
tiga saraf splanknikus yang menembus diafragma dan mensuplai viseral dari abdomen
dan organ dalam pelvis. Cabang-cabang ini berwarna putih dan secara utama membawa
serabut preganglion yang berjalan melalui ganglia tersebut tanpa bersinaps dan berakhir
pada pleksus prevertebralis atau ganglia kolateral. Sebagian besar saraf splanknikus
dibentuk oleh cabang-cabang kelima melalui ganglia torakalis ke-9 atau ke-10; dan
berakhir pada ganglion celiac. Sebagian kecil saraf splanknikus dibentuk oleh cabang-
cabang dari ganglia torakalis ke-9, ke-10, dan terkadang ke-11, dan berakhir pada
ganglion aorticorenal. Saraf splanknikus bagian bawah muncul dari ganglion torakalis
terakhir; dan berakhir pada pleksus renalis.
Dalam kavitas toraks, abdominal, dan pelvis terdapat agregrasi dari saraf dan
ganglia yang dikenal dengan pleksus prevertebralis dan ganglia kolateralnya. Pleksus
prevertebralis dan ganglia kolateralnya tersusun oleh serabut simpatis dan parasimpatis.
Serabut parasimpatis bersifat preganglion dan dapat bersinaps di dalam pleksus atau
terus berjalan tanpa sinaps menuju ganglia terminal. Serabut simpatis, terutama berasal
dari pleksus splanknikus, biasanya bersinaps di pleksus. Dari pleksus-pleksus ini,
cabang-cabang diberikan ke organ dalam abdomen dan pelvis. Pleksus kardiak disuplai
oleh cabang-cabang kardiak dari saraf vagus dan saraf kardiak berasal dari ganglia
simpatis servikal dan torakal atas. Pleksus kardiak juga berhubungan dengan pleksus
pulmonal dan esofagus, yang kesemuanya disuplai oleh saraf vagus seperti ganglia
torakal simpatis.
Pleksus celiac adalah yang terbesar dari tiga pleksus simpatis dan mempersarafi
semua organ dalam abdomen kecuali kolon descenden. Saraf splanknikus torakalis,
membawa serabut preganglion dari level T5-T12, menembus diafragma dan membentuk
pleksus celiac, yang berada pada abdomen setinggi bagian atas vertebra lumbal pertama,
di belakang lambung dan bursa omental, di depan diafragma dan aorta abdominalis, dan
di antara kelenjar adrenal. Terdiri dari dua ganglia celiac yang disuplai oleh nervus
splanknikus mayor dan filamen dari nervus vagus dekstra dan ganglia aorticorenal yang

8
menerima persarafan dari nervus splanknikus minor. Pleksus-pleksus lainnya muncul
atau berhubungan dengan pleksus celiac, termasuk phrenik, hepatik, splenik, dan
lainnya. Pleksus gastrikus superior (anterior) dan pleksus hepatikus juga menerima
cabang dari nervus vagus sinistra. Pleksus renal dan mesentrika inferior dan cabang-
cabangannya juga disuplai oleh nervus splanknikus terbawah.
Pleksus hipogastrik terletak di depan vertebra lumbal terakhir dan promontorium
sakrum, di antara dua arteri iliaka komunis, dan dibentuk oleh gabungan berbagai
elemen dari pleksus aortik dan rangkaian simpatis lumbal, bersamaan dengan beberapa
serabut dari pleksus mesentrika inferior. Pleksus ini terbagi menjadi dua pleksus
pelvikus yang dibentuk oleh pleksus hipogastrikus; serabut simpatis preganglion dari
saraf sakral ke-2, ke-3, dan ke-4; dan sedikit filamen dari ganglia simpatis sakral.
Cabang-cabangnya terdistribusi ke organ dalam pelvis dan genitalia interna dan eksterna
melalui pleksus hemoroidalis medial, vesikalis, prostatikus, vaginalis, dan uterina.
Sistem persarafan enterik terdiri dari komponen intrinsik dan ekstrinsik.
Komponen intrinsik terdiri dari pleksus mienterikus submukosal Meissner dan
Auerbach. Komponen ekstrinsik terdiri dari simpatis preganglionik, dari ganglia
prevertebralis, dan parasimpatis dari nukleus motorik dorsal nervus vagus dan pusat
parasimpatis sakral, yang mengatur kontrol peristaltik dan sekresi.

Aferen Otonom
Serabut aferen viseral secara umum membawa sensasi sadar maupun tidak sadar dari
organ dalam, dan terlibat dalam refleks otonom. Serabut kecil bermielin dan tidak
bermielin membawa impuls dari reseptor organ dalam menuju badan sel di ganglia
radiks dorsalis dan ganglia nervus kranialis. Serabut aferen viseral yang memasuki
medula spinalis bersinaps pada neuron di kornu dorsalis dan kolumna intermediolateral
grisea. Secara sentral, sensasi dari viseral berjalan secara umum pada traktus
spinotalamikus dan spinoretikularis, namun beberapa serabut aferen viseral--khususnya
yang berhubungan dengan kontrol pencernaan dan berkemih—berjalan di kolumna
posterior. Setelah bersinaps di talamus, serabut sensori viseral berproyeksi ke area
korteks yang terlibat dalam fungsi otonom. Serabut otonom aferen pada nervus vagus

9
bersinaps di ganglion nodosa, sedangkan pada nervus glossofaringeal di ganglion
petrosal. Serabut aferen vagal mentransmisikan impuls dari jantung, pembuluh darah
besar, paru-paru, dan traktus gastrointestinal; Serabut aferen glossofaringeal membawa
informasi dari sinus karotis. Serabut-serabut aferen ini bersinaps pada nukleus dari
traktus solitarius (NST) dan berperan dalam refleks otonom seperti fungsi batuk dan
menelan.

Neurotransmitter
Asetilkolin adalah neurotransmitter pada neuron preganglion simpatis dan parasimpatis,
dan pada neuron postganglion parasimpatis. Norepinefrin adalah neurotransmitter
postganglion simpatis primer, kecuali pada kelenjar keringat, yang bersifat kolinergik.
Terdapat dua subtipe reseptor asetilkolin, yaitu nikotinik dan muskarinik. Kebanyakan
dari reseptor asetilkolin postganglion bersifat muskarinik. Reseptor muskarinik tersebut
memediasi efek kardiak dan menyebabkan kontriksi pupil, sekresi lakrimal dan saliva,
bronkokontriksi, dan ereksi. Reseptor ini juga menstimulasi motilitas traktus
gastrointestinal dan menyebabkan pengosongan vesika urinaria dan rektum. Terdapat
dua subtipe utama dari reseptor adrenergik: alfa dan beta. Reseptor alfa-adrenergik
memediasi dilatasi pupil, vasokontriksi, dan ejakulasi, dan juga mengontrol sfingter
interna dari vesika urinaria dan rektum. Reseptor beta-adrenergik mengontrol jantung,
menyebabkan vasodilatasi dan bronkodilatasi, dan memediasi efek metabolik. Beberapa
neuron simpatis postganglion juga menggunakan adenosine triphospate dan
neuropeptida Y, dan beberapa ujung parasimpatis postganglion dapat menggunakan
polipeptida intestinal vasoaktif atau nitrit oksida.

Fisiologi Sistem Saraf Otonom Perifer


Sistem saraf otonom mengendalikan aktivitas jantung dan otot polos, termasuk otot
polos dari pembuluh darah dan fungsi dari kebanyakan struktur kelenjar. Sistem saraf
otonom juga meregulasi berbagai fungsi penting seperti respirasi, sirkulasi, digesti,
penyesuaian suhu, dan metabolisme—fungsi vital untuk kehidupan normal—dan
melawan hal-hal dari dalam maupun luar yang dapat menyebabkan perubahan yang

10
tidak diinginkan pada fungsi normal tubuh. Dengan homeostasis, kekonstanan dari
lingkungan internal tubuh dan keseragaman dan stabilitas organisme dapat dijaga.
Divisi simpatis mensuplai semua bagian dari tubuh. Fungsinya bersifat katabolik
dan mengarah pada penggunaan energi.
Divisi simpatis ini menyiapkan organisme untuk bertarung atau lari (fight or flight
response). Ini berlangsung ketika dibutuhkan penyesuaian cepat terhadap lingkungan.
Hal ini akan mempercepat laju jantung, dilatasi pembuluh darah koroner, meningkatkan
tekanan arteri, mengosongkan reservoir darah, dilatasi bronkus, melepaskan glukosa,
dan menginhibisi aktivitas gastrointestinal. Ini adalah sebuah mekanisme protektif
darurat yang disebut juga sebagai aksi akibat stres emosional dan menyebabkan
individu bereaksi kuat terhadap stimulus yang menyebabkan kemarahan dan ketakutan.
Divisi parasimpatis menyuplai struktur-struktur khusus tertentu seperti pupil, kelenjar
saliva, jantung, paru-paru, traktus gastrointestinal, kandung kemih, dan bagian dari
sistem genital. Pada fungsi parasimpatis tertentu, seperti aktivitas kandung kemih,
rektal, dan genitalia, kontraksi otot lurik sangat berintegrasi dengan otot polos. Divisi
parasimpatis menyimpan energi. Divisi parasimpatis mengontrol anabolisme,
ekskretori, dan fungsi reproduksi, dan menyimpan serta mengembalikan sumber daya
tubuh dan energi.
Organ dalam menerima suplai otonom rangkap, baik dari simpatis maupun
parasimpatis. Pada umumnya, kedua divisi ini bersifat antagonis dan resiprokal dalam
fungsinya, akan tetapi ada beberapa pengecualian. Tabel 45.1 membandingkan fungsi
dari kedua divisi dalam persarafannya terhadap berbagai organ efektor.

Tabel 45.1 Efek Simpatis dan Parasimpatis pada Berbagai Organ Efektor
Organ Efek Simpatis Efek Parasimpatis
Pupil Pupil dilatasi (alfa) Pupil konstriksi
Akomodasi Menurun Meningkat
Jantung Efek kronotopik positif (beta) Efek kronotopik negatif
Efek inotropik positif (beta) Efek inotropik negatif

11
Arteri Vasokonstriksi (alfa) Vasodilatasi
Vasodilatasi (beta)
Vena Vasokonstriksi (alfa)
Vasokonstriksi (beta)
Trakeobronkial Bronkodilatasi (beta) Bronkokonstriksi
Meningkatkan sekresi
kelenjar bronkial
Traktus Penurunan motilitas (beta) Peningkatan motilitas
Gastrointestinal Kontraksi sfingter (alfa) Relaksasi sfingter
Kandung Kemih Relaksasi detrusor (beta) Kontraksi detrusor
Kontraksi sfingter (alfa) Relaksasi sfingter
Kelenjar saliva Saliva yang sedikit, tebal, dan Saliva yang banyak, tipis,
kental (alfa) dan berair
Kulit Piloereksi (cutis anserina) Tidak ada piloereksi
Kelenjar Keringat Peningkatan sekresi (kolinergik) Penurunan sekresi
Genitalia Ereksi
Ejakulasi Ejakulasi
Medulla adrenal Pelepasan katekolamin
Glikogen Glikogenolisis (alfa dan beta) Sintesis glikogen
Lipolisis (alfa dan beta)

REGULASI SENTRAL DARI FUNGSI OTONOM


Sistem saraf otonom perifer berada di bawah kontrol dari sentral yang lebih tinggi yang
berada pada korteks serebri, khususnya amigdala, hipotalamus, basal otak depan, ventral
striatum, batang otak, dan medulla spinalis yang meregulasi dan mempengaruhi fungsi
dari komponen perifernya. Sentral dari sistem saraf pusat (SSP) yang berperan dalam
fungsi otonom disebut jaringan otonom sentral. Neuron-neuron dari jaringan otonom
sentral saling berhubungan dan membentuk sebuah unit fungsional. Yang paling penting
dari sentral ini adalah hipotalamus.

12
Hipotalamus
Hipotalamus (Gambar 45.4) merupakan bagian dari diencefalon bagian ventral, berada
sedikit di bawah talamus dan di atas kelenjar pituitari. Area ini secara keseluruhan
hanya sekitar 14 x 18 x 20 mm dengan berat hanya 4 gram. Area ini membentuk
sebagian besar dasar dan dinding lateral dari ventrikel ketiga, yang meluas dari level
kiasma ke fossa interpedunkular. Dari sudut pandang anatomi, hipotalamus ini termasuk
kiasma optikum, neurohipofisis (pituitari posterior), infundibulum, pars supraoptika,
tuber cinereum, dan badan mammillari, namun dari sudut pandangan fisiologi, tiga
struktur pertama tidak termasuk. Nukleus supraoptik berlokasi sedikit di bawah kiasma
optikum. Badan mammillari adalah sepasang dari massa sferis abu-abu kecil yang
berada pada fossa rostral interpedunkular hingga substansi perforasi posterior dan
mengandung nuklei mammillari; struktur tersebut membentuk bagian kaudal dari
hipotalamus. Di bawah hipotalamus, sebuah prosesus berbentuk kerucut dan berongga,
infundibulum, atau tangkai pituitari, berproyeksi ke bawah dan ke depan dan menempel
pada lobus posterior hipofisis. Infundibulum mengandung traktus supraoptikohipofiseal
dan tuberohipofiseal. Tuber cinereum adalah tonjolan yang berada di bawah badan
mammilari dan infundibulum.
Batas-batas dari hipotalamus tidak ditentukan secara jelas. Secara anterior,
hipotalamus berbatasan dengan basal olfaktorius dan area preoptik, dan secara kaudal
berbatasan dengan substansia grisea sentral dan tegmentum dari otak tengah. Secara
lateral, hipotalamus berlanjut dengan regio subtalamik; secara superior hipotalamus
dipisahkan dari talamus oleh sulkus hipotalamus. Area preoptik adalah daerah sedikit di
atas dan anterior dari kiasma, meluas ke lamina terminalis dan komissura anterior.
Hipotalamus tersusun dari sejumlah sel-sel saraf, yang tidak terdistribusi secara
seragam namun tersusun dalam regio-regio tertentu atau grup-grup nuklear. Dapat
dibagi menjadi tiga zona longitudinal yaitu periventrikular, medial, dan lateral, yang
kesemuanya mengirim serabut desenden menuju batang otak dan medulla spinalis.

13
Nuklei paraventrikular dan supraoptik hipotalamus menimbulkan traktus
supraoptikohipofiseal dan penting dalam keseimbangan osmosis. Nukleus
paraventrikular memiliki subpopulasi neuron yang memproduksi vasopresin, oksitosin,
corticotropin releasing hormone, dan hormon-hormon lainnya yang terlibat dalam
fungsi pituitari. Kerusakan dari nuklei paraventrikular dan supraoptik menyebabkan
terjadinya diabetes insipidus. Nukleus paraventricular berperan penting dalam regulasi
kardiovaskuler. Serabut aferen yang menuju nukleus paraventrikular berasal dari
korteks prefrontal medial, amigdala, insula, dan nuklei hipotalamus lainnya.

14
Zona medial dari hipotalamus mengandung nukleus preoptik medial, yang
mengontrol pelepasan gonadotropin dan terlibat dalam proses termoregulasi, dan
nukleus anterior yang juga terlibat dalam proses termoregulasi. Zona lateral
mengandung nuclei preoptik dan hipothalamik lateral dan dilalui oleh bundel otak
depan bagian medial. Stimulasi dari nukleus lateral menimbulkan proses makan, dimana
ablasinya menyebabkan starvasi. Zona lateral juga terlibat dalam mekanisme bangun
dan tidur. Nukleus arkuata (infundibular) berada pada regio periventrikular dari tuber
cinerum dan menyebabkan munculnya traktus tuberohipofiseal. Nukleus arkuata
tersebut mengandung faktor pelepas yang mengontrol pelepasan hormon dari pituitari
anterior. Terdapat juga neuron dopaminergik yang akan menghambat pelepasan
prolaktin.
Jalur otonom yang turun dari hipotalamus berjalan secara primer dalam
tegmentum batang otak ipsilateral. Dalam medulla spinalis, serabut otonom desenden
berada pada fasikulus anterolateral. Serabut-serabut tersebut terdistribusi secara luas
namun berjalan secara primer pada traktus retikulospinalis. Beberapa serabut, terutama
yang mengatur kandung kemih, berada dekat dengan traktus kortikospinalis lateral.
Impuls yang dibawa sepanjang jalur ini berakhir pada level yang sesuai pada kolumna
intermediolateral medulla spinalis.
Meskipun berukuran kecil, hipotalamus memiliki hubungan yang ekstensif dan
kompleks: beberapa terorganisir dalam bundel atau traktus tertentu, dan yang lainnya
berdifusi serta sulit untuk dilacak (Gambar 45.5). Hipotalamus terlibat dalam fungsi
sistem saraf otonom, sistem endokrin, dan sistem limbik. Hipotalamus menerima impuls
dari areak olfaktori primer, area septum, dan korteks orbitofrontal melalui bundel otak
depan bagian medial; dari nukleus amigdaloid melalui stria terminalis; dari formasi
hippokampus melalui forniks; dan dari nuklei raphe, locus caeruleus, dan nuklei
tegmental batang otak. Serabut efferen dikirim melalui bundel otak depan bagian medial
menuju area septal dan batang otak; melalui traktus mammillotalamik menuju nukleus
anterior dari thalamus; oleh stria terminalis menuju amygdala; dan ke nukleus
dorsomedial dari thalamus. Traktus tuberohipofiseal dan sistem porta hipofiseal

15
menghubungkan hipotalamus dengan adenohipofisis dan traktus supraoptikohipofiseal
menghubungkannya dengan neurohipofisis.

Komponen Lain dari Jaringan Otonom Sentral


Pusat penting lainnya yang terlibat dalam kontrol otonom termasuk substansia grisea
periaquaduktal (PAG) pada otak tengah, nuklei batang otak, korteks serebri, dan
amigdala. PAG berperan penting dalam refleks miksi, mekanisme nyeri--termasuk
responsivitas terhadap opiat-- dan respon bertarung-atau-berlari (fight-or-flight). Jalur
desenden dari modulasi PAG, secara primer menginhibisi nyeri. NST pada medulla
terlibat dalam fungsi kardiopulmoner dan gastrointestinal. Nukleus ini menerima aferen
dari baroreseptor dan kemoreseptor arterial dan memediasi refleks otonom penting.
Pusat kardiorespiratori medulla terdiri dari sel-sel pada formatio retikularis dari ventral
medulla yang mengatur tekanan darah dan pernapasan dan memediasi refleks-refleks
kardiorespiratori. Aferen dari baroreseptor, kemoreseptor, dan reseptor kardiak dan
pulmoner berjalan menuju batang otak melalui nervus glossopharingeal dan vagus dan
bersinaps di NST. Proyeksi dari NST mengaktivasi nukleus ambiguus dan nukleus
motorik dorsal vagus, yang mengirim serabut parasimpatis ke jantung dan paru-paru.
Lesi bilateral dari NST akan menyebabkan hipertensi neurogenik akut. Terdapat juga
proyeksi dari NST ke neuron formatio retikularis yang terlibat dalam ritmegenesis dan
ke sel-sel yang mengirim serabut simpatis ke kolumna intermediolateral dari medulla
spinalis. Interneuron formatio retikularis, bersama dengan NST, juga terlibat dalam
beberapa fungsi seperti batuk, bersin, dan muntah. Jalur retikulospinalis yang terlibat
dalam fungsi kardiovaskuler dan respirasi berjalan turun di bagian ventral dari kolumna
lateral medulla spinalis.
Neuron di nukleus ambiguus merupakan bagian dari sistem persarafan
parasimpatik kardiak dan terlibat dalam pengaturan otomatis dari pernapasan. Kompleks
nuklear parabrakialis berada pada tegmentum pontin dorsolateral, yang terdiri dari
nuklei parabrakialis medial dan lateral dan juga nukleus Kolliker-Fuse. Kompleks
parabrakial terlibat dalam memproses informasi viseral, modulasi nyeri, dan kontrol
otomatis dari pernapasan.

16
Area kortikal primer yang terlibat dalam fungsi otonom termasuk korteks insula,
korteks prefrontal medial, girus cingulate, dan nukleus amigdala. Korteks prefrontal
medial teraktivasi oleh stres dan terlibat dalam respon afektif dan otonom. Input
sensorik dari organ dalam diproyeksikan ke insula. Input ini terhubung dengan sistem
limbik dan berproyeksi ke amigdala. Terdapat hubungan yang luas dengan regio
kortikal lainnya. Dan merupakan area penting dalam regulasi kardiovaskuler. Kerusakan
pada insula pada penyakit serebrovaskular dapat memediasi terjadinya hipertensi,
aritmia, kerusakan miokardial, dan peningkatan risiko kematian mendadak. Amigdala

17
berhubungan dengan hipotalamus, PAG, dan nuklei otonom batang otak. Hal ini penting
dalam regulasi kewaspadaan, modulasi memori, pembelajaran emosional, dan
mekanisme takut.

PEMERIKSAAN
Riwayat pada pasien dengan insufisiensi otonom dapat menunjukkan gejala yang
berhubungan dengan hipotensi ortostatik, abnormalitas berkeringat, atau disfungsi dari
traktus gastrointestinal atau genitourinaria. Gejala dari ortostatik termasuk pusing
(dizziness atau lighheadedness), presinkop, sinkop, palpitasi, gemetar, kelemahan,
kebingungan, atau bicara yang tidak jelas, yang kesemuanya memburuk saat berdiri.
Pasien-pasien tertentu hanya mengeluhkan adanya kesulitan berjalan. Gejala ortostatik
seringkali memburuk setelah makan, mandi air panas atau konsumsi alkohol, atau
setelah olahraga. Abnormalitas berkeringat dapat menyebabkan kekeringan abnormal
pada kulit, kadang-kadang disertai adanya keringat yang berlebihan pada regio yang
tidak terlibat. Gejala lainnya yaitu konstipasi, disfagia, kekenyangan lebih awal,
anoreksia, diare (terutama pada malam hari), kehilangan berat badan, disfungsi ereksi,
kegagalan ejakulasi, ejakulasi retrograde, retensio urin, urgensi urin, infeksi saluran
kemih berulang, dan inkontinensia urin atau alvi.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis dapat menunjukkan adanya
keberagaman abnormalitas pada pasien dengan gangguan ANS (autonomic nervous
system/sistem saraf otonom). Akromegali, dwarfisme, tanda dari ketidakseimbangan
endokrine, atau imaturitas seksual dapat mengindikasikan adanya abnormalitas
hipotalamus. Kekeringan kulit yang abnormal dapat merupakan tanda dari kegagalan
sudomotor dan dapat terjadi pada distribusi yang terlokalisir, seperti pada cedera saraf
perifer, atau secara umum seperti pada disautonomia difusa. Kelembaban yang kurang
pada kaus kaki dapat mengindikasikan adanya defisit berkeringat. Tes sederhana untuk
mendemonstrasikan distribusi kulit kering yang abnormal yang berhubungan dengan
kurangnya berkeringat adalah dengan mencatat ketahanan dari kulit yang digores
dengan jari atau objek seperti laras pena atau sendok. Ketika sendok digores di atas
kulit, akan terasa mulus di sepanjang kulit yang kering (secara simpatis), namun tampak

18
ireguler dan tidak merata di kulit terlalu lembab dan berkeringat. Sering dapat terlihat
juga droplet keringat di atas kulit, terutama pada punggung jari-jari, menggunakan lensa
oftalmoskop +20. Tanda kutaneus lainnya dari disregulasi otonom termasuk perubahan
pada temperatur atau warna kulit, mottling, alopecia, hipertrikosis, penebalan atau
kerapuhan kuku, ketiadaan piloereksi, berkurangnya kerutan tangan saat dalam air, dan
atrofi kulit. Disregulasi vasomotor akral dapat menyebabkan pucat, akrosianosis,
mottling, eritema, atau livedo retikularis. Pasien dengan disautonomia yang
dihubungkan dengan sindroma nyeri regional dapat mengalami alodinia dan
hiperalgesia sebagai tambahan pada perubahan otonom.
Penilaian perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut jantung adalah
pemeriksaan dasar dari fungsi otonom kardiovaskular. Pada pemeriksaan di tempat tidur
pasien, tekanan darah dan denyut nadi diambil saat pasien dalam posisi berbaring
(supinasi) dan setelah berdiri selama beberapa periode; secara khusus, tekanan darah
diukur pada menit 1, 3, dan 5 setelah berdiri. Pemeriksaan meja-miring (tilt-table test)
adalah lebih akurat. Secara normal, tekanan darah sistolik pada saat berdiri tidak turun
lebih dari 20 mmHg, dan tekanan darah diastolik tidak turun lebih dari 10 mmHg.
Terdapat kriteria diagnosis ketat yang membolehkan penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 30 poin dan tekanan darah diastolik sebesar 15 poin. Saat pengukuran tekanan
darah telah dilakukan dengan sphygmomanometer standar, manset harus berada sejajar
dengan jantung untuk meminimalisir pengaruh hidrostatik pada saat pengukuran. Saat
pengukuran rutin tidak dilakukan, tekanan darah ortostatik yang menurun terkadang
dapat dideteksi dengan meminta pasien melakukan 5-10 kali berjongkok dan kemudian
pengukuran diulang.
Denyut jantung tidak akan meningkat lebih dari 30 kali per menit di atas nilai
normal pada saat berdiri. Pada hipovolemia, yang merupakan penyebab utama
ortostasis, refleks takikardi timbul sebagai respon terhadap penurunan pada tekanan
darah saat berdiri. Ketika refleks kardiovaskular otonom terganggu, refleks takikardi
menjadi tidak timbul. Pada pasien dengan sindrom takikardi postural akan timbul
takikardi yang cepat tanpa hipotensi ortostatik (meningkatkan denyut nadi lebih dari 30
kali per menit di atas nilai normal, atau lebih dari 120 kali per menit). Genggaman

19
tangan yang berkepanjangan, stres mental, dan tes tekanan dingin dilakukan untuk
meningkatkan tekanan darah diastolik sekurangnya 15 mmHg atau peningkatan dari
denyut nadi lebih dari 10 kali per menit sebagai respon terhadap vasokonstriksi perifer
yang timbul secara berurutan dengan latihan tangan isometrik, mental aritmetik, atau
pencelupan tangan ke dalam air dingin. Tes rendam wajah di air dingin (diving) menilai
refleks trigeminovagal. Takikardi yang terjadi saat istirahat dapat merupakan tanda dari
disfungsi parasimpatis.
Penilaian klinis dari fungsi kandung kemih dilakukan dengan melihat adanya
distensi dengan palpasi dan perkusi dan dengan memeriksa refleks anal dan
bulbokavernosus. Refleks bulbokavernosus dan refleks anal superfisial adalah refleks
motor somatik; refleks anal internal dan skrotal adalah refleks otonom. Refleks sfingter
anal internal merupakan kontraksi dari sfingter interna pada saat memasukkan jari yang
terbungkus sarung tangan ke dalam anus. Jika refleks terganggu, akan terdapat
penurunan tonus sfingter, dan anus tidak akan menutup secara cepat setelah jari
dikeluarkan. Volume urin residu post pengosongan kandung kemih ditentukan dengan
kateterisasi setelah pengosongan kandung kemih.
Produksi air mata oleh kelenjar lakrimal dapat dievaluasi dengan berbagai cara
oleh oftalmologis. Penilaian di tempat tidur yang nyaman dan sederhana dapat
dilakukan dengan tes Schirmer, dilakukan dengan meletakkan secarik kertas saring
streril pada sakus konjungtiva bagian bawah dan diukur derajat kebasahan setelah 5
menit. Temuan tambahan pada mata yaitu kekeringan yang berlebihan dengan
kemerahan dan gatal, dan adanya ptosis. Pemeriksaan pupil didiskusikan pada bab 14.
Saat kegagalan otonom terjadi sebagai bagian dari penyakit neurologis, mungkin
terdapat temuan yang berhubungan dengan kondisi yang mendasari seperti tanda
ekstrapiramidal atau serebelar, pergerakan bola mata yang abnormal, kelemahan,
kehilangan sensasi sensorik, atau abnormalitas refleks.

20
Pemeriksaan Fungsi Otonom
Terdapat banyak prosedur berbeda telah dikembangkan untuk memeriksa sistem saraf
simpatis dan parasimpatis. Pemeriksaan tonus vagal kardiak termasuk penilaian dari
variabilitas denyut jantung terhadap pernapasan dalam, saat berdiri, dan saat dilakukan
manuver Valsava. Perubahan denyut jantung sebagai respon terhadap refleks otonom
terjadi secara cepat, terkadang terlalu cepat untuk penilaian yang akurat di samping
tempat tidur pasien. Yang mungkin dapat dilakukan saat pemeriksaan di samping
tempat tidur pasien adalah menentukan apakah variabilitas denyut jantung saat
dilakukan pernapasan atau manuver Valsava ada dan jelas (kemungkinan besar normal),
ada namun minimal (mungkin abnormal), atau tidak ada (abnormal). Pemeriksaan yang
lebih tepat membutuhkan peralatan dan mungkin memerlukan kateter arteri menetap
untuk memantau perubahan tekanan darah. Sinus aritmia normal merupakan variabilitas
denyut jantung yang terjadi karena pernapasan. Dan dapat ditemukan secara lebih jelas
pada orang muda yang sehat. Sinus aritmia secara normal akan menjadi kurang jelas
seiring dengan bertambahnya usia, dan dapat terganggu atau menghilang ketika
persarafan vagal terhadap jantung mengalami kelainan. Respon denyut jantung terhadap
pernapasan dalam (Heart rate to deep breathing/HRDB) menunjukkan variabilitas
maksimal saat laju pernapasan 5-6 kali per menit. HRDB dapat diperiksa di samping
tempat tidur pasien secara sederhana dengan mencatat variabilitas denyut nadi; dapat
diukur secara kuantitatif dengan mengukur interval R-R dengan monitoring jantung.
Rasio ekspirasi terhadap inspirasi dilihat sebagai variabilitas dalam HRDB. Respon HR
terhadap keadaan berdiri (rasio 30:15) adalah metode lain dalam mengevalusi arkus
barorefleks. Perubahan HR paling dramatis terjadi pada 30 detik pertama setelah berdiri
dengan takikardi inisal, diikuti bradikardi setelah 20 detik kemudian. Ratio 30:15
(takikardi:bradikardi) merupakan rasio dari interval R-R pada denyut ke-30/interval R-R
pada denyut ke-15, normalnya lebih dari 1.04.
Variabilitas respiratori dalam HR akan timbul saat dilakukan manuver Valsava.
Respon kardiovaskular terhadap Valsava terbagi menjadi empat fase. Fase I dan II
terjadi selama menahan napas, dan fase III dan IV setelah melepaskannya. TD dan
denyut nadi berespon berkebalikan; ketika TD meningkat, denyut nadi akan menurun.

21
Mengukur TD saja adalah adekuat untuk beberapa aspek dalam respon Valsava, namun
evaluasi yang lengkap membutuhkan pengukuran TD. Selama fase I, terdapat sedikit
peningkatan TD dikarenakan adanya tekanan intratorakal yang mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah besar; selama fase II, terdapat penurunan TD yang gradual
karena adanya aliran balik vena yang terganggu yang melampaui plateau (kondisi
stabil) karena vasokonstriksi perifer, dengan takikardi kompensatori; pada fase III,
terjadi sedikit penurunan TD karena hilangnya tekanan intratorakal yang menyebabkan
kontsriksi pembuluh darah besar. Fase IV terjadi ketika Valsava dilepaskan, dan pasien
kembali bernapas normal; TD mulai kembali normal dan meningkat perlahan-lahan.
Sekitar 15-20 detik setelah dilepaskan, ada efek rebound dimana TD berada di atas nilai
normal disertai bradikardi, yang terjadi selama 1 menit. Rasio valsava adalah rasio
denyut nadi tercepat selama fase II terhadap rasio denyut nadi terlambat pada fase IV,
atau rasio interval R-R terpanjang pada fase IV terhadap interval tersingkat R-R pada
fase II. Normalnya adalah sekitar ≥1,45, namun nilai berdasarkan umur adalah lebih
tepat. Sedikitnya efek rebound yang dijumpai selama fase IV adalah indikator awal
adanya disfungsi otonom. Keadaan tersebut juga dijumpai pada beberapa kondisi
nonneurologis seperti gagal jantung kongestif. Perubahan TD berlangsung secara cepat,
dan tidak mungkin untuk mengikuti siklus lengkap pada pemeriksaan di samping tempat
tidur pasien dengan manset TD. Kondisi rebound pada fase IV dapat dideteksi dengan
mengembangkan manset hingga TD sistolik lalu pasien melakukan manuver Valsava.
Tanpa mengubah tekanan manset, suara akan menghilang saat menahan napas dan saat
napas dihembuskan, suara akan muncul kembali dan dapat dipantau untuk melihat
adanya rebound pada TD.
Tes meja-miring (tilt table test) digunakan untuk mengevaluasi integritas refleks
otonom. Derajat kemiringan berkisar antara 60-80 derajat dan selama durasi yang
berbeda. Pada sinkop neurokardiogenik (vasovagal, vasodepresor), atau pingsan,
hipotensi diikuti bradikardi dibandingkan takikardi yang seharusnya terjadi. Hal ini
terjadi sebagai respon terhadap kondisi emosional seperti takut, stres, atau melihat
darah; kadang berhubungan dengan miksi (micturition syncope) atau batuk (cough
syncope); dan kadang tanpa provokasi yang dapat diidentifikasi. Pemeriksaan meja-

22
miring menunjukkan bahwa sebuah mekanisme neurokardiogenik bertanggung jawab
terhadap sebagian besar pasien dengan sinkop rekuren yang tidak dapat dijelaskan.
Pemeriksaan untuk fungsi termoregulator dan sudomotor termasuk respon kulit
simpatis (sympathetic skin response/SSR), QSART (Quantitative Sudomotor Axon
Reflex Test), jejak keringat, dan tes keringat termoregulator (thermoregulatory sweat
test/TST). SSR menilai fungsi simpatis perifer dengan mendeteksi adanya perubahan
resistensi kulit sebagai respon terhadap pelepasan sudomotor. TST menilai komponen
simpatis sentral maupun perifer dengan menganalisis repon berkeringat terhadap
peningkatan suhu tubuh. QSART menilai serabut sudomotor postganglion dengan
mengukur output keringat sebagai respon terhadap iontoforesis kulit terhadap
asetilkolin. Tes jejak keringat menghitung output keringat dengan melihat jejak droplet
keringat menggunakan cetakan plastik atau silikon. TST yang dikombinasikan dengan
tes fungsi postganglion dapat melokalisir area dari suatu proses yang menyebabkan
anhidrosis. Jika tes fungsi postganglion abnormal penyebabnya adalah postganglion.
Namun jika tes postganglion normal dan TST abnormal, penyebabnya preganglion.

KELAINAN PADA SISTEM SARAF OTONOM


Kelainan otonom dapat dibagi menjadi yang mempengaruhi elemen otonom sentral dan
secara khusus dihubungan dengan adanya bukti lain dari penyakit SSP, dan yang
mempengaruhi sistem saraf otonom perifer. Kelainan ini dapat terjadi secara lokal
maupun general, primer ataupun sekunder. Adie’s pupil adalah contoh dari kelainan
fungsi yang terjadi secara lokal dan pandisautonomia akut adalah contoh dari kelainan
fungsi yang terjadi secara general. Kegagalan otonom murni adalah contoh
disautonomia primer dan neuropati amiloid adalah contoh dari disautonomia sekunder.
Disfungsi otonom biasanya bermanifestasi saat aktivitas sedikit, namun pada beberapa
keadaan dapat pula terjadi saat hiperaktivitas. Disautonomia paroksismal biasanya
terjadi pada cedera medulla spinalis. Hipertensi ortostatik terjadi karena overaktif dari
refleks pressor. Pelepasan parasimpatis trigeminal yang masif akan menyebabkan
lakrimasi dan sekresi nasal selama serangan nyeri kepala kluster.

23
Atrofi multisistem (Multiple System Atrophy/MSA) adalah kelainan neurologis
degeneratif, yang biasanya disertai oleh disautonomia yang menonjol (lihat Bab 30).
Kegagalan otonom pada MSA terjadi akibat keterlibatan neuron preganglion batang
otak dan medulla spinalis pada proses degeneratif. Kegagalan otonom menghasilkan
hipotensi ortostatik, impotensi, konstipasi, dan inkontinensia urin; yang mungkin
berhubungan dengan gejala respiratorik seperti stridor laringeal dan sleep apnea.
Disfungsi otonom juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit Parkinson, namun
biasanya timbul terlambat dan tidak sampai derajat khas MSA. Gangguan otonom dapat
menyertai bangkitan, termasuk perubahan kardiovaskular, flushing, pucat, berkeringat,
menggigil, piloereksi, muntah, dan gangguan pernapasan. Abnormalitas kardiovaskular
yang menginduksi bangkitan antara lain sinus takikardi, bradiaritmia, sinus arrest, dan
ventrikular takiaritmia, termasuk fibrilasi ventrikel. Disfungsi otonom dapat juga
menjadi gambaran utama dari penyakit Parkinson, demensia dengan Badan Lewy, MS,
dan encephalopati Wernicke.
Gangguan hipotalamus bisa menyebabkan berbagai abnormalitas dari fungsi
otonom, termasuk defisiensi pada osmoregulasi dan termoregulasi; abnormalitas dari
nafsu makan dan berat badan; gangguan tidur; perubahan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan air; dan abnormalitas respirasi, dan dalam beberapa kondisi juga terdapat
abnormalitas behavioral dan perubahan kepribadian. Lesi hipotalamik dapat
menyebabkan baik hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia terjadi akibat
terlibatnya regio tuberal, terutama nuklei supraoptik atau bagian rostral dari hipotalamus
anterior. Hipertermia merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada tumor ventrikel
ketiga dan dapat terjadi setelah trauma kepala atau operasi kranium; hipertermia
terminal adalah manifestasi yang sering terjadi pada penyakit neurologis. Hipotermia
terjadi karena adanya keterlibatan hipotalamus posterior dan badan mammilllari.
Kelainan pada hipotalamus anterior menyebabkan hilangnya kemampuan regulasi
melawan panas dan kelainan pada hipotalamus posterior menyebabkan hilangnya
regulasi melawan dingin.
Hipotalamus berhubungan erat secara anatomis dan fisiologi dengan kelenjar
pituitari (Gambar 45.6). Karena hipotalamus mengatur pelepasan dari berbagai hormon

24
pituitari anterior, abnormalitas dari fungsi hipotalamus dapat memiliki hubungan yang
erat dengan beberapa gangguan endokrin. Lesi pada nuklei supraoptik atau traktus
supraoptikohipofiseal dapat menyebabkan diabetes insipidus. Diabetes insipidus adalah
manifestasi yang sering terjadi pada tumor pada regio parasellar, ensefalitis, dan
meningitis, dan dapat timbul setelah operasi intrakranial atau trauma kepala. Lesi yang
melibatkan hipotalamus dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak. Froehlich,
atau sindrom adiposogenital adalah sindrom hipotalamus pertama yang dijelaskan.
Sindrom ini dikarakteristikkan dengan adanya gangguan metabolisme lemak dan
seksual yang tidak berkembang.

Abnormalitas dari pernapasan mungkin dapat disebabkan oleh disfungsi


hipotalamik. Hal ini termasuk hiperpnea, apnea, pernapasan Cheyne-Stokes, dan
pernapasan Biot. Gangguan pada siklus tidur dapat terjadi pada lesi hipotalamik,

25
terutama yang melibatkan badan mammilaria. Dapat berupa hipersomnolens, inversi
dari siklus tidur, atau insomnia. Pada sindrom Kline-Levin terdapat serangan periodik
dari hipersomnolens, yang disertai adanya bulimia, iritabilitas, perubahan behavioral,
dan seksualitas yang tidak dibatasi. Neuron pada hipotalamus lateral mensintesis
hipokretin, suatu substansi kimia yang terlibat dalam patogenesis narkolepsi, dan
berproyeksi ke regio batang otak yang terlibat dalam rapid-eye-movement sleep (REM).
Gangguan dari fungsi seksual dan perkembangan seksual terjadi akibat lesi hipotalamus,
termasuk pubertas prekoks dan infantilisme seksual.
Hipotalamus telibat dengan emosi. Hipotalamus merupakan pusat yang
mengkoordinasikan mekanisme neural dan humoral dari ekspresi emosional. Lesi
hipotalamus pada hewan dapat menyebabkan “kemarahan palsu (sham rage)” dengan
dilatasi pupil, peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, piloereksi, dan tanda lain
akibat overaktivitas dari simpatis. Manifestasi fisik ini menandakan adanya reaksi
emosional yang intens, namun tidak ada perubahan secara jelas pada afek.
Gangguan batang otak biasanya menyebabkan disfungsi otonom, termasuk
hipertensi paroksismal, bradikardia berat, muntah yang sulit diatasi, hiper/hipoventilasi
sentral, edema pulmonal neurogenik, sindrom Horner. Jalur pernapasan otonomatis
(spontan) dan volunter adalah terpisah di batang otak dan medulla spinalis bagian atas.
Kerusakan selektif pada jalur yang mengatur pernapasan spontan dapat menyebabkan
insufisiensi respirasi selama tidur, dengan respirasi yang dipertahankan saat terjaga
(Ondine’s curse). Mielopati, cedera medulla spinalis tertentu, sering dihubungkan
dengan disautonomia berat. Refleks Cushing, atau Cushing triad, yaitu bradikardi,
hipertensi, dan pernapasan ireguler dan lambat karena gangguan dari batang otak, dan
memiliki implikasi prognosis yang buruk.
Kegagalan otonom perifer merupakan hasil dari gangguan yang melibatkan
ganglia otonom atau serabut saraf postganglion. Sindrom kegagalan otonom murni
bersifat progresif lambat, gangguan degeneratif dari sistem saraf otonom dimana
disautonomia terjadi saat diisolasi, tanpa bukti lain dari adanya penyakit neurologis.
Disautonomia umumnya terjadi pada beberapa gangguan saraf perifer. Dapat terjadi
secara akut pada sindrom Guillain-Barré, porfiria, dan beberapa neuropati

26
paraneoplastik. Pandisautonomia akut adalah kondisi yang mungkin mirip sindrom
Guillain-Barré tapi disautonomia terjadi saat isolasi. Neuropati kronis sering
dihubungkan dengan disfungsi otonom mayor seperti diabetes mellitus, alkoholisme,
amiloidosis, neuropati otonom sensori herediter tipe III (Riley Day syndrome), Fabry’s
disease, dan toksisitas vinkristin. Penyebab paling sering dari neuropati otonom adalah
diabetes mellitus. Pasien secara khas mengalami hipotensi ortostatik, impotensi,
gastroparesis, konstipasi bergantian dengan diare, diare nokturnal, dan kesulitan buang
air. Serangan autoimun pada ganglia otonom dapat menyebabkan kegagalan otonom
berat.
Disautonomia dapat menyertai gangguan pada transmisi neuromuskular,
terutama Sindrom Lambert-Eaton dan botulisme, dimana kelainan bersifat presinaptik
dan pelepasan asetilkolin terganggu pada sinaps otonom serta pada taut saraf-otot.
Beberapa kelainan otonom terjadi dalam distribusi yang terbatas atau melibatkan sistem
organ tertentu. Gangguan otonom pada pupil meliputi pupil Argyll Robertson dan Adie,
sindrom Horner, dan kelumpuhan saraf kranial ketiga. Disautonomia terutama yang
melibatkan sistem vaskular dapat menyebabkan fenomena Raynaud, acrocyanosis,
eritromelalgia (Weir Mitchell syndrome), dan livedo retikularis. Disfungsi otonom pada
genitalia menyebabkan disfungsi ereksi dan kelainan lainnya yang sering terjadi,
terutama pada diabetes mellitus. Gangguan berkeringat sering terjadi dan terkadang
hanya merupakan satu-satunya manifestasi gangguan otonom. Disregulasi otonom
adalah komponen yang umum dari sindrom nyeri regional yang kompleks (reflex
sympathetic dystrophy) dan terjadi pada distribusi yang sama dengan rasa nyeri.

Kandung Kemih
Fungsi kandung kemih melibatkan baik sistem saraf volunter maupun otonom, dan
gangguan dari fungsi kandung kemih dapat menyertai lesi dari lobus parasentralis,
hipotalamus, jaras desenden pada medulla spinalis, saraf parasimpatis pre- atau
postganglion, atau nervus pudendus. Otot detrusor dari kandung kemih diinervasi oleh
neuron parasimpatis yang terletak di kolumna intermediolateralis S2-S4 (Gambar 45.7).
Nukleus Onuf terdiri dari neuron motorik tambahan yang berlokasi dekat kornu anterior

27
pada tingkat yang sama. Akson dari nukleus Onuf menmpersarafi sfingter uretra
eksterna. Terdapat preservasi dari nukleus Onuf pada amyotrophic lateral sclerosis.
Sfingter uretra interna pada leher dari kandung kemih menerima inervasi dari kolumna
intermediolateralis T12-L1, melalui pleksus prevertebral simpatis dan saraf hipogastrik.

Miksi adalah sebuah refleks spinobulbospinal. Dalam respon terhadap


peregangan, impuls aferen dibawa ke segmen sakral medulla spinalis. Proyeksi sakral
ke PAG akan disampaikan ke pusat miksi di pons (Barrington’s nucleus) pada

28
tegmentum pontin dorsomedial, di dekat lokus caeruleus, yang mengirim serabut
desenden ke motoneuron parasimpatis preganglion pada segmen sakral yang
mempersarafi kandung kemih. Pusat miksi pontin berada di bawah kontrol dari pusat
otak depan. Impuls desenden mengaktivasi pusat eferen di segmen sakral, menyebabkan
kontraksi otot detrusor dan relaksasi sfingter interna. Pada bayi, fungsi kandung kemih
adalah murni refleks, namun seiring dengan pematangan korteks dan selesainya proses
mielinisasi, kontrol inhibisi terhadap refleks berkembang, sebagaimana pula regulasi
volunter pada sfingter eksterna. Miksi normal membutuhkan jalur otonom dan spinal
yang intak, dan inhibisi serebral dan kontrol sfingter eksterna harus normal.
Lesi otak depan dapat menyebabkan hilangnya kontrol kandung kemih volunter
namun tidak berpengaruh pada mekanisme refleks spinobulbospinal. Gangguan jalur
bulbospinalis dari pusat miksi pontin ke segmen sakral, dan lesi yang mempengaruhi
hubungan aferen dan eferen antara kandung kemih dan konus medullaris, dapat
menyebabkan gangguan fungsi kandung kemih yang berat.
Istilah neurogenic bladder mengacu pada disfungsi kandung kemih yang
disebabkan oleh penyakit pada sistem saraf. Gejala disfungsi kandung kemih seringkali
merupakan salah satu manifestasi awal penyakit sistem saraf. Frekuensi, urgensi, miksi
yang tergesa-gesa, inkontinensia masif atau menetes, kesulitan dalam memulai buang
air kecil, retensi urin, dan hilangnya sensasi kandung kemih dapat terjadi. Salah satu
klasifikasi praktis disfungsi kandung kemih neurogenik didasarkan pada kriteria
urodinamik dan mencakup tipe-tipe berikut: tanpa hambatan, refleks, otonom, paralisis
sensori, dan paralisis motor.
Pada neurogenic bladder tanpa hambatan, terdapat hilangnya inhibisi korteks
terhadap refleks pengosongan, sementara tonus kandung kemih tetap normal. Distensi
kandung kemih menyebabkan kontraksi sebagai respons terhadap refleks peregangan.
Ada pula frekuensi, urgensi, dan inkontinensia yang tidak berhubungan dengan disuria.
Hesitansi mungkin mendahului urgensi. Sensasi kandung kemih biasanya normal. Tidak
ada urin sisa. Refleks neurogenic bladder terjadi pada mielopati berat atau lesi otak
yang luas yang menyebabkan gangguan pada kedua jalur otonom desenden yang
menuju kandung kemih dan jalur sensorik asenden di atas segmen sakral medulla

29
spinalis. Kapasitas kandung kemih kecil, dan miksi adalah refleks dan bersifat
involunter. Volume residu urin bervariasi. Autonomous neurogenic bladder adalah suatu
kondisi tanpa persarafan eksternal. Kondisi ini disebabkan oleh lesi neoplastik,
traumatis, inflamasi, dan lesi lain dari segmen sakral medulla spinalis, konus medullaris
atau kauda equina, radiks motorik atau sensorik S2-S4, atau saraf perifer, dan anomali
kongenital seperti spina bifida. Terdapat destruksi suplai parasimpatis. Sensasi menjadi
hilang dan tidak ada refleks atau kontrol volunter dari kandung kemih; kontraksi terjadi
sebagai akibat stimulasi pleksus saraf intrinsik di dalam dinding kandung kemih.
Jumlah residu urin besar, namun kapasitas kandung kemih tidak terlalu meningkat.
Kandung kemih paralitik sensoris (sensory paralytic bladder) ditemukan pada lesi yang
melibatkan radiks posterior atau radiks ganglia posterior saraf sakral, atau kolumna
posterior medula spinalis. Sensasi tidak ada, dan tidak ada keinginan untuk
mengosongkan kandung kemih. Mungkin ada distensi, dribbling, dan kesulitan baik
dalam memulai berkemih dan mengosongkan kandung kemih. Ada sejumlah besar
residu urin. Kandung kemih paralitik motorik (motor paralytic bladder) terjadi bila saat
suplai saraf motorik ke kandung kemih terputus. Kandung kemih mengalami distensi
dan dekompensasi, tapi sensasi normal. Residu urin dan kapasitas kandung kemih
bervariasi.

Fungsi Seksual
Fungsi seksual yang terganggu sering terjadi pada disautonomia. Pada refleks genital
(seks, ejakulasi, koitus), gairah menyebabkan ereksi penis dan terkadang ejakulasi.
Ereksi adalah fungsi parasimpatis yang dimediasi melalui S2-S4; ejakulasi adalah
fungsi simpatis yang dimediasi oleh saraf lumbal. Insufisiensi otonom biasanya
menyebabkan impotensi, namun refleks seksual patologis yang berlebihan dapat terjadi
sebagai bagian dari refleks massa, refleks pertahanan spinal yang terlihat pada mielopati
berat (lihat Bab 40), dan dapat menyebabkan priapismus dan kadang-kadang ejakulasi
setelah stimulasi minimal. Pada neuropati otonom, khususnya karena diabetes, ejakulasi
retrograde bisa mendahului terjadinya impotensi. Karena sfingter vesika interna tidak
menutup, air mani masuk ke kandung kemih daripada keluar melalui uretra. Pasien

30
dengan ejakulasi retrograde dapat ditunjukkan dengan urin seperti susu (milky-
appearing urine).

31

Anda mungkin juga menyukai