Anda di halaman 1dari 4

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

A. Definisi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kondisi kesehatan
mental yang dipicu oleh peristiwa yang mengerikan (Tirtojiwo, 2012). PTSD
merupakan gangguan yang berkembang pada beberapa orang yang pernah
mengalami peristiwa yang mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya (NIMH,
2016).
B. Etiologi
Paparan peristiwa traumatis yang menimbulkan kematian atau luka
atau sesuatu yang mengancam dan menghasilkan rasa takut yang intens, tidak
berdaya atau horror (Keame, et all. 2016). Seperti contohnya bencana alam
atau kecelakaan, peperangan, pengeboman dan penculikan yang menimpa
penderita maupun keluarganya.
C. Epidemiologi
60,7% pria dan 51,2% wanita setidaknya mengalami satu kali
pengalaman yang berpotensi menjadi sesuatu yang mengganggu emosional
atau menyedihkan. Prevalensi PTSD bervariasi, 0,3% di Cina, 6,1% si
Selandia Baru (Javidi & Yadollahie, 2012). Survey populasi AmerikaSerikat
mengungkapkan tingkat prevalensi PTSD 7%-8% (Keame, et all. 2016).
D. Patofisiologi
Patofisiologi PTSD berdasarkan fungsi etiologis system opioid,
cannabinoid endogen, serotonin, noradrenergic maupun axis hipotalamik-
pituitary-adrenal (Bailey, et all. 2013).
1. System noradrenergictransporter (NET). Jika kadar NET pada pasien
PTSD berkurang dapat menyebabkan gejalacemas dan depresi yang
menggambarkan PTSD.
2. Reseptor serotonergic, terlibat dalam patofisiologi beberapa gangguan
psikiatrik termasuk alkoholisme,depresi dan PTSD.
3. Reseptor endokannabinoid dan cannabinoid CB1, berperan penting dalam
perkembangan dan fungsi sirkuit PTSD, dan secara spesifik berespon
terhadap stress.
4. Axis HPA dan CFR. Axis HPA membantu dalam beradaptasi terhadap
stress dan pengaturan homeostasis tubuh setelah terpapar stressor.
Peningkatan CFR menyebabkan aktivasi axis HPA yang meningkatkan
kadar kortisol dan memunculkan ingatan traumatik sehingga
mempertahankan gejala kecemasan.
E. Faktor Risiko
- Genetik
- Kepribadian paranoid, dependent, antisocial atau borderline.
- Wanita lebih rentan mengalami PTSD meskipun stressor lebih banyak
terjadi pada laki-laki.
- Kejadian traumatis masa anak-anak
- Orang yang tinggal di daerah perkotaan dengan tekanan hidup
diperkirakan mengalami PTSD 23%.
- Untuk korban kejahatan kekerasan, perkiraan 58% megalami PTSD.
F. Manifestasi Klinis
1. Flash back peristiwa traumatis
2. Mimpi buruk mengenai peristiwa traumatik
3. Berusaha menghindari pikiran atau pembicaraan mengenai peristiwa
traumatic
4. Menjauhi kegiatan yang dulu pernah sukai
5. Sulit untuk berkonsentrasi
6. Cepat marah
7. Merasa bersalah atau merasa sangat malu
8. Perilaku merusak diri sendiri, seperti minum alkohol terlalu banyak
9. Insomnia
10. Mudah terkejut dan ketakutan
11. Halusinasi auditorik ataupun visual

G. Diagnosis
Kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ-III
Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun
waktu enam bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang
berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai
melampaui enam bulan).
Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya
waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu enam
bulan, jika masifestasi klinisnya khasdan tidak didapat alternatif kategori
gangguan lainnya.
Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang
atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatic tersebut secara berulang-ulang
kembali (flashback).
Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya
dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.
Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar
biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasi
dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama
setelah mengalami katastrofa)
H. Diagnosis Banding
1. Cedera kepala saat terjadinya trauma
2. Gangguan epilepsi
3. Gangguan penggunaan alcohol atau zat lain
4. Gangguan kepribadian ambang
5. Gangguan buatan atau pura-pura
I. Terapi
1. Psikoterapi (Tirtojiwa, 2012)
a. Terapi kognitif: terapi bicara yang membantu mengenali cara berpikir.
Terapi kognitif sering digunakan bersama dengan terapi perilaku yang
disebut terapi eksposur.
b. Terapi Paparan(eksposur): membantu menghadapi hal yang sangat
menakutkan yang temukan secara aman, sehingga pasien dapat belajar
untuk mengatasi secara efektif.
c. Gerakan desensitisasi mata dan pengolahan ulang (EMDR):
menggabungkan terapi pemaparan dengan serangkaian gerakan mata
dipandu yang membantu pasien memproses kenangan traumatik.
2. Farmakoterapi (Maslim, 2001)
a. Lini pertama:
- Sentraline 50 mg-200 mg/ hari
- Paroxetine 20 mg-40 mg/ hari
b. Antipsikotik: Haloperidol 5 mg-15 mg/ hari
c. Antidepresan:
- Fluoxetine 20 mg-40 mg/ hari
- Paroxetine 20 mg-40 mg/ hari
d. Antiansietas: Hidroxyzine 3 x 25 mg/ hari
J. Prognosis
10% tetap tidak ada perubahan atau justru semakin memburuk
20% mengalami gejala sedang
30% pulih secara lengkap
40% mengalami gejala ringan
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, & Sadock. 2010. Synopsis Psikiatri Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara.
Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta : PT. Nuh Jaya.

Anda mungkin juga menyukai