Anda di halaman 1dari 15

LONG-ACTING RISPERIDONE DAN ANTIPSIKOTIK ORAL

PADA SKIZOFRENIA TAK STABIL

ABSTRAK

Latar Belakang

Penyuntikan long-acting risperidone, sebuah agen anti psikotik generasi kedua, mungkin
meningkatkan kepatuhan pengobatan dan hasil pada pasien skizofrenia, tetapi belum diuji dalam
percobaan jangka panjang secara acak yang melibatkan pasien dengan skizofrenia tidak stabil.

Metode

Peneliti dilakukan secara acak pada pasien di Veterans Affairs (VA) yang memiliki gangguan
skizofrenia atau skizoafektif dan telah di rawat di rumah sakit dalam 2 tahun terakhir, atau
mempunyai risiko besar akan dirawat inap yang diberikan suntikan log acting risperidone 25-50
mg setiap 2 minggu atau ke psikiater dengan pilihan terapi antipsikotik oral. Semua pasien
dipantau selama dua tahun. Hasil akhirnya adalah pasien di lakukan rawat inap di rumah sakit
jiwa VA atau non VA. Gejala, kualitas hidup, dan penilaian fungsi hidup pasien dinilai dalam
wawancara video conference.

Hasil

Dari 369 peserta, dilakukan secara acak didapatkan 40% dirawat di rumah sakit, 55% di rawat di
rumah sakit selama 2 tahun terakhir, dan 5% berada pada risiko untuk dirawat inap. Tingkat
rawat inap setelah pengacakan tidak signifikan lebih rendah diantara pasien yang menerima
suntikan long-acting risperidone dibandingkan mereka yang mendapatkan antipsikotik oral.
Gejala psikiatrik, kualitas hidup, skor pada skala kinerja personal dan social dari fungsi global,
dan efek samping neurologis tidak meningkat secara signifikan penyuntikan long-acting
risperidone dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pasien yang menerima suntikan long-acting
1
risperidone melaporkan lebih banyak efek samping ditempat suntikan dan lebih banyak gejala
ekstrapiramidal yang timbul.

Kesimpulan

Penyuntikan long-acting risperidone tidak lebih unggul dibandingkan pengobatan oral yang
dipilih oleh psikiater pada pasien dengan gangguan skizofrenia dan skizoafektif yang dirawat di
rumah sakit atau risiko tinggi untuk di rawat inap dan itu berhubungan lebih banyak tempat local
penyuntikan dan efek samping ekstrapiramidal.

Penyebab paling umum kegagalan terapi dan berpotensi untuk diperbaiki adalah
kurangnya kepatuhan terhadap obat oral yang diresepkan. Dengan memastikan terus-menerus
kadar obat dalam darah, penyuntikan long-acting mungkin meningkatkan kepatuhan dan kontrol
gejala serta tingkat kekambuhan dan rawat inap.

Di Amerika Serikat, pertama kali antipsikotik generasi kedua tersedia dalam suntikan
long-acting adalah risperidone. Penyuntikan long-acting risperidone mungkin menyebabkan
gejala ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan penyuntikan long acting agen antipsikotik
generasi pertama.

Studi secara acak memperlihatkan efek yang baik pada penyuntikan long-acting
risperidone dibandingkan placebo pada pasien dengan skizofrenia, dan sebelum dan sesudah
penelitian memperlihatkan toleransi pada pergantian oral ke long-acting risperidone suntik,
dengan peningkatan gejala dan penurunan rawat inap. Studi ini melibatkan pasien yang secara
klinis stabil dan tidak memiliki kelompok kontrol secara acak. Tiga studi secara acak juga
melibatkan pasien dengan penyakit yang stabil memperlihatkan tidak ada keuntungan terapi
suntik long-acting risperidone selama pengobatan oral.

Penelitian ini melibatkan pasien dengan penyakit yang tidak stabil, peneliti membuat
hipotesis bahwa penyuntikan long-acting risperidone unggul dalam menurunkan risiko rawat
inap selama 2 tahun dibandingkan pilihan psikiater yang menggunakan antipsikotik oral.

2
METODE

Peserta

Pasien berhak berpartisipasi dalam penelitian jika mereka berusia 18 tahun atau lebih, memiliki
diagnosis gangguan skizofrenia atau skizoafektif yang dinilai dengan menggunakan Structured
Clinical Interview berdasarkan buku the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
edisi ke empat, dan berisiko dirawat inap di rumah sakit jiwa sebagaimana dibuktikan oleh
rumah sakit jiwat saat ini, rawat inap selama 2 tahun sebelumnya, atau peningkatan penggunaan
pelayanan kesehatan mental untuk mencegah kekambuhan seperti yang diputuskan oleh kedua
studi (dua penulis pertama). Kriteria yang dibutuhkan untuk dirawat inap pada tahun sebelumnya
diperpanjang untuk meningkatkan perekrutan.

Pengacakan dilakukan pada September 2006, dan data tersebut dikumpulkan secara terus
menerus selama 3 tahun, dengan 209 dari 369 pasien (56,6%) dilakukan secara acak pada tahun
pertama, 140 pasien (37,9%) pada tahun kedua, dan 20 pasien selama 3 bulan pertama pada
tahun ketiga. Dilakukan pemantauan secara berkelanjutan selama 2 tahun.

kriteria ekslusi adalah sebagai berikut : detoksifikasi pada bulan sebelumnya; adanya
intoleransi penyuntikan risperidone atau intramuscular; dalam pengobatan dengan log acting
antipsikotik suntik, clozapine oral, warfarin, atau kombinasi agen tersebut; memiliki kondisi
medis yang serius; dan riwayat serangan atau perilaku bunuh diri yang memerlukan intervensi
yang mendesak.

Kapasitas keputusan pasien dinilai dengan menggunakan alat kompetensi penilaian


McArthur. Persetujuan telah di izinkan oleh wali. Subjek telah menerima pembayaran untuk
biaya perjalanan dan waktu mereka : $25 untuk sebulan dan penyuntikan hanya saat kunjungan
dan $45 untuk perpanjangan kunjungan tiap tiga bulan. Pada kelompok risperidone suntik
memiliki kunjungan pembayaran yang terencana daripada kelompok antipsikotik oral. Setelah
persetujuan tertulis diperoleh dari pasien atau wali yang bersangkutan, test reaksi alergi
dilakukan dengan menggunakan risperidone oral 1 mg. long-acting risperidone suntik diberikan
biaya gratis oleh Ortho-McNeil Janssen Scientific Affairs, yang berperan dalam penelitian ini.

3
Penelitian dan form persetujuan telah disetujui oleh dewan kelembagaan dari 19 pusat penelitian.
Analisis ini dilakukan di Veterans Affairs (VA) Cooperative Studies Program Coordinating
Center, Boston, and the VA Health Economics Resource Center, Menlo Park, California. Semua
penulis merancang percobaan, menafsirkan hasil temuan, menyetujui penerbitan naskah, dan
naskah ditinjau serta di setujui. Penulis pertama menulis draft naskah pertama. Semua penulis
menjamin kelengkapan dan keakuratan data, analisis data dan kebenaran laporan tersebut kepada
protocol penelitian.

Pengacakan

Pengacakan dilakukan terpusat dan bertingkat karena perbedaan potensial praktik. Pengacakan
dilakukan dengan menggunakan blok permutasi acak dari ukuran variable untuk memastikan
keseimbangan dari waktu ke waktu.

Kelompok Pengobatan

Pasien secara acak diberikan suntikan long-acting risperidone yang dipantau secara klinis oleh
perawat setiap 2 minggu untuk bulan pertama dan bulan selanjutnya. Semua pasien dipantau
setiap bulan oleh psikiater dan perawat. Berdasarkan pedoman consensus, long-acting
risperidone suntik diberikan dengan dosis awal 25 mg setiap dua minggu. Penambahan dosis
12,5 mg diijinkan tiap 4 minggu atas kebijakan psikiater yang mengobati, dosis maksimum yang
disetujui sampai 50 mg.

Ketahan kadar obat mencapai 6 sampai 8 minggu setelah memulai pengobatan long-
acting risperidone suntik dan upaya untuk mengurangi penggunaan antipsikotik oral di dorong
pada kelompok risperidone suntik. Antipsikotik oral sebelumnya harus dilanjutkan setidaknya
selama 3 minggu. Gangguan pengobatan diantara pasien secara acak pada penyuntikan long
acting risperidone pemberian obat dimulai secara intramuscular dan pemberian obat oral selama
tiga minggu jika gangguan terjadi sebelum tingkat ketahanan obat tercapai, atau jika gangguan
itu terjadi selama lebih dari 6 minggu.

4
Penggunaan obat antipsikotik (yaitu agen antiansietas, antidepresan, antipsikotik oral dan
penstabil mood) dengan obat antikolinergik diijinkan.

Peserta kelompok kontrol terus menerima obat antipsikotik oral seperti yang diresepkan
oleh dokter yang merawat mereka. Psikiater yang mengobati memberikan rentang dosis optimal
untuk antipsikotik oral dan agen antikolinergik, berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan.

Bersamaan dengan Pengobatan Psikososial

Untuk memastikan bahwa tidak ada pasien secara acak kurang dari standar praktek terbaik- harus
layak- ceklist singkat berpotensi sebagai layanan psikososial tambahan yang tersedia di pusat
yang diberikan kepada semua peserta selama masa follow up.

Tindakan

Penilaian Blinded video conference diselesaikan setiap 3 bulan untuk mengukur gejala, kualitas
hidup dan fungsi social. Pada pertemuan bulanan dengan perawat penelitian, skala the Clinical
Global Impressions (CGI) digunakan untuk menilai kesehatan status mental pasien secara global
dan perubahan dari nilai standar ( pada skala 1 sampai 7, dengan skor yang lebih tinggi dari
standar menunjukkan penurunan fungsi atau skor kurang dari standar menujukan peningkatan
fungsi). Kepuasan pengobatan diukur dengan skala the Drug Attitude Inventory (pada skala 1-20,
dengan nilai yang lebih tinggi merupakan indikasi kepuasan yang lebih besar).

Gejala skizofrenia diukur sesuai dengan skor total pada skala Positive And Negative
Syndrome Scale (PANSS, dimana rentang nilai dari 30-210, dengan nilai yang lebih tinggi
merupakan indikasi adanya gejala yang lebih banyak), dan subskala tersebut positif, negatif dan
umum. Peringkat PANSS diperoleh dari standarisasi video conference yang dilakukan oleh
penilai terlatih dari MedAvante yang tidak mengetahui studi pemberian obat pada pasien.
Penilaian kejiwaan dengan video conference dapat diandalkan pada pasien skizofrenia dan
diterima dengan baik.

5
Tekanan psikologis subjektif diukur dengan menggunakan subskala depresi dan anxietas pada
the Brief Symptom Index ( pada skala 0-4, dengan skor yang lebih tinggi merupakan indikasi
tekanan yang lebih besar).

Kualitas hidup dan fungsi sosial

Kualitas hidup diukur dengan menggunakan Heinrichs–Carpenter Quality of Life Scale


(rentang nilai dari 0-120, dengan nilai yang lebih tinggi indikasi kualitas hidup yang lebih baik)
dan skala kinerja pribadi dan sosial (mulai dari 1 sampai 100 dengan skor yang lebih tinggi
menunjukkan kualitas fungsi yang lebih baik), yang terakhir memberikan penilaian global
fungsi sosial. Keduanya dikelola oleh penilai dari video konferens yang tidak mengetahui
penelitian tentang pemebrian obat tersebut.

Kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup dinilai dengan penggunaan skala the
Quality of Well-Being scale (rentang skor dari 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi merupakan
indikasi kesehatan yang lebih baik) yang telah diuji kebenarannya untuk digunakan pada
skizofrenia.

Penggunaan Zat

Pada skrining, dokter dan pasien ditanya apakah memiliki masalah penyalahgunaan zat.
Penggunaan alcohol dan obat dalam 30 hari terakhir dinilai dengan penggunaan indeks
penggabungan alcohol dan obat dari Addiction Severity Index ( skala 0-1, dengan skor lenih
tinggi indikasi masalah yang lebih besar).

Efek Samping

6
Efek samping neurologis yang dinilai diukur dengan menggunakan tiga skala. Disfungsi seksual
diukur dengan item dari novel Antipsychotic Medication Experience Scale (rentang dari 0-4 ,
dengan skor yang lebih tinggi menunjukan efek samping yang lebih buruk).

Rawat Inap dan Penggunaan Pelayanan Medis Lainnya

Data administrasi pada penggunaan layanan, termasuk layanan rawat inap, tersedia untuk semua
layanan kesehatan VA. Penerimaan pasien rawat inap diidentifikasi melalui file pengobatan
pasien VA. Penerimaan pasien non VA di identifikasi sesuai dengan ringkasan debit yang di
validasi sebagai kejiwaan oleh dokter yang tidak menyadari penelitian dan pemberian obat pada
pasien tersebut.

Hasil ukur primer adalah waktu dari pengacakan untuk rawat inap pasien psikiatri (di RS
baik VA maupun non VA) atau pada kasus pasien yang dirawat inap di lakukan pengacakan,
tanggal pengeluaran dari awal masuk sampai rwat inap berikutnya. Hasil ukur sekunder adalah
perubahan total skor PANSS selama 12 bulan. Analisis sekunder membandingkan hasil pada
semua poin selama 18 bulan, daripada membandingkan perbedaan antara skor follow up dan skor
dasar pada waktu tertentu.

Analisa Statistik

Ukuran sampel yang direncanakan sebanyak 450 pasien (ukuran sampel asli sebanyak 600 pasien
yang diubah ukurannya karena kesulitan pengrekrutan) memberikan kekuatan 90% untuk hasil
analisa primer dan sekunder, masing-masing menggunakan uji 2 sisi dan nilai error tipe I sebesar
2,5%. Pertama, analisis waktu ke kejadian, dengan menggunakan uji long-rank, yang
membandingkan hubungan rasio hazard dengan waktu pertama rawat inap psikiatri. Dengan
hipotesis nol bahwa rasio hazard akan sama dengan 1, hipotesis alternative dimana long acting
risperidone suntik dibandingkan dengan agen oral, rasio hazard lebih besar dari sama dengan
1,65 atau kurang dari sama dengan 0,60. Hipotesis ini berasal dari asumsi dari tiga penelitian
dimana dasar tingkat kekambuhan pada kelompok antipsikotik oral sekitar 41 % dan sekitar 25%
pada kelompok obat intramuscular. Periode follow up untuk hasil ini selama 2 tahun, yang
diakhiri dengan rawat inap atau penghentian pengobatan dalam penelitian.

7
Konfirmasi proporsi cox- bahaya kontrol analisis untuk pembaur faktor potensial. Faktor-
faktor tersebut termasuk sebelum penggunaan risperidone, riwayat penyalahgunaan zat, dan
rawat inap pada saat pendaftaran.

HASIL

Studi Peserta

8
Secara keseluruhan sebanyak 1045 pasien dilakukan skrining di 19 VA medical centre antara
tahun 2006 dan 2009, menghasilkan sampel analisis akhir sebanyak 369 pasien (gambar 1). Lima
tempat tidak dilanjutkan dalam penelitian karena pengrekrutan yang tidak cukup. Peserta yang
dirawat di rumah sakit saat pengacakan (40%), telah dirawat di rumah sakit pada 2 tahun
sebelumnya (55%), dan yang baru menggunakan pelayanan sebagai indikasi peningkatan risiko
rawat inap (5%). Pada skrining, masalah dengan kepatuhan pengobatan pasien dilaporkan
sebanyak 64%; 43% pasien melaporkan masalahnya sendiri, dan 60% pada kasus, masalah yang
tersebut dilaporkan oleh dokter.

Masalah dengan penggunaan alcohol atau obat pada pasien dilaporkan sebanyak 37%, 25 %
dilaporkan oleh peserta dan 36% dilaporkan oleh dokter. Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara sampel pada kelompok dasar dengan kelompok laki-laki yang lebih tua (table 1).

Pengobatan dan Penilaian Follow-up

Pada pasien yang ditugaskan dan menerima long-acting risperidone suntik selama 6 minggu,
86% dosis suntikan sebesar 25 mg, 11% sebesar 37.5 mg, dan 3% sebesar 50 mg, dengan rata-
rata 1,8 suntikan per bulan. Selama sisa penelitian, sebanyak 25% dosis sebesar 50 mg, 31%
sebesar 37.5 mg, dan 50% sebesar 50 mg, dengan rata-rata 1,5 suntikan perbulan. Selama 6
minggu pertama, 40% pasien menerima long-acting risperidone suntik secara bersamaan
menerima obat antipsikotik oral. Selama sisa waktu penelitian, 32% disertai dengan resep untuk
antipsikotik oral pada bulan yang sama.

Tingkat wawancara follow-up dengan maksud untuk menganalisa sebagai berikut : 60%
(223 pasien) selama 1 tahun, 46% (170 pasien) selama 18 bulan, dan 29% (107 pasien) selama
24 bulan, dengan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok pada waktu tersebut (P=0,4
to 0,99). Lamanya rata-rata (±SD) waktu peserta adalah 474±235 hari untuk long-acting
risperidone suntik vs 502±226 hari untuk antipsikotik oral (P=0,22).

HASIL

9
Pengobatan long-acting risperidone suntik tidak lebih unggul dibandingkan dengan pegobatan
oral dalam waktu kepatuhan pengobatan secara acak (P=0,19) (gambar 1). Diantara peserta yang
menerima pengobatan oral, meskipun 21 dari 182 (12%) beralih ke long-acting risperidone
suntik dengan rata-rata 153±203 hari setelah pengacakan. Tidak ada perbedaan yang signifikan
sehubungan dengan penggunaan obat psikotropika secara bersamaan (gambar 2).

Sebanyak 237 pasien dari 369 (64%) melanjutkan penerimaan obat selama berpartisipasi dalam
penelitian. Alas an penghentian obat tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kelompok
penelitian (table 2).

Dengan rata-rata follow-up dari 11.3 dan 10.8 bulan, masing-masing, 81 dari 182 (45%)
pasien menerima obat oral dan 72 dari 187 (39%) pasien menerima long-acting risperidone
suntik dir away di rumah sakit. Long-acting risperidone suntik tidak lebih unggul dibandingkan
obat oral berhubungan dengan waktu rawat inap (P=0.39 by the log-rank test; hazard ratio, 0.87,
95% confidence interval [CI], 0.63 to 1.20) (gambar 2). Analisa ekslusi dari 21 peserta yang
diganti pengobatannya dari antipsikotik oral ke long-acting risperidone suntik memberikan hasil
yang sama (hazard ratio, 1.00; 95% CI, 0.71 to 1.40) seperti analisis yang telah disesuaikan
untuk kovariat (hazard ratio, 0.82; 95% CI, 0.59 to 1.13).

Analisa campuran pada perubahan dari awal sampai 12 bulan dalam skor total PANSS
tidak menunjukkan keunggulan pada long acting risperidone suntik (P=0,72).

Perbandingan hasil lebih lanjut di semua waktu hingga 18 bulan menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam skor PANSS atau subskala (table 1 dan gambar 3). Tidak ada
keunggulan yang signifikan pada long-acting risperidone suntik yang diamati pada skala the
blindly rated Heinrichs–Carpenter Quality of Life Scale atau subskalanya, skala kinerja pribadi
dan social atau kualitas yang dilaporkan sendiri pada Well-Being scale, pengukuran fungsi CGI
saat ini, atau skor dari the Addiction Severity Index composite drug (table 1). Indeks komposit
alcohol dari the Addiction Severity Index lebih tinggi dari kelompok anti psikotik oral (P=0,04)
dan the Drug Attitude Inventory disukai long-acting risperidone (P=0,02).

Analisis efek samping (table 3) memperlihatkan bahwa pasien yang menerima obat long
acting risperidone suntik mempunyai lebih banyak gangguan umum dan kondisi di tempat
pemberian suntikan serta gangguan pada system saraf (sakit kepala dan gejala serta tanda
10
ekstrapiramidal) (P<0,001). Terdapat 4 peserta yang meninggal. Pada kelompok risperidone
suntik, satu pasien meninggal saat tidur tanpa sebab yang jelas dan yang lainnya karena bunuh
diri. Pada kelompok antipsikotik oral, satu pasien meninggal karena penyakit paru obstruksi
kronik dan sisanya karena tenggelam yang disengaja.

Penggunaan layanan

Sebagian besar pasien yang menerima obat suntik long acting risperidone di rawat di rumah sakit
pada saat pengacakan dan di rawat di rumah sakit selama beberapa hari sebelum periode
pengacakan (tabel 2). Setelah pengocokan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok
sehubungan dengan layanan VA (table 2) atau penggunaan layanan non VA (table 4), termasuk
jumlah hari di rumah sakit.

Gambar 2. Waktu rawat inap setelah pengacakan

Tabel 1. Hasil penilaian follow-up berdasarkan model campuran yang digunakan pada semua
data yang tersedia selama 18 bulan.

11
DISKUSI

12
Uji coba acak kontrol menunjukkan pada pasien yang berisiko tinggi gangguan skizofrenia dan
skizoafektif yang dilakukan injeksi long acting risperidone tidak lebih unggul daripada obat
antipsikotik oral sehubungan dengan waktu rawat inap atau pada beberapa ukuran standar dari
gejala, kualitas hidup, efek samping atau penggunaan layanan. Pada efek samping injekasi
risperidone di dapatkan efek samping yang lebih banyak. Fenomena kejadian primer pada tempat
injeksi termasuk diantaranya sakit kepala, dan gejala dan tanda ekstrapiramidal, pada pasien
yang menerima obat antipsikotik oral mungkin dapat menyesuaikan pengobatan mereka untuk
menghindari timbulnya efek samping. Lamanya pengobatan dengan long acting risperidone
suntik tidak signifikan lebih panjang daripada lamanya pengobatan dengan antipsikotik oral.

13
Temuan tersebut tidak dapat di ubah dengan kovariat tambahan atau observasi silang dari
ekslusi (untuk peserta yang beralih dari pengobatan anipsikotik oral ke long acting suntik).
Perbedaan indeks komposit alcohol pada the Addiction Severity Index and the Drug Attitude
Inventory tidak signifikan setelah penyesuaia dengan beberapa perbandingan. Meskipun skor
CGI dari penilai yang mengetahui tentang penelitian ini tidak berbeda diantar kelompok,
peningkatan skor CGI dari penilai merupakan indikasi peningkatan yang bermakna pada pasien
yang menerima long acting risperidone, penilai yang menyadari penelitian ini mendukung long
acting risperidone suntik.

Secara keseluruhan, penemuan ini konsisten dengan ketiga kelompok uji keuntungan
pemakaian obat yang juga memperlihatkan long acting risperidone suntik tidak lebih unggul dari
obat antipsikotik oral pada pasien dengan skizofrenia tidak stabil. Dua penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa penyuntikan secara intramuscular tidak di anjurkan karena dapat
menurunkan efektivitas farmakologi, namun peneliti tidak menilai hal tersebut dalam penelitian
ini.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Yang pertama, 12% dari pasien kontrol
pada penelitian menerima pengobatan long acting risperidone suntik rata-rata selama 5 bulan.
Hal ini membuat hasil yang bias pada analisa pengobatan secara oral. Peniruan dari risiko rawat
inap dan hasil observasi ekslusi setelah penyilangan atau penghentian injeksi long acting
risperidone menghasilkan tidak adanya hasil yang bermakna pada pengobatan long acting suntik.

Kedua, dosis pada long acting risperidone suntik mungkin tidak adekuat pada beberapa
pasien, dan beberapa suntkan ada yang tertinggal, tetapi praktek di dunia nyata mencerminkan
adanya focus pada efektivitas penelitian ini.

Ketiga, keputusan mengenai rawat inap diketahui, dan arah bias tidak diketahui. Jika
dokter berpikir dibutuhkan rawat inap pada pasien, mengetahui bahwa pasien menerima
pengobatan yang cukup, bias dapat mendukung long acting risperidone suntik. Disisi lain, dokter
mengakui bahwa ia mengetahui pasien tersebut menerima long acting risperidone suntik
bergejala meskipun obat yang diberikan adekuat, hasil bias dapat mendukung pengobatan oral.

Keempat, sampel ini melibatkan laki laki yang lebih tua, dan hasilnya tidak dapat di
generalisasikan untuk populasi lain.
14
Akhirnya, meskipun perbaikan sampel target sebanyak 450 peserta, yang terdaftar hanya
382 peserta karena masuk ke dalam criteria drop out di awal penelitian. Pola dropout dan ukuran
sampel mirip dengan penelitian sebelumnya mengenai skizofrenia.penelitian ini tidak
memperlihatkan keunggulan long acting risperidone suntik, tetapi confidence intervals untuk
waktu rawat inap cukup besar (hazard ratio, 0.87; 95% CI, 0.63 to 1.20), dan penelitian ini tidak
cukup besar untuk perbedaan ekslusi diantara kelompok penelitian.

15

Anda mungkin juga menyukai