Pembimbing :
Disusun Oleh :
Axel Jusuf – 1765050177
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Ketergantungan Media
Sosial” Referat ini disusun untuk memenuhi kewajiban akademis dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1. dr. Herny Taruli Tambunan, Sp.KJ, dr. Gerald Mario Semen, Sp. KJ, dan dr. Imelda
Wijaya, Sp. KJ, selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat Jakarta.
2. Rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat yang berlipat ganda kepada
semuanya. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
referat ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga referat ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi setiap orang yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
2.1.1 Definisi................................................................................................ 4
2.2.1 Definisi................................................................................................ 8
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................... 9
2.2.3 Etiopatogenesis................................................................................... 11
2.2.7 Prognosis............................................................................................. 22
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
6,3%), mahasiswa (10,3 juta atau 7,8%) hingga pekerja/wiraswasta (82,2 juta atau
62%).3
Media sosial dibantu dengan sebuah media teknologi komunikasi salah satunya
yaitu smartphone yakni gabungan ponsel dengan komputer bergerak tidak hanya
digunakan sebagai alat berkomunikasi melainkan mulai dilirik untuk menjadi media
hiburan dan edukasi. Smartphone adalah telepon genggam yang memiliki sistem
operasi untuk masyarakat luas, dimana pengguna dapat dengan bebas menambahkan
aplikasi, menambah fungsi- fungsi atau mengubah sesuai keinginan pengguna. Data
statistik membuktikan bahwa dalam media sosial tidak mengenal batasan umur,
pekerjaan dan lainnya sehingga dapat menghapus segala batasan yang ada.
Masyarakat juga dapat dengan bebas mengekspresikan diri di media sosial tanpa
harus takut dan malu seperti mengekspresikan diri secara langsung. Hal itu
menjadikan dunia media sosial yang biasa disebut dengan dunia maya menjadi dunia
kedua setelah dunia nyata.4,5
2
Pada referat ini akan dibahas mengenai adiksi/ketergantungan media sosial.
Aspek-aspek gangguan kejiwaan lain akibat media sosial tidak terlalu dibahas dalam
makalah ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Media sosial dapat dianggap sebagai situs web atau aplikasi yang
memungkinkan interaksi melalui situs termasuk aplikasi seperti Facebook, Twitter,
Instagram, Line, WhatsApp, MySpace, game online, dunia virtual seperti Second
Life, Sims, YouTube, Blog, dan sebagainya. Situs-situs era sekarang ini tumbuh
secara eksponensial dan bertindak sebagai portal yang mudah tersedia untuk
komunikasi dan hiburan bagi generasi muda. Merriam Webster mendefinisikan media
sosial sebagai, bentuk komunikasi elektronik di mana pengguna membuat komunitas
online untuk berbagi informasi, ide, pesan pribadi, dan konten lainnya.5,6,7
4
2.1.2 Dampak penggunaan media sosial
Seseorang dalam rentang usia muda menjalani fase keenam dalam psikososial
oleh Erickson yaitu intimacy vs isolation.
Gambar Dimana
2.1 Tipe-tipe cara Sosial
Media dalam pemenuhan kebutuhan
adalah intimacy yang merupakan hubungan yang memiliki kelekatan antar sesama.
Selain itu masa dewasa awal sudah mencapai tahapan kematangan dalam
berkomunikasi, karena mereka dituntut untuk dapat berhubungan dengan sosialnya
baik profesional maupun dalam lingkungan keluarga atau masyarakat. Dewasa awal
sudah mampu mengembangkan komunikasi dan mampu memahami isi pesan serta
menciptakan hubungan agar bisa diterima dengan efektif dan menghindari
komunikasi yang kurang baik. Kandell menjelaskan bahwa Emerging adulthood
dimana individu memiliki kurangnya kestabilan dalam perkembangan emosi, kognitif
dan komunikasi interpersonalnya. Masa Emerging Adulthood merupakan suatu masa
ketika seseorang tidak lagi remaja namun belum sepenuhnya dewasa. Sehingga ketika
mereka memiliki kesulitan dalam berkembang maka internet menjadi salah satu
komunikasi yang efektif bagi perluasan pertemanan mereka.4,8,9
5
dari efek negatif. Sejumlah studi penelitian mengklasifikasikan hubungan antara
penggunaan media sosial dan hasil yang tidak diinginkan seperti ketergantungan,
peningkatan kecemasan, stres, depresi dan kesepian. Peningkatan penggunaan media
sosial oleh generasi muda menimbulkan alarm mengenai efek buruknya.8,10
6
sehingga munculnya saling menghormati dan empati.13 Hal tersebut bukan didasarkan
pada status sosial namun dari kemanusiaan yang memiliki hak dan kewajiban untuk
dihargai dan dihormati sebagai manusia. Berdasarkan penelitian oleh Subekti
komunikasi interpersonal dapat membantu manusia dalam proses menyampaikan
kebutuhan interpersonal dan memahami orang lain. Komunikasi interpersonal lebih
efektif ketika salah satu komunikan dapat menyampaikan dengan media/bahasa yang
tepat. Beebe mengatakan bahwa komunikasi yang paling efektif dalam komunikasi
interpersonal terutama mengekspresikan perasaan, terjadi ketika tidak ada media yang
mengganggu kejelasan pesan atau penundaan feedback penerima pesan.14,15,16
7
2.2 Ketergantungan Media Sosial
2.2.1 Definisi
a. Salience
Kondisi ini terjadi ketika social networking menjadi satu-satunya aktivitas paling
penting dalam kehidupan seseorang dan mendominasi pikiran (preokupasi dan
distorsi kognitif), perasaan (craving), dan perilaku (deteriorasi perilaku sosial).
Misalnya, meskipun seseorang tidak benar- benar terlibat dalam social
networking, dia akan secara terus menerus memikirkan tentang waktu berikutnya
terlibat social networking (yaitu preokupasi total dengan social networking).
b. Modifikasi mood
8
Kondisi ini merujuk pada pengalaman subyektif yang dilaporkan seseorang
sebagai konsekwensi dari social networking dan dapat dilihat sebagai strategi
koping (yaitu mereka mengalami peningkatan gairah atau sebaliknya mengalami
perasaan yang menenangkan dari escape atau numbing).
c. Toleransi
Kondisi ini adalah proses dimana peningkatan jumlah aktivitas social networking
dibutuhkan untuk mendapat efek modifikasi mood seperti sebelumnya. Hal ini
pada dasarnya berarti bahwa seseorang yang terlibat dalam social networking,
mereka secara bertahap meningkatkan jumlah waktu yang dipergunakan untuk
social networking setiap harinya.
d. Gejala withdrawal
Gejala ini merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan atau efek fisik
(misalnya gemetar, moodiness, iritabilitas) yang terjadi ketika seseorang tidak
mampu terlibat dengan social networking karena sedang sakit, sedang berlibur,
atau yang lainnya.
e. Konflik
Kondisi ini merujuk pada konflik antara seseorang dengan orang-orang di
sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dengan aktivitas lain (kehidupan
sosial, hobi, dan minat), atau dari dalam dirinya sendiri (konflik intrapsikis atau
perasaan subyektif kehilangan kendali) yang khawatir dengan menghabiskan
terlalu banyak waktu untuk social networking.
f. Relapse
Kondisi ini merupakan kecenderungan untuk mengulangi kembali pola social
networking yang berlebihan untuk terjadi lagi dan bahkan untuk pola
penggunaan social networking berlebihan yang paling ekstrem terulang lagi
setelah beberapa periode kontrol.
9
2.2.2 Epidemiologi
Laporan Tetra Pak Index tahun 2017 yang telah diluncurkan, mencatatkan ada
sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia. Sementara hampir setengahnya
adalah penggila media sosial, atau berkisar di angka 40%. 18 Berdasarkan laporan
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna Internet di Indonesia
mencapai 88 juta jiwa pada tahun 2015. Tahun berikutnya, pada tahun 2016 APJII
kembali melaporkan peningkatan angka pengguna Internet di Indonesia, yaitu sebesar
132,7 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia 256,2 juta jiwa, lalu pada 2017
jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta (54,68%) dari jumlah
populasi 262 juta jiwa dengan prevalensi tertinggi terdapat di Pulau Jawa. Pengguna
internet tertinggi terdapat di daerah urban dengan Provinsi DKI Jakarta menjadi
daerah tertinggi dalam mengakses internet dan Jakarta Selatan menjadi kota dengan
presentase tertinggi dalam hal menguasai smartphone dan mengakses internet pada
penduduk yang berusia diatas 5 tahun. Peminat Internet didominasi oleh pria, yaitu
sebesar 52,5%. Laporan terbaru dari APJII menyatakan bahwa pengguna Internet
didominasi oleh usia 25 hingga 34 tahun (75,8%).3,18
Adiksi media sosial di semua kalangan saat ini merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari lagi. Hampir setiap hari pengguna mengakses media sosial hanya
10
untuk sekedar mencari informasi di Facebook atau Instagram. Hasil dari survey yang
dilakukan APJII pengguna internet paling sering mengunjungi web onlineshop
sebesar 82,2 juta atau 62%. Konten media sosial yang paling banyak dikujungi adalah
Facebook sebesar 71,6 juta pengguna atau 54% dan urutan kedua adalah Instagram
sebesar 19,9 juta pengguna atau 15%. Jumlah harus ditambah agar dapat
membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama, whitdrawal symptoms
(khususnya menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi
(depresi, sulit menyesuaikan diri), dan terganggunya kehidupan sosial (menurun atau
hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupun kuantitas). Isu lain yang
berdampak pada penggunaan internet adalah frekuensi dan durasi penggunaan
internet semakin lama dan intens.3,18
2.2.3 Etiopatogenesis
Untuk menjelaskan terjadinya adiksi media sosial, Turel dan Serenko merangkum
tiga perspektif teoritis sebagai berikut:
1. Cognitive-behavioral model
11
Model ini menekankan bahwa social networking yang abnormal berasal dari
kognisi maladaptif dan diperkuat oleh berbagai faktor lingkungan dan
akhirnya menimbulkan social networking yang kompulsif dan adiksi.
3. Socio-cognitive model
Argumen untuk kecanduan media sosial sesuai dengan evolusi baru-baru ini
dalam konsep kecanduan itu sendiri: bukti bahwa apa yang menyebabkan pasien
kehilangan kendali bukanlah substansi itu sendiri, tetapi sirkuit saraf yang mendasari
yang menyala ketika disajikan dengan imbalan yang diberikan oleh substansi. Di
pusat pemahaman kecanduan ini adalah sistem penghargaan otak, di mana
penggunaan zat ini memicu pelepasan dopamin neurotransmitter, yang memengaruhi
neuron di nucleus accumbens, serta area otak lainnya, seperti korteks prefrontal. 13,19
Sifat adiktif dari media sosial didukung terutama oleh pengguna kronis yang
akibatnya cenderung mengabaikan aspek lain dari fungsi sosial mereka seperti teman
dan keluarga. Penghentian tiba-tiba jejaring sosial online (yaitu, kurangnya koneksi
internet) mungkin pada beberapa pengguna kronis menyebabkan tanda dan gejala
yang setidaknya mirip dengan yang terlihat selama sindroma obat-obatan / alkohol /
nikotin.19
12
Suatu behavioral addiction seperti adiksi media sosial dapat juga dilihat dari
perspektif biopsikososial. seperti halnya adiksi terkait dengan zat, adiksi media sosial
menggabungkan pengalaman gejala klasik adiksi antara lain modifikasi mood (yaitu
keterlibatan dalam media sosial menimbulkan perubahan emosional yang
menyenangkan), salience (preokupasi emosional, kognitif, dan perilaku dengan
penggunaan media sosial), toleransi (yaitu peningkatan penggunaan media sosial dari
waktu ke waktu), gejala withdrawal (yaitu mengalami gejala fisik dan emosional
yang tidak menyenangkan ketika penggunaan media sosial dibatasi atau dihentikan),
konflik (yaitu masalah interpersonal dan intrapsikis akibat penggunaan media sosial),
dan relapse (yaitu pengguna cepat kembali ke penggunaan media sosial
berlebihannya setelah periode abstinen).8,17,19
Telah diterima secara luas bahwa kombinasi faktor biologis, psikologis, dan
sosial berkontribusi terhadap etiologi adiksi termasuk adiksi media sosial. dari sini
dapat disimpulkan bahwa adiksi media sosial memiliki kerangka etiologi yang sama
yang mendasari dengan adiksi terkait zat dan adiksi perilaku lainnya. akan tetapi, oleh
karena fakta bahwa keterlibatan dalam media sosial berbeda dalam hal ekspresi aktual
adiksi internet (yaitu penggunaan patologis media sosial dibandingkan aplikasi
internet yang lain), fenomena tersebut mungkin layak dipertimbangkan individu,
terutama ketika mempertimbangkan efek berpotensi merugikan dari adiksi terkait zat
dan adiksi perilaku pada individu yang mengalami berbagai konsekuensi negatif
karena adiksi mereka.14,15,20
Banyak orang menggunakan media sosial tapi hanya beberapa yang menjadi
ketergantungan pada media sosial. Hal ini berarti beberapa orang lebih rentan
penggunaan internet berlebih. Penggunaan media sosial yang berlebihan, hampir
sama dengan perilaku adiktif lainnya, memiliki banyak faktor risiko.13,14
13
Remaja dikatakan memiliki risiko yang paling besar untuk menjadi
ketergantungan pada internet. Mereka lebih mudah menjadi pengguna internet yang
berlebihan karena mereka akrab dengan teknologi baru dan mereka dalam proses
pematangan secara kognitif serta sedang membentuk kepribadiannya.18,20
Beberapa faktor yang dianggap berperan dalam terjadinya adiksi media sosial
antara lain:
A. Faktor kepribadian9,13
2. Impulsivitas
Impulsivitas secara konsisten terkait dengan adiksi baik terkait zat maupun
tidak. Impulsivitas berarti kecenderungan untuk terlibat dalam reaksi yang cepat dan
tidak terencana terhadap stimulus sebelum menyelesaikan pengolahan informasi,
yang berarti penurunan sensitivitas terhadap konsekuensi negatif perilaku. Orang-
orang yang impulsive terlibat dalam perilaku berisiko untuk mengurangi tekanan atau
mendapat kesenangan dan tidak memperhatikan konsekuensi jangka panjang.
14
3. Kepercayaan diri yang rendah
Kepercayaan diri yang rendah adalah salah satu faktor yang sama-sama
dimiliki oleh pengguna social networking yang berlebihan. Mereka yang memiliki
kepercayaan diri rendah biasanya tertantang dalam tiga area yang penting. Pertama,
mereka merasa tidak memiliki kekuatan personal sehingga kemampuan mereka untuk
mempengaruhi orang lain terancam. Kedua, mereka yang kurang percaya diri merasa
dirinya tidak berarti bagi orang lain, tidak memiliki daya tarik dan perhatian dari
orang lain yang menganggap mereka rendah. Ketiga, mereka sering merasa tidak
mampu dalam satu atau lebih bidang kehidupan dan merasa orang lain kemampuan
lebih baik dibandingkan mereka. Perasaan negatif ini sering mengakibatkan
komunikasi yang tidak efektif dan konflik sosial yang kemudian menurunkan
kepercayaan diri. Oleh karena itu, pengguna media sosial yang kurang mampu
bersosialisasi atau memiliki kepercayaan diri yang rendah paling mungkin untuk
membentuk virtual persona online dan menggunakan internet sebagai pengganti
sosialisasi dalam kehidupan nyata.
15
kebutuhan untuk interaksi sosial. Individu yang menunjukkan preferensi untuk
bersosialisasi di internet secara signifikan lebih mungkin untuk mengalami adiksi.
Selain itu, pengguna yang kurang puas dengan kehidupan sosial di dunia nyata akan
lebih rentan terlibat dalam penggunaan internet yang berlebihan.
B. Keadaan mood9,13
1. Regulasi mood
2. Disosiasi
16
Beberapa aktivitas yang ditunjukkan di website, diantaranya permainan dan
social networking, memiliki potensi untuk mengubah fungsi pikiran yang normal
dimana hal ini khususnya berbahaya bagi remaja dan juga dewasa muda yang
pikirannya sedang berkembang.
Beberapa tanda dan gejala adanya penggunaan media sosial berlebih yang
menimbulkan adiksi antara lain sebagai berikut:
17
5. Merasa terganggu jika seseorang mengganggu saat sedang online.
6. Menggunakan media sosial untuk melarikan diri dari masalah atau mendapat
kelegaan dari perasaan negatif.
10. Perubahan pada mood atau perilaku yang tidak dapat diprediksi.
18
Kecanduan internet diawali dengan perkembangan tekonologi komunikasi yang
baru dan memberikan berbagai macam kemudahan bagi para penggunanya. 1
Dependency Theory memaparkan definisi kecanduan dalam memenuhi kebutuhan
mencapai tujuan yang bergantung pada sumber daya yang lain, khususnya media
sosial Nurfajri menjelaskan bahwa kecanduan internet adalah suatu gangguan
psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan
menimbulkan respon minimal. Ada beberapa skala yang digunakan dalam membantu
menilai adiksi internet contohnya internet addiction test, bahkan sudah ada skala yang
khusus untuk membahas kelainan akibat media sosial yang disebut Social Media
Disorder Scale, di skala ini membahas gangguan akibat media sosial yaitu salah
satunya ketergantungan media sosial yang dideklarasikan sendiri, pada responden
ditanya: "Sejauh mana anda merasa ketergantungan media sosial?" Jawaban untuk
pertanyaan ini diberikan pada skala 5 poin mulai dari (1) sama sekali tidak kecanduan
hingga (5) sangat kecanduan.21
19
Gambar 2.2 & 2.3 Poin-poin pada Social Media Disorder Scale21
A. Self-Help interventions
Terdapat aplikasi yang dapat digunakan untuk mengurangi waktu yang
digunakan untuk media sosial dan untuk mengeliminasi distraksi. Dengan cara
mengunduh beberapa aplikasi (ColdTurkey, SelfControl, Freedom), pengguna media
sosial dapat memblok situs yang ingin dihindari. Selain itu, hal lain yang dapat
dilakukan yaitu memasang pengaturan pada media sosial yang memberikan update
20
waktu tertentu (misalnya setiap dua jam). 13,23 Oleh karena orang-orang sering
menggunakan media sosial secara berlebihan melalui smartphone, mereka dapat
mematikan atau mengaturnya pada mode flight atau hening ketika mereka tidak
berharap untuk diganggu. Selain itu, terdapat beberapa strategi self-help lainnya yang
dapat dilakukan seperti tidak log in di media sosial ketika berada di sekolah atau
tempat kerja, meninggalkan smartphone di tempat kerja atau di rumah, menjadwalkan
istirahat yang cukupuntuk melihat media sosial, modifikasi pola pikir selagi
melakukan social networking, mengatur batasan dan tujuan yang masuk akal sesuai
dengan kewajibannya dan melakukan berbagai kegiatan offline. Teknik relaksasi
untuk dapat mengatasi ketidaknyamanan emosional juga dapat membantu (misalnya
mindfullness).9,23,24
B. Intervensi terapeutik
21
ambivalensi dalam diri klien. Tujuan utamanya untuk membantu klien menemukan
sisi negatif dari perilakunya dan meningkatkan motivasi internal untuk berubah.
Untuk tujuan ini, digunakan beberapa prinsip dasar (membentuk kesenjangan),
kemampuan komunikasi (refleksi), dan strategi (eksplorasi ambivalensi).14,24
C. Intervensi farmakologis
2.2.7 Prognosis
22
BAB 3
KESIMPULAN
23
Terdapat tiga teori yang dirangkum untuk menjelaskan terjadinya adiksi
media sosial antara lain cognitive-behavioral model, social skill model, dan socio-
cognitive model. Beberapa faktor yang dianggap berperan dalam terjadinya adiksi
media sosial yaitu faktor kepribadian (meliputi arousal and sensation seeking,
impulsivitas, kepercayaan diri yang rendah, kemampuan bersosialisasi yang rendah)
dan keadaan mood (meliputi regulasi mood dan disosiasi).
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani adiksi media
sosial antara lain self-help intervention, intervensi terapeutik yang meliputi cognitive
behavioral therapy dan motivational interviewing, serta intervensi farmakologis.
Kondisi ini, sama seperti behavioral addiction lainnya mis. judi, balapan dll.,
merupakan kondisi yang dapat disembuhkan bila diberi dukungan dan penanganan
yang tepat, targetnya bukan abstinen total tetapi perilaku yang terkontrol dalam
menggunakan sosial media.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
6. Andreassen, C. & Pallesen, S., Social network site addiction - an overview.
Curr Pharm Des, 2014, 20(25), pp.4053-61.
8. Cheak, A.P.C., Goh, G.G.G. & Chin, T.S., Online social networking
addiction:Exploring its relationship with social networking dependency and
mood modification among undergraduates in Malaysia. In Proceedings of the
International Conference on Management Economics and Finance. Sarawak,
2012. Global Research.
9. Turel, O. & Serenko, A., The benefits and dangers of enjoyment with social
networking websites. European Journal of Information Systems, 2012, (21),
pp.512-28.
10. Echeburu ́a, E., Overuse of Social Networking. In M.M. Peter, ed. Principles
of Addiction. San Diego: Elsevier. 2013. pp.911-20.
11. Elphinston, R.A. & Noller, P., Time to face it! Facebook intrusion and the
implications for romantic jealousy and relationship satisfaction.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 2011, (14), pp.631-35.
13. Andreassen, C. S., Griffiths, M. D., Gjertsen, S. R., Krossbakken, E., Kvam,
S., & Pallesen, S. The relationships between behavioral addictions and the
five factor model of personality. Journal of Behavioral Addictions, 2013, 2(2),
90–99.
26
14. Griffiths, M.D., Kuss, J. & Demetrovics, Z., Social Networking Addiction:
An Overview of Preliminary Findings. In K.P. Rosenberg & L.C. Feder, eds.
Behavioral Addictions: Criteria, Evidence, and Treatment. London: Elsevier
Inc. 2014. pp.119-41.
15. Gupta, V., Arora, S. & Gupta, M., Computer-related illnesses and Facebook
syndrome: what are they and how do we tackle them? Med Update, 2013.
(32), pp.676-9.
17. Kuss, D.J. & Griffiths, M.D., Online Social Networking and Addiction—A
Review of thePsychological Literature. Int. J. Environ. Res. Public Health,
2011, (8), pp.3528-52.
20. Meena, P.S., Mittal, P.K. & Solanki, R.K., Problematic use of social
networking sites among urban going teenagers. Ind Psychiatry J, 2012, 2(21),
pp.94-97.
21. Van den Eijnden, RJ, Lemmens, JS, Valkenburg, PM, ‘The Social Media
Disorder Scale : Validity and psychometric properties’, Computers in Human
Behavior, 2016, 61, pp.478-487
27
22. Winkler, A. et al., Treatment of internet addiction: a meta-analysis. Clin
Psychol Rev, 2013, (33), pp.317-29.
24. Shonin, E., Van Gordon, W. & Griffiths, M.D., Practical tips for teaching
mindfulness to children and adolescents in school-based setting. Educ Health,
2014, (32), pp.69–72.
25. Khoury JM, Neves MD, Roque MA, Freitas AA, da Costa MR, Garcia FD.
Smartphone and Facebook addictions share common risk and prognostic
factors in a sample of undergraduate students. Trends in psychiatry and
psychotherapy. 2019 Oct;41(4), pp.358-68.
28