1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia yang ada di dunia memiliki tingkah laku yang berbeda – beda.
Tingkah laku yang berbeda – beda ini dapat kita sebut sebagai kepribadian. Kepribadian
adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
Kepribadian juga paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukkan oleh seseorang. Kepribadian manusia ada yang berupa gabungan ada juga
yang mendominasi, misalnya ada sebagian orang dengan kepribadian suka menyendiri,
tidak tertarik dengan seks, emosi dingin dan datar, dn hanya sedikit aktivitas yang
membahagiakan merupan kepribadian dominan schizoid. Sedangkan kepribadian yang
bercampur cendrung dikatakan normal. Selain itu ada juga yang memiliki bukan hanya satu
kepribadian, namun dia memiliki dua kepribadian yang berbeda dan dia tidak mengenal
kedua kepribadian itu secara bersamaan. Kelainan kepribadian ini di sebut kelainan
bipolar. Dalam makalah ini akan dibahas tentak kelainan bipolar episode kini manik atau
mania.
1.2 Rumusan Masalah
Seorang perempuan 25 tahun malam tidak tidur, banyak kegiatan, gembira terus,
banyak bicara, uang tabungannya selama 2 tahun dihabiskan dalam 2 minggu. Mengatakan
bahwa ia mempunyai banyak pacar, 5 perusahaan dan dia tidak butuh tidur serta merasa
sehat dan kuat.
2. Isi
2.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung.1 Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi
yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan
optimal. Hal-hal yang perlu diketahui seorang dokter dalam melakukan anamnesis pada pasien
antara lain :
1. Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan.1
2. Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Dalam
beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada pasien karena
pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu kita juga dapat
menanyakan hal ini kepada keluarganya (alloanamnesis).
3. Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan
kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya, ini bermakna
karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi
semakin parah.1
4. Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat
memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala,
mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti-hipertensi dan kotikosteroid dalam
jangka waktu lama.
5. Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup bulan
atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada masalah saat
dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai pernikahannya.
Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien.1
6. Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami gangguan
jiwa atau tidak. 1
2.2 Wawancara Psikiatri
Merupakan komunikasi dua arah terapis pada klien. Sebagai terapis hal-hal yang harus
diketahui yakni: tidak mengadili/menghakimi, bukan interogasi, bersikap empati, memahami apa
yang terjadi, menerima klien apa adanya, sikap berada di sampingnya, sikap menunjukkan
perhatian, kontak mata sikap hangat dan sentuhan fisik, mampu menjadi pendengar yang baik,
memberikan kesempatan berbicara kepada klien. Tujuannya untuk mendapat diagnosis yang
dapat tepat dan mengenai faktor-faktor seperti biologik-genetik, tempramen, psikologik,
perkembangan, pendidikan, dan sosial-budaya.2
Uji Psikologi
Tes psikologi bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepribadian dan
kemampuan tiap orang. Pengertian tes psikologi adalah suatu ujian (test) untuk menguji
mental dan dilakukan untuk menyeleksi serta menetapkan psikis khusus individu.4
Elektroensefalografi (EEG)
Elektro Ensefalo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari
rekaman aktivitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya.
Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan
voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk
diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat
ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang delta,alpha, beta, theta, gamma
dsb. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga Gelombang Otak
(Brainwave) yang didapat adalah Gelombang Otak (Brainwave) yang bebas dari
pengaruh obat. Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar.4
CT-Scan
Computed Tomography Scanning (CT Scan) adalah suatu peralatan radiologi
yang dapat digunakan untuk menampilkan dan mengalokasikan suatu objek yang akan di
diagnosis keadaannya dengan cara menggunakan teknik pemeriksaan tomografi untuk
menghasilkan gambaran-gambaran objek yang berupa potongan-potongan tubuh secara
axial dengan menggunakan prinsip kerja tomografi yang dilengkapi sistem komputer
sebagai media pengolahan data-data software dan recontruksi gambar objek. Pada
umumnya radiasi dari sinar X yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT Scan adalah aman
dengan indikasi medis yang sesuai.4
2.6 Diferential Diagnosis
2.6.1 Skrizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu gangguan kejiwaan kompleks di mana seseorang
mengalami kesulitan dalam proses berpikir sehingga menimbulkan halusinasi, delusi,
gangguan berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (dikenal sebagai gejala
psikotik). Karena gejala ini, orang dengan skizofrenia dapat mengalami kesulitan untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mungkin menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia
luar.5
Pengobatan andalan adalah pengobatan dengan antipsikotik, yang pada umumnya
menekan aktivitas dopamine (dan kadang-kadang serotonin)reseptor. Psikoterapi dan
rehabilitasi vokasional dan sosial merupakan perawatan yang juga penting. Pada kasus
yang lebih serius yang melibatkan risiko untuk dirinya dan orang lain, maka perlu
dilakukan perawatan di rumah sakit secara paksa, walaupun lama perawatan di rumah
sakit sekarang ini lebih singkat dan tidak sesering waktu sebelumnya.5
2.6.2 Skizoafektif
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Gangguan
skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif. Pada gangguan Skizoafektif
gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya
menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif
tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik
berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai
dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. Beberapa Tipe
Skizoafektif : Gangguan Skizoafektif tipe Manik, Gangguan Skizoafektif tipe Depresif dan
Gangguan Skizoafektif tipe Campuran.6
Faktor Fisiologis
Sistem Neurokimia dan Gangguan Suasana Hati
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap gangguan bipolar adalah
terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak. Sebagai organ yang
berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa
pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya.
Norepinephrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang
penting dalam penghantaran impuls syaraf. Pada penderita gangguan bipolar, cairan-
cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang.8
Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar dengan kadar dopamin
yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri.
Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi
ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita
merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar.
Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan adanya gangguan pada
sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS
memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan)
dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik
kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya
kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam
otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan. Peristiwa
kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi
meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi.
Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.8
Sistem neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus
yang berfungsi mengontrol kelenjar endokrin] dan tingkat hormon yang dihasilkan.
Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituaritas. Kelenjar ini
terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai
temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol
(hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari
pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol pada
orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya
cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian
juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak
normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya
tingkat cortisol pada gangguan depresi.8
Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%.
Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi
penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu
bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu
5,5 per 1000 pasien.9 Sementara yang diterapi ’hanya’ 1,3 per 1000 pasien. Gangguan pada
lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling
sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan
bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak-anak. Epidemiologi gangguan
bipolar 1 digolongkan berdasarkan :
Jenis Kelamin
Adanya perbedaan didalilkan sebagai melibatkan adanya perbedaan hormonal, efek
kelahiran, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan laki – laki, dan model
perilaku tentang keputusan yang dipelajari. Namun gangguan bipolar I mempunyai
prevalensi yang sama antara wanita dan laki – laki.9
Usia
Pada umumnya, onset gangguan bipolar I merupakan awal dari onset gangguan depresif
berat. Usia dari gangguan bipolar I adalah dari retang anak – anak (5 atau 6 tahun)
sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus yang jarang, dengan rata – rata
usia adalah 30 tahun.9
Ras
Prevalensi gangguan mood tidsk berbeda dari satu ras k eras yang lain, tetapi klinis
cendrung kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu mendiagnosis skizofrenia
pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial yang berbeda dengan dirinya.9
Status Perkawinan
Gangguan bipolar I adalah lebih sering pada orang yang bercerai dan hidupnya
sendirian daripada orang yang sudah menikah dan rumah tangganya baik – baik saja.9
Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultur
Gangguan bipolar cendrung terjadi kepada orang yang tidak lulus perguruan tinggi atau
mengalami masalah dengan pendidikan yang dijalani.9
Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi gangguan bipolar belum dapat ditemukan hingga saat ini
dan belum ditemukan marker patrologis yang berhubungan secara mutlak dengan gangguan
bipolar. Obat-obat psikiatri golongan mood stabilizer diketahui memiliki efektifitas yang
cukup tinggi dalam mengendalikan mood yang tidak stabil tersebut.9
Secara genetik, diketahui bahwa pasien gangguan bipolar tipe I, 80-90 %
diantaranya memiliki keluarga dengan gangguan depresi atau gangguan bipolar. Untuk
gangguan bipolar tipe I, Keluarga terdekat dari individu yang menderita gangguan ini
memiliki resiko 7 hingga 10% untuk menderita penyakit yang sama.9
Manifestasi Klinis
Gembira berlebihan.10
Mudah tersinggung sehingga mudah marah.
Merasa dirinya sangat penting.
Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain.
Penuh ide dan semangat baru.10
Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya.
Mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengarnya.
Nafsu seksual meningkat.
Menyusun rencana yang tidak masuk akal.
Sangat aktif dan bergerak sangat cepat.10
Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan.
Menghambur-hamburkan uang.
Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan.
Merasa sangat mengenal orang lain.10
Mudah melempar kritik terhadap orang lain.
Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari.
Sulit tidur.
Merasa sangat bersemangat, seakan-akan satu hari tidak cukup 24 jam.10
Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami
penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi,
agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode
manik akut dan sebagai mood stabilizer.11 Ada sejumlah obat yang dapat digunakan untuk
mengobati gangguan bipolar, tergantung gejala serta riwayat kesehatan masing-masing
penderita, di antaranya:
Antikonvulsan, seperti misalnya lamotrigine dan divalproex.Obat ini sebenarnya
biasa digunakan untuk mengobati epilepsi, namun efeknya telah terbukti efektif dalam
menangani gangguan bipolar. Obat yang berfungsi sebagai penstabil suasana hati jangka
panjang ini juga digunakan untuk mengobati episode mania. Beberapa efek samping
penggunaan antikonvulsan di antaranya adalah:
Mengantuk.
Pusing.
Kenaikan berat badan.11
Lithium, yakni obat yang mampu mencegah terjadinya gejala mania dan depresi serta
menstabilkan suasana hati. Selama penggunaan obat ini, tes darah untuk memeriksa kadar
lithium di dalam tubuh perlu dilakukan secara rutin. Hal tersebut untuk memastikan kadar
lithium masih dalam kisaran yang aman sehingga mencegah terjadinya efek samping serius
berupa gangguan pada ginjal dan kelenjar tiroid. Efek samping penggunaan lithium lainnya
adalah:
Gangguan pencernaan.
Mulut terasa kering.
Gelisah.
Muntah.
Diare.11
Di bawah ini terdapat table yang berisi obat untuk gangguan bipolar episode kini manik.
Terapi Non-Farmakologis
a. Terapi Psikologis
Di dalam terapi psikologis, pasien akan dikenalkan dengan masalah kejiwaan yang
sedang mereka alami. Pasien juga akan diajak mengidentifikasi hal-hal yang dapat memicu
terjadinya episode suasana, baik itu dalam bentuk pemikiran maupun perilaku pasien.
Setelah faktor pemicu gejala diketahui, psikiater atau ahli terapi akan membimbing pasien
untuk mau mengubah pemikiran dan perilaku negatif mereka tersebut menjadi positif.
Melalui metode yang dinamakan terapi perilaku kognitif ini, pasien juga akan diajari cara
menanggulangi stres secara efektif, serta diberi nasihat-nasihat seputar pola makan, tidur,
dan olahraga yang baik untuk kesehatan.12
Tidak hanya pasien, keterlibatan keluarga dalam terapi psikologis juga bisa sangat
membantu. Tujuannya adalah agar keluarga memahami kondisi yang dialami pasien
sehingga bisa bekerja sama untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam rumah
tangga yang mungkin saja menjadi penyebab gangguan bipolar, serta mencari jalan
keluarnya.12
Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui
keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan
ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.12
Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di dalam 2 tahun
pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami serangan manik lain.
Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya dengan
lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasien mengalami lebih dari
sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap.
Faktor yang memperburuk prognosis :
o Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan.
o Disertai dengan penyalahgunaan alcohol.
o Disertai dengan gejala psikotik.
o Gejala depresi lebih menonjol.
o Jenis kelamin laki-laki.12
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Wanita pada scenario dan rumusan masalah di atas menderita gangguan bipolar episode
kini manik. Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan
pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana 2 perasaan, dan
proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi
periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi
2 yaitu gangguan bipolar I dan II.
Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada
gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Episode manik dibagi menjadi 3 menurut
derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala
psikotik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala gejala tersebut tidak
mengakibatkan disfungsi sosial. Untuk pengobatannya secara farmakologis dapat digunakan
antipsikotik dan antidepresan, setelah itu dapat juga ditambah psikoterapi.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: internal publishing; 2009.
2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara; 2006.
3. Carson, C, Robert; Butcher, N, James. Abnormal psychology and modern life. 9th ed. New
York: Harper Collins Publishers; 2005.
4. Nevid, S, Jeffrey; Rathus, A, Spencer. Abnormal psychology in a changing world. 5th ed.
New Jersey: Upper Saddle River; 2006.
5. American psychiatric association. Practice guidelines for the treatment of patients with
schizophrenia; 2008.
6. Davison, C, Gerald; Neale, M, Jhon; Kring, M, Ann. Abnormal Psychology. 9th. Edition.
New York; 2009.
7. Semium, Yustinus. Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius; 2006.
8. Lubis NL. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup; 2009.
9. Kaplan HI, Sadoek BJ, Greb JA. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis.
7th ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2008.
10. A Mansjor. Kapita selekta kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aeesculapius; 2009.
11. Lubis NL. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup; 2009.
12. American psychiatric association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th
ed. New York: Upper Saddle River; 2007.