Anda di halaman 1dari 18

Gangguan Bipolar Episode Kini Manik

Chrissa Maichel Kainama


102012363
Chrissa.kainama@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510
Telp. (021) 56942061. Fax (021) 5631731

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia yang ada di dunia memiliki tingkah laku yang berbeda – beda.
Tingkah laku yang berbeda – beda ini dapat kita sebut sebagai kepribadian. Kepribadian
adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
Kepribadian juga paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukkan oleh seseorang. Kepribadian manusia ada yang berupa gabungan ada juga
yang mendominasi, misalnya ada sebagian orang dengan kepribadian suka menyendiri,
tidak tertarik dengan seks, emosi dingin dan datar, dn hanya sedikit aktivitas yang
membahagiakan merupan kepribadian dominan schizoid. Sedangkan kepribadian yang
bercampur cendrung dikatakan normal. Selain itu ada juga yang memiliki bukan hanya satu
kepribadian, namun dia memiliki dua kepribadian yang berbeda dan dia tidak mengenal
kedua kepribadian itu secara bersamaan. Kelainan kepribadian ini di sebut kelainan
bipolar. Dalam makalah ini akan dibahas tentak kelainan bipolar episode kini manik atau
mania.
1.2 Rumusan Masalah
Seorang perempuan 25 tahun malam tidak tidur, banyak kegiatan, gembira terus,
banyak bicara, uang tabungannya selama 2 tahun dihabiskan dalam 2 minggu. Mengatakan
bahwa ia mempunyai banyak pacar, 5 perusahaan dan dia tidak butuh tidur serta merasa
sehat dan kuat.
2. Isi
2.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung.1 Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi
yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan
optimal. Hal-hal yang perlu diketahui seorang dokter dalam melakukan anamnesis pada pasien
antara lain :
1. Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan.1
2. Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Dalam
beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada pasien karena
pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu kita juga dapat
menanyakan hal ini kepada keluarganya (alloanamnesis).
3. Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan
kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya, ini bermakna
karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi
semakin parah.1
4. Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat
memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala,
mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti-hipertensi dan kotikosteroid dalam
jangka waktu lama.
5. Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup bulan
atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada masalah saat
dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai pernikahannya.
Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien.1
6. Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami gangguan
jiwa atau tidak. 1
2.2 Wawancara Psikiatri

Merupakan komunikasi dua arah terapis pada klien. Sebagai terapis hal-hal yang harus
diketahui yakni: tidak mengadili/menghakimi, bukan interogasi, bersikap empati, memahami apa
yang terjadi, menerima klien apa adanya, sikap berada di sampingnya, sikap menunjukkan
perhatian, kontak mata sikap hangat dan sentuhan fisik, mampu menjadi pendengar yang baik,
memberikan kesempatan berbicara kepada klien. Tujuannya untuk mendapat diagnosis yang
dapat tepat dan mengenai faktor-faktor seperti biologik-genetik, tempramen, psikologik,
perkembangan, pendidikan, dan sosial-budaya.2

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan terdiri dari pemeriksaan status mental, status
neurologis, dan status internus. Status Mental Hal-hal yang harus diketahui saat pemeriksaan
status mental pasien yakni:
 Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas pada
beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya mereka berpakaian
dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya. Contohnya mereka ke dokter
seperti akan ke acara pernikahan.3
 Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka
cenderung tertutup dan kurang member informasi, sedangkan pada pasien mania, mereka
berbicara terus-menerus tiada henti.
 Mood atau suasana hati.3
 Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya, apakah dia dapat
menentukan sikap, serta cara berbahasa.
 Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat sesuatu yang
tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien mengalami halusinasi.
 Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan.3

Psikodinamik formulasi adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh pasien.


Seperti penolakan, pada saat disalahkan dia akan menyalahkan orang lain, menggunakan orang
lain untuk mencapai tujuannya.3
Clinical Interview adalah cara yang dilakukan pemeriksa dalam menggali informasi
kepada pasien agar pasien mau bercerita kepada dokter dengan leluasa. Hal ini dapat dicapai
dengan menimbulkan kedekatan, kepercayaan, penjaminan, dan memberikan respon emosional
yang positif.3

2.4 Pemeriksaan Status Neurologis


Meliputi pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan pupil dan gerakan mata, pemeriksaan
tanda rangsang meningeal, pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik (gerakan pasif dan
aktif), pemeriksaan refleks patologis (babinski dan klonus kaki), pemeriksaan koordinasi. Status
Internus Meliputi pemeriksaan abdomen, thorax, jantung, agar dapat memastikan bahwa
gangguan mania tersebut tidak disebabkan oleh adanya akibat dari penyakit dalam (interna) yang
diderita pasien.3

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji psikologi, elektroensefalografi
(EEG), dan CT-scan.

 Uji Psikologi
Tes psikologi bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepribadian dan
kemampuan tiap orang. Pengertian tes psikologi adalah suatu ujian (test) untuk menguji
mental dan dilakukan untuk menyeleksi serta menetapkan psikis khusus individu.4
 Elektroensefalografi (EEG)
Elektro Ensefalo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari
rekaman aktivitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya.
Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan
voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk
diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat
ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang delta,alpha, beta, theta, gamma
dsb. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga Gelombang Otak
(Brainwave) yang didapat adalah Gelombang Otak (Brainwave) yang bebas dari
pengaruh obat. Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar.4
 CT-Scan
Computed Tomography Scanning (CT Scan) adalah suatu peralatan radiologi
yang dapat digunakan untuk menampilkan dan mengalokasikan suatu objek yang akan di
diagnosis keadaannya dengan cara menggunakan teknik pemeriksaan tomografi untuk
menghasilkan gambaran-gambaran objek yang berupa potongan-potongan tubuh secara
axial dengan menggunakan prinsip kerja tomografi yang dilengkapi sistem komputer
sebagai media pengolahan data-data software dan recontruksi gambar objek. Pada
umumnya radiasi dari sinar X yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT Scan adalah aman
dengan indikasi medis yang sesuai.4
2.6 Diferential Diagnosis
2.6.1 Skrizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu gangguan kejiwaan kompleks di mana seseorang
mengalami kesulitan dalam proses berpikir sehingga menimbulkan halusinasi, delusi,
gangguan berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (dikenal sebagai gejala
psikotik). Karena gejala ini, orang dengan skizofrenia dapat mengalami kesulitan untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mungkin menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia
luar.5
Pengobatan andalan adalah pengobatan dengan antipsikotik, yang pada umumnya
menekan aktivitas dopamine (dan kadang-kadang serotonin)reseptor. Psikoterapi dan
rehabilitasi vokasional dan sosial merupakan perawatan yang juga penting. Pada kasus
yang lebih serius yang melibatkan risiko untuk dirinya dan orang lain, maka perlu
dilakukan perawatan di rumah sakit secara paksa, walaupun lama perawatan di rumah
sakit sekarang ini lebih singkat dan tidak sesering waktu sebelumnya.5

2.6.2 Skizoafektif
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Gangguan
skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif. Pada gangguan Skizoafektif
gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya
menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif
tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik
berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai
dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. Beberapa Tipe
Skizoafektif : Gangguan Skizoafektif tipe Manik, Gangguan Skizoafektif tipe Depresif dan
Gangguan Skizoafektif tipe Campuran.6

2.7 Work Diagnosis


2.7.1 Gangguan Bipolar
2.7.1.1 Defenisi Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang
yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa depresi dan
mania. Suasana hati penderitanya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar)
yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim. Setiap
orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan suasana
hati yang buruk (mood low). Akan tetapi, seseorang yang menderita gangguan bipolar
memiliki ayunan perasaan (mood swings) yang ekstrim dengan pola perasaan yang mudah
berubah secara drastis.7
Suatu ketika, seorang pengidap gangguan bipolar bisa merasa sangat antusias dan
bersemangat (mania). Saat suasana hatinya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis,
putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri. Dahulu, penyakit ini
disebut dengan manic-depressive. Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai
mania, atau di saat ringan disebut hipomania. Individu yang mengalami episode mania juga
sering mengalami episode depresi, atau episode campuran di saat kedua fitur mania dan
depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana
hati normal, tetapi dalam beberapa depresi individu dan mania mungkin berganti dengan
sangat cepat yang dikenal sebagai rapid-cycle. Episode manik kstrim kadang-kadang dapat
menyebabkan gejala psikosis seperti delusi dan halusinasi. Episode manik biasanya mulai
dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi
cenderung berlangsung lebih lama.7
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II
ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita (Tabel 1).7

Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar PPDGJ III (F31).7


Berdasarkan scenario dan rumusan masalah di atas, maka dalam makalah ini akan lebih
dalam membahas tentang gangguan bipolar tipe klasik atau bipolar I, dan lebih kususnya untuk
gangguan bipolar episode kini manik.7

2.7.1.2 Gangguan Bipolar I : Episode Kini Manik


Defenisi
Suasana perasaan (mood) meninggi tidak sepadan dengan keadaan individu, dan
dapat bervariasi antara keriangan (seolah-olah bebas dari masalah apapun) sampai keadaan
eksitasi yang hamper tak terkendali. Eliasi (suasana perasaan yang meningkat) itu disertai
dengan energi yang meningkat, sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, dan berkurangnya kebutuhan tidur. Pengendalian yang normal dalam
kelakuan sosial terlepas, perhatian yang terpusat tak dapat dipertahankan, dan seringkali
perhatian sangat mudah dialihkan.7
Harga diri membumbung, dan pemikiran yang serba hebat dan terlalu optimistis
dinyatakan dengan bebas. Mungkin terjadi gangguan persepsi, seperti apresiasi warna
terutama yang menyala atau amat cerah (dan biasanya indah), keasyikan (mengikat
perhatian) pada perincian sehalus-halusnya mengenai permukaan dan penampilan barang,
dan hiperakusis subjektif. Individu itu mungkin mulai dengan pelbagai rencana yang tidak
praktis dan boros, membelanjakan uang secara serampangan, atau menjadi agresif, bersifat
cinta kasih, atau berkelakar dalam situasi yang tidak tepat. Suasana perasaan (mood) yang
tampil pada beberapa episode manik lebih banyak mudah tersingggung dan curiga, dripada
elasi. Serangan pertama paling banyak muncul pada usia antara 15-30 tahun, namun dapat
terjadi pada setiap usia antara akhir masa kanak sampai dasawarsa ketujuh atau kedelapan.7

Pedoman diagnosis berdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa ( P P D G J - I I I ) ,


mania tanpa gejala psikotik :
 Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.7
 Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi
aktivitas yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur
yang berkurang, ide – ide perihal kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu
optimistik.7
 Ditambah dengan paling sedikit 4 gejala berikut ini:
o Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau
seksual), atau ketidak-tenangan fisik.
o Lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk
berbicara terus menerus.7
o Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba (mania dengan gejala psikotik).
o Rasa harga diri yang melambung tinggi (grandiositas, yang dapat
bertaraf sampai waham/delusi).
o Berkurangnya kebutuhan tidur.7
o Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik
kepada stimulus luar yang tidak penting atau yang tak berarti.
o Keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung
kemungkinan resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana, misalnya berbelanja berlebihan,
tingkah laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh,
mengemudi kendaraan (mengebut) secara tidak bertangguang jawab
dan tanpa perhitungan.7
Etiologi
 Faktor Biologi
 Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya,
berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan gangguan
alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang
orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap
gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75%
anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari
seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar
7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot
(40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.8
 Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata
penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.8
 Kelainan Otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography
(PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks
prefrontal subgenual. Selain itu ditemukan volume yang kecil pada amygdala dan
hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak
yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).8
 Faktor Psikososial
 Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan
Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah
dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.8
 Teori Kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang
sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,
pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya
menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk
mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat
dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.8

 Faktor Fisiologis
 Sistem Neurokimia dan Gangguan Suasana Hati
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap gangguan bipolar adalah
terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak. Sebagai organ yang
berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa
pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya.
Norepinephrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang
penting dalam penghantaran impuls syaraf. Pada penderita gangguan bipolar, cairan-
cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang.8
Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar dengan kadar dopamin
yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri.
Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi
ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita
merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar.
Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan adanya gangguan pada
sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS
memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan)
dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik
kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya
kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam
otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan. Peristiwa
kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi
meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi.
Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.8
 Sistem neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus
yang berfungsi mengontrol kelenjar endokrin] dan tingkat hormon yang dihasilkan.
Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituaritas. Kelenjar ini
terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai
temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol
(hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari
pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol pada
orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya
cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian
juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak
normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya
tingkat cortisol pada gangguan depresi.8

Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%.
Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi
penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu
bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu
5,5 per 1000 pasien.9 Sementara yang diterapi ’hanya’ 1,3 per 1000 pasien. Gangguan pada
lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling
sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan
bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak-anak. Epidemiologi gangguan
bipolar 1 digolongkan berdasarkan :
 Jenis Kelamin
Adanya perbedaan didalilkan sebagai melibatkan adanya perbedaan hormonal, efek
kelahiran, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan laki – laki, dan model
perilaku tentang keputusan yang dipelajari. Namun gangguan bipolar I mempunyai
prevalensi yang sama antara wanita dan laki – laki.9
 Usia
Pada umumnya, onset gangguan bipolar I merupakan awal dari onset gangguan depresif
berat. Usia dari gangguan bipolar I adalah dari retang anak – anak (5 atau 6 tahun)
sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus yang jarang, dengan rata – rata
usia adalah 30 tahun.9
 Ras
Prevalensi gangguan mood tidsk berbeda dari satu ras k eras yang lain, tetapi klinis
cendrung kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu mendiagnosis skizofrenia
pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial yang berbeda dengan dirinya.9
 Status Perkawinan
Gangguan bipolar I adalah lebih sering pada orang yang bercerai dan hidupnya
sendirian daripada orang yang sudah menikah dan rumah tangganya baik – baik saja.9
 Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultur
Gangguan bipolar cendrung terjadi kepada orang yang tidak lulus perguruan tinggi atau
mengalami masalah dengan pendidikan yang dijalani.9

Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi gangguan bipolar belum dapat ditemukan hingga saat ini
dan belum ditemukan marker patrologis yang berhubungan secara mutlak dengan gangguan
bipolar. Obat-obat psikiatri golongan mood stabilizer diketahui memiliki efektifitas yang
cukup tinggi dalam mengendalikan mood yang tidak stabil tersebut.9
Secara genetik, diketahui bahwa pasien gangguan bipolar tipe I, 80-90 %
diantaranya memiliki keluarga dengan gangguan depresi atau gangguan bipolar. Untuk
gangguan bipolar tipe I, Keluarga terdekat dari individu yang menderita gangguan ini
memiliki resiko 7 hingga 10% untuk menderita penyakit yang sama.9
Manifestasi Klinis

Gejala-gejala dari tahap mania gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

 Gembira berlebihan.10
 Mudah tersinggung sehingga mudah marah.
 Merasa dirinya sangat penting.
 Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain.
 Penuh ide dan semangat baru.10
 Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya.
 Mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengarnya.
 Nafsu seksual meningkat.
 Menyusun rencana yang tidak masuk akal.
 Sangat aktif dan bergerak sangat cepat.10
 Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan.
 Menghambur-hamburkan uang.
 Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan.
 Merasa sangat mengenal orang lain.10
 Mudah melempar kritik terhadap orang lain.
 Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari.
 Sulit tidur.
 Merasa sangat bersemangat, seakan-akan satu hari tidak cukup 24 jam.10

Penatalaksanaan

Terapi Farmakologis

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami
penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi,
agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode
manik akut dan sebagai mood stabilizer.11 Ada sejumlah obat yang dapat digunakan untuk
mengobati gangguan bipolar, tergantung gejala serta riwayat kesehatan masing-masing
penderita, di antaranya:
Antikonvulsan, seperti misalnya lamotrigine dan divalproex.Obat ini sebenarnya
biasa digunakan untuk mengobati epilepsi, namun efeknya telah terbukti efektif dalam
menangani gangguan bipolar. Obat yang berfungsi sebagai penstabil suasana hati jangka
panjang ini juga digunakan untuk mengobati episode mania. Beberapa efek samping
penggunaan antikonvulsan di antaranya adalah:

 Mengantuk.
 Pusing.
 Kenaikan berat badan.11

Lithium, yakni obat yang mampu mencegah terjadinya gejala mania dan depresi serta
menstabilkan suasana hati. Selama penggunaan obat ini, tes darah untuk memeriksa kadar
lithium di dalam tubuh perlu dilakukan secara rutin. Hal tersebut untuk memastikan kadar
lithium masih dalam kisaran yang aman sehingga mencegah terjadinya efek samping serius
berupa gangguan pada ginjal dan kelenjar tiroid. Efek samping penggunaan lithium lainnya
adalah:

 Gangguan pencernaan.
 Mulut terasa kering.
 Gelisah.
 Muntah.
 Diare.11

Antidepresan, seperti fluoxetine. Pada beberapa penderita gangguan bipolar, obat


pereda depresi ini dapat memicu episode mania. Oleh karena itu antidepresan kerap
dipasangkan dokter dengan obat-obatan penstabil suasana hati. Salah satu efek samping
penggunaan antidepresan adalah menurunnya libido atau lemah syahwat.

Antipsikotik, misalnya olanzapine dan ariprazol. Sama seperti obat-obatan


antikonvulsan, antipsikotik diresepkan untuk mengatasi episode mania dan juga efektif
untuk menstabilkan suasana hati. Beberapa efek samping penggunaan antipsikotik adalah:

 Peningkatan detak jantung.


 Penglihatan kabur.
 Gemetar.
 Mengantuk.
 Kenaikan berat badan.
 Penurunan daya ingat.11

Di bawah ini terdapat table yang berisi obat untuk gangguan bipolar episode kini manik.

Tabel 2. FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens.11

Terapi Non-Farmakologis

a. Terapi Psikologis

Konsultasi, Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu


sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Terapi psikologis untuk gangguan bipolar dapat menunjang obat-obatan yang telah
diberikan. Melalui metode ini diharapkan kesembuhan pasien bisa tercapai secara lebih
efektif.12

Di dalam terapi psikologis, pasien akan dikenalkan dengan masalah kejiwaan yang
sedang mereka alami. Pasien juga akan diajak mengidentifikasi hal-hal yang dapat memicu
terjadinya episode suasana, baik itu dalam bentuk pemikiran maupun perilaku pasien.
Setelah faktor pemicu gejala diketahui, psikiater atau ahli terapi akan membimbing pasien
untuk mau mengubah pemikiran dan perilaku negatif mereka tersebut menjadi positif.
Melalui metode yang dinamakan terapi perilaku kognitif ini, pasien juga akan diajari cara
menanggulangi stres secara efektif, serta diberi nasihat-nasihat seputar pola makan, tidur,
dan olahraga yang baik untuk kesehatan.12

Tidak hanya pasien, keterlibatan keluarga dalam terapi psikologis juga bisa sangat
membantu. Tujuannya adalah agar keluarga memahami kondisi yang dialami pasien
sehingga bisa bekerja sama untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam rumah
tangga yang mungkin saja menjadi penyebab gangguan bipolar, serta mencari jalan
keluarnya.12

Edukasi

Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui
keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan
ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.12

Prognosis

 Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di dalam 2 tahun
pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami serangan manik lain.
 Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya dengan
lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasien mengalami lebih dari
sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap.
 Faktor yang memperburuk prognosis :
o Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan.
o Disertai dengan penyalahgunaan alcohol.
o Disertai dengan gejala psikotik.
o Gejala depresi lebih menonjol.
o Jenis kelamin laki-laki.12
3. Penutup

3.1 Kesimpulan
Wanita pada scenario dan rumusan masalah di atas menderita gangguan bipolar episode
kini manik. Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan
pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana 2 perasaan, dan
proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi
periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi
2 yaitu gangguan bipolar I dan II.

Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada
gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Episode manik dibagi menjadi 3 menurut
derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala
psikotik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala gejala tersebut tidak
mengakibatkan disfungsi sosial. Untuk pengobatannya secara farmakologis dapat digunakan
antipsikotik dan antidepresan, setelah itu dapat juga ditambah psikoterapi.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: internal publishing; 2009.
2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara; 2006.
3. Carson, C, Robert; Butcher, N, James. Abnormal psychology and modern life. 9th ed. New
York: Harper Collins Publishers; 2005.
4. Nevid, S, Jeffrey; Rathus, A, Spencer. Abnormal psychology in a changing world. 5th ed.
New Jersey: Upper Saddle River; 2006.
5. American psychiatric association. Practice guidelines for the treatment of patients with
schizophrenia; 2008.
6. Davison, C, Gerald; Neale, M, Jhon; Kring, M, Ann. Abnormal Psychology. 9th. Edition.
New York; 2009.
7. Semium, Yustinus. Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius; 2006.
8. Lubis NL. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup; 2009.
9. Kaplan HI, Sadoek BJ, Greb JA. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis.
7th ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2008.
10. A Mansjor. Kapita selekta kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aeesculapius; 2009.
11. Lubis NL. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup; 2009.
12. American psychiatric association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th
ed. New York: Upper Saddle River; 2007.

Anda mungkin juga menyukai