Anda di halaman 1dari 7

Cedera atau Trauma Kepala

Chrissa Maichel Kainama


112017139
thekapitang.crew@gmail.com

A. Pengertian
Menurut Doenges (1999), cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan
tertutup yang terjadi karena fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio
memar, leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural,
intraserebral dan batang otak. Menurut Pierce & Neil (2006), cedera kepala
merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala
yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah
trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung
ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan.

B. Klasifikasi
1. Macam-macam cedera kepala

Menurut, Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala dibagi menjadi 2 macam
yaitu:

 Cedera kepala terbuka


Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak
atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa
dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.

 Cedera kepala tertutup


Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak
cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera
kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.

2. Berdasarkan derajat

Trauma kepala diklasifikasikan menjadi 3 derajat berdasarkan nilai dari

Glasgow Coma Scale ( GCS ) yaitu :

 Ringan

- GCS = 13 – 15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
- Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
 Sedang

- GCS = 9 – 12
- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
- Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Berat

- GCS = 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
- Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.


Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. Cedera akibat kekerasan.
D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang
terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang
terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita
lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak
sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tak ada pada area cedera.
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial
akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Brain, 2009).

E. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh cedera kepala tergantung pada besarnya
dan distribusi dari cedera tersebut.

1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.


b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau
lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi
sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

3. Cedera kepala berat

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah


terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
F. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera
kepala addalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah
keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan
bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat.
Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan
perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-
110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh
secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru,
perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih
lanjut.

2. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan
darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral.
yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas
paten dan mencegah cedera lanjut.
Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan
dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek
pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi
dan irama pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis


Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung
atau telinga.

5. Infeksi

G. Penstslsksanaan

1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
7. Pembedahan.
H. Kesimpulan
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak.
Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka
yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera
perlambatan (deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi
atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan
otak menyeluruh.

Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam
24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan
kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

I. ,

Anda mungkin juga menyukai