Anda di halaman 1dari 19

Referat

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR


EPISODE DEPRESIF

Disusun Oleh :

Dinda Aisyah, S.Ked


Indah Mayeri AS, S.Ked
Rofi Saputra, S.Ked

Pembimbing :

dr. Nining Gilang Sari, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PEKANBARU
PERIODE 30 SEPTEMBER- 02 NOVEMBER 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga referat yang berjudul “Gangguan
Afektif Bipolar Episode Depresif” dapat terselesaikan dengan baik. Referat ini
dibuat sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakutas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan.
Selesainya referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas seizin
Allah. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengungkapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nining Gilang
Sari yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan referat ini.
Setelah berusaha maksimal untuk memberikan yang terbaik, penulis
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam referat ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat dan
menambah pengetahuan kita.

Pekanbaru, Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Definisi Gangguan Afektif Bipolar ....................................... 3
2.2 Epidemiologi Gangguan Afektif Bipolar ............................... 3
2.3 Etiologi Gangguan Afektif Bipolar ....................................... 3
2.4 Faktor risiko Gangguan Afektif Bipolar ................................... 4
2.5 Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar ........................................ 6
2.6 Penatalaksanaan Gangguan Afektif Bipolar ............................. 7
2.7 Prognosis Gangguan Afektif Bipolar ........................................ 12

BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gangguan mood meliputi sekelompok besar gangguan dengan mood patologis
serta gangguan yang terkait mood yang mendominasi gambaran klinisnya. Istilah
gangguan mood, yang dalam edisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) sebelumnya dikenal sebagai gangguan afektif, saat ini lebih
disukai karena mengacu pada keadaan emosi yang menetap, bukan hanya ekspresi
eksternal (afektif) pada keadaan emosional sementara.1
Gangguan mood adalah sebuah sindrom yang terdiri dari sekelompok tanda
dan gejala yang bertahan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan yang
menunjukkan penyimpangan fungsi habitual seseorang serta memiliki
kecenderungan untuk remisi, sering dalam bentuk periodik atau siklik. Orang
normal memiliki variasi mood yang luas dan memiliki berbagai ekspresi afektif.
Pada gangguan mood, pengendalian hilang dan terdapat pengalaman subjektif akan
adanya penderitaan yang berat.1
Pasien yang hanya menderita episode depresif berat dikatakan memiliki
gangguan depresif berat atau depresi unipolar. Pasien dengan episode manik
maupun depresif atau pasien dengan episode manik saja disebut bipolar. Istilah
mania unipolar, mania murni, atau mania euforik kadang-kadang digunakan untuk
pasien bipolar yang tidak memiliki episode depresif. Semua gejala ini sifatnya
primer, sedangkan apabila diikuti oleh kelainan psikiatri lain atau penyakit fisik lain
itu sifatnya sebagai sekunder. 1
Jumlah kejadian setiap tahun dari gangguan bipolar dalam populasi
diperkirakan antara 10-15 per 100,000 di antara manusia. Angka ini lebih tinggi di
kalangan wanita dan bahkan dapat mencapai 30 per 100,000 . Kondisi ini dapat
mempengaruhi orang dari hampir semua usia, dari anak-anak sampai usia lanjut.
Prevalensi serupa terjadi pada pria maupun wanita.1
Gangguan bipolar yang dikenal sebagai manic-depresive illness adalah
penyakit medis yang mengancam jiwa karena adanya percobaan bunuh diri yang
cukup tinggi pada populasi bipolar, yaitu 10-15%.2

4
Terdapat dua jenis gangguan mood yaitu mania dan depresi. Depresi adalah
gangguan nomor 2 di dunia yang paling “mematikan”, dan diperkirakan pada 2020
akan menjadi “wabah” diseluruh penjuru dunia. Bunuh diri sebagai akibat dari tidak
tertanganinya pasien penderita depresi dengan baik adalah masalah utama dalam
kesehatan publik. Kasus bunuh diri juga terjadi pada remaja. Bahkan ada
kecenderungan meningkat. Ini terlihat dari data World Health Organization (WHO)
di tahun 2001 yang menyebutkan bahwa angka bunuh diri akibat depresi di
Indonesia sekitar 1,6 – 1,8 orang per 100.000 penduduk, sementara laporan WHO
di tahun 2005 – 4 tahun kemudian - menyebutkan ada sekitar 24 orang dari 100.000
penduduk Indonesia. Data terakhir dari Kementerian Kesehatan RI untuk wilayah
Jakarta saja, angka kematian akibat bunuh diri karena depresi mencapai 160 orang
per tahun. Meskipun banyak faktor penyebab depresi ditengarai sebagai
penyebabnya, seperti kesulitan ekonomi, masalah keluarga, juga rasa putus asa,
penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ghanshyam Pandey beserta timnya dari
University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa 9 dari 17 remaja yang
meninggal akibat bunuh diri memiliki sejarah gangguan mental. Salah satu
gangguan mental yang bisa membawa seseorang menuju pada keputusan bunuh diri
adalah Bipolar Disorder (BD).3
Gangguan bipolar mempunyai prognosis yang relatif baik terutama untuk
gangguan bipolar yang bentuk klasik. Perjalanan penyakit gangguan bipolar sangat
bervariasi dan biasanya kronik. Kekambuhan yang terjadi akan mengganggu fungsi
sosial, pekerjaan, perkawinan bahkan meningkatkan risiko bunuh diri. Terapi yang
komprehensif diperlukan pasien untuk mencapai kembali fungsinya semula dan
kualitas hidup yang tetap baik.Terapi komprehensif meliputi farmakoterapi dan
intervensi psikososial.3
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV- text
revised (DSM IV-TR), gangguan bipolar dibagi menjadi empat jenis yaitu
gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimia, dan gangguan
bipolar yang tak dapat dispesifikasikan.4
Pada makalah ini akan dibahas secara spesifik gangguan afektif bipolar
episode depresi, dimana gangguan bipolar episode depresi dapat memiliki dampak
besar pada kualitas hidup dan episode depresif dapat mempengaruhi fungsi sehari-

5
hari. Strategi adaptasi dan perubahan perilaku dapat membantu seseorang untuk
mengelola suasana hati dan tetap seimbang. Banyak dari mereka yang menderita
gangguan bipolar memerlukan pengobatan sehari-hari. Menetapkan pengobatan
dan dosis yang tepat, dan menangani efek samping dapat memberi dampak
signifikan pada penderitanya.4

1.2 Rumusan masalah


Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, kriteria diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis
Gangguan Afektif Bipolar Episode Depresi.

1.3 Tujuan penelitian


a. Memahami tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, kriteria diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis
b. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran khususnya
di bagian ilmu kedokteran jiwa.

1.4 Metode penulisan


Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu
pada beberapa literatur.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan bipolar yaitu gangguan mood yang kronis dan berat yang ditandai
dengan episode mania, hipomania, campuran, dan depresi. Sebelumnya, gangguan
bipolar disebut dengan manik depresif, gangguan afektif bipolar, atau gangguan
spectrum bipolar.5
Gangguan bipolar, yang dalam ICD-10 diklasifikasikan ke dalam gangguan
afektif bipolar, atau Manic Depressive Ilness (MDI) adalah penyakit jiwa yang
umum, parah dan persisten. Kondisi ini merupakan tantangan seumur hidup.6
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi).7
Mood yang depresif serta hilangnya minat atau kesenangan adalah kunci
gejala depresi. Pasien dapat mengatakan bahwa mereka merasa sedih, tidak ada
harapan, bersusah hati, atau tidak berharga. Untuk seorang pasien, mood yang
depresif sering memiliki kualitas yang khas yang membedakannya dengan emosi
normal kesedihan atau berkabung. Pasien sering menggambarkan depresi sebagai
satu penderitaan emosi yang sangat mendalam serta kadang-kadang mengeluh tidak
dapat menangis.1
Episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam
episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma
mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).7

2.2 Epidemiologi

Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional


yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun

7
ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.9 Sekitar duapertiga pasien
depresi berpikir untuk melakukan bunuh diri, dan 10-15% melakukan bunuh diri.
Prevalensi Gangguan Bipolar (GB) yaitu GB I dan GB II, sepanjang
kehidupan adalah 2.1%. Dan gabungan antara angka prevalensi GB I, GB II dan
siklotimia adalah sekitar 3-4% dari seluruh populasi dunia. Prevalensi antara laki-
laki dan perempuan sama besarnya terutama pada gangguan bipolar I, sedangkan
pada gangguan bipolar II, prevalensi pada perempuan lebih besar. Depresi atau
distimia yang terjadi pertama kali pada prapubertas memiliki risiko untuk menjadi
gangguan bipolar.8

2.3 Etiologi
Penyebab gangguan afektif bipolar bersifat multifaktor, yaitu interaksi antara
faktor biologik, genetik, dan faktor psikososial.1

2.4 Faktor Risiko


 Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,
serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat
ini. Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah
neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan
mood ini.1,3,4
- Norepinefrin.
Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari
reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon pada
penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung adanya
peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya
melibatkan reseptor β2 presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor
ini menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga
terletak pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan
serotonin. 3
- Serotonin.

8
Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin
reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin
dapat menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan
bunuh diri memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan
cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin
pada platelet. 3
- Dopamine.
Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki peran.
Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi
dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah
bahwa jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan
dopamine reseptor D1 hipoaktif pda keadaan depresi. 3
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita
bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-
emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran
darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu,
Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume
yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale,
dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon
emosi (mood dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-
myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui,
oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson
sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah
oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.3
 Faktor genetik
- Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan
gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk
menderita gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan
mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika
ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu

9
riwayat keluarga gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk
gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada kemungkianan
munculnya bipolar.1,3
- Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan
50-70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang
gangguan mood pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan
kembar dizigot sekitar 16-35%.1,3,4
 Faktor psikososial
- Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan
pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu
oleh faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari
Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang
bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem
pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya
neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan
tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi
untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor
eksternal.3
- Faktor kepribadian.
Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan kepribadian tertentu
berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I, walaupun pasien
dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat berkembang
menjadi depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang
memicu stress yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.3

2.5 Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar


Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari
keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat dalam
DSM-V atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

10
symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID).
The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi
symptom sesuai dengan ICD-10.3,4
Pembagian menurut DSM-V: 3,4
Berikut adalah kriteria gangguan afektif bipolar dalam PPDGJ-III dan DSM
IV:
Pedoman diagnostik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan ataupun sedang dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,manik, atau
campuran
 Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ) :
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegebiraan.
Rasa cepat lelah dan menurunnya aktivitas.
 Gejala lain :
Konsentrasi berkurang
Kepercayaan berkurang
Merasa bersalah dan tidak berguna
Pesimistik
Memiliki ide membahayakan diri sendiri (bunuh diri)
Tidak ada nafsu makan
Gangguan tidur
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetspi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya
dan berlansung cepat
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (f32.0), sedang (f32.1) dan berat
(f32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).
Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu
diagnosis gangguan depresif berulang

11
Kriteria Diagnosis menurut DSM-IV-TR Gangguan Bipolar I, Episode Terkini
Depresi

A. Saat ini berada dalam episode depresif berat.


B. Sebelumnya ada setidaknya satu episode manik atau campuran.
C. Episode mood kriteria A dan B sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam
gangguan skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang
tidak tergolongkan.
Jika seluruh kriteria saat ini memenuhi episode depresif berat, tentukan
status dan/atau ciri klinis saat ini :
Ringan, sedang, berat tanpa ciri psikotik/berat dengan ciri psikotik
Kronik
Dengan ciri katatonik
Dengan ciri melankolik
Dengan ciri atipikal
Dengan awitan pasca melahirkan
Jika seluruh kriteria saat ini tidak memenuhi episode depresif berat,
tentukan status klinis gangguan bipolar I dan/atau ciri episode depresif berat
terkini :
Dalam remisi parsial, dalam remisi penuh
Kronik
Dengan ciri katatonik
Dengan ciri melankolik
Dengan ciri atipikal
Dengan awitan pasca melahirkan
Tentukan :
Poin penentu perjalanan longitudinal (dengan atau tanpa pemulihan
antar episode)
Dengan pola musiman (hanya berlaku untuk pola episode depresif
berat)
Dengan siklus cepat

12
2.6 Penatalaksanaan Gangguan Afektif Bipolar
 Farmakologi
 Antidepresan
 Mood stabilizer
 Antipsikotik atipikal
 Mood stabilizer + antidepresan
 Antipsikotik atipikal + antidepresan10
Quetiapin disetujui oleh FDA untuk pengobatan episode depresi baik pada GB I
maupun GB II. Penelitian BOLDER I, dan II serta EMBOLDEN membuktikan
bahwa quetiapin monoterapi efektif dan ditoleransi dengan baik sebagai terapi
episode depresi, GB I dan II. Di bawah ini adalah obat-obat yang rekomendasi
untuk penatalaksanaan depresi akut, GB II.

Rekomendasi Terapi Depresi Akut, GB I10


Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium
atau divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI, litium +
divalproat
Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat
+ lamotrigin
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin,
litium atau divalproat + venlafaksin, litium + MAOI,
ECT, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium
atau divalproat atau karbamazepin + SSRI +
lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak direkomendasikan Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi

13
Rekomendasi Terapi Depresi Akut, GB II10
Lini I Quetiapin

Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +


antidepresan, litium + divalproat, antipsikotika atipik +
antidepresan.

Lini III Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang


jarang mengalami hipomania)

Fokus terapi jangka panjang pada pasien dengan GB II adalah mencegah


terjadinya episode depresi. Di bawah ini adalah rekomendasi terapi rumatan pada
GB II.
Rekomendasi Terapi Rumatan GB II10

Lini I Litium, lamotrigine


Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau
antipsikotika atipik + antidepresan, kombinasi
dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau
antipsikotika atipik.
Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Tidak direkomendasikan Gabapentin

 Non-Farmakologi1,3

Intervensi psikososial sangat penting pada GB.Beberapa pendekatan yang sering


dilakukan yaitu cognitive behavioral therapy, terapi keluarga, terapi interpersonal,
psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologik lainnya.Intervensi psikososial
bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar
untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga
memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.

14
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar
meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas harian
mereka.
4. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai
penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini
membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun
depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.
 Terapi psikososial 1,3,4,8
- Terapi kognitif (Aaron Beck)
Tujuannya :
a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif,
serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru. 8
- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh
pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang
mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi
sekarang. Terapi ini difokuskan pada problem interpersonal yang ada.
Diasumsikan bahwa, pertama, problem interpersonal yang ada saat ini
merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan interpersonal. Problem
interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala depresi. Biasanya
sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan
pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena
intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan
asertif, gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir
hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada hubungan
interpersonal tersebut.8
- Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari
masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian

15
pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana
mereka mendapatkan dorongan positif. 8
- Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman,
mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta
kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara luas. 8
- Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien
atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh
situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur
dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi
juga mengkaji peran seluruh keluarga dalam pemeliharaan gejala
pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki tingkat tinggi
perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan melaporkan
bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka tahu
bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood. 1,3,4,8
- Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah
apakah untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan.
Jelas indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh diri atau
pembunuhan, pasien yang sangat berkurang kemampuannya untuk
makan dan kebutuhan untuk prosedur diagnostik. Suatu onset yang
berkembang cepat gejala juga dapat menjadi indikasi untuk rawat inap.
Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi ringan atau
hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin
dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat
badan, atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus
kuat, tidak ada menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam
gejala-gejala pasien atau perilaku mungkin cukup untuk menjadi
indikasi rawat inap rawat inap. Pasien dengan gangguan mood sering
tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus
sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat

16
keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung
negatif (pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik sering
memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan mereka yang rawat inap
tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi mereka.3,8
Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang
ditempatkan pada bagian temporal kepala.
Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko
bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan
kurang baik (dengan dosis yang sudah adekuat).

2.7 Prognosis Gangguan Afektif Bipolar


Perjalanan gangguan bipolar II baru akan mulai dipelajari. Meskipun demikian,
data pendahuluan menunjukkan bahwa diagnosisnya stabil, seperti yang
ditunjukkan oleh kemungkinan tinggi bahwa pasien dengan GB II akan memiliki
diagnosis yang sama sampai lima tahun ke depan. Dengan demikian, data
menunjukkan bahwa gangguan bipolar II adalah penyakit kronik yang memerlukan
strategi pengobatan jangka panjang.1

17
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan mood adalah sebuah sindrom yang terdiri dari sekelompok tanda dan
gejalayang menunjukkan penyimpangan fungsi habitual seseorang serta memiliki
kecenderungan untuk remisi.Pada gangguan mood, pegendalian hilang dan terdapat
pengalaman subjektif akan adanya penderitaan yang berat.
Gangguan bipolar yaitu gangguan mood yang kronis dan berat yang ditandai
dengan episode mania, hipomania, campuran, dan depresi. Gangguan ini tersifat
oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode).Yang khas adalah bahwa
biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Gangguan Afektif Bipolar juga disebut dengan penyakit multifaktor,banyak
penelitian yang menunjukkan kontribusi genetic dan pengaruh lingkungan memiliki
peran besar dalam penyakit ini. gangguan bipolar dibagi menjadi empat jenis yaitu
gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimia, dan gangguan
bipolar yang tak dapat dispesifikasikan.
Quetiapin disetujui oleh FDA untuk pengobatan episode depresi baik pada GB
I maupun GB II. Intervensi psikososial sangat penting pada GB.

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Kaplan & saddock, harlock l, Kaplan MD, Benjamin D, saddock.”Sinopsis
Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis”. Gangguan Mood, bab 15.
Jilid I .Ed. VII, Jakarta. Binarupa Aksara, 1997.H;777-857.
2. Fitriayah Izzatul, Margono.M Hendy. Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik
dengan Gejala Psikotik. Program Studi Psikologi Ilmu Pendidikan Universitas
Airlangga Surabaya
3. Febrian Yusianto Herditya, dkk. Studi Kualitatif Cognitive Behavioour Therapy
pada Bipolar Disorder.Surabaya,2012
4. DSM-5 Category: Bipolar and Related Disorders.
file:///D:/KLINIK/Jiwa/Bipolar%20II%20Disorder%20DSM-
5%20296.89%20(F31.81)%20-%20Therapedia.html [diakses 10 Oktober 2019]
5. D.Elvira Sylvia, Hadisukanto Gitayanti. Buku Ajar PSIKIATRI Edisi
kedua.Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI,2014
6. Soreff Stephen. Bipolar Affective Disorder. http://www.emedicine.com
[diakses 11 Oktober 2019]
7. Maslim Rusdi, Dr.”Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-
III”. Pedoman Diagnostik : F 30-39 : gangguan suasana perasaan/mood
(gangguan afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- UNIKA
Atmajaya. 2001. H; 58-69
8. Filaković Pavo.NEW STRATEGIES IN THE TREATMENT OF BIPOLAR
DISORDER. Clinical Hospital Center Osijek, Croatia,2011
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Peran Keluarga Dukung Kesehatan
Jiwa Masyarakat.
file:///D:/KLINIK/Jiwa/Kementerian%20Kesehatan%20Republik%20Indonesi
a.html [Diakses 11 Oktober 2019]
10. Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan
obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32

19

Anda mungkin juga menyukai