Anda di halaman 1dari 29

Referat

PROFIL DAN JENIS MOOD STABILIZER DALAM


TATALAKSANA GANGGUAN MOOD PASIEN
PSIKIATRI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Jiwa Aceh Banda Aceh

Oleh:
Safitri Suciyanti
2207501010154

Pembimbing:
dr. Fazil Amris, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH

1
BANDA ACEH
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Profil
dan Jenis Mood Stabilizer Dalam Tatalaksana Gangguan Mood Pasien Psikiatri”.
Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah
membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa, Rumah Sakit Jiwa
Aceh. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan
kepada dr. Fazil Amris, Sp.KJ yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis dalam penulisan referat ini.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi
para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada
umumnya dan ilmu kesehatan jiwa khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk referat ini.

Banda Aceh, 10 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................

2.1 Definisi Gangguan Afektif Bipolar............................................................................

2.2 Klasifikasi Gangguan Afektif Bipolar........................................................................

2.3 Etiologi Gangguan Afektif Bipolar............................................................................

2.4 Manifestasi Klinis Gangguan Afektif Bipolar............................................................

2.5 Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar.........................................................................

2.6 Tatalaksana Gangguan Afektif Bipolar....................................................................

2.7 Prognosis Gangguan Afektif Bipolar .......................................................................

2.8 Edukasi Gangguan Afektif Bipolar .........................................................................

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA4

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan otak yang menyebabkan perubahan


suasana hati, energi, tingkat aktivitas yang tidak biasa pada seseorang. Ganguan
bipolar adalah gangguan jiwa bersifat episodik yang ditandai oleh gejala manik,
depresi dan campuran. Gangguan bipolar merupakan perubahan dramatis suasana
hati, ditandai oleh gejala manik, depresi dan campuran.1
Masalah gangguan bipolar saat ini merupakan masalah kejiwaan yang
paling banyak dibicarakan. Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa
terbanyak dibandingkan gangguan jiwa lainnya yaitu sekitar 60 juta orang
diseluruh dunia. Prevalensi gangguan bipolar berusia 18 tahun keatas di Amerika
sekitar 3,4 juta (1,7%) tahun 2015 menjadi 5,7 juta pada tahun 2016 (2,6%).
Prevalensi gangguan bipolar menunjukkan peningkatan dari 1,2 % di tahun 2010
menjadi 1,6 % ditahun 2016 pada masyarakat di Singapura. Sedangkan prevalensi
gangguan bipolar di Indonesia belum tercatat oleh Riskesdas 2018, tetapi data dari
Bipolar Care Indonesia (BCI) diperoleh sebanyak 1% tahun 2016 menjadi 2%
tahun 2017 (72.860 jiwa) masyarakat Indonesia mengidap gangguan bipolar. Data
tersebut menunjukkan prevalensi pasien gangguan bipolar berbeda-beda dan
meningkat di setiap negara.2
Ada beberapa faktor risiko terjadinya gangguan bipolar. Faktor risiko yang
mempengaruhi gangguan bipolar yaitu usia, genetik, psikologis (konsep diri),
lingkungan (stress traumatik dan karakteristik keluarga) dan penyalahgunaan zat/
alkohol. Penyebab pasti gangguan bipolar sampai saat ini masih belum jelas.
Namun berdasarkan NIMH (2016), penyebabnya yaitu gangguan pada struktur
dan fungsi otak dan genetik. Faktor genetik dan lingkungan berkontribusi
substansial penyebab gangguan bipolar. Penyebab gangguan bipolar adalah
genetik, biologis dan lingkungan. Gangguan bipolar merupakan salah satu
gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Kebanyakan orang mulai
menunjukkan tanda-tanda gangguan bipolar diakhir remaja atau usia onset sekitar
21 tahun.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan afektif bipolar dapat diartikan sebagai gangguan mood yang
kronis dan berat atau suatu gangguan suasana perasaan yang ditandai oleh adanya
episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek (perasaan)
pasien dan tingkat aktivitasnya akan terganggu yang ditandai oleh peningkatan
afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania), dan penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Dan diantara episode tersebut
terdapat penyembuhan sempurna pada afek pasien. Episode manik biasanya
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Gangguan bipolar akan
mengakibatkan periode emosi, perubahan pola tidur, tingkat aktivitas, dan
perilaku yang tidak biasa.1

2.2 Klasifikasi Gangguan Afektif Bipolar


Diagnostic Statistic Manual of Mental Disorder V (DSM V) yang
diterbitkan oleh American Psychological Association (APA) membedakan dua
jenis gangguan bipolar yaitu gangguan bipolar I dan gangguan bipolar II.
1) Bipolar I, ditandai dengan episode mania berat dan depresi berat. Episode
mania bertahan paling tidak 7 hari, atau dengan gejala mania yang sangat
parah sehingga orang tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit.
Biasanya episode depresi juga terjadi minimal 2 minggu. Bipolar tipe I
dapat melibatkan satu atau lebih perubahan suasana hati berlanjut
setidaknya satu minggu, terkadang menyebabkan mania berat, bahkan
halusinasi atau delusi.

2
Gambar 2.1 Sikus Suasana Hati Bipolar Tipe I.4

Pada bipolar tipe 1, terjadi fluktuasi mood depresi dan mania secara
bergantian. Beberapa individu akan merasakan gejala psikosis lain sebagai bagian
dari fluktuasi mood yang dirasakan seperti delusi dan halusinasi. Individu akan
mengalami periode mania diikuti oleh periode depresi. Selama fase mania, terjadi
antusiasme yang besar, harapan, kepercayaan diri, dan harga diri yang tinggi,
seringkali sampai ke titik kemegahan, cenderung bertindak impulsif sementara
pemikiran mereka ekspansif dan kreatif, tetapi mudah teralihkan.4
Antusiasme tersebut berkontribusi pada sulit tidur, tekanan bicara, dan
peningkatan partisipasi sosial dan pilihan ekstrim yang tidak akan dibuat selama
periode non-manik. Gejala ini mencerminkan upaya individu untuk mengatasi
tantangan dan menciptakan perasaan berharga dan gembira. Sementara episode
manik menetralkan keputusasaan yang mendasarinya menciptakan masalah lain.
Hal ini sebagian besar karena kegagalan mereka untuk mempertimbangkan
konsekuensi tindakan mereka selama periode manik ini. Kegagalan ini di
kemudian hari tampaknya berkontribusi pada periode intens tanpa harapan dan
keputusasaan serta episode depresi yang tak terhindarkan yang mengikutinya.5
Adanya peningkatan aktivitas sosial, seksual, atau pekerjaan, dan terutama
keterlibatan dalam kegiatan yang menyenangkan berpotensi untuk menurunkan
kualitas hidup bipolar tipe 1. Saat kondisi mania, individu akan merasa “berat”
dengan suasana hati yang berubah secara cepat dari kesedihan lalu merasakan
euforia (kegembiraan) akan berdampak pada gangguan fungsi dan potensi
konsekuensi negatif. Individu dengan Bipolar tipe I mempunyai prognosis yang
lebih buruk daripada pasien-pasien dengan gangguan depresi.

3
2) Bipolar II, ditandai dengan episode depresi dan episode hipomania, namun
bukan episode mania. Bipolar II lebih ringan dibandingkan bipolar I.
Seseorang dianggap gangguan bipolar II apabila memiliki episode depresi
berulang dengan setidaknya satu episode hipomania. Kejadian bipolar tipe II
sebanyak 51,9 % dengan depresi sedangkan 1,4% dengan hipomania atau
mania. Gejala depresi lebih sering terjadi pada bipolar 2.6

Gambar 2.2 Sislus Suasana Hati Bipolar Tipe 2.4


Pada individu dengan bipolar tipe 2 memiliki kesadaran yang lebih besar
tentang konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya. Kesadaran inilah yang
diduga sebagai penghambat mania sehingga ambisi dan nekat yang dimiliki tidak
sebesar pada bipolar tipe 1. Diduga komitmen individu terhadap keluarga, karir,
rasa malu dan rasa bersalah yang diantisipasi berhubungan dengan kegagalan dan
kekecewaan yang ada afek manic tidak berkembang pada suasana hati pasien
bipolar tipe 2.
Individu dengan gangguan bipolar II episode tidak melihat gejala
hipomanik sebagai patologis atau merugikan, meskipun orang lain mungkin
terganggu oleh perilaku individu tersebut. Kerugian inilah yang diantisipasi dapat
menurunkan kualitas hidup orang dengan bipolar tipe 2.
3) Gangguan afektif bipolar campuran: Pasien mungkin mengalami campuran
perubahan suasana hati yang tertekan dan gembira.

4
Gambar 2.3 Sislus Suasana Hati Bipolar Tipe Campuran.4
Keterangan :
1. Bipolar campuran: siklus yang bergantian antara episode mania, suasana
hati normal, depresi, suasana hati normal, mania, dan sebagainya.
2. Bipolar tipe I: episode mania dengan setidaknya satu episode depresi.
3. Bipolar tipe II: episode depresi berulang dengan setidaknya satu episode
hipomania.

2.3 Etiologi Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan bipolar hingga kini belum diketahui sebabnya. Namun terdapat
banyak penelitian yang membuktikan faktor genetik dan psikologis adalah faktor
yang dapat memicu terjadinya bipolar.7 Etiologi gangguan bipolar terdiri atas
beberapa faktor seperti faktor biologis, faktor genetik, dan faktor psikologis atau
psikososial.8
a. Faktor Genetik
Data keluarga menunjukkan bahwa apabila dari salah satu orang tua
memiliki gangguan mood, seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25
persen mewarisi gangguan mood. Jika kedua orang tua terkena bipolar, risiko ini
berpengaruh besar terhadap anaknya.9 Risiko keluarga dengan pasien gangguan
mood bipolar adalah 25%, dan berulang pasien gangguan depresi adalah 20%.
Risiko anak-anak dari satu orang tua dengan gangguan mood bipolar adalah 27%
dan dari kedua orang tua dengan gangguan mood bipolar adalah 74%. Maka dari
itu, factor genetik sangatlah berpengaruh dan dapat membuat individu rentan
terkena gangguan mood.

5
Gambar 2.4 Model transmisi genetik penularan gangguan bipolar.9
b. Faktor Biokimia
Asetilkolin dan GABA juga diduga terlibat. Dua neurotransmiter yang
sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood adalah norepinefrin dan
serotonin.9
1) Serotonin
Serotonin telah menjadi Neurotransmiter amina biogenik yang paling sering
dikaitkan dengan depresi, identifikasi beberapa subtipe serotonin dapat
meningkatkan mood.9 Ketika neurotransmiter serotonin ini dilepaskan ke sinaps,
maka saat itulah pompa bekerja me-reuptake beberapa neurotransmiter sebelum
mencapai neuron postsinaptik. Hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa gejala
depresi pada riwayat keluarga yang memiliki depresi disebabkan karena
pengurangan triptofan, dimana triptofan merupakan prekursor utama seretonin. 9
Efek ini tidak diamati di antara orang-orang yang tidak memiliki riwayat depresi
pribadi atau keluarga. Kelainan bipolar sangat sering dikaitkan dengan
berkurangnya sensitivitas reseptor serotonin. Alur metabolisme 5-HT melibatkan
deliminasi oksidarif oleh MAO, kemudian aldehid dirubah menjadi asam 5-
hidroksiindol asetat (5-HIAA) oleh aldehid dehidrogenase.
2) Dopamin
Data menunjukkan bahwa aktivitas dopamin dapat dikurangi dalam depresi
dan meningkat pada mania.9 Dopamin disekresikan oleh neuron-neuron yang

6
berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada regio
striata ganglia basalis.10 Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti
tirosin, amfetamin, dan bupropion (Wellbutrin), mengurangi gejala depresi. Dua
teori baru tentang dopamin dan depresi adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik
mungkin tidak berfungsi dalam depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin
hipoaktif dalam depresi.9 Fungsi dopamin adalah sebagai agen inhibisi. Dopamin
bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area. 10 Pasien
gangguan bipolar apabila terjadi penurunan dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode depresi, sebaliknya peningkatan dari dopamin akan
menyebabkan terjadinya episode mania.9
3) Norepinefrin
Otak mengandung sistem saraf yang terpisah. Otak menggunakan tiga
katekolamin berbeda yaitu dopamin, norepinefrin, dan epinefrine. Setiap sistem
secara anatomis berbeda dan melayani terpisah, peran fungsional dalam bidang
persarafan. Derajat CSF dari metabolit amina menunjukkan penurunan
norepinefrin dan / atau fungsi 5-HT dalam depresi. Kedua reseptor D1 dan D2
memodulasi pelepasan NE dan epinepfrine. Dalam beberapa kasus kesehatan,
bahwa pada orang depresi terjadi pengurangan jumlah neurotransmiter tertentu
(monoamina seperti norepinefrin). Ada jumlah NE dalam jumlah yang relatif
besar hipotalamus dan di bagian tertentu dari sistem limbik, seperti nukleus pusat
amigdala dan dentate gyrus hippocampus.
Korelasi yang disarankan oleh studi ilmu dasar antara downregulation atau
penurunan sensitivitas reseptor β-adrenergik dan antidepresan klinis mungkin
merupakan bagian data yang paling menarik yang menunjukkan peran langsung
untuk sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain juga menerapkan presinaptik
β2- reseptor dalam depresi karena aktivasi reseptor ini menghasilkan penurunan
jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor presinaptik β2 juga terletak pada
serotonergik neuron yang berfungsi untuk mengatur jumlah serotonin yang
dilepaskan.9
4) Gangguan Neurotransmiter lainnya
GABA ialah neurotransmiter penghambat yang sering disebut sebagai
"substansi valium alam". Apabila GABA berada di luar jangkauan (nilai ekskresi

7
tinggi atau rendah), artinya bahwa neurotransmiter rangsang terlalu sering
mengacau otak. GABA akan dikirim untuk mencoba menyeimbangkan mood
kembali. GABA (gamma aminobutyric acid) adalah Neurotransmiter penghambat
utama pada SSP dan berperan penting dalam mengatur kecemasan dan
mengurangi stres.9 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelainan pada GABA
mungkin berperan gangguan mood yang parah. Sebagai Neurotransmiter
penghambat, GABA memfasilitasi koordinasi aktivitas kortikal yang dapat
mempengaruhi kemampuan pemrosesan kognitif. Dengan demikian perubahan
pada sistem GABAergic dapat menyebabkan gangguan pada pasien gangguan
bipolar.
c. Faktor Psikologis
Faktor psikologis memainkan peran penting dalam menentukan permulaan
gangguan bipolar. Secara spesifik, peristiwa dalam kehidupan yang penuh
tekanan, dukungan sosial dan lingkungan yang buruk, dan faktor kepribadian
tertentu telah diidentifikasikan sebagai faktor penyebab psikologis yang penting.9
d. Faktor Dukungan Sosial dan Lingkungan
Faktor psikologis memainkan peran penting dalam menentukan permulaan
gangguan bipolar. Secara spesifik, peristiwa dalam kehidupan yang penuh
tekanan, dukungan sosial dan lingkungan yang buruk, dan faktor kepribadian
tertentu telah diidentifikasikan sebagai faktor penyebab psikologis yang penting.9

2.4 Manifestasi Klinis Gangguan Afektif Bipolar


Terdapat fluktuasi suasana hati yang berlanjut selama berbulan-bulan atau
setelah satu episode, bisa terjadi bertahun-tahun tanpa terulangnya jenis apapun.
1. Major Depresive Disorder
Episode depresi mengakibatkan seseorang berdelusi, berhalusinasi, dan
berusaha bunuh diri lebih sering terjadi pada depresi bipolar daripada depresi
unipolar. Pasien terkadang memiliki suasana hati yang terus-menerus tertekan dan
kehilangan kegembiraan dalam aktivitas yang biasanya memberi kesenangan,
penurunan atau kenaikan berat badan, insomnia (yaitu tidur terlalu sedikit) atau
hipersomnia (yaitu terlalu banyak), agitasi psikomotor (yaitu gerakan gelisah) atau
retardasi (yaitu memperlambat gerakan), kehilangan energi, perasaan bersalah,

8
penurunan konsentrasi, ragu, keputusasaan atau pikiran untuk bunuh diri yang
sengaja maupun tidak di sengaja.11
2. Manic Episode
Manik biasanya dimulai dengan tiba-tiba, dan gejala meningkat selama
beberapa hari. Seperti perilaku aneh, halusinasi, dan delusi paranoid, terjadinya
penurunan produktifitas dimasyarkat. Kecenderungan untuk melepaskan pakaian
di tempat umum, mengenakan pakaian dan perhiasan dengan warna shining dalam
kombinasi yang freak, dan kurangnya perhatian terhadap hal kecil (misalnya, lupa
menutup telepon). Pasien bertindak impulsif dan pada saat yang sama merasa
memiliki keyakinan dan tujuan.9
3. Hypomanic Episode
Episode hipomania tidak ada kerusakan yang nyata dalam fungsi sosial atau
pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa pasien mungkin
lebih produktif dari biasanya, namun 5% sampai 15% pasien dapat dengan cepat
beralih ke episode manik.11

2.5 Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar


Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
gangguan bipolar, antara lain:
1. Mini International Neuropsychiatric Inventory (MINI)
2. Mood Disorder Questionnaire (MDQ)
3. Brief Psychiatrc Rating Scale (BPRS)
Namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa skala diagnostik lebih
superior bila dibandingkan dengan wawancara klinis.
Dalam DSM V (2015) mengklasifikasikan diagnosa gangguan bipolar
menjadi beberapa klasifikasi yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, dan
gangguan cyclotymic, bipolar akibat obat-obatan, gangguan bipolar terkait kondisi
medis lain, gangguan bipolar spesifik dan gangguan bipolar yang tidak spesifik. 7
Berikut ini kriteria diagnosis gangguan bipolar menurut DSM V pada tahun 2015 :
1. Gangguan Bipolar 1

9
Untuk diagnosia gangguan bipolar I, perlu untuk memenuhi kriteria berikut
untuk episode mania. Episode mania mungkin telah didahului oleh dan dapat
diikuti oleh episode hipomania atau depresi berat :

A. Episode Mania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus
menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan
energi yang tidak disengaja dan terus-menerus meningkat, yang berlangsung
minimal 1 minggu dan paling banyak, hampir setiap hari (atau durasi jika
perlu dirawat di rumah sakit).
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
perilaku yang biasa:
1) Harga diri meningkat atau berlebihan.
2) Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam).
3) Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4) Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5) Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang
dilaporkan atau diamati.
6) Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial,
di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik
(aktivitas tanpa tujuan).
7) Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Gangguan mood cukup parah sehingga menyebabkan kerusakan yang
ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap

10
untuk mencegah bahaya pada diri sendiri atau orang lain, atau ada ciri-ciri
psikotik.
d. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Catatan: Kriteria a-d
merupakan episode mania. Setidaknya satu episode mania seumur hidup
diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.
B. Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan
terusmenerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas
dan energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung
paling tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari, hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
perilaku yang biasa:
1. Harga diri meningkat atau berlebihan.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat
setelah tidur hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang
dilaporkan atau diamati.
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial,
di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik
(aktivitas tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).

11
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai
pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada fitur
psikotik, episode tersebut menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya.
Episode hipomania lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan
(misalnya, pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat
sindrom sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti yang
cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan
sehingga satu atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah, atau
agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai untuk diagnosis
episode hipomania, atau juga indikasi diatesis bipolar.
Catatan: Kriteria a-f merupakan episode hipomania. Episode hipomania
umum terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis
gangguan bipolar I.
C. Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu
yang sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya
salah satu gejalanya adalah (1) tekanan pada mood atau (2) kehilangan
minat atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas terkait
dengan kondisi medis lainnya.
1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, terasa sedih, kosong,
atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain
(misalnya, tampak menangis). Catatan: Pada anak-anak dan remaja,
bisa jadi mood yang mudah tersinggung.
2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas
sepanjang hari atau setiap hari.

12
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
kenaikan berat badan (misalnya perubahan lebih dari 5% berat badan
dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan kegagalan untuk
membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati
oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif dari kegelisahan atau
perasaan lambat).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-
ragu, hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang
diamati oleh orang lain).
9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide
bunuh diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya.
Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi
berat sering terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk
diagnosis gangguan bipolar I.
Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya,
kehilangan, kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis
serius atau cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan,
susah tidur, nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria
A, yang mungkin menyerupai episode depresi.

13
Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti atau dianggap sesuai dengan
kerugian, adanya episode depresi berat selain respons normal terhadap kerugian
yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara hatihati. Keputusan ini mau
tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan sejarah individu dan norma
budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian. Kriteria telah terpenuhi
setidaknya satu episode mania (Kriteria a-d di atas). Terjadinya episode mania dan
depresi berat tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan schizoafektif, skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau spektrum skizofrenia spesifik
dan tidak ditentukan lainnya dan gangguan psikotik lainnya.
2. Gangguan Bipolar II
Untuk diagnosa gangguan bipolar II, perlu untuk memenuhi kriteria berikut
untuk episode hipomania, episode depresi berat yang tengah terjadi maupun yang
telah lama dialami.
A. Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan
terusmenerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas
dan energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung
paling tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari, hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
perilaku yang biasa :
1. Harga diri meningkat atau membesar.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah ditarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang
dilaporkan atau diamati.

14
6. Meningkatkan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara
sosial, di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi
motorik (aktivitas tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai
pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada fitur
psikotik, episode tersebut, menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania
lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan (misalnya,
pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat sindrom
sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti yang
cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan
sehingga satu atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah,
atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai
untuk diagnosis episode hipomania, atau juga indikasi diatesis bipolar.
B. Episode Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu
yang sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya
salah satu gejalanya adalah (1) tertekannya mood atau (2) kehilangan minat
atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas-jelas terkait
dengan kondisi medis lainnya.
1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh laporan subyektif (misalnya, terasa sedih, kosong,
atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain

15
(misalnya, tampak penuh air mata). Catatan: Pada anak-anak dan
remaja, bisa jadi mood yang mudah tersinggung.
2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas
sepanjang hari atau setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
kenaikan berat badan (misalnya Perubahan lebih dari 5% berat badan
dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan kegagalan untuk
membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati
oleh orang lain, bukan hanya perasaan subyektif dari kegelisahan atau
perasaan lambat).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-
ragu, hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang
diamati oleh orang lain).
9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide
bunuh diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya.
Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi
berat sering terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk
diagnosis gangguan bipolar I.
Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya,
kehilangan, kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis

16
serius atau cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan,
susah tidur, nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria
a, yang mungkin menyerupai episode depresi.
Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti atau dianggap sesuai dengan
kerugian, adanya episode depresi berat selain respons normal terhadap kerugian
yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara hatihati. Keputusan ini mau
tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan sejarah individu dan norma
budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian. Kriteria telah dipenuhi
setidaknya satu episode hipomania (Kriteria a-f di atas) dan setidaknya satu
episode depresi berat (Kriteria a-c di atas). Belum pernah ada episode mania.
Terjadinya episode hipomania dan episode depresi berat tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan
delusional, atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak ditentukan lainnya dan
gangguan psikotik lainnya. Gejala depresi atau ketidakpastian yang disebabkan
oleh pergantian yang sering terjadi antara periode depresi dan hipomania
menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di area kerja
sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
C. Cyclothymic Disorder
a. Selama minimal 2 tahun (setidaknya 1 tahun pada anak-anak dan remaja)
telah terjadi banyak periode dengan gejala hipomania yang tidak memenuhi
kriteria episode hipomania dan banyak periode dengan gejala depresi yang
tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi berat.
b. Selama periode 2 tahun di atas (1 tahun pada anak-anak dan remaja),
periode hipomania dan depresi telah ada setidaknya separuh waktu dan
individu tersebut tidak memiliki gejala lebih dari 2 bulan pada satu waktu.
c. Kriteria episode depresi, mania, atau hipomania utama belum pernah
terpenuhi.
d. Gejala pada Kriteria A tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan
schizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional,
atau spektrum skizofrenia spesifik atau tidak ditentukan lainnya dan
gangguan psikotik lainnya.

17
e. Gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (misalnya,
hipertiroidisme).
f. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.

2.6 Tatalaksana Gangguan Afektif Bipolar.12


Penatalaksanaan Lini I Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk
Kedaruratan pengobatan agitasi pada pasien
Agitasi Akut dengan episode mania atau campuran
pada Ganguan akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi.
Afektif Bipolar Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari
(tiga kali injeksi per hari dengan
interval dua jam). Berespons dalam
45-60 menit.
Injeksi IM Olanzapin efektif untuk
agitasi pada pasien dengan episode
mania atau campuran akut. Dosis
10mg/ injeksi. Dosis maksimum
adalah 30mg/hari. Berespons dalam 15-
30 menit. Interval pengulangan injeksi
adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien
menerima hanya satu kali injeksi dalam
24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2
mg/injeksi. Dosis maksimum
lorazepam 4mg/hari. Dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi IM
Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik
karena mengganggu stabilitas
antipsikotika.

18
Lini II Injeksi IM Haloperidol yaitu 5
mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah
30 menit. Dosis maksimum adalah 15
mg/hari. Injeksi IM Diazepam yaitu
10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi haloperidol
IM. Jangan dicampur dalam satu
jarum suntik.
Terapi Lini I Litium, divalproat, olanzapin,
Farmakologi risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
Episode Mania aripiprazol, litium atau divalproat +
risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol
Lini II Karbamazepin, terapi kejang listrik
(TKL), litium + divalproat,
paliperidon
Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium
atau divalproat haloperidol, litium +
karbamazepin, klozapin
Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin,
direkomendasikan risperidon + karbamazepin, olanzapin
+ karbamazepin
Terapi Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin
Farmakologi XR, litium atau divalproat + SSRI,
Episode Depresi olanzapin + SSRI, litium + divalproat
Akut Gangguan Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium
Afektif Bipolar I atau divalproat + lamotrigin
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium +
karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, TKL,

19
litium atau divalproat atau AA + TCA,
litium atau divalproat atau
karbamazepin + SSRI + lamotrigin,
penambahan topiramat.
Tidak Gabapentin monoterapi, aripiprazol
direkomendasikan monoterapi
Terapi Rumatan Lini I Litium, lamotrigin monoterapi,
Ganggaun divalproat, olanzapin, quetiapin,
Afektif Bipolar I litium atau divalproat + quetiapin,
risperidon injeksi jangka panjang
(RIJP), penambahan RIJP, aripirazol.
Lini II Karbamazepin, litium + divalproat,
litium + karbamazepin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium +
risperidon, litium + lamotrigin,
olanzapin + fluoksetin
Lini III Penambahan fenitoin, penambahan
olanzapin, penambahan ECT,
penambahan topiramat, penambahan
asam lemak omega-3, penambahan
okskarbazepin
Tidak Gabapentin, topiramat atau
direkomendasikan antidepresan monoterapi
Terapi Lini I Quetiapin
Farmakologi Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium
Episode Depresi atau divalproat + antidepresan, litium +
Akut Gangguan divalproat, antipsikotika atipik +
Afektif Bipolar II antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama
untuk pasien yang jarang mengalami
hipomania)
Terapi Rumatan Lini I Litium, lamotrigin

20
Gangguan Lini II Divalproat, litium atau divalproat
Afektif Bipolar II atau antipsikotika atipik +
antidepresan, kombinasi dua dari:
litium, lamotrigin, divalproat, atau
antipsikotika atipik
Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik,
ECT
Tidak Gabapentin
direkomendasikan

Pemeriksaan Tambahan untuk memonitor efek samping pengobatan

1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan fungsi organ tubuh penting yang


dapat dipengaruhi oleh pengobatan jangka pendek/panjang
2. Litium , Kadar Li,
3. Asam valproat dan antipsikotik potensi rendah : test fungsi hati
4. Antipsikotik atipikal : gula darah dan lipid
5. Pemeriksaan BB, TB, BMI, lingkar pinggang, tekanan darah

Terapi Non Farmakologi.1

Bagi banyak pasien , farmakoterapi tidak cukup untuk mengurangi gejala


sepenuhnya dan memperbaiki fungsi psikososial. Sehingga diperlukan terapi non
farmakologi, yaitu:

1. Psikoedukasi
2. Psikoterapi suportif
3. Psikoterapi interpersonal
4. Terapi kognitif perilaku ( CBT).13

2.7 Prognosis Gangguan Afektif Bipolar


1. Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan gangguan depresi
mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan gangguan bipolar I mengalami
kekambuhan dalam 2 tahun setelah episode pertama.

21
2. Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi
gejalanya dengan lithium.
3. 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak mengalami kekambuhan, 45%
pasien mengalami lebih dari satu episode dan lebih dari 40% menjadi
kronik.14
2.8 Edukasi Gangguan Afektif Bipolar
Memberikan informasi : Gejala penyakit, perjalanan penyakit, pengobatan,
kepatuhan berobat, mengenali tanda-tanda kekambuhan, menghindari faktor
pencetus, strategi coping, dan mengatur aktivitas sosial.14

22
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis


seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim
berupa mania dan depresi. Suasana hati penderitanya dapat berganti secara tiba-
tiba antara dua episode yang berlawanan yaitu mania dan depresi yang berlebihan
tanpa pola yang pasti. Faktor penyebab terjadinya gangguan afektif bipolar antara
lain genetika, fisiologis dan lingkungan. Manifestasi klinis gangguan afektif
bipolar antara lain terdapat fluktuasi suasana hati yang berlanjut selama berbulan-
bulan atau setelah satu episode, bisa terjadi bertahun-tahun tanpa terulangnya jenis
apapun.
Terdapat tiga tipe gangguan afektif bipolar yaitu gangguan bipolar tipe I,
gangguan bipolar tipe II dan gangguan cyclothimia. Tatalaksana yang dapat
diberikan pada pasien dengan gangguan afektif bipolar antara lain pemberian
farmakoterapi dan psikoterapi. Pada pasien dengan gangguan afektif bipolar perlu
diberikan edukasi berupa informasi mengenai gejala penyakit, perjalanan
penyakit, pengobatan, kepatuhan berobat, mengenali tanda-tanda kekambuhan,
menghindari faktor pencetus, strategi coping, dan mengatur aktivitas sosial.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.
2. Amir N. Dkk. PP. PDSKJI, Pedoman Nasional Pelayanan kedokteran Jiwa,
Gangguan Afektif Bipolar. 2012.
3. Iluas Syafarilla. 2019. Analisis Faktor yang Mempengarugi Risiko
Gangguan Bipolar. Jurnal Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Andalas Padang.
4. Vieta, E., Berk, M., Schulze, T. G., Carvalho, A. F., Suppes, T., Calabrese,
J. R., Gao, K., Miskowiak, K. W., & Grande, I. (2018). Bipolar
disorders. Nature reviews. Disease primers, 4, 18008.
5. Sperry, S. H. (2016). Examining the role of impulsivity in bipolar spectrum
psychopathology: Identification and expression in daily life. The University
of North Carolina at Greensboro.
6. National Institute of Mental Health. (2016). Bipolar Disorder.
7. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders. 5th Edition, American Psychiatric Association,
Washington DC.
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
9. Kaplan & Sadock, 2015. Synopsis Of Psychiatry: Behavioral
Scienes/Cinical/Psychiatri-Elevent Edition
10. Guyton AC, John E. Hall PD. Textbook of Medical Physiology. 12th ed.
Philadelphia: Elsevier, Inc.; 2012.

24
11. Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
12. Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana
gangguan bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar;
2010.hlm.2-21.
13. Modul Pelatihan Gangguan Bipolar PDSKJI, Diagnosis dan
Penatalaksanaan Gangguan Bipolar Bagi Psikiater.2011.
14. Masyhudi,AM. 2019. Panduan Praktis Klinis (PPK) Psikiatri RS Islam
Sultan Agung Semarang Nomor: 559.3/PER/RSISA/V/2019. Hal. 26-31.

25

Anda mungkin juga menyukai