Anda di halaman 1dari 24

DEPRESI PASCA SKIZOFRENIA

paper ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi


Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kedokteran Jiwa atau
Psikiatri RSUD Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH :
Aisyah nabila
71230891042

Pembimbing
dr. Ritha Mariati Sembiring, M. Ked(KJ), Sp. KJ

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
SUMATERA UTARA
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Dibacakan tanggal :
Nilai :

Dokter pembimbing,

dr. Ritha Mariati Sembiring, M. Ked (KJ), Sp. KJ


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper ini guna memenuhi
persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Depresi Pasca
Skizofrenia”. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada, dr. Ritha Mariati Sembiring, M. Ked (KJ), Sp. KJ
atas segala bimbingan dan arahannya dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
dan dalam pembuatan paper ini. Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak
kekurangannya, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna memperbaiki paper ini di kemudian hari. Harapan penulis
semoga paper ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua
serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam
praktik dimasyarakat.

Medan, 2 Agustus 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1. Depresi Pasca Skizofrenia ............................................................................ 3

2.1.1. Definisi.................................................................................................. 3

2.1.2. Etiologi.................................................................................................. 3

2.1.3. Patofisiologi .......................................................................................... 6

2.1.4. Tanda dan gejala ................................................................................... 9

2.1.5. Diagnosis............................................................................................. 10

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 11

2.1.7. Penatalaksanaan .................................................................................. 11

2.1.8. Prognosis ............................................................................................ 17

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Depresi adalah gangguan mental yang umum dan salah satu penyebab utama
kecacatan di seluruh dunia. Secara global, sekitar 300 juta orang terpengaruh
oleh depresi. Wanita lebih banyak terpengaruh daripada pria. Skizofrenia adalah
gangguan yang ditandai dengan gejala positif (delusi dan halusinasi), gejala
negatif (apatis dan penarikan diri) gejala disorganisasi (pikiran dan tindakan
tidak terorganisir) dan gangguan kognitif (memori, perhatian, memori kerja,
pemecahan masalah, kecepatan pemrosesan dan kognisi sosial). Seseorang
dengan skizofrenia memiliki eksistensi yang terbatas dan terisolasi, di samping
tingkat pengangguran yang tinggi, pendapatan rendah dan kesehatan fisik yang
buruk. Semua faktor ini berkontribusi terhadap tingginya tingkat depresi pada
orang dengan skizofrenia. Australian Survey of High Impact Psychosis
menyatakan bahwa orang-orang dengan penyakit psikotik memiliki tingkat
depresi yang tinggi (79,6% pada suatu waktu dalam kehidupan mereka dan
54,5% pada tahun sebelumnya).1
Skizofrenia adalah gangguan kesehatan mental kronis yg kompleks,
ditandai dengan serangkaian gejala (waham, halusinasi, ucapan/ perilaku tidak
teratur) dan gangguan kemampuan kognitif. Gambaran klinis dapat muncul
dengan berbagai manifestasi, namun secara umum didapatkan gejala positif
dan gejala negatif. Gejala positif adalah perilaku psikotik yang tidak terlihat
pada orang sehat, seperti delusi, halusinasi dan perilaku motorik abnormal
dalam berbagai tingkat keparahan. Gejala negatif termasuk penarikan sosial.
tidak merawat diri, kehilangan motivasi dan inisiatif, tumpul emosional, dan
kurang bicara. Gangguan kognitif merupakan ucapan, pikiran, atau perhatian
yang tidak teratur, yang pada akhirnya mengganggu kemampuan
berkomunikasi, menyebabkan disfungsi sosial dan pekerjaan. 2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah
tangga. Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang

1
mempunyai anggota rumah tangga pengidap skizofrenia/psikosis. Penyebaran
prevalensi tertinggi terdapat di Bali dan di Yogyakarta dengan masing-masing
11,1 dan 10,4 per 1.000 rumah tangga yang mempunyai ART mengidap
skizofrenia/psikosis. Berdasarkan data di wilayah Sumatera Utara sebanyak 6,3
per 1.000 rumah tangga yang mempunyai ART mengidap skizofrenia/psikosis.
Secara umum hasil riset riskesdas 2018 juga menyebutkan sebanyak 85%
pengidap skizofrenia/psikosis di Indonesia telah berobat. Proporsi rumah
tangga yang memiliki ART pengidap skizofrenia/psikosis yang
dipasung sebanyak 14%.1
Berdasarkan data diatas, maka diperlukan adanya suatu penanganan
yang bersifat komprehensif dan menyeluruh sebab tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga menjadi tanggungjawab bersama
dalam penanganan gangguan skizofrenia di masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Depresi Pasca Skizofrenia


2.1.1. Definisi
Depresi pasca pasca skizofrenia dapat mempengaruhi hubungan sosial
mereka, seperti kehilangan orang-orang yang dikasihi dalam hidup dan
dapat menjadi pemicu menurunnya keinginan hidup pasien bila tidak
ditangani dengan baik. Skizofrenia adalah sindroma klinik yang ditandai
oleh psikopatologi berat dan beragam, mencakup aspek kognisi, emosi,
persepsi dan perilaku, dengan gangguan pikiran sebagai gejala pokok.
Awitan biasanya sebelum usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup dan bisa
diderita oleh semua kalangan sosial-ekonomi.4
Depresi pasca skizofrenia Suatu episode depresif yang mungkin
berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan skizofrenia. Beberapa
gejala skizofrenia harus tetap ada tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya. Gejala-gejala yang menetap ini dapat merupakan gejala positif
ataupun negatif, meskipun gejala negative lebih sering ditemui. Adalah
tidak pasti dan tidak penting untuk diagnosis, sejauh manakah gejala-gejala
depresif itu ditampilkan dengan menghilangnya gejala-gejala psikosis
sebelumnya (lebih mungkin dari pada sebagai gejala yang baru timbul), atau
merupakan suatu bagian intrinsik skizofrenia, daripadmerupakan suatu
reaksi psikologis terhadap skizofrenia. Gejala jarang cukup parah atau
cukup luas untuk memenuhi kriteria sebagai suatu episode depresi yang
berat. Seringkali sulit untuk memutuskan gejala-gejala pasien yang mana
yang disebabkan oleh depresi dan mana yang disebabkan oleh oleh medikasi
neuroleptika atau karena gangguan dorongan kehendak dan mendatarnya
afek dari skizofrenia itu sendiri. Gangguan depresi ini disertai oleh suatu
peningkatan risiko bunuh diri. 5
2.1.2. Etiologi
Skizofrenia adalah gangguan perkembangan saraf otak. Penelitian
tentang skizofrenia belum pernah ada yang lebih memuaskan atau

3
menantang terutama berkaitan dengan pandangan dari faktor keturunan,
gen, dan faktor-faktor neurodevelopmental. Skizofrenia adalah sindroma
yang terdiri dari berbagai penyebab dan perjalanan penyakit. Interaksi antar
genetic dan lingkungan sangat berperan dalam munculnya skizofrenia.6

1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-
15% dan kembar satu telur 61-86%.
2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia
pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu
klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak
sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat
asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian
obat halusinogenik.
4. Susunan saraf pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan sistem saraf pusat (SSP)
yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis
yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang
inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya
skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang

4
salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan
lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
6. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan
sehingga tidak bertenaga lagi dan id yang berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini
yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara
proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala
skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder
(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
8. Proses Psikososial dan Lingkungan
a. Teori Perkembangan
Ahli teori seperti Feud, Sulliva, Erikson mengemukakan bahwa
kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-
tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya
identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas, dan menarik diri dari
hubungan pada penderita skizofrenia
b. Teori Keluarga
Teorti-teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya
skizofrenia belum divalidasi dengan penelitian. Bagian fungsi keluarga
yang telah diimplikasikan dalam pentingkatan angka kekambuhan
individu dengan skizofrenia adalah sangat mengekspresikan emosi
(high expressed emotion). Keluarga dengan cirri ini dianggap terlalu
ikut campur secara emosional, kasar dan kritis.
c. Status Sosial Ekonomi

5
Hasil penelitian yang konsisten adalah hubungan yang kuat antara
skizofrenia dan status sosial ekonomi yang rendah.
d. Model Kerentanan Stress
Model interaksional yang menyatakan bahwa penderita skizofrenia
mempunyai kerentanan genetic dan biologic terhadap skizofrenia.
Kerentanan ini, nila disertai degan pajanan stresos kehidupan, dapat
menimilkan gejala-gejala pada individu tersebut.
9. Umur
Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar menderita
skizofrenia dibandingkan umur 17-24 tahun.
10. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin pria lebih dominan terjadi skizofrenia sekitar (72%) pria
kemungkinan beresiko karena kaum pria menjadi penopang utama rumah
tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan hidup.7

2.1.3. Patofisiologi
Didalam otak terdapat miliyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel
menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan
sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut
neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu
ke ujung sambungan sel yang lain. Didalam otak yang terserang skizofrenia,
terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Bagi
keluarga dengan penderita skizofrenia didalamnya, akan mengerti dengan
jelas apa yang dialami penderita skiofrenia dengan membandingkan otak
dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem switch pada otak bekerja
dengan normal, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga
tidak berhasil mencapai sambungan sel yang disetujui. Skizofrenia terbentuk
secara bertahap dimana keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu
yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan
yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi
dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi
skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan
kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan

6
berpikir. Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba.Perubahan
perilaku yang sangat dramatis terjadi beberapa hari atau minggu. Serangan
yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut tersebut. Kebanyakan
didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak
dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya.
Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkatkan menjadi apa yang
disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter sebagai
manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali,
depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri.7
Fase-fase Perjalan Penyakit Skizofrenia: 8
1. Fase Pramorbid (Sebelum Sakit)
Tanda dan gejala pramorbid muncul sebelum fase prodromal penyakit.
Tanda dan gejala pramorbid ada sebelum proses penyakit. Riwayat
skizofrenia pramorbid, pasien memiliki kepribadian skizoid atau skizotipal
yang dicirikan sebagai pendiam, pasif, dan tertutup sehingga pada masa
anak-anak, mereka memiliki sedikit teman. Pada masa remaja
praskizofrenia mungkin tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki
teman kencan dan mungkin menghindari menjadi tim olahraga. Mereka
mungkin menikmati menonton film dan televisi, mendengarkan musik,
atau bermain game komputer dengan mengesampingkan kegiatan sosial.
Pola gejala pramorbid mungkin merupakan bukti pertama penyakit,
meskipun gejala biasanya hanya diketahui secara retrospektif. Tanda-
tandanya mungkin dimulai dengan keluhan tentang gejala somatik, seperti
sakit kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan, dan masalah
pencernaan. Selama tahap ini, seorang pasien mungkin mulai
mengembangkan minat pada ide-ide abstrak, filsafat, dan pertanyaan-
pertanyaan gaib atau keagamaan. Beberapa fase perjalanan penyakit
gangguan skizofrenia meliputi fase prodromal, aktif, residual, remisi dan
recovery.
2. Fase Prodromal
Tanda dan gejala prodromal adalah bagian dari gangguan yang
berkembang. Pada fase prodromal ini terdapat gejala-gejala negatif. Tanda

7
dan gejala prodromal tambahan dapat mencakup perilaku yang sangat aneh,
afek abnormal, bicara yang tidak biasa, ide- ide aneh, dan pengalaman
persepsi yang aneh. Timbulnya gejala dimulai pada masa remaja dan diikuti
dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari hingga
beberapa bulan. Perubahan sosial atau lingkungan, seperti pergi ke
perguruan tinggi, menggunakan zat, atau kematian kerabat, dapat memicu
gejala yang mengganggu, dan sindrom prodromal dapat berlangsung satu
tahun atau lebih sebelum timbulnya gejala psikotik yang nyata atau lebih
singkat.
3. Fase Aktif
Pada fase aktif ditandai dengan munculnya gejala-gejala positif dan
memberatnya gejala negatif.
4. Fase Residual
Fase residual ini di tandai dengan mulai berkurang sampai hilangnya
gejala positif tetapi masih ada gejala negatif.
5. Fase Remisi
Kriteri fase remisi ditentukan dengan menggunakan kriteria delapan
butir PANSS (Positive and Negative Symptoms Scale) yang nilainya tidak
lebih dari tiga dan bertahan selama enam bulan. Fungsi pekerjaan dan sosial
tidak menjadi kriteria pada remisi. Kedelapan simptom tersebut adalah:
1) P1 (Waham)
2) P2 (Kekacauan proses pikir)
3) P3 (Perilaku halusinasi)
4) G9 (Isi pikir tidak biasa)
5) G5 (Menerisme dan postur tubuh)
6) N1 (Penumpulan afek)
7) N4 (Penarikan diri secara sosial)
8) N6 (Kurangnya spontanitas dan arus percakapan)
6. Fase Recovery
Pasien dinyatakan pulih (recovery) jika pasien bebas dari simptom
skizofrenia dan membaiknya fungsi sosial serta pekerjaan pasien yang
berlangsung minimal selama dua tahun. Pasien tetap dalam pengobatan.8

8
2.1.4. Tanda dan gejala
skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu gejala positif dan gejala negatif:
1. Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak
mampu mengintepretasikan dan respons pesan atau rangsangan yang
datang. Klien skizofrenia mendengar suara-suara atau meliht sesuatu
yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak
biasa pada tubuhnya. Auditory hallucintion, gejala yang biasanya
timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang
suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang
suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya,
seperti bunuh diri Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang
kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan
dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik
dijalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau dianggap suatu iisyarat
dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi
seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai,
atau hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah pada masalah
dimana klien skizofreni tidak mampu memproses dan mengatur
pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan
antara kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu
mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan
dan tidak bisa ditangkap oleh logika. Ketidak mampuan dalam berpikir
mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan.
Hasilnya kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri
dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya. Semua itu membuat
penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak
berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa
mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.

9
2. Gejala negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan
energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang
malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit,
mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan.
Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar.
Klien skizofrenia tidak memiliki ekspressi baik raut muka maupun
gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun.
Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain,
tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka. Depresi yang tidak
mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian
dari hidup skizofrenia. Mereka tidak memiliki perilaku yang
menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain,
dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat
menyakitkan. Disamping itu, perubahan otak secara biologis juga
memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan
membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka
selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia
menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi
serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun keatas. Skizofrenia bisa
menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun
tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak
1% dari jumlah manusia yang ada di bumi.7

2.1.5. Diagnosis
Diagnosis Skizofrenia menurut PPDGJ III
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b. beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan

10
c. gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam
kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas
dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai (F20.0-F20.3).9
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien skizofrenia terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
yang harus dilakukan untuk menentukan diagnosa skizofrenia meliputi:
1. Pemeriksaan Psikologi
a. Pemeriksaan Psikiatri
Pada pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah seseorang
mampu menjalankan aktivitas terrentu dengan baik, juga berinteraksi
dengan sesamanya.
b. Pemeriksaan Psikometri
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi bakat,
kepribadian, tingkah laku, dan kemampuan sesorang. Tujuan utrama tes
adalah menilai kelayakan seseorang menjalankan pekerjaan atau posisi
tertentu. Tes psikometri dilakukan dengan memberi kuisioner, tes
kepribadian, dan memeriksa pencapaian akademik peserta.
2. Pemeriksaan lain jika diperlukan: Darah rutin, fungsi hepar, faal ginjal,
enzim hepar, Elektro Kardiografi (EKG), CT scan, Elektro Encephalografi
(EEG).7

2.1.7. Penatalaksanaan
Antipsikotik Generasi Pertama (APG-1)8
Fenotiazin
Semua Fenotiazin mempunyai struktur yang sama, yaitu tiga cincin.
Terdapat perbedaan pada rantai samping atom nitrogen cincin tengah.
Substitusi pada rantai alifatik, seperti klopromazin, menyebabkan turunnnya
potensi AP. Obat ini menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek antikolinergik.
Tidak ada atom klorin pada posisi dua pada klorpromazin akan menghasilkan

11
promazin. Promazin yaitu antipaikotik lemah. Mensubsitusi piperidin pada
posisi sepuluh dapat menghasilkan antispikotika seperti tioridazin.
Fluphenazine dan trifluoperazin merukapan antipsikotika kelompok
piperazin yang disubstitusi pada posisi sepuluh.

Klorpromazin.
• Memblokir reseptor D2, mengurangi gejala positif psikosis dan
memperbaiki perilaku lainnya.
• Kombinasi dopamin D2, histamin H1, dan blokade M1 kolinergik di pusat
muntah dapat mengurangi mual dan muntah.
• Rentang dosis 200–800 mg/hari, dosis awal 25-100mg/hari.
• Injeksi kerja cepat: 25-50mg/injeksi, setiap 6-8 jam sesuai kebutuhan.
Maksimum 200mg/hari.

Trifluoperazine
• Memblokir reseptor D2, mengurangi gejala positif psikosis.
• Rentang dosis 15–20 mg/hari, dosis awal 2–5 mg dua kali sehari,
meningkat secara bertahap selama 2-3 minggu Fluphenazine .
• Memblokir reseptor D2, mengurangi gejala positif psikosis
• Oral: pemeliharaan 1–20 mg/hari, dosis awal 0,5–10 mg/hari terbagi
dosis; maksimum 40 mg/hari.
• Injeksi decanoate IM : 12,5–100 mg/2 minggu (long acting).

Haloperidol
Merupakan piperidin yang paling sering digunakan.
• Memblokir reseptor D2, mengurangi gejala positif dan agresif, eksplosif,
dan perilaku hiperaktif.
• Memblokir reseptor D2 di jalur nigrostriatal.
• Oral dosis 1–40 mg/hari, awal 1–15 mg/hari; bisa memberi sekali setiap
hari atau dalam dosis terbagi di awal pengobatan selama eskalasi dosis
cepat; meningkat sesuai kebutuhan.
• Injeksi decanoate 50-100mg tiap 2minggu-1 bulan (long acting).

12
• Injeksi kerja cepat : dosis awal 2–5 mg; dosis berikutnya dapat diberikan
sesering setiap jam; pasien harus beralih ke pemberian oral segera setelah
mungkin.

Antipsikotik Generasi Kedua (APG-II)


Dikenal sebagai antagonis serotonin-dopamin yang efikasinya lebih baik
dan efek samping gejala ekstrapiramidal rendah dan hiperprolaktinemia lebih
sedikit dibandingkan dengan antipsikotik generasi pertama.7
Klozapin
• Klozapin sebagai antagonis serotonin 5-HT2A - dopamine D2(SDA).
• Metabolisme terutama dihati dan saluran cerna.
• Rerata dosis klozapin 150-600mg/hari.
• Afinitas terhadap D2 rendah sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi sehingga
resiko efek samping ekstrapiramidal rendah.
• Klozapine merupakan satu-satunya obat antipsikotik yang dilaporkan
memiliki efek mengurangi risiko bunuh diri.
• Klozapine memiliki efek samping yang dapat bersifat fatal dan
mengancam jiwa yaitu agranulositosis.
• Klozapine juga memiliki efek meningkatkan risiko kejang, peningkatan
berat badan, sedasi berlebih dan peningkatan salivasi.
• Indikasi: pasien kronis dan resisten antipsikotik lain.
Risperidon
• Risperidone merupakan derivat benzisoksazol yang merupakan APG-II
pertama yang mendapat persetujuan Food Drug Association (FDA)
setelah klozapin.
• Pada preprat oral risperidone tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Risperidone dalam bentuk tablet 1mg, 2mg, 3mg.
Rentang dosis yang biasa digunakan 4- 8 mg. Risperdon juga tersedia
dalam bentuk long-acting yang dapat diberikan setiap dua minggu, dapat
diberikan secara intramuskular.
• Efek samping risperidon antara lain sindrom metabolik, eritema
multiforme, ansietas, dan insomnia.

13
Paliperidon
• Paliperidone, metabolit aktif risperidone juga dikenal sebagai 9-hidroksi-
risperidon, bekerja sebagai antagonis reseptor serotonin 5-HT2A dan
dopamin D2.
• Profil pengikatan paliperidone mirip dengan risperidone. Perbedaannya
paliperidone tidak dimetabolisme secara hati, dieliminasi berdasarkan
ekskresi urin.
• Dosis awal paliperidon dimulai 6 mg, meningkat 9 mg pada hari ke 8,
bahkan sampai 12 mg pada hari ke 15.
• Paliperidon palmitan (PP) injeksi jangka panjang diberikan setiap 4
minggu dan tidak memerlukan obat oral diawal pemberiannya. Dosis
awal 150 mg dan diberikan dosis ekuivalen 100mg pada hari ke 8,
diberikan IM deltoid. Selanjutkan diberikan setiap bulan 75-150 mg, IM
detoid atau gluteus.
• Efek samping konstipasi, insomnia, penambahan berat badan dan tremor.

Olanzapin
• Merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT2A dan dopamine D2.
Efektif untuk mengobati skizofrenia baik gejala positif maupun negatif.
• Efek samping ekstrapiramial rendah, namun efek samping sedasi tinggi,
peningkatan berat badan dan memiliki risiko kardiometabolik
(meningkatan trigliserid puasa, resistensi insulin) paling tinggi.
• Olanzapin memblok D2 lebih besar dibandingkan klozapin sehingga
dosis lebih tinggi dapat meningkatkan kadar prolaktin dan efek samping
esktrapiramidal.

Quetiapin
• Quetiapin merupakan dibenzotiazepin dengan potensi mengahambat
5HT2A lebih kuat dibandingkan D2.
• Dosis pada quetiapin seperti 3 beruang. Papa bear yaitu antipsikotik
quetiapin dengan dosis 800 mg XR. Mama bear yaitu antidepresan
quetiapin 300 mg XR dan Baby Bear yaitu hipnotik quetiapin 50 mg IR.

14
• Quetiapin dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan resistensi
insulin ketika diberikan pada dosis yang tinggi.

Antipsikotik Generasi Ketiga (APG-III)


Merupakan antipsikotik dengan agonis parsial reseptor dopamine D2.
Agonis parsial merujuk kepada kemampuan untuk menghambat reseptor bila
reseptor tersebut terstimulasi berlebihan dan mampu merangsang reseptor
bila diperlukan peningkatan aktivitas reseptor tersebut. Kelebihan lainnya
yaitu afinitasnya terhadap reseptor D3 yang berpengaruh terhadap
peningkatan fungsi kognitif.
Aripripazol
• Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, dan 5HT1A serta
antagonis 5HT2A.
• Aripiprazole tidak menyebabkan penambahan berat badan dan
peningkatan resiko kardiometabolik, seperti peningkatan kadar
trigliserida atau peningkatan resistensi insulin.
• Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan injeksi jangka
pendek dan jangka panjang. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu
antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Kisaran dosis anjuran yaitu
antara 10-30 mg/hari.
• Efek samping dapat terjadi mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan
untuk memberikan dosis awal lebih rendah.

Ziprazidon
• Merupakan kombinasi antagonis 5HT2A dan D2, tanpa gejala
ekstrapiramidal, antimuskarinik, anti α1, atau antihistaminergik.
• Kadar puncak setelah pemberian dosis tunggal dan beberapa dosis sama,
dicapai 2-6 jam. Kirasan Tmax 4-5 jam. Bioavailabilitasnya menjadi dua
kali lipat bila diberikan bersama makanan.
• Tidak perlu penyesuaian dosis pada gangguan hati dan renal.
Dieskresikan melalui urin dan feses.

15
Cariprazine
• Merupakan agonis parsial reseptor dopamin D3, D2 dan reseptor
serotonin 5HT1A dan antagonis reseptor serotonin 5HT2B, 5HT2A dan
histamin H1.
• Afinitas lebih tinggi terhadap D3 dibandingkan antipsikotik lain,
berpotensi memperbaiki gejala negatif, kognitif dan suasana hati.
• Efektif dalam eksaserbasi akut dan mencegah kekambuhan. Dosis
mulai dengan 1.5 mg dan dapat ditingkatkan dosisnya. Rentang dosis
1.5-6 mg
.
Brexpiprazole
• Antipsikotik atipikal yang bekerja sebagai agonis parsial pada reseptor
serotonin 5HT1A dan dopamin D2 dan antagonis pada serotonin
5HT2A.
• Brexpiprazole menjadi pilihan pengobatan eksaserbasi akut skizofrenia
yang memerlukan rawat inap atau pengobatan tambahan untuk
gangguan depresi mayor yang kurang respons terhadap 1 hingga 3
antidepresan.
• Dosis awal 1mg, rentang dosis 2-4 mg, maksimum 4mg/hari.

Terapi Skizofrenia Resisten Clozapin


• Definisi resisten pengobatan masih dalam perdebatan.
• Sebelum menilai resisten pengobatan, nilai dahulu kepatuhan
pengobatan.
• Non responsif didefinisikan sebagai kurangnya respons klinis yang
memuaskan, meskipun pengobatan dengan setidaknya dua obat
antipsikotik selama 6 minggu.
• Penekanan resistensi pengobatan adalah pada keparahan dan respons
gejala positif.
• Pada studi terapi skizofrenia resisten clozapin mengharuskan pasien
untuk memiliki tingkat keparahan sedang pada 2 dari 4 item brief

16
psychiatric rating scale (BPRS) yaitu (disorganisasi konseptual, konten
pemikiran yang tidak biasa, kecurigaan, dan perilaku halusinasi).
• Belum ada rekomendasi khusus untuk terapi skizofrenia resisten
clozapin.
• Kemungkinan dapat dilakukan penambahan antipsikotik atau ECT serta
strategi augmentasi.
Terapi Depresi pasca Skizofrenia
Penatalaksanaan pada pasien ini dapat dilihat pada bagan 1 yang diberikan
psikoterapi dan farmakoterapi. Psikoterapi dengan strategi coping dan
farmakoterapi dengan Risperidon 2x2 mg dan Fluoxetine 1x20 mg.
Pasien dengan depresi pasca skizofrenia diberikan psikoterapi untuk
membantu pasien mengembangkan strategi coping yang lebih baik dalam
mengatasi stresor kehidupan sehari-hari. Jenis psikoterapi yang diberikan
tergantung pada kondisi pasien dan preferensi terapis atau dokternya. Pasien
dapat diberikan psikoterapi suportif atau reedukatif seperti psikoterapi kognitif,
atau terapi perilaku atau psikoterapi rekonstruktif.1

2.1.8. Prognosis
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai
l0 tahun setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya
sekitar I 0 sampai 20 persen pasien yang dapat dideskripsikan memiliki hasil
akhir yang baik. Lebih dari 50 persen pasien dapat digambarkan memiliki
hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi geiala,
episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Meski terdapat
gambaran yang kelam ini, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan
penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis
yang baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10 sampai 60
persen, dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20 sampai 30 persen
dari semua pasien skizofrenik mampu menialani kehidupan yang kurang
lebih normal. Sekitar 20 sampai 30 persen pasien terus mengalami gejala
sedang, dan 40 sampai 60 persen pasien tetap mengalami hendaya secara
signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup mereka. Pasien
skizofrenia memang memiliki prognosis lebih buruk dibanding pasien

17
dengan gangguan mood, meski 20 sampai 25 persen pasien gangguan mood
iuga mengalami gangguan yang parah pada tindak-lanjut.langka panjang.10

18
BAB III
KESIMPULAN

Skizofrenia adalah gangguan mental yang perjalanan penyakitnya


berlangsung kronis dan sering relaps. skizofrenia residual merupakan keadaan
kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang
jelas dan gejala-gejala berkembang kearah gejala negative yang lebih
menonjol. Gejala negative terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan
aktivitas, penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan
pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri
dan fungsi sosial. Skizofrenia disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor
genetika, usia, neurotransmitter, faktor keluarga dll. Terapi utama pada
skizofrenia adalah terapi farmakologi. Episode depresif pada pasien pasca
skizofrenia biasanya berpotensi menjadi lebih berat dan membutuhkan terapi
dan penanganan yang sesuai.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Panjaitan, A. P., & Septa . Diagnosis Dini Depresi Pasca Studi Kasus di RS
Jiwa. Lampung : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2018. p
6(2), 4–12.
2. Jusup I. Buku Ajar_Psikiatri Neurobiologi Skizofrenia. Bab I Neurologi
Skizofrenia. Semarang : Undip Press. Universitas Diponegoro. 2019. p 10-
12
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.p 185-193
4. Sudira GP. Buku Panduan Belajar koas Ilmu Kedokteran Jiwa. Bab I
Pisikiatri Klinis. Denpasar: Udayana University press, ; 2017.p 11
5. Yudhantara D. sinopsis skizofrenia.Bab I defenisi Skizofrenia. Malang: UB
Press. 2018. p 36-37
6. Ardiansyah S. Tribakti I. Suprapto. Yunike. Febrianti I. Sarpiah E. et.all.
Kesehatan Mental. Sumatera Barat : PT Global Eksekutif Teknologi. 2021. p
206
7. Yunita R. Isnawati AI. Addriarto W. Buku Ajar Psikoterapi Self Help Group
Pada Keluarga Pasien Skizofrenia.Bab III Gambaran Skizofrenia. Sulawesi
Selatan :Yayasan Ahmar Cendikia Indonesia. 2020.p 27-35
8. Fitrikasari A. Kartikasari L. Buku Ajar Skizofrenia. Fase-fase perjalanan
penyakit skizofrenia. Semarang: Undip Press Semarang. 2022.p 15-16
9. Maslim, R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi III. Jakarta : Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya, 2021. P 50.
10. Sadock, B.J. Sadock, V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi II. Jakarta : EGC
2010. p 164

20

Anda mungkin juga menyukai