Anda di halaman 1dari 23

Referat

Skizofrenia
(F.20)

Disusun Oleh :
Khairannisa
Kintan Ayu Fannissa
Zulfa Nur Hanifah

Pembimbing :
dr. Andriza, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis mengucapkan kepada Allah Subhnallahuwata’ala.

Karena atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang

berjudul “Skizofrenia F.20” Penulis menyusun referat ini untuk memahami lebih

dalam mengenai gangguan proses berfikir, gangguan emosi, gangguan minat, dan

gejala sekunder berupa waham dan halusinasi. Serta sebagai salah satu syarat

dalam menempuh ujian Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada dokter pembimbing di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran

Universitas Riau - Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru dr. Andriza, Sp.KJ atas

saran dan bimbingannya dalam menyempurnakan penulisan referat ini.

Penulis sadar pembuatan referat ini memiliki kekurangan. Saran dan kritik

yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengaharapkan

semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua .

Pekanbaru, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI….…………………………………………………………………..iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.3 Metode Penelitian......................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
2.1 Definisi......................................................................................................4
2.2 Epidemiologi.............................................................................................5
2.3 Etiologi....................................................................................................5
2.4 Patogenesis................................................................................................8
2.5 Klasifikasi..................................................................................................9
2.6 Gejala......................................................................................................12
2.7 Diagnosis.................................................................................................15
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................18
BAB III..................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan..............................................................................................20
3.2 Saran........................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Skizofrenia merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan

munculnya gangguan pikiran, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh pada

individu.1,2 Skizofrenia disebabkan oleh pengaruh genetik, fisik dan sosial

budaya.1,2 Gejalanya meliputi gejala primer yaitu gangguan proses berfikir,

gangguan emosi, gangguan minat, autisme, dan gejala sekunder berupa

waham dan halusinasi.3

Skizofrenia merupakan penyakit kronis yang dapat berlangsung

seumur hidup dikarenakan penyakit ini muncul dari banyak faktor, dengan

manifestasi perilaku yang bervariasi. Penyakit ini juga merupakan

penyakit dengan angka kekambuhan yang tinggi sehingga memerlukan

tatalaksana baik dari aspek farmakologis dan nonfarmakologis yang

komperhensif. Hal ini dipengaruhi oleh respon yang berbeda pada setiap

individu merupakan cerminan dari interaksi gen, pembangunan

kepribadian dan lingkungan.4

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa

penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia

sebanyak 7,0%. Provinsi Riau memiliki prevalensi skizofrenia sebesar

6,1%.5 Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara

perlahan-lahan meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan

prodromal (awal sakit), fase aktif, dan fase residual (sisa). Fase
prodormal akan timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa

minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik

menjadi jelas. Fase prodormal ditandai adanya gejala berupa hendaya

fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan

fungsi perawatan diri. Fase selanjutnya yaitu fase aktif dimana gejala

psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi,

waham, halusinasi disertai gangguan afek. Fase aktif akan diikuti oleh

fase residual dengan gejala-gejala fase ini sama dengan fase prodromal

tetapi gejala psikotiknya sudah berkurang.6

1.2 Tujuan Penulisan

1. Memahami definisi, etiologi, faktor risiko dan manifestasi klinis

skizofrenia.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran

khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.

3. Memenuhi salah satu syarat ujian Kepanitraan Klinik Senior di Bagian

Ilmu Kedokteran Jiwa Tampan Pekanbaru.

1.3 Metode Penelitian

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu

pada beberapa literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat di bidang psikiatri,

menyebabkan hendaya berat, tidak mampu mengenali realitas sehingga

tidak mampu menjalankan kehidupan sehari-hari seperti orang normal,

dengan perjalanan kronis ditandai dengan kekambuhan yang terjadi secara

berulang. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan

gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang

terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara

logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai,

dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh),

pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali

masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.

Orang-orang yang menderita skizofrenia umunya mengalami beberapa

episode akut, diantara setiap episode mereka sering mengalami simptom–

simptom yang tidak terlalu parah namun tetap sangat menggagu

keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan penyalahguanaan zat

merupakan masalah utama bagi para pasien skizofrenia, terjadi pada

sekitar 50%.7

3
2.2 Epidemiologi

Skizofrenia adalah masalah kesehatan masyarakat yang

mempengaruhi populasi dunia secara global. Data epidemiologis sejak dua

dekade yang lalu menyebutkan perkiraan kejadian skizofrenia adalah 1-2

permil populasi, namun penelitian WHO sekarang menampilkan bahwa

angka ini sudah meningkat menjadi 1-3% populasi umum. Efek kepadatan

penduduk sejalan dengan pengamatan pravelensi skizofrenia. Kota dengan

lebih dari 1 juta orang penduduk memiliki tingkat kejadian skizofrenia

yang lebih tinggi dari pada kota dengan penduduk 100.000-500.000.

Pengamatan ini meyatakan bahwa stressor sosial di suasana perkotaan

mempengaruhi timbulnya skizofrenia pada orang yang berisiko.8

2.3 Etiologi

Skizofrenia didiskusikan seolah-olah sebagai suatu penyakit yang tunggal

namun katagori diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan, mungkin dengan

kausa yang heterogen, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak yang

serupa. Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia, tetapi hasil

penelitian menyebutkan ada beberapa etiologi yang menyebabkan skizofrenia.

Secara biologi, tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik

yang ditemukan pada penderita skizofrenia. Gangguan organik dapat terlihat pada

sub populasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran

ventrikel 3 dan lateral yang stabil dan terkadang sudah terlihat sebelum awitan

penyakit, atrofi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik pada girus

4
parahipocampus, hipocampus dan amygdala, disorientasi spasial sel piramid

hipocampus dan penurunan volume korteks prefrontal dorso lateral. Beberapa

penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini statis dan telah dibawa sejak

lahir dan beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasinya menunjukkan

gangguan perilaku yang ditemui gangguan skizofrenia, misalnya gangguan

hipocampus dikaitkan dengan infermen memori dan atrofi lobus frontalis

dihubungkan dengan gejala negatif skizofrenia.1

Melihat dari segi biokimia, skizofrenia timbul akibat aktivitas

dopaminergik yang berlebihan. Teori ini berkembang berdasarkan dua

pengamatan. Pertama, kemanjuran serta potensi sebagian besar obat antipsikotik

(yaitu, antagonis reseptor dopamin), berkorelasi dengan kemampuannya bertindak

sebagai antagonis reseptor dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obat yang meningkatkan

aktivitas dopaminergik, yang terkenal adalah afetamin, bersifat psikotomimetik.

Teori dasar ini tidak menguraikan apakah hiperaktivitas dopaminergik disebabkan

pelepasan dopamin yang berlebihan, reseptor dopamin yang terlalu banyak,

hipersensitivitas reseptor dopamin terhadap dopamin, atau kombinasi mekanisme

tersebut. Jalur dopamin di otak yang terlibat juga tidak dirinci dalam teori ini,

meski jalur mesokortikal dan mesolimbik paling sering disebut. Peran signifikan

dopamin dalam patofisiologi skizofrenia sejalan dengan studi yang mengukur

konsentrasi plasma metabolit utama dopamin, asam homovalinat. Studi

melaporkan adanya korelasi positif antara konsentrasi asam homovanilat dan

tingkat keparahan gejala yang timbul pada pasien. Penurunan asam homovalinat

berkorelasi dengan perbaikan gejala pada setidaknya beberapa pasien.1

5
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna,

kompleks dan poligen. Skizofrenia adalah gangguan yang bersifat familial,

semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko terjadinya skizofrenia.

Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia

serta secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan

skizotipal, gangguan obsesif - kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan

gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.1

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam

menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang berisiko

adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang tidak harmonis,

memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat protektif, terlalu ikut campur,

sangat mengritik, dan sering tidak dibebaskan oleh keluarganya.1 Beberapa

peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh pada

keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas

dan sedikit tidak logis. Penelitian terbaru menyampaikan bahwa pola komunikasi

keluarga tersebut mungkin disebabkan dampak memiliki anak skizofrenia.1

Seseorang memiliki kerentanan spesifik (diathesis), yang jika mengalami

stress akan dapat memicu munculnya gejala skizofrenia. Stressor atau diathesis ini

bersifat biologis, lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan biologikal

(seperti infeksi) atau psikologis (seperti kematian orang terdekat).8

6
2.4 Patogenesis

Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahanlahan

meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan prodromal (awal sakit), fase aktif,

dan keadaan residual.8 Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu

penyakit. Pemahaman pada fase prodromal menjadi sangat penting untuk deteksi

dini, karena dapat memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar untuk

mencegah berlarutnya gangguan, disabilitas dan memberi kemungkinan

kesembuhan yang lebih besar jika diberi terapi yang tepat. Tanda dan gejala

prodromal skizofrenia berupa cemas, depresi, keluhan somatik, perubahan

perilaku dan timbulnya minat baru yang tidak lazim. Gejala prodromal tersebut

dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis pasti

skizofrenia ditegakkan. Keluhan kecemasan dapat berupa perasaan khawatir,

waswas, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan merasa diteror. Keluhan

somatik dapat berupa nyeri kepala, nyeri punggung, kelemahan dan gangguan

pencernaan. Perubahan minat, kebiasaan dan perilaku dapat berupa pasien

mengembangkan gagasan abstrak, filsafat dan keagamaan. Munculnya gejala

prodromal ini dapat terjadi dengan atau tanpa pencetus, misalnya trauma emosi,

frustasi karena permintaannya tidak terpenuhi, penyalahgunaan zat, berpisah

dengan orang yang dicintai.8

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara

klinis yakni kekacauan alam pikir, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien

terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman dirinya buruk atau bahkan tidak

ada. Diagnosis pada pasien gangguan skizofrenia dapat ditegakkan pada fase aktif,

7
biasanya terdapat waham, halusinasi, hendaya penilaian realita, serta gangguan

alam pikiran, perasaan dan perilaku.8 Pada fase residual ditandai dengan

menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia, hanya tersisa beberapa gejala

sisa, misalnya berupa penarikan diri, hendaya fungsi peran, perilaku aneh,

hendaya perawatan diri, afek tumpul afek datar, merasa mampu meramal atau

peristiwa yang belum terjadi, ide atau gagasan yang aneh, tidak masuk akal.8

2.5 Klasifikasi

Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosa

ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan:9

a. Skizofrenia tipe paranoid ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi korban

atau dimata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang

keagamaan yang berlebihan (fokus waham agama), atau perilaku agresif dan

bermusuhan.

b. Skizofrenia tipe tidak terorganisasi ditandai dengan afek datar atau afek yang

tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, dan disorganisasi

perilaku yang ekstern.

c. Skizofrenia tipe katatonik ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata,

baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan,

negativisme yang ekstrem, mutisme, gerakan volunter yang aneh, ekolalia,

atau ekopraksia. Imobilitas motorik dapat terlihat berupa katalepsi

(flexibilitas cerea) atau stupor. Aktivitas motorik yang berlebihan terlihat

tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal.

8
d. Skizofrenia tipe tidak dapat dibedakan ditandai dengan gejala-gejala

skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai gangguan pikiran, afek, dan

perilaku.

e. Skizofrenia tipe residual ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia

sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari masyarakat, afek

datar, serta asosiasi longgar.

Sedangkan berdasarkan “Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)” Skizofrenia di klasifikasikan menjadi beberapa

tipe, di bawah ini yang termasuk dalam klasifikasi skizofrenia:2

a. Skizofrenia paranoid (F20.0) Pedoman diagnostik paranoid yaitu :

 Memenuhi kriteria umum diagnosis.

 Halusinasi yang menonjol.

 Gangguan afektif, dorongan pembicaraan, dan gejala katatonik

relatif tidak ada.

b. Skizofrenia hebefrenik (F20.1) Pedoman diagnostik pada skizofrenia

hebefrenik, yaitu :

 Diagnostik hanya di tegakkan pertama kali pada usia remaja

atau dewasa muda (15-25 tahun).

 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan

senang menyendiri.

 Untuk menegakkan diagnosis membutuhkan pengamatan

kontinu selama 2-3 bulan.

9
c. Skizofrenia katatonik (F20.2) Pedoman diagnostik pada skizofrenia

katatonik antara lain :

 Stupor (reaktifitas rendah dan tidak mau berbicara).

 Gaduh-gelisah (aktivitas motorik yang tidak bertujuan tanpa

stimuli eksternal).

 Diagnostik katatonik tertunda apabila diagnosis skizofrenia

belum tegak di karenakan klien tidak komunikatif.

d. Skizofrenia tak terinci (F20.3), pedoman diagnostik skizofrenia tak

terinci yaitu :

 Tidak ada kriteria yang menunjukkan diagnosa skizofrenia

paranoid, hebefrenik, dan katatonik.

 Tidak mampu memenuhi diagnosis skizofrenia residual atau

depresi pasca-skizofrenia.

e. Skizofrenia pasca-skizofrenia (F20.4), pedoman diagnostik skizofrenia

pasca skizofrenia antara lain :

 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak

mendominasi.

 Gejala depresif menonjol dan mengganggu

f. Skizofrenia reidual ( F20.5), pedoman diagnostik skizofrenia residual

antara lain :

 Ada riwayat psikotik.

 Tidak dimensia atau gangguan otak organik lainnya.

10
g. Skizofrenia simpleks (F20.6), pedoman diagnostik skizofrenia

simpleks antara lain :

 Gejala negatif yang tidak di dahului oleh riwayat halusinasi,

waham, atau manifestasi lain.

 Adanya perubahan perilaku pribadi yang bermakna.

2.6 Gejala

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok gejala positif

dan gejala negatif. Gejala positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon

terhadap faktor pemicu dan erat kaitanya dengan adanya konflik. Gejala negatif

berkaitan erat dengan faktor biologis, sedangkan gangguan dalam hubungan

interpersonal mungkin timbul akibat kerusakan intrapsikis, namun mungkin juga

berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.1 Pada gejala negatif terjadi

penurunan, pengurangan proses mental atau proses perilaku (behavior). Hal ini

dapat menganggu bagi pasien dan orang disekitarnya, berikut gejala negatif pada

penderita skizofrenia.

 Gangguan dan emosi, pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek dan

emosi (emotional blunting), misalnya pasien menjadi acuh tak acuh

terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga

dan masa depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya

kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional

rapport), terpecah belahnya kepribadian maka hal-hal yang berlawanan

mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu

11
orang yang sama atau menangis, dan tertawa tentang suatu hal yang sama

(ambivalensi).10

 Alogia, penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan

pembicaraan. Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula

pasien yang mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti

bicara, dan baru bicara lagi setelah tertunda beberapa waktu.10

 Avolisi, ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak,

gerakannya miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara

dan tidak ikut beraktivitas jasmani.10

 Anhedonia, tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari

pertemanan dengan orang lain (asociality) pasien tidak mempunyai

perhatian, minat pada rekreasi. Pasien yang sosial tidak mempunyai teman

sama sekali, namun ia tidak memperdulikannya.10

 Gejala psikomotor, adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan

sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan

saja maka dapat dilihat adanya gerakan yang kurang luwes atau agak kaku,

stupor dimana pasien tidak menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat

berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun

lamanya pada pasien yang sudah menahun, hiperkinase yaitu pasien terus

bergerak saja dan sangat gelisah.8

12
Gejala positif ditandai dengan adanya sensasi oleh pasien, padahal tidak

ada yang merangsang atau mengkreasi sensasi tersebut. Dapat timbul pikiran yang

tidak dapat dikontrol pasien.

 Delusi (Waham), merupakan gejala skizofrenia dimana adanya suatu

keyakinan yang salah pada pasien.Waham yang sering muncul pada pasien

skizofrenia adalah waham kebesaran, waham kejaran, waham sindiran,

waham dosa dan sebagainya.8

 Halusinasi, mendengar suara, percakapan, bunyi asing dan aneh atau

malah mendengar musik, merupakan gejala positif yang paling sering

dialami penderita skizofrenia.10

2.7 Diagnosis

Kriteria diagnosis skizofrenia pada PPDGJ-III atau ICD-10 yakni

sebagai berikut :

a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala tersebut kurang

jelas) :

1) Isi pikiran

 Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang

berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran

ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya

berbeda;

13
 Thought incertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang

asing dari luar masuk ke dalam pikirannya atau isi

pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya;

dan

 Thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar

sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.2

2) Waham atau Delusinasi

 Delusion of control yaitu waham tentang dirinya

dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;

 Delusion of influence yaitu waham tentang dirinya

dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;

 Delusion of passivity yaitu waham tentang dirinya tidak

berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;

 Delusion perception yaitu pengalaman indrawi yang tak

wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,

biasanya bersifat mistik atau mukjizat.2

3) Halusinasi berupa suara yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien yang mendiskusikan perihal pasien di

antara mereka sendiri; atau jenis suara halusinasi lain yang berasal

dari salah satu bagian tubuh.2

14
4) Waham-waham menetap lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu atau kemampuan di atas

manusia biasa.2

b. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu

ada secara jelas:

1) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah

berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh

ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila

terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan

terus menerus.2

2) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme.2

3) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor.2

4) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons

emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya

15
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.2

c. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodromal).2

d. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup

tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri

(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.2

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari skizofrenia adalah mengembalikan fungsi normal klien,

serta mencegah kekambuhannya. Belum ada pengobatan dalam masing – masing

subtipe skizofrenia. Obat-obatan yang digunakan dalam terapi farmakologi

skizofrenia yaitu golongan obat antipsikotik. Obat anti psikotik terbagi menjadi

dua golongan, yaitu antipsikotik tipikal Merupakan antipsikotik generasi lama

yang mempunyai aksi seperti dopamin. Antipsikoti ini lebih efektif untuk

mengatasi gejala positif pada skizofrenia. berikut ini yang termasuk golongan obat

antipsikotik tipikal:11

a. Chlorpromazine dengan dosis harian 30-800 mg/hari.

b. Flupenthixol dengan dosis harian 12-64 mg/hari.

c. Fluphenazine dengan dosis harian 2-40 mg/hari.

16
d. Haloperidol dengan dosis harian 1-100 mg/hari.

Antipsikotik atipikal memblok reseptor dopamin yang rendah.

Antipsikotik atipikal ini merupakan pilihan dalam terapi skizofrenia karena

mampu mengatasi gejala positif maupun negatif pada pasien skizofrenia. berikut

ini adalah daftar obat yang termasuk golongan obat antipsikotik atipikal :11

a. Clozapine dosis harian 300-900 mg/hari.

b. Risperidone dosis harian 1-40 mg/hari.

c. Losapin dosis harian 20-150 mg/hari.

d. Melindone dosis harian 225 mg/hari.

Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan salah satunya adalah terapi

psikososial. Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali

beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,

mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban

bagi keluarga atau masyarakat, pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak

melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul. Terapi keagaman

dapat mengurangi gejala pada penderita skizofrenia. Terapi keagamaan yang

dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,

berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian

kitab suci. Selain itu dapat juga melakukan terapi fisik berupa olahraga.12

17
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan

utama dalam pikiran, emosi, perilaku, dan pikiran yang terganggu, dimana

berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian

yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktifitas

motorik yang bizzare (perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari orang

lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh

delusi dan halusinasi.

Skizofrenia didiskusikan seolah-olah sebagai suatu penyakit yang tunggal

namun katagori diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan, mungkin dengan

kausa yang heterogen, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak yang

serupa. Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia, tetapi hasil

penelitian menyebutkan ada beberapa etiologi yang menyebabkan skizofrenia

yaitu faktor biologi, biokimia, genetik, lingkunga keluarga maupun sosial, serta

kerentanan seseorang terhadap stressor.

Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit. Pemahaman

pada fase prodromal menjadi sangat penting untuk deteksi dini, karena dapat

memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar untuk mencegah berlarutnya

gangguan, disabilitas dan memberi kemungkinan kesembuhan yang lebih besar

jika diberi terapi yang tepat. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia berupa

cemas, depresi, keluhan somatik, perubahan perilaku dan timbulnya minat baru
yang tidak lazim. Fase prodromal dapat berlanjut menjadi fase aktif dan fase

residual. Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok gejala

positif dan gejala negatif.

Gejala skizofrenia dapat dibedakan menjadi gejala positif dan gejala

ngatif. Gejala positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap

faktor pemicu dan erat kaitanya dengan adanya konflik. Gejala negatif berkaitan

erat dengan faktor biologis. Penegakan diagnosis skizofrenia dapat dilihat dari

gejala-gejala tersebut. Pada PPDGJ III dijelaskan mengenai kriteria diagnosis

skizofrenia.

Tujuan utama dari terapi skizofrenia adalah mengembalikan fungsi normal

pasien, serta mencegah kekambuhannya. Belum ada pengobatan dalam masing –

masing subtipe skizofrenia. Obat-obatan yang digunakan dalam terapi

farmakologi skizofrenia yaitu golongan obat antipsikotik. Selain menggunakan

terapi farmakologi juga harus diikuti dengan terapi non farmakologi. Terapi

nonfarmakologi ini berupa terapi psikososial, terapi keagamaan, dan terapi fisik.

3.2 Saran

Pentingnya pemahaman mengetahui dan memahami tentang skizofrenia

sehingga dapat melakukan pencegahan dini yang tepat untuk mencegah dampak

yang terjadi. Penatalaksanaan yang tepat dan kepatuhan pasien dalam pengobatan

baik farmakologi dan non farmakologi akan mempengaruhi prognosis pasien

kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. FK UI; 2014.


2. Kemenkes. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Di
Indonesia III. Departeman Kesehatan RI; 2004.
3. Maramis. Skizofrenia. In: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Pusat Penerbit
dan Percetakan Airlangga University Press; 2009:259-282.
4. Bahornoori M. The 2nd Schizophrenia Inernational Research Society
Confrence. In: Summaries of Oral Session. ; 2010.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018.; 2018.
6. Sadock BJ. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2nd ed. EGC; 2010.
7. Kring AM, Johnson SL, Davidson GC. Abnormal Psychology. 12th ed.;
2013.
8. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Wolters Kluwer
Health; 2014.
9. Videbeck SL. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC; 2012.
10. Lumbantobing. Skizofrenia. FK UI; 2007.
11. Prabowo E. Konsep Dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika; 2014.
12. Sinaga B. Skizofrenia Dan Diagnosis Banding. FK UI; 2007.

Anda mungkin juga menyukai