Anda di halaman 1dari 50

UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN HARGA


DIRI RENDAH KRONIS DAN HALUSINASI DENGAN
SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG ARIMBI RUMAH
SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

Profesi Ners Keperawatan Jiwa

Disusun oleh:
Kelompok C 3 Ruang Arimbi

1. Alfi Nurul Imani (1706038916)


2. Aisyah Fithrotunnisa (1706977872)
3. Apridina Syahira (1706038696)
4. Bianti Ayu Dwiputri (1706038840)
5. Dika Ayu Anggraini (1706039004)
6. Khafifah Sri Lestari (1706038891)
7. Neli Muliani Uspitasari (1706038903)
8. Suci Ika Dewi (1706039332)
9. Yustika Rini (1706978452)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
OKTOBER 2021

1
ABSTRAK
Skizofrenia merupakan gangguan yang kompleks, gejala yang paling sering muncul yaitu
halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi yang berupa penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan, dan penghidu. Pasien dengan halusinasi cendenrung tertawa
sendiri, tersenyum sendiri, asik dengan isi halusinasinya. Sebelum mengalami gangguan jiwa,
pasien dengan gangguan jiwa sebelumnya memiliki masalah terkait harga diri atau harga diri
rendah kronis. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada Tn. K yang memiliki diagnose keperawatan halusinasi dan harga diri rendah
kronis. Metoda yang digunakan yaitu analisis kasus. Berdasarkan hasil analisis, masalah yang
dimiliki oleh Tn. K dapat teratasi setelah diberikan intervensi.
Kata kunci: Halusinasi, harga diri rendah kronis, skizofrenia

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Skizofrenia Paranoid.................................................................................5
2.2 Halusinasi..................................................................................................7
2.3 Harga Diri Rendah Kronis..........................................................................13
BAB 3 PENGKAJIAN..........................................................................................20
3.1 Kasus Pasien.................................................................................................20
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................29
4.1 Analisis Kasus.............................................................................................29
4.2 Rencana Asuhan Keperawatan...................................................................31
4.3 Lembar SOAP.........................................................................................40
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................44
5.1 Kesimpulan..............................................................................................44
5.2 Saran.............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan yang terjadi pada individu dapat berpengaruh terhadap
keseimbangan fisik, psikososial, maupun mental individu itu sendiri, baik
perubahan positif maupun negatif yang akan berdampak juga dengan
kesehatan jiwa seseorang. Hal ini mengindikasikan bahwa akan meningkatkan
jumlah pasien gangguan jiwa (Keliat, 2011) apabila perubahan pada individu
tidak direspon dengan adaptif. Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari
bentuk penyimpangan perilaku individu akibat adanya distorsi emosi sehingga
ditemukan ketidakwajaran yang disebabkan oleh menurunnya semua fungsi
kejiwaan (Muhith, 2011). Individu dengan skizofrenia akan mengalami
gangguan dalam kemandirian menjalankan fungsi dan peran dalam kehidupan
sehari hari sehingga pasien dengan skizofrenia memerlukan bantuan dari pihak
lain untuk tetap bertahan hidup (NIMH, 2012 dalam Pramujiwati, D., et al.,
2017)

Fenomena gangguan jiwa saat ini mengalami peningkatan yang sangat


signifikan dan terjadi setiap tahun di berbagai belahan dunia. Data dari WHO
(2017) menyebutkan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa di dunia terdapat
450 juta jiwa, salah satunya skizofrenia. Skizofrenia dapat menyerang siapa
saja. Data American Psychiatric Association (2014) menyebutkan 1%
populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Di Indonesia sendiri, angka
penderita gangguan mental terus meningkat, data dari Riset Kesehatan Dasar
yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2018 (dalam FK-KMK UGM,
2020), menunjukkan bahwa prevalensi orang gangguan jiwa berat
(skizofrenia/psikosis) meningkat dari 1,7% pada 2013 menjadi 7% pada 2018.
Berdasarkan data tersebut berarti prevalensi gangguan jiwa cukup tinggi dan
membutuhkan penanganan yang serius serta berkesinambungan agar tidak
masuk dalam gangguan jiwa berat.

1
2

Harga diri rendah kronik dan halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Perilaku yang sering muncul
pada skizofrenia adalah kurangnya motivasi, isolasi sosial, perilaku makan
dan tidur yang buruk, sulit menyelesaikan tugas, sukar mengatur keuangan,
penampilan tidak rapi, kurang perhatian, kerap bertengkar, bicara pada diri
sendiri dan tidak patuh minum obat. Berdsarakan tanda dan gejala ini
skizofrenia banyak ditemkan masalah resiko perilaku kekerasan, halusinasi,
harga diri rendah dan waham (Pramujiwati, D., et al., 2017). Harga diri
rendah adalah perasaan negatif terhadap dirinya sendiri menyebabkan
kehilangan rasa percaya diri, pesimis dan tidak berharga dikehidupan. Harga
diri rendah adalah evaluasi negatif pada diri sendiri dan kemampuan diri
disertai adanya tanda dan gejala kurangnya perawatan diri, tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, berbicara lambat dan suara
lemah. Penelitian dari Pramujiwati, D., et al. (2017) harga diri rendah kronik
yang muncul pada pasien skizofrenia dipengaruhi oleh adaya faktor
predisposisi, presipitasi, respon terhadap stressor dan kemampuan pasien.

Selanjutnya diperkirakan lebih dari 90% pasien skizofrenia mengalami


halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni,
2013). Bentuk halusinasinya bervariasi namun sebagian besar pasien
skizofrenia mengalami halusinasi pendengaran. Suara itu dapat berasal dari
dalam diri atau dari luar individu. Suara yang didengar pasien dapat
dikenalnya, suara dapat tunggal atau multiple atau bisa juga mengandung arti.
Isi suara dapat memerintahkan tentang perilaku pasien sendiri, pasien sendiri
merasa yakin bahwa suara itu berasal ada (Yosep & Sutini, 2016).

Pada ruang arimbi RSMM Bogor yang menjadi tempat praktik kurang lebih 2
minggu, pasien sebagian besar memiliki diagnosis medis skizofrenia dan
diagnosa keperawatan halusinasi. Seiring lamanya pasien dirawat akan muncul
beberapa diagnosa keperawatan lainnya pada pasien, seperti harga diri rendah,
isolasi sosial, dan risiko perilaku kekerasan. Makalah ini akan memaparkan
3

pengkajian, analisis data, dan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan


yaitu, Tn. K yang dirawat di ruang arimbi RSMM Kota Bogor. Tn K
didiagnosis medis menderita Skizofrenia Paranoid dengan diagnosa
keperawatan utama yaitu harga diri rendah kronik dan halusinasi. Sebelum
membahas kasus Tn. K, akan dipaparkan terlebih dahulu tinjauan teori
skizofrenia, harga diri rendah kronik, dan halusinasi, psikopatologi penyakit,
analisis kasus berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan, rencana
asuhan keperawatan, implementasi, dan evaluasi terhadap tindakan yang telah
dilakukan selama menjalani masa Praktik Klinik Keperawatan Jiwa mengelola
pasien Tn. K.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana dasar teori dari skizofrenia, harga diri rendah kronik serta
halusinasi?
1.2.2 Bagaimana pengkajian terhadap Tn. K?
1.2.3 Apa saja diagnosis keperawatan yang ditegakkan dalam kasus Tn. K?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada Tn. K?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada Tn. K dengan harga diri rendah kronik dan
halusinasi di RS Marzoeki Mahdi Bogor.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian, tanda dan gejala, etiologi,
penatalaksanaan medis dan keperawatan harga diri rendah kronik dan
halusinasi
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. K dengan harga
diri rendah kronik dan halusinasi.
4

3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada Tn. K dengan harga


diri rendah kronik dan halusinasi
4. Mahasiswa mampu menetapkan perencanaan pada Tn. K dengan harga
diri rendah kronik dan halusinasi
5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. K dengan harga
diri rendah kronik dan halusinasi
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. K dengan harga diri
rendah kronik dan halusinasi.
7. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn. K dengan harga diri rendah kronik dan halusinasi.

1.4 Manfaat Penulisan


1.1.1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi
mengenai asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien
dengan kasus harga diri rendah kronik dan halusinasi.
1.4.2. Manfaat Aplikatif
1. Bagi pihak ruang arimbi RSMM Bogor, makalah ini dapat dijadikan
sebagai informasi dalam membuat rencana asuhan keperawatan yang
berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas dalam merawat
pasien harga diri rendah kronik dan halusinasi
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia Paranoid
2.1.1 Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang terdiri dari berbagai variasi
psikopatologi dengan perjalanan penyakit yang biasanya kronis. Variasi
tersebut berupa gabungan dari beberapa kelainan psikotik, meliputi gangguan
skizofreniform, gangguan schizoafektif, gangguan delusional, gangguan
psikotik singkat, gangguan psikotik bersama (folie a deux), gangguan psikotik
yang disebabkan oleh kondisi medis umum, dan gangguan psikotik akibat zat
(Stuart, 2013). Ada beberapa jenis skizofrenia salah satunya adalah
skizofrenia paranoid. Skizofrenia panaroid merupakan skizofrenia yang
ditandai dengan persecutory yaitu merasa dirinya menjadi korban atau
sedang dimata-matai. Individu yang mengalami penyakit skizofrenia ini
sering mengalami ketakutan, delusi (kepercayaan yang salah) dan biasanya
diikuti oleh halusinasi (suara atau hal lainnya yang dianggap ada, tetapi
sebenarnya tidak ada). Penderita juga akan merasa bahwa ada seseorang yang
akan menyakiti mereka (Videback, 2014).  Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa skizofrenia paranoid merupakan skizofrenia yang
utamanya ditandai dengan ketakutan yang berlebihan (paranoid) pada
penderitanya.

2.1.2 Tanda dan gejala Skizofrenia Paranoid


Menurut Stuart (2013) tanda dan gejala dari skizofrenia paranoid adalah
sebagai berikut :
1. Terisolasi secara sosial
2. Merasa tegang dan curiga
3. Perasaan berlebihan terkait perlindungan terhadap dirinya
4. Memiliki perasaan cemburu yang tidak realistis
5. Mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada

5
6

2.1.3 Psikoformaka

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.02.02/Menkes/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa, terdapat beberapa daftar obat antipsikotika yang dapat
diberikan pada penderita skizofrenia. Obat-obatan ini berfungsi untuk
mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku
yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait
lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.

Rentang
Dosis
Obat Antipsikotika Bentuk Sediaan
Anjuran
(mg/hari)

Antipsikotika Generasi I (APG-I)

Klorpromazin 300 - 1000 tablet (25 mg,100 mg)

Perfenazin 16 – 64 tablet (4 mg)

Trifluoperazin 15 – 50 tablet (1 mg, 5 mg)

Haloperidol 5 – 20 tablet (0.5, 1 mg, 1.5 mg, 2 mg, 5


mg) injeksi short acting (5 mg/mL),
tetes (2 mg/5 mL), long acting (50
mg/mL)

Anti Psikotik Generasi II (APG-II)

Aripriprazol 10 – 30 tablet (5 mg, 10 mg, 15 mg), tetes (1


mg/mL), discmelt (10 mg, 15 mg),
injeksi (9.75 mg/mL)

Klozapin 150 - 600 tablet (25 mg, 100 mg)

Olanzapin 10 – 30 tablet (5 mg, 10 mg), zydis (5 mg, 10


mg), injeksi (10 mg/mL)

Quetiapin 300 - 800 tablet IR (25 mg, 100 mg, 200 mg,
300 mg), tablet XR (50 mg, 300 mg,
7

400 mg)

Risperidon 2–8 tablet (1 mg, 2 mg, 3 mg), tetes (1


mg/mL), injeksi Long Acting (25 mg,
37.5 mg, 50 mg)

Paliperidon 3–9 tablet (3 mg, 6 mg, 9 mg)

Zotepin 75-150 tablet (25 mg, 50 mg)

2.2 Halusinasi
2.2.1 Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respons biologis
maladaptive. Klien sebenarnya mengalami distorsi sensorik sebagai hal yang
nyata dan meresponnya. Pengalaman berupa ancaman yang terjadi pada diri
seseorang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan memproses informasi
secara efektif dikenal dengan distorsi kognitif. (Keliat et al., 2017). Pada
halusinasi, tidak ada stimulus eksternal atau internal yang diidentifikasi.
(Stuart, 2016). Halusinasi terang dan jelas, dengan kekuatan penuh dan
mempengaruhi persepsi normal, dan tidak berada di bawah kendali.
Halusinasi mungkin terjadi dalam indra sensorik apapun, tetapi paling umum
terjadi pada skizofrenia dan gangguan terkait, yang halusinasi pendengaran
adalah yang. Halusinasi pendengaran adalah biasanya ditandai sebagai suara,
akrab atau asing, dan dirasakan berbeda dari pikiran individu itu sendiri.
Halusinasi terjadi di konteks sensorium yang jelas; itu terjadi pada jatuh
tertidur (hipnagogik) atau bangun (hypnopompic) adalah dianggap dalam
pengalaman normal (Llorca et al., 2016).
Tahapan halusinasi yaitu :

a. Tahap I: menenangkan, ansietas tingkat sedang. Secara umum


menyenangkan.
Karakteristik : Merasa bersalah dan takut serta mencoba memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui
bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa
diatasi (non psikotik).
8

Perilaku yang teramati: Menyeringai/tertawa yang tidak sesuai,


Menggerakan bibirnya tampa menimbulkan suara, respon verbal yang
lambat, Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan .
b. Tahap II: menyalahkan, ansietas tingkat berat . Halusinasi menjijikan.
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan,
orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan,
individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (non psikotik).
Perilaku klien yang teramati: peningkatan SSO yang menunjukan ansietas,
misalnya peningkatan nadi, TD dan pernafasan, penyempitan kemampuan
kosentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III; pengendalian, ansietas tingkat berat .Pengalaman sensori
menjadi penguasa.
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku klien yang teramati: lebih cenderung mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh halusinasinya dari pada menolak, kesulitan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik,
gejala fisik dari ansietas berat seperti: berkeringat, tremor, ketidak
mampuan mengikuti petunjuk .
d. Tahap IV: menaklukan, ansietas tingkat panik. Secara umum halusinasi
menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu
tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam
atau hari apabila tidak diintervensi terapeutik ( psikotik ).
Perilaku yang teramati : Perilaku menyerang-teror seperti panik, Sangat
potensial melakukan bunuh diri atau mebunuh orang lain, Kegiatan fisik
yang merefleksikan isi halusinasi seperti : amuk, agitasi, menarik diri,
9

Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek, Tidak mampu


berespon terhadap lebih dari satu orang.
2.2.2 Faktor predisposisi dan presipitasi
a. Biologis
Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat
pengobatan sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum
obat, kapan terakhir minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat
penggunaan NAPZA/penggunaan obat halusinogen, riwayat anggota
keluarga dengan gangguan jiwa, diturunkan melalui kromosom orang
tua, lesi pada daerah frontal, temporal dan limbic, neurotransmitter
dopamine berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin;adanya
riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa dan kelemahan
b. Sosio kultural
Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah, riwayat
pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan, siapa
yang menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal dengan siapa,
berapa saudara, siapa orang yang paling berarti, apakah pernah
mengalami kehilangan orang yang dicintai, perceraian, kehilangan harta
benda, penolakan dari masyarakat, riwayat tugas perkembangan yang
tidak sesuai; riwayat ketidakjelasan identitas; riwayat kegagalan peran
gender; pendidikan yang rendah; penghasilan rendah; pekerjaan
stressfull; pekerjaan beresiko tinggi.
c. Psikologis
Perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang di
sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak
menyenangkan, kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan
tinggi, mudah putus asa dan menutup diri, konsep diri : adanya riwayat
ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas, harga diri rendah,
krisis peran dan gambaran diri negative. Motivasi: riwayat kurangnya
penghargaan dan riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang
toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan
10

perkembangan. Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol


stimulus yang datang, misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman,
pengecapan; riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral individu missal di lingkungan broken home, konflik dan lapas.
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
Halusinasi pada PPNI (2016) merupakan gangguan persepsi sensori yang
mana adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun
eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau
terdistorsi.

2.2.4 Pohon Diagnosa

Resiko perilaku kekerasan

Halusinasi

Isolasi sosial

2.2.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala halusinasi, sebagai berikut:

a. Tanda dan Gejala Mayor:

Subjektif Objektif
1. Mendengar suara bisikan atau 1. Distorsi sensori
melihat bayangan
2. Respon tidak sesuai
2. Merasakan sesuatu melalui indera
3. Bersikap seolah melihat,
perabaan, penciuman, atau
mendengar, mengecap, meraba, atau
pengecapan
mencium sesuatu.
b. Tanda dan Gejala Minor:

Subjektif Objektif
1. Menyatakan kesal 1. Menyendiri
11

2. Melamun

3. Konsentrasi buruk

4. Disorientasi waktu, tempat, orang,


dan situasi

5. Curiga

6. Melihat ke satu arah

7. Mondar-mandi

8. Bicara sendiri

2.2.6 Sumber dan Mekanisme Koping


Sumber Koping
a. Personal ability : kemampuan apa yang sudah dilakukan,
kemampuan yang sudah dilatih. Kemampuan yang seharusnya
dimiliki klien :
- Menghardik halusinasi
- Minum obat
- Bercakap-cakap
- Melakukan aktivitas terjadwal
b. Social support : caregiver klien, kemampuan caregiver / keluarga
dalam merawat, kelompok/peer group dengan penyakit yang sama,
kader kesehatan jiwa di lingkungan tempat tinggal.
c. Material asset : finansial : pekerjaan klien sebelum dirawat,
penghasilan sebelum dirawat, siapa yang menanggung biaya
berobat klien, apakah memiliki tabungan, jaminan kesehatan yang
digunakan
d. Yankes : jika kontrol/kambuh berobat kemana, fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat dengan tempat tinggal.
e. Positif belief : keyakinan terhadap kesembuhan diri sendiri dan
keyakinan terhadap petugas kesehatan
12

Mekanisme Koping: pasien dengan halusinasi biasanya mengungkapkan


masalah dengan: regresi, proyeksi, denial, Withdrawal.
2.2.7 Tindakan keperawatan
a. Pasien

SP 1-4 Halusinasi dan TAK

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan


Halusinasi dapat berupa tindakan generalis dan juga tindakan spesialis.
Terapi generalis individu yaitu strategi pelaksanaan 1 sampai 4 yaitu
menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan melakukan aktivitas
terjadwal. Terapi generalis kelompok yaitu dengan Terapi Aktifitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi.

Hasil penelitian Nur Halimatus Sa’diyah, Anik Yuliati, Eddi Sudjarwo


(2013) menyatakan bahwa ada pengaruh terapi aktivitas individu
menghardik terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran.
Menurut Stuart (2016), intervensi yang diberikan pada pasien halusinasi
bertujuan menolong mereka meningkatkan kesadaran tentang gejala yang
mereka alami dan mereka bisa membedakan halusinasi dengan dunia nyata
dan mampu mengendalikan atau mengontrol halusinasi yang dialami.
b. Kelompok
Kemampuan pasien mengontrol halusinasi dapat ditingkatkan dengan
pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan terus menerus
disertai dengan terapi modalitas seperti Terapi Aktivitas Kelompok.
Menurut Purwaningsih dan Karlina (2010) Terapi Aktivitas Kelompok
memberikan hasil yang lebih besar terhadap perubahan perilaku pasien,
meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku maladaptif.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi bagi
anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima dan
memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara baru
untuk meningkatkan respons sosial, serta harga diri. Keuntungan lain yang
diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan pendidikan,
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan meningkatkan
13

hubungan interpersonal.(Yusuf, Ah., 2015). Didalam kelompok terjadi


dinamika dimana setiap anggota kelompok saling bertukar informasi dan
berdiskusi tentang Pengalaman serta membuat kesepakatan untuk
mengatasi masalah anggota kelompok. TAK stimulasi persepsi juga
bertujuan untuk mendiskusikan pengalaman dan kehidupan dan hasil
diskusi berupa kesepakatan persepsi dan alternatif penyelesaian masalah.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dapat menurunkan tingkat
halusinasi pasien dan meningkatkan kemampuan pasien mengontrol
halusinasi.

2.3 Harga Diri Rendah Kronis

2.3.1 Definisi Harga Diri Rendah Kronik

Harga diri merupakan salah satu bagian dari aspek konsep diri yang dimiliki oleh
individu. Menurut Ramdhani, et al (2020), harga diri merupakan penilaian
seseorang terhadap kemampuan atau hasil yang dicapai untuk kemudian menilai
seberapa jauh dirinya telah memenuhi ideal diri. Ideal diri atau harapan individu
yang tidak tercapai inilah yang dapat menyebabkan terjadinya harga diri rendah,
bahkan hingga harga diri rendah kronik. Menurut Nurhalimah (2016), harga diri
rendah adalah suatu kondisi dimana individu menilai dirinya dan kemampuan
dirinya secara negatif; memiliki anggapan bahwa dirinya tidak berharga; serta
tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Sebagai tambahan,
menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2016), harga diri rendah yang
berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus dapat disebut dengan harga diri
rendah kronik. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa harga diri rendah kronik
merupakan evaluasi negatif individu terhadap kemampuannya yang berlangsung
dalam waktu lama.

2.3.2 Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Terjadinya harga diri rendah kronik pada individu dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Menurut Nurhalimah (2016); Stuart, et al (2013), faktor predisposisi dan
presipitasi dari harga diri rendah meliputi:

a. Faktor Predisposisi
14

i. Biologis: pada aspek ini, harga diri rendah dapat disebabkan karena
faktor herediter yaitu adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa kronis maupun adanya riwayat penyakit kronis yang
diderita oleh individu, contohnya trauma kepala.
ii. Psikologis: terdapat berbagai masalah psikologis yang dapat
menyebabkan timbulnya harga diri rendah dan meliputiadanya krisis
identitas, peran yang terganggu, serta ideal diri yang tidak realistis.
Sebagai tambahan, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan;
kegagalan berulang; kurangnya tanggung jawab personal; serta
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain juga dapat
menjadi faktor psikologis yang menyebabkan terjadinya harga diri
rendah.
iii. Sosial budaya: adanya penilaian negatif dari lingkungan, kondisi
sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, serta adanya
riwayat penolakan lingkungan dapat menjadi faktor sosial budaya yang
menyebabkan harga diri rendah.
b. Faktor Presipitasi
i. Riwayat Trauma: adanya penganiayaan seksual, pengalaman
psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan, serta terlibat dalam kekerasan dapat
menyebabkan terjadinya harga diri rendah
ii. Ketegangan Peran: adanya transisi peran perkembangan, transisi
peran situasi, serta transisi peran sehat-sakit adalah penyebab dari
ketegangan peran yang dapat menimbulkan harga diri rendah pada
individu terkait.
iii. Stresor biologis: biasanya berupa gangguan fisiologis maupun
konsumsi alkohol; narkotika; serta substansi toksik lainnya yang dapat
mengubah konsep diri.

2.3.3 Tanda dan Gejala


15

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, harga diri rendah kronik cenderung
terjadi dalam waktu yang lama. Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan
menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2016) kurang lebih sama dengan
harga diri rendah dan meliputi:

Tanda dan Gejala Mayor


Subjektif Objektif
Penilaian negatif terhadap diri sendiri Tidak mau mencoba hal baru
dan melebih-lebihkannya
Postur tubuh cenderung menunduk
Menolak penilaian positif terhadap diri
sendiri

Merasa malu/bersalah

Merasa tidak mampu melakukan apapun

Merasa tidak memiliki kelebihan atau


kemampuan positif
Tanda dan Gejala Minor
Subjektif Objektif
Merasa sulit konsentrasi Kontak mata kurang

Mengungkapkan keputusasaan Lesu dan tidak bergairah

Mengatakan memiliki kesulitan tidur Berbicara pelan dan lirih

Pasif

Perilaku tidak asertif

Mencari penguatan secara berlebihan

Bergantung pada pendapat orang lain

Sulit membuat keputusan

2.3.4 Mekanisme dan Sumber Koping


16

Koping atau cara individu mengatasi permasalahan yang terjadi dapat menjadi
salah satu faktor terjadinya harga diri rendah maupun harga diri rendah kronik.
Pada kondisi ini, menurut Stuart, et al (2013), terdapat tiga aspek mekanisme
koping yang biasanya digunakan dan meliputi:

a. Pertahanan jangka pendek: biasanya digunakan oleh individu dengan krisis


identitas untuk mengatasi kecemasan dan kebingungan peran dan terdiri
atas empat kategori yang meliputi:
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara
c. Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri
d. Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat krisis
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan

Pertahanan jangka panjang: sama seperti mekanisme pertahanan jangka


pendek, mekanisme pertahanan jangka panjang juga digunakan oleh individu
dengan krisis identitas dan biasanya merupakan lanjutan dari mekanisme
jangka pendek yang kemudian menghasilkan respons maladaptif (Stuart, et al.,
2013). Adapun jenis dari mekanisme pertahanan jangka panjang adalah
penutupan identitas dan identitas negatif.

Mekanisme pertahanan ego: mekanisme ini juga digunakan pada individu


dengan gangguan konsep diri dan bertujuan untuk melindungi mereka dari
kekurangan diri mereka sendiri (Stuart, et al., 2013). Adapun contoh dari
mekanisme koping ini adalah fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, serta
marah/amup pada diri sendiri.

2.3.5 Psikopatologi

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, gangguan harga diri rendah


didukung oleh adanya faktor predisposisi yang terbagi dalam tiga aspek yaitu
biologi, psikologi, dan sosiokultural. Selain itu, harga diri rendah juga dipicu oleh
adanya faktor presipitasi berupa sifat; asal; waktul dan jumlah stresor. Ketika
individu memperoleh stresor dari luar, maka yang selanjutnya akan terjadi adalah
penilaian terhadap stresor baik secara kognitif; afektif; fisiologis; perilaku; dan
17

sosial. Penilaian ini kemudian akan menuntun individu untuk melakukan


mekanisme pertahanan diri atau koping yang didukung dengan berbagai sumber
koping yang dimiliki oleh individu terkait. Tentunya, mekanisme pertahanan diri
ini akan berbeda-beda pada setiap individu termasuk pada respons yang diberikan.
Harga diri rendah atau harga diri rendah kronik dapat terjadi ketika mekanisme
koping yang dilakukan oleh individu cenderung bersifat destruktif sehingga
memunculkan respons yang maladaptif seperti timbulnya penilaian negatif
terhadap kemampuan diri atau yang dapat disebut dengan harga diri rendah
(Stuart, et al., 2013).

(Stuart, et al., 2013)

2.3.6 Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul

Menurut Herdman dan Kamitsuru (2017), diagnosis keperawatan yang mungkin


muncul pada pasien dengan gangguan konsep diri adalah gangguan citra tubuh;
harga diri rendah (kronik, situasional, risiko), ketidakefektifan peran, serta
gangguan identitas personal. Akan tetapi, gangguan konsep diri biasanya
cenderung memengaruhi berbagai aspek dari kehidupan individu sehingga tidak
memungkinkan terdapat masalah lain yang dapat teridentifikasi (Stuart, et al.,
2013)

2.3.7 Rencana Intervensi Keperawatan


18

a. Tindakan Keperawatan Pada Pasien

Pada pasien dengan harga diri rendah maupun harga diri rendah kronik,
pelaksanaan intervensi keperawatan bertujuan untuk memampukan individu
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, menilai
kemampuan yang dapat digunakan, serta menetapkan atau memilih kegiatan
sesuai kemampuan untuk kemudian dilatih dan dibuat perencanaan pelaksanaan
kegiatan yang sudah dilatih (Yusuf, et al., 2015). Adapun tindakan keperawatan
yang dapat dilakukan meliputi (Nurhalimah, 2016; Yusuf, et al., 2015):

i. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki.


Hal ini dapat dilakukan dengan membuat daftar kegiatan pasien
dirumah, maupun aspek positif lain seperti adanya dukungan dari
keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
ii. Membantu pasien untuk menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Perawat dapat membantu pasien memilih dari daftar yang telah dibuat
pada poin pertama, kemudian membuat daftar kegiatan baru yang
dapat dilakukan saat ini.
iii. Membantu pasien memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar
kegiatan yang dapat dilakukan. Perawat dapat mendiskusikan
kegiatan yang akan dipilih dan dilatih pada saat pertemuan, serta
mendorong pasien untuk memberikan alasan mengapa kegiatan
tersebut ia pilih dan lakukan
iv. Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan. Perawat
dapat memperagakan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh
pasien.
v. Membantu pasien untuk menyusun rencana kegiatan. Perawat dapat
memfasilitasi pasien untuk menyusun daftar aktivitas yang telah
dipilih dan dilatih untuk kemudian dilakukan setiap hari.

b. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga


19

c. Selain dilakukan pada pasien, tindakan keperawatan pada diagnosis harga


diri rendah maupun harga diri rendah kronik juga perlu dilakukan pada
keluarga pasien. Adapun tujuan dari pelaksanaan intervensi bertujuan
untuk memampukan keluarga dalam membantu pasien mengidentifikasi
kemampuan yang dimiliki; memfasilitasi aktivitas pasien sesuai
kemampuan; memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
latihan yang dilakukan; serta menilai perkembangan dari perubahan
kemampuan pasien. Berikut untuk rincian kegiatan intervensi pada
keluarga dengan anggota yang mengalami harga diri rendah/harga diri
rendah kronik (Nurhalimah, 2016; Yusuf, et al., 2015):
i. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki oleh pasien
ii. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien agar menunjukkan
kemampuan yang dimiliki
iii. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dalam melakukan
kegiatan yang sudah dilatih oleh perawat
iv. Ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan
perilaku pasien

d. Tindakan Keperawatan Pada Kelompok (Terapi Aktivitas Kelompok)

Pada individu dengan harga diri rendah/harga diri rendah kronik,


pemberian intervensi juga dapat dilakukan secara berkelompok atau yang
dapat disebut dengan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK). Kegiatan yang
dapat dilakukan terdiri atas 6 sesi dan meliputi:

i. Sesi 1: identifikasi kemampuan dan aspek positif diri


ii. Sesi 2: menilai kemampuan dan aspek positif pada diri pasien
iii. Sesi 3: memilih aspek positif yang akan dilatih
iv. Sesi 4: melatih kemampuan diri
v. Sesi 5: menilai manfaat latihan
BAB 3

PENGKAJIAN
3.1 Kasus Pasien
Pasien Tn. K masuk Rumah Sakit dr. Marzoeki Mahdi Bogor dengan keluhan sulit
tidur, keluyuran, gelisah, dan mengatakan sering mendengar suara – suara yang
mengatakan bahwa ibadahnya tidak akan diterima lagi. Suara – suara itu selalu
muncul setiap saat dan pasien sangat terganggu dengan adanya suara – suara
tersebut. Pasien menjadi gelisah dan takut, pasien juga merasa bahwa untuk apa
hidup kalau ibadahnya sudah tidak lagi diterima. Pasien nampak sedih dan lambat
dalam penyampaian keluhannya. Pasien terbuka kepada perawat dan sangat
komunikatif. Pada kehidupan sehari – hari, pasien tinggal bersama kakak
perempuan dan membantu kakaknya berjualan. Pasien sadar bahwa dirinya tidak
sehat jiwa dan pasien menjadi minder akan keadaannya. Pasien belum menikah
dan belum memiliki pekerjaan, 2 faktor ini membuat pasien semakin malu dan
sedikit menarik diri dari lingkungan rumah. Selama di RSMM pasien terlihat
banyak melamun dan saat interaksi pasien banyak menunduk. Pasien sempat
menanyakan kepada perawat saat pertama kali berinteraksi, apakah di ruangan ini
memiliki masalah yang sama? Dari penjelasan yang diberikan perawat membuat
pasien lebih mau untuk bergaul dengan teman – temannya satu ruang rawat. Saat
proses kegiatan berkelompok pasien terkadang malu, namun setelah dimotivasi,
pasien mau untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan dan pasien sangat suka
diberikan pandu positif.

3.2 Hasil Pengkajian

Inisial Pasien : Tn. K

Umur : 37 tahun (06/02/1984)

Informan : Pasien dan Rekam Medik

Ruang Rawat : Arimbi

Tanggal Pengkajian : 28/9/2021

20
21

No. RM : 373430

Alasan Masuk : Pasien dibawa ke RSMM dengan keluhan banyak


melamun, marah, gelisah, keluyuran, sulit tidur, dan
mendengar suara – suara yang mengataka bahwa ibadahnya
tidak akan diterima.

Faktor Predisposisi : Pasien pernah dibawa ke RSMM tahun 2019 dengan


keluhan serupa, pengobatan sebelumnya kurang berhasil
karena di Fasilitas Kesehatan daerah Tn. K obat yang
dibutuhkan tidak lengkap. Tn. K juga pernah ada riwayat
penolakan cinta sebagai korban. [Faktor Biologis dan
Faktor Sosial Budaya]

Masalah Keperawatan : Berduka disfungsional [D0081]

Riwayat Gangguan Jiwa Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami


gangguan jiwa

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah


keperawatan terkait

Pengalaman Masa lalu yang tidak menyenangkan : Penolakan cinta yang


membuat pasien tidak percaya diri akan kemampuannya. Fase depresi dalam
berduka yant memanjang yang memengaruhi percaya diri pasien.

Masalah Keperawatan : Berduka [D0081] dan Harga Diri


Rendah Kronik [D0086]

Fisik : TD: 128/79 mmHg ; N : 89x/menit ; S : 36,2 ; P : 17x/menit

TB : 170 cm ; BB : 79 kg

Keluhan Fisik : Tidak Ada

Pasien tidak ada keluhan Fisik ; BMI pasien 27,3 ; pasien tidak
terlihat lemas dan kurus.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan terkait


22

Psikososial

Genogram :

Penjelasan : Klien anak ke 4 dari 5 bersaudara. tinggal bersama kakak perempuan


nomor 3. Klien menyampaikan bahwa keluarga menerima keadaan klien.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan


terkait

Konsep diri :

a. gambaran diri : tidak ada bagian tubuh yang paling disukai namun tidak ada
juga bagian tubuh yang tidak disukai

b. identitas : sebagai laki – laki berusia 37 tahun dalam pandangannya seharusnya


sudah menikah dan memiliki pekerjaan. Pasien selalu mengatakan bahwa tidak
akan ada yang mau dengannya karena dirinya gangguan jiwa.

c. peran : saat sehat pasien di rumah membantu kakaknya berjualan moring dan
di masyarakat ia sering mengikuti kegiatan kerja bakti dan bermain voli. Saat
sakit, pasien tidak dapat bekerja dan tidak membantu kakaknya berjualan lagi,
pasien juga jadi lebih tertutup dengan lingkungan karena ia malu belum menikah
dan belum memiliki pekerjaan.

d. ideal diri : pasien berharap bisa bekerja dan membantu kakaknya lagi serta bisa
menikah dan memiliki rumah sendiri.

e. harga diri : pasien minder dan malu karena tidak bekerja dan belum menikah
23

Masalah Keperawatan : gangguan konsep diri dan HDRK

Hubungan sosial

Orang yang berarti : kakak nomor 3 merupakan kakak terdekat pasien yang
membantu kehidupan sehari – hari pasien.

Peran serta dalam kelompok masyarakat : saat sehat, pasien suka bekerja bakti
membersihkan lingkungan dan bermain voli bersama warga

Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : karena diriya merasa


malu belum memiliki pekerjaan pasien sedikit menarik diri dari lingkungan.

Masalah Keperawatan : HDRK dan isolasi sosial

Spiritual

Nilai dan Keyakinan : agama pasien islam. Ia yakin bahwa semua masalah yang
terjadi adalah azab dari Tuhan

Kegiatan Ibadah : pasien sudah lama tidak beribadah terlebih setelah ada
suara yang mengatakan bahwa shalatnya tidak akan diterima

Masalah Keperawatan : Distress spiritual [D0083]

Status Mental

Penampilan : pasien berpenampilan sesuai

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Pembicaraan : pembicaraan pasien sedikit lambat dan pelan karena


pasien malu

Masalah Keperawatan : HDRK

Aktivitas motorik : pasien terlihat banyak duduk dan terlihat lesu saat pertama
kali datang ke ruangan, namun setelah berkenalan dengan yang lain dan mengikuti
kegiatan bersama dihari esoknya pasien sudah terlihat segar dan bersemangat

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait


24

Alam Perasaan : pasien sedih dan takut. Sedih karena belum menikah dan
takut akan suara – suara yang mengganggu

Afek : Sesuai

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Interaksi selama wawancara : normal dan baik, kontak mata (+) perilaku
bersahabat, terbuka dalam mengungkapkan masalah yang dihadapi

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Persepsi : pasien mengalami gangguan persepsi pendengaran dimana


pasien mendengar suara – suara yang mengatakan bahwa ibadahnya tidak akan
diterima lagi.

Masalah Keperawatan : Halusinasi

Proses pikir : proses pikir normal, selama pembicaraan pasien menangkap


setiap topik yang sedang dibicarakan dan jawaban pasien sesuai.

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Isi pikir dan proses pikir : baik, tidak ada pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Tingkat kesadaran dan disorientasi : tingkat kesadaran kompos mentis, pasien


terorientasi dengan baik mulai dari orang, waktu, dan tempat

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Memori : pasien masih mengingat dengan baik kejadian masalalu dan


kejadian yang baru terjadi

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Tingkat konsentrasi dan berhitung : tingkat konsentrasi pasien baik, mampu


berhitung dengan baik. Pasien juga tidak mudah terdistraksi

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait


25

Kemampuan penilaian : pasien terkadang kesulitan untuk memilih saat


ditawarkan 2 pilihan baru pasien bisa memilih. Seperti saat diminta memilih
antara banyak aspek positif yang dimiliki klien kesulitan untuk memilih karena ia
malu dan tidak yakin akan kemampuan dirinya. [Gangguan ringan penilaian]

Masalah Keperawatan : HDRK

Daya tilik diri : pasien menerima dirinya yang gangguan jiwa dan ingin sembuh

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Kebutuhan persiapan untuk pulang

Makan : pasien dapat makan secara mandiri

Mandi : pasien dapat mandi secara mandiri

Berpakaian/berias : pasien bisa menggunakan pakaian secara mandiri

Istirahat dan tidur :

Tidur siang : 13.00 s/d 14.00

Tidur malam : 20.00 s/d 5.00

Penggunaan obat : pasien dapat menggunakan obat secara mandiri

Kegiatan dalam rumah

Mempersiapkan makanan : ya

Menjaga kerapihan rumah : ya

Mencuci pakaian : ya

Pengaturan keuangan : tidak

Kegiatan di luar rumah

Belanja : ya

Transportasi : ya

Lain – lain : ya (Kerja bakti dan bermain voli)


26

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan terkait

Mekanisme koping :

● Bicara dengan orang lain


● Aktivitas konstruktif
● Olahraga
● Menghindari
● Reaksi lambat

Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif

Masalah Psikososial dan Lingkungan

● Masalah dengan pendidikan, spesifik hanya sampai kelas 2 SMP karena


tidak ada biaya
● Masalah Pekerjaan, spesifik tidak memiliki pekerjaan
● Masalah perumahan, spesifik tidak memiliki rumah sendiri
● Masalah ekonomi, spesifik tidak berpenghasilan karena tidak memiliki
pekerjaan
● Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik saat dirumah sulit untuk
mencari obat yang lengkap karena di fasilitas kesehatan terkadang tidak
ada obat yang dibutuhkan

Masalah Keperawatan : Gangguan tumbuh kembang


[D0106] ; Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif [D0003]

Pengetahuan kurang tentang : penyakit jiwa dan obat – obatan

Masalah Keperawatan : Kesiapan peningkatan pengetahuan


[D0113]

Aspek Medik

Diagnosis Medis : Skizophrenia Paranoid


27

Terapi Medis : Risperidone; THP; Clozapine; Curcuma; Inj. Lodamer; Inj


Haloperidol

Analisis Data :

Analisis Data
Data Masalah Keperawatan
DO : Harga Diri Rendah Kronik

● Pasien menunduk

● Pasien terlihat murung

● Pasien terlihat lemas

DS :

● Pasien merasa malu

● Pasien merasa minder karena


belum bekerja
DO : Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi
● Pasien banyak melamun

DS :

● Pasien mengatakan kerap kali


mendengar suara yang
mengatakan bahwa ibadahnya
tidak akan diterima
DS : Isolasi Sosial

● pasien mengatakan menarik diri


dari lingkungan rumah

DO :

● saat datang pasien lebih banyak


28

sendiri dan melamun


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kasus

a. Faktor Predisposisi

Pasien kembali masuk ke RSMM karena pengobatan yang kurang berhasil dan
adanya trauma penolakan oleh orang yang dicintainya. Hal ini tentu saja sangat
berpengaruh terhadap kondisi pasien. seperti yang disebutkan oleh Kandar &
Iswanti (2019) rasa kehilangan merupakan faktor psikologi yang sering
menyebabkan masalah pada kejiwaan seseorang. Rasa kehilangan akan
menimbulkan kecemasan yang berlebihan dan berujung pada gangguan
jiwa.`Selain itu, putus obat juga merupakan faktor biologis yang dapat
menyebabkan adanya kekambuhan pada gangguan jiwa. Penolakan dapat
menyebabkan pasien mengalami harga diri rendah dan berduka karena kehilangan
orang yang dicintainya.

b. Konsep Diri

Pasien mengatakan tidak akan ada yang mau dengan dirinya karena ia mengalami
gangguan jiwa. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari masalah harga diri
rendah. Selama di RSMM, pasien kehilangan peran untuk membantu kakaknya
berjualan. Ia tidak bisa bekerja dan mengikuti kegiatan di dalam masyarakat.
Selain itu ia merasa malu karena dirinya gangguan jiwa.

c. Hubungan Sosial

Orang yang paling dekat dengan pasien adalah kakak ke 3. Pasien memiliki
hambatan dalam bersosialisasi karena malu dirinya gangguan jiwa. Peran dari
support system sangatlah berarti bagi pasien gangguan jiwa. Support system akan
menjadi kekuatan yang berarti dan menjadi wadah untuk berbagi stressor.

29
30

d. Spiritual

Pasien beragama Islam dan pasien percaya bahwa sakitnya berasal dari tuhan.
Namun ia sudah jarang beribadah semenjak adanya bisikan yang mengatakan
percuma beribadah. Padahal hubungan dengan tuhan sejatinya dapat menjadikan
kita sadar bahwa segala sesuatu berasal dari tuhan dan tuhan pula yang akan
menyelesaikannya. Jika dapat berpikir demikian, kita tidak akan terfokus pada
stressor yang kita miliki, melainkan dapat menjalaninya dengan ikhlas.

e. Status Mental

klien mengalami gangguan persepsi berupa halusinasi auditori. Halusinasi


merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Menurut Azizah (2016 dalam Hernandi,
2020) tanda dan gejala halusinasi diantaranya berbicara, tertawa, dan tersenyum
sendiri, bersikap seperti mendengarkan sesuatu, dan sering berhenti berbicara di
tengah-tengah kalimat, kurang konsentrasi, sering melamun, dan cepat berubah
pikiran.

f. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Salah satu penyebab skizofrenia adalah karena tertekan oleh lingkungan.


Hubungan pasien dengan keluarga, teman, atau tetangga yang kurang baik
merupakan pencetus masalah skizofrenia. Pasien akan menjadi sering melamun
dan lebih agresif setelah adanya tekanan tersebut (Fatmawati, 2016).

g. Diagnosis Medis

Pasien didiagnosis skizofrenia paranoid. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa


yang paling banyak dialami oleh beberapa orang dan memiliki tingkat
kekambuhan cukup tinggi. Fatmawati (2016) menyebutkan bahwa skizofrenia
merupakan gangguan jiwa dengan output kesembuhan kurang baik. Persentase
kambuh pada pasien dengan tidak teratur minum obat cukup tinggi yaitu sekitat
74% (Fatmawati, 2016).
31

4.2 Rencana Asuhan Keperawatan


a. Rencana Asuhan Keperawatan Halusinasi

Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan Umum: 1. Setelah 2 kali 1. Bantu mengenal halusinasi 1. Klien dapat
Halusinasi pertemuan percaya terhadap
pada pasien dengan cara
Pasien dapat pasien perawat. Dan
Definisi: menunjukkan membina hubungan saling menceritakan
mengontrol
gangguan tanda-tanda percaya dengan pasien. pengalaman
halusinasinya. percaya halusinasinya
persepsi
kepada 2. Bantu pasien mengenal dengan nyaman.
sensori Tujuan Khusus: perawat:
halusinasinya dengan 2. Kontak sering
tanpa 1. Klien dapat ● Ekspresi dan singkat dapat
mendiskusikan isi halusinasi,
adanya wajah membina
mengenal frekuensi, waktu halusinasi
bersahabat hubungan saling
stimulus halusinasiny muncul, situasi dan respon percaya dan
dari luar ● Menunjukkan
a. dapat
rasa senang pasien ketika halusinasi
(eksternal). memutuskan
2. Klien dapat ● Ada kontak muncul, Adakan kontak halusinasi dan
Gangguan mata mengenal 
mengontrol sering dan singkat secara
persepsi periaku pada saat
halusinasiny ● Mau berjabat bertahap. halusinasi
sensori ini tangan
a. memudahkan
meliputi 3. Identifikasi bersama klien
● Mau perawat
32

semua menyebutkan cara/tindakan yang menetapkan


panca indra, nama dilakkukan jika terjadi intervensi.
halusinasi (tidur/marah/
yaitu ● Mau 3. Reinforcement
menyibukkan diri
menjawab positif dapat
penglihatan, dll).Diskusikan manfaat cara
salam meningkatkan
yang digunakan klien, jika
pendengara harga diri klien
● Mau duduk bermanfaat beri pujian.
n, penghidu, berdampingan 4. Memberikan
4. Diskusikan cara baru untuk
pengecapan, dengan alternatif pilihan
memutus/mengontrol
perawat bagi klien untuk
dan timbulnya halusinasi :
mengontrol
● Bersedia
perabaan . ● Katakan : saya tidak halusinasinya.
menungkapka
mau dengar kamu
n masalah 5. Memberikan
(pada halusinasi).
yang kesempatan
dihadapi. ● Menemui orang lain kepada klien
(perawat/teman/anggo untuk mencoba
2. Setelah 3x
ta keluarga) untuk cara yang telah
nteraksi, klien
bercakap-cakap atau dipilih dapat
dapat
mengatakan meningkatkan
menyebutkan:
halusinasi terdengar. harga diri pada
● Isi klien
●  Membuat jadwal
● Waktu kegiatan sehari-hari
agar halusinasi tidak
● Frekuensi sempat muncul.
● Situasi dan
33

kondisi yang ●  Bantu klien memilih


menimbulkan dan melatih cara
halusinasi. memutus halusinasi
secara bertahap.
3. Setelah 5x
interaksi klien
dapat
menyebutkan
tindakan yang
biasanya
dilakukan
untuk
mengendalika
n
halusinasinya.
4. Setelah 8x
interaksi klien
menyebutkan
cara baru
mengontrol
halusinasi.
34

b. Rencana Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis

Nama Pasien : Tn. K. Dx. Medis : Skizofrenia Paranoid


No RM : Ruangan : Arimbi
Tabel 4.1 Rencana Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik

Diagnosis Keperawatan
Kriteria Hasil (PPNI, 2018) Intervensi (PPNI, 2018)
D. 0086 Harga Diri Rendah Kronik Harga diri (L.09069) Manajemen Perilaku (I.12463)

Pasien dapat membaik dengan Observasi:


Kategori: Psikologis kriteria hasil:
1. Identifikasi harapan untuk mengendalikan perilaku
● Penilaian diri positif
Subkategori: Integritas Ego Terapeutik:
meningkat
35

● Perasaan memiliki 1. Bicara dengan nada rendah dan tenang


Definisi: kelebihan atau kemampuan
2. Beri penguatan positif terhadap keberhasilan
Perasaan negatif terhadap diri sendiri positif meningkat
mengendalikan perilaku
atau kemampuan pasien seperti tidak
berarti, tidak berharga, tidak berdaya ● Kemampuan membuat
3. Hindari sifat menyudutkan dan menghentikan
yang berlangsung dalam waktu lama atau keputusan meningkat
pembicaraan
terus menerus (PPNI, 2017)
● Perasaan malu menurun
4. Hindari sikap mengancam dan berdebat
Persepsi negatif yang dipercayai atau ● Perasaan tidak mampu
Edukasi:
dipegang sejak lama tentang penilaian melakukan apapun menurun
diri, penghargaan diri, penerimaan diri, 1. Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar
kompetensi, dan perilaku terhadap diri ● Peningkatan kepercayaan pembentukan kognitif
sendiri (Herdman & Kamitsuru, 2017) diri untuk berbicara
Tingkat Depresi (L. 09097) Promosi Harapan (I.09307)

Pasien dapat membaik dengan Observasi:


kriteria hasil:
1. Monitor verbalisasi yang merendahkan diri
● Perasaan tidak berharga
2. Monitor tingkat harga diri setiap waktu, sesuai
menurun
kebuthan
● Perasaan sedih menurun
Terapeutik:
36

● Perasaan putus asa menurun 1. Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk
diri sendiri
● Pikiran mencederai diri
sendiri menurun 2. Diskusikan persepsi negative diri

● Penyalahgunaan alkohol 3. Diskusikan Bersama keuarga menentukan


menurun harapan dan Batasan yang jelas

4. Berikan umpa balik positif atas peningkatan


mencapai tujuan

Edukasi:

1. Jelaskan pada keluarga pentingnya dukungan


dalam perkembangan konsep positif diri pasien

2. Anjurkan identifikasi kekuatan yang dimiiki

3. Anjurkan membuka diri terhadap kritik negative

4. Latih cara berikir dan berperilaku positif

Tabel 4.2 Rencana Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik


Diagnosis Perencanaan
37

Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Harga Diri TUM: ● Pasien dapat 1. Bina hubungan saling Membangun rasa percaya
Rendah Kronik menerima kehadiran percaya dengan: antara pasien dan perawat,
Pasien mampu
perawat setelah 2x sehingga pasien dapat
berinteraksi a) Sapa pasien
pertemuan memberikan informasi
dengan orang dengan ramah
Definisi: tentang keadaannya secara
lain ● Pasien dapat (verbal dan non-
sebenar-benarnya
Persepsi negatif mengungkapkan verbal)
yang dipercayai perasaan dan
b) Perkenalkan diri
atau dipegang TUK 1: keberdayaan saat ini
sejak lama secara verbal c) Menanyakan nama
Pasien mampu
tentang dan panggilan
membangun a) Pasien mampu
penilaian diri, yang pasien sukai
hubungan saling menjawab salam
penghargaan
percaya d) Menjelaskan
diri, penerimaan b) Kontak mata (+)
tujuan pertemuan
diri,
c) Mau berjabat
kompetensi, dan e) Membuat kontak
tangan
perilaku interaksi secara
terhadap diri d) Mau berkenalan jelas, jujur, dan
sendiri tepati janji yang
e) Mau menjawab
telah dibuat
pertanyaan
f) Menunjukkan
f) Mau duduk
empati dan
berdampingan
menerima pasien
38

dengan perawat dengan apa


adanya
g) Pasien mampu
mengungkapkan g) Memberikan
perasaannya perhatian pada
pasien, baik yang
berhubungan
dengan
masalahnya atau
terhadap
kebutuhan
dasarnya
TUK 2: ● Pasien memilih dan 1. Diskusikan dengan 1. Memunculkan pikiran
melakukan pasien kemampuan pada pasien bahwa
Pasien mampu
kegiatan sesuai yang masih dapat pasien masih memiliki
menilai
kondisi dan digunakan atau hal yang dapat
kemampuan
kemampuannya kemampuan positif dibanggakan dari dirinya
yang digunakan
setelah 2x yang dimiliki pasien
2. Menentukan kegiatan
pertemuan
2. Diskusikan apa yang positif dan
kemampuan yang dapat dapat dilakukan oleh
dianjutkan pasien selama perawatan
penggunaannya
TUK 3: ● Pasien 1. Beri kesempatan pasien 1. Membangun
memanfaatkan untuk mencoba kepercayaan diri pasien
Pasien dapat
sistem pendukung kegiatan yang telah dalam melakukan suatu
melakukan
39

kegiatan sesuai yang ada di rumah dipilih dan kegiatan tertentu


kondisi saat ini sakit (perawat, direncanakan
2. Menumbuhkan
sesama pasien)
2. Beri pujian atas kepercayaan diri pasien
setelah 2x
keberhasilan pasien bahwa hal yang ia
pertemuan
lakukan dihargai orang
3. Diskusikan pelaksanaan
lain dan merupakan
yang sudah dijadwalkan
sesuatu yang hebat
3. Menentukan dan
mematuhi penjadwalan
kegiatan agar pasien
terbiasa
TUK 4: ● Pasien 1. Beri penjelasan kepada 1. Keluarga dapat
mengidentifikasi keluarga tentang cara menentukan perawatan
Pasien dapat
kemampuan dan merawat pasien dengan terbaik yang dapat
memanfaatkan
aspek positif yang harga diri rendah diberikan kepada pasien
sistem
dimiliki: kronik dengan harga diri rendah
pendukung yang
kronik
ada (intervensi a) Kemampuan 2. Bantu keluarga
keluarga) yang dimiliki memberikan dukungan 2. Dukungan keluarga
pasien selama pasien dirawat diperlukan untuk
membangun
b) Aspek positif 3. Bantu keluarga
kepercayaan diri pasien
yang dimiliki menyiapkan lingkungan
terhadap proses
keluarga dirumah
penyembuhan dirinya
c) Aspek positif
40

lingkungan 3. Menyiapkan lingkungan


dirumah sesuai dengan
sebagai salah satu rencana
kebutuhan pasien harga
pemulangan pasien
diri rendah kronik yang
dapat membantu suasana
perawatan pasien
41

4.3 Lembar SOAP

Hari, tanggal: Sabtu, 25 September 2021

Nama pasien: Tn. K

No RM : 373430

Impleentasi Evaluasi
DS: S : mengatakan lebih tenang karena
- Pasien mengatakan mendengar sudah tau bagaimana usir suara
suara suara yang tidak ada halusinasi
orangnya
- Suaranya mengatakan bahwa O : pasien dapat memperagakan cara
sholat pasien tidak akan menghardik dengan tepat
diterim
DO: A : dx: halusinasi, RBD
- Pasien tampak cemas ketika I: Kaji halusinasi , Latihan
bercerita menghardik, bercakap-cakap,
- Suara lemah distraksi, edukasi obat
Diagnosa keperawatan:
Halusinasi P:
Tindakan keperawatan: - Latih bercakap-cakap dan
- Kaji halusinasi distraksi
- Latihan menghardik, bercakap- - Kaji aspek positif
cakap, distraksi, edukasi obat
RTL Perawat
- Evaluasi latihan menghardi
- Latih distraksi
42

Hari, tanggal: Selasa, 28 September 2021

Nama pasien: Tn. K

No RM : 373430

Ruangan Arimbi

Wktu interaksi 10.00-10.30 (30 menit)

Impleentasi Evaluasi
DO: S : pasien senang karena ternayata
- Suara pasien terdengar lemah, mengetahui kalua banyak hal baik
terkadang murung, dan yang dimiliki dan banyak harapan
menyendiri yang harus dicapai, aspek positif yang
DS: dimiliki pasien yaitu beres-beres
- Pasien mengatakan ada suara rumah, suka bantu memasak, memiliki
yang mengatakan bahwa banyak teman, bisa main voli.
sholatnya sudah tidak akan Harapan yang diinginkan pasien yaitu
diterima sehingga ia tidak lagi ingin sembuh, ingin berkeluarga, ingin
bersemangat untuk hidup. bantu kakak, ingin menikah, dan ingin
Merasa tidak berguna karena memiliki rumah.
kondisi sakitnya, belum
menikah, dan merasa tidak ada O : pasien senang, memahami aspek
yang mau menjadi istrinya positif yang dimiliki
Diagnosa keperawatan:
Harga Diri Rendah Kronis A, dx HDRK
Tindakan keperawatan: I: Mengkaji HDRK, mengkaji aspek
- Kaji HDRK positif pasien, mengkaji harapan yang
- Kaji aspek positif yang dimiliki pasien, dan mengkaji
dimiliki hobi/kegemaran pasien
- Kaji harapan yang dimiliki
- Kaji hobi/kegemaran P:
RTL Perawat - Latihan salah satu aspek positif
- SP 2 HDRK, lakukan dan sesuai dengan jadwal
jadwalkan kegemaran/aspek
43

positif yang bisa dilakukan

Hari, tanggal: Selasa, 28 September 2021

Nama pasien: Tn. K

No RM : 373430

Ruangan Arimbi

Impleentasi Evaluasi
DS: S : mengatakan senang karena
- Pasien mengatakan mengetahui hal baik pada dirinya
malu/minder karena belum Pasien mau melakukan latihan aspek
menikah positif, seperti beres-beres ruangan
- Malu tidak bekerja
- Merasa ini semua azab dari O : pasien tersenyum dan dapat
tuhan menyebutkan kapan akan melakukan
DO: latihan aspek positif
- Pasien banyak menunduk
- Suara pelan dan lemah A, dx HDRK
Diagnosa keperawatan: I: Identifikasi aspek positif
Harga Diri Rendah Kronis Latih aspek positif yang dimiliki
Tindakan keperawatan:
- Identifikasi aspek positif
- Latih aspek positif yang P:
dimiliki - Latihan salah satu aspek positif
RTL Perawat sesuai dengan jadwal
- Melakukan kegiatan yang ada
pada aspek positif klien
- Menjadwalkan kegiatan/latih
aspek positif
- Melatih aspek positif ssesuai
jadwal
BAB 5

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil diskusi, dapat disimpulkan bahwa Tn. K mengalami
Harga Diri Rendah Kronis yang disebabkan karena faktor predisposisi dan
faktor presipitasi di masa lalunya yang tidak menyenangkan. Tn.K
sebelumnya sudah menjalani pengobatan, namun pengobatan tersebut tidak
berhasil karena terbatasnya obat yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan di
sekitar tempat Tn. K. Kondisi pada hari pertama pengkajian, Tn. K
mengatakan bahwa sering mendengar suara halusinasi. Suara halusinasi
tersebut memerintahkan Tn. K untuk tidak beribadah lagi, karena dari suara
tersebut mengatakan percuma ibadahnya tidak akan diterima. Selain itu, Tn. K
juga mengatakan malu karena belum menikah dan saat ini belum bekerja.
Oleh karena itu, masalah keperawatan yang muncul pada Tn. K yaitu
Halusinasi dan Harga Diri Rendah Kronis. Intervensi yang sudah dilakukan
untuk masalah keperawatan halusinasi yaitu memberikan intervensi mengenai
teknik menghardik, bercakap-cakap, teknik distraksi, dan edukasi obat. Dan
juga sudah dilakukan intervensi untuk masalah keperawatan harga diri rendah
kronis yaitu dengan mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki oleh Tn. K,
melatih aspek positif, dan menjadwalkan kegiatan aspek positif Tn. K.
Intervensi yang dilakukan untuk Tn. K selama 3 hari memperlihatkan bahwa
Tn. K mengetahui aspek positif yang dimiliki oleh Tn. K dan sudah tidak
mendengar suara halusinasi lagi.

5.2 Saran
Berdasarkan diskusi ini, maka dapat disarankan untuk :

5.2.1 Saran bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan makalah ini dapat menjadi pengembangan ilmu keperawatan dalam


pemberian asuhan kepada pasien dengan lebih dari 1 diagnosa keperawatan.
Semoga dengan adanya makalah ini, terdapat inovasi-inovasi dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien yang memiliki diagnosa keperawatan lebih
dari 1 diagnosa keperawatan.

44
45

5.2.2 Saran bagi Pihak Rumah Sakit dan Perawat

Berdasarkan makalah ini, diharapkan makalah ini dapat menjadi rujukan rumah
sakit dan juga perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
yang memiliki diagnosa keperawatan lebih dari 1 diagnosa keperawatan. Selain
itu juga, makalah ini dapat memberikan pandangan dalam pemberian asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien .

45
DAFTAR PUSTAKA
Fatmawati, I. (2016). Faktor-fakto Penyebab Skizofrenia. Diambil dari
https://core.ac.uk/download/148613036.pdf

FK-KMK UGM. (2020). Menjawab tantangan kesehatan mental di era milenial.


https://fk.ugm.ac.id/menjawab-tantangan-kesehatan-mental-di-era-
milenial/
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2017). Nursing diagnoses: Definitions and
classification 2017-2020 (11th ed.). West Sussex: Wiley Blackwell.
Hernandi, B. (2020). Halusinasi. Diambil dari
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf

Kandar. I. & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Presipitasi Pasien


Risiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. 2 (3)149-156

Keliat, B.A dan Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC


Keliat, B, A., Akemat, Helena, N. & Nurhaeni, H. (2013). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC Keliat, B. A., Kep, H. S. M.,
Achir, P., Hamid, Y. S., Kep, F. M., Daulima, N. H. C., … Keliat, B. A.
(2017). TERAPI KOGNITIF PERILAKU ( COGNITIVE BEHAVIOR
THERAPY ). PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa
Llorca, P. M., Pereira, B., Jardri, R., Chereau-Boudet, I., Brousse, G., Misdrahi,
D., … De Chazeron, I. (2016). Hallucinations in schizophrenia and
Parkinson’s disease: An analysis of sensory modalities involved and the
repercussion on patients. Scientific Reports, 6(December), 1–10.
https://doi.org/10.1038/srep38152

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:CV Andi Offset


Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa Komprehensif. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

46
PPNI. (2016). Standard Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator
diagnostik, Edisi 1. Jakarta: EGC.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Pramujiwati, D., Keliat, B.A., Wardani, Ice Y. (2013). Pemberdayaan Keluarga
Dan Kader Kesehatan Jiwa Dalam Penanganan Pasien Harga Diri Rendah
Kronik Dengan Pendekatan Model Precede L. Green Di Rw 06, 07 Dan 10
Tanah Baru Bogor Utara. Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 1, No. 2.
Ramdhani, A. N., et al. (2020). Buku Saku Praktik Klinik Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Stuart, G. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing 10th edition. St.
Louis: Mosby
Stuart, G. W. (2016). Principle and practices psychiatric nursing. Riverport Lane:
Elsevier.
Videback, S. L. (2014). Psychiatric-Mental Health Nursing. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health
World Health Organization Schizophrenia. (2017). Report of the WHO
Schizophrenia. Diakses dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/
Yosep, I,. & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung: Refika Aditama
Yusuf, Ah., D. (2015). Buku AjAr KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA. Jakarta:
Salemba Medika.

47

Anda mungkin juga menyukai