Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KASUS PSIKOSA

Digunakan untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Neurobehavior


II

Disusun oleh Tutorial 2 :

Fitria Afiaty 220110140017 Aninisa Susanti K 220110140087

Dwi Intan I.S 220110140028 Mia Yuliati 220110140093

Intan Febryani 220110140052 Nanda Chaerunisa 220110140103

Nur Ariyanti S 220110140054 Khanza Azizah 220110140112

Fani Kurnia S 220110140057 Nur Maharani 220110140118

Silvi Puji A 220110140063 Nurina Sari 220110140122

Ifna Rosydah 220110140076 Cindya Ukhti I. A 220110140181

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3

2.1 Definisi.........................................................................................................................3

2.2 Etiologi.........................................................................................................................5

2.3 Tanda dan gejala...........................................................................................................5

2.4 Patofisiologi..................................................................................................................8

2.5 Penatalaksanaan...........................................................................................................9

2.5.1 Terapi Somatik.....................................................................................................9

2.5.2 Terapi Psikososial...............................................................................................11

2.5.3 Perawatan Rumah Sakit......................................................................................12

2.6 Data yang Perlu Dikaji...............................................................................................13

BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................................14

3.1 Pengkajian Keperawatan.............................................................................................14

3.2 Pengkajian Fisik..........................................................................................................16

3.3 Analisis Data..............................................................................................................16

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................................18

BAB IV PENUTUP...................................................................................................................23

4.1 Simpulan....................................................................................................................23

4.2 Saran..........................................................................................................................23

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan psikotik akan menghasilkan persepsi menyimpang dan mempengaruhi


cara seseorang memandang realitas, ketika mengalami ini mereka hilang dari dunia di
mana mereka tidak dapat berkomunikasi dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Dari semua gangguan psikotik, skizofrenia adalah yang paling umum (Walker dkk,
2008). Skizofrenia adalah bentuk psikosis di mana ada pikiran kacau, perubahan
persepsi, dan penurunan respon emosional terhadap realitas. Ini adalah penyakit
mental kronis yang menyebabkan orang untuk cenderung menarik diri ke dalam
pikiran yang penuh delusi dan salah penanggapan. Gejala yang berkaitan dengan
gangguan psikotik yang sering muncul adalah gangguan pikiran yaitu tidak bisa
membedakan realitas, isolasi sosial, citra diri yang buruk, masalah dalam berhubungan
dengan keluarga, dan masalah di tempat kerja. Individu yang menderita dapat
mengalami keadaan teror yang mencegah interaksi sehari-hari dan menciptakan
kesulitan dalam membedakan diri dari kenyataan. Gangguan ini memiliki efek yang
luas, bukan hanya mengganggu kehidupan individu, tetapi dapat juga merusak sistem
dukungan dan mengasingkan individu dari hubungan sehari-hari baik dengan keluarga
maupun teman-teman. (Dziegielewski, 2014)

Selama beberapa dekade, masyarakat salah tanggap mengenai skizofrenia, yang


diartikan takut, berbahaya, tidak terkendali dan menyebabkan gangguan kekerasan.
Banyak orang percaya bahwa orang-orang dengan skizofrenia perlu dijauhi dari
masyarakat dan dilkucilakan. Klien yang sakit diawasi secara medis dan yang
pengobatannya dikontol sehingga dapat terus hidup dan kadang-kadang bekerja di
masyarakat dengan keluarga dan dukungan luar. (Videbeck, 2011). Skizofrenia
biasanya didiagnosis pada masa remaja akhir atau dewasa awal dan jarang pada masa
kecil. Puncak kejadian adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun
untuk wanita (American Psychiatric Association [APA], 2000).

Skizofrenia ditandai oleh ketidakmampuan untuk membedakan antara apa yang


nyata dan apa yang tidak, halusinasi, delusi, dan sosialisasi yang terbatas. Orang yang
memiliki skizofrenia mungkin tidak dapat membedakan antara apa yang "mereka" dan
apa yang "orang lain" dalam kaitannya dengan fungsi sosial. Sulit bagi mereka untuk

3
fokus pada satu topik untuk waktu yang lama. Skizofrenia tidak sama dengan
gangguan kepribadian ganda. Skizofrenia memiliki gejala yang berbahaya yaitu
berkembang dari waktu ke waktu, dan gejala mungkin tidak diketahui untuk sebelum
diagnosis. Gejala dibagi menjadi dua yaitu positif dan negative. Gejala positif
skizofrenia dapat dianggap sebagai gejala-gejala yang mencerminkan "kelebihan" atau
distorsi dari fungsi normal termasuk halusinasi, delusi, pemikiran kacau, dan perilaku
kacau. Delusi biasanya tetap, keyakinan palsu yang tidak dapat diubah oleh logika
atau bukti nyata. Biasanya, pasien menunjukkan delusi keagungan, penganiayaan, atau
rasa bersalah. Halusinasi adalah persepsi sensorik palsu. Mereka dapat mempengaruhi
salah satu dari lima indera; delusi pendengaran dan visual adalah yang paling umum.
Misalnya, seseorang mungkin melihat orang yang tidak orang lain lihat, atau
mendengar suara-suara yang tidak orang lain yang dengar. gejala negatif skizofrenia
dapat dianggap sebagai hilangnya fungsi normal termasuk tidak mau bicara, tidak ada
kemauan, apatis, tidak bahagia, dan isolasi sosial. Diperkirakan bahwa ini adalah
gejala yang paling menyusahkan dari skizofrenia karena mereka tetap individu yang
ingin menjalani hidup normal (Williams & Hopper, 2007). Maka dari itu sangat
penting untuk mengetahui bagaimana pendekatan proses keperawatan yang tepat pada
pasien skizofrenia.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui


proses keperawatan pada pasien Skizofrenia secara umum,antara lain :
1. Mampu menjelaskan kembali pengertian dari penyakit skizofrenia.
2. Mampu menjelaskan kembali etiologi dari penyakit skizofrenia.
3. Mampu menjelaskan kembali tanda dan gejala dari penyakit skizofrenia.
4. Mampu menjelaskan kembali proses keperawatan yang tepat pada pasien
skizofreni

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan psikotik terasosiasi pada kerusakan pada emosional, kognitif, dan


fungsi social yang berpotensi mengarah pada ketidakberdayaan jangka panjang
(Starling dan Feijo, 2012)

Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of
reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguangangguan pada
perasaan, pikiran, kemauan, dan motorik, sehingga perilaku penderita tidak sesuai lagi
dengan kenyataan. Perilaku penderita Psikosis tidak dapat di mengerti oleh orang
normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang gila (W.F.Maramis,
2012).

Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan


(volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa gangguan


psikotik/gangguan kejiwaan adalah gangguan berpikir, bersikap, dan
menginterpretasikan suatu fenomena sehingga tidak sesuai dengan pemahaman orang
awam.

Psikosa umumnya terbagi dalam dua golongan besar yaitu:

a. Psikosa fungsional

Merupakan gangguan yang disebakan karena terganggunya fungsi sistem


transmisi sinyal pengahantar saraf (neurotransmitter). Faktor penyebabnya
terletak pada aspek kejiwaan, disebabkan karena sesuatu yang berhubungan
dengan bakat keturunan, bisa juga disebabkan oleh perkembangan atau
pengalaman yang terjadi selama sejarah kehidupan seseorang. Contoh:
paranoid (curiga berlebihan), depresi, gaduh gelisah

b. Psikosa organic

5
Merupakan gangguan jiwa yang disebabkan karena ada kelainan atau
gangguan pada aspek tubuh, misalnya ada tumor atau infeksi pada otak,
keracunan ( intoksikasi ) NAZA.

Salah satu bentuk dari gangguan psikotik adalah skizofrenia. Skizofrenia


adalah penyakit gangguan kejiwaan atau psikosa fungsional gangguan utama
pada proses berfikir atau disharmoni antara keretakan perpecahan pada proses
berfikir (Arif, 2006, h.3).

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berbahaya. Gangguan


ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau,
delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti
Avolition (menurunnya minat dan dorongan) berkurangnya keinginan bicara
dan miskinnya isi pembicaraan, efek yang datar, serta terganggunya relasi
personal (Hanwari, 2007, h.113).

Skizofrenia dapat diartikan sebagai gangguan mental, atau sekelompok


gangguan mental, yang penyebabnya kebanyakan belum diketahui dan
melibatkan rangkaian yang kompleks dari gangguan berpikir, persepsi, afeksi,
dan tingkah laku social (WHO, 1998)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah


penyakit gangguan kejiwaan yang merubah proses berfikir sehingga terjadi
pergeseran persepsi, afeksi, kognisi, dan tingkah laku social.

Tipe-tipe dari skizofrenia :

1. Skizofrenia Simplex

Gejalanya meliputi kehilangan minat, emosi tumpul / datar, dan


menarik diri dari masyarakat.

2. Skizofrenia Hebefrenik

Umumnya dialami atau timbul pada masa remaja antara 15-25 tahun
dengan gejala berupa reaksi-reaksi emosional yang makin bertambah
indiferen, adanya gangguan proses berpikir dan tingkah laku infantile,
seperti tiba-tiba menangis atau tertawa tetapi tidak berkaitan dengan situasi
yang sedang terjadi, makan secara berlebihan dan berceceran, buang air
kecil atau buang air besar sembarang tempat, berpakaian seperti bayi, dan
lain-lain.

6
3. Skizofrenia Katatonik

Penderita tipe ini menunjukkan satu dari dua pola yang dramatis,
yakni;

a) Stupor

Penderita kehilangan gerak, cenderung untuk diam pada posisi yang


stereotipi dan lamanya bisa berjam-jam bahkan berhari-hari,
mempunyai kontak yang minimal sekali dan mutisme (menolak
untuk bicara).

b) Excitement

Penderitanya melakukan tingkah laku yang berlebihan, seperti bicara


banyak tetapi tidak koheren, gelisah yang ditunjukkan dengan
tingkah laku seperti mondar-mandir, melakuakan masturbasi di
depan umum, bahkan menyerang orang lain.

4) Skizofrenia paranoid

Penderita menunjukkan dua pola, yaitu:

a) Pola skizofrenia: ditandai dengan proses berpikir kacau, tidak


logis, dan mudah berubah serta delusi yang aneh.

b) Pola paranoid: system delusi lebih masuk akal dan logis, kontak
dengan realita (realita testing) juga relative tidak terganggu.

2.2 Etiologi

Menurut National Institute Of Mental Health (), penyebab terjadinya


skizofrenia adalah:

1. Gen

2. Lingkungan

3. Perbedaan unsur kimia dan struktur otak

4. Perspektif Psikodinamika

5. Infeksi Virus

2.3 Tanda dan Gejala

7
Gejala-gejala skizofrenia jatuh menjadi tiga kategori besar: positif, negatif, dan
gejala kognitif
2.3.1 Gejala Positif
Perilaku psikotik yang pada umumnya tidak terlihat di orang sehat.
Orang dengan gejala positif mungkin "kehilangan sentuhan" dengan beberapa
aspek realitas. Untuk beberapa orang, gejala ini datang dan pergi. Bagi orang
lain, mereka tetap stabil selama. Kadang-kadang mereka parah, dan pada
waktu lain hampir tidak terlihat. Keparahan gejala positif mungkin tergantung
pada apakah orang tersebut menerima pengobatan. Gejala positif meliputi:
- Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang terjadi dalam ketiadaan
sebuah rangsangan. Ini dapat terjadi pada salah satu dari lima indera
(penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, atau sentuhan). "Voices"
(halusinasi pendengaran) adalah yang paling umum jenis halusinasi pada
skizofrenia. Banyak orang dengan mendengar gangguan suara. Suara-
suara dapat menjadi internal seakan datang dari dalam satu pikiran
sendiri, atau mereka dapat eksternal, dalam hal ini mereka bisa untuk
menjadi nyata seperti orang lain berbicara. Suara-suara bisa berbicara
dengan orang tentang nya atau perilakunya, perintah orang untuk
melakukan sesuatu, atau memperingatkan orang dari bahaya. Kadang-
kadang suara berbicara satu sama lain, dan kadang-kadang orang dengan
skizofrenia berbicara dengan suara-suara yang mereka dengar. orang
dengan schizophrenia mungkin mendengar suara-suara untuk waktu yang
lama sebelum keluarga dan teman-teman melihat masalah. Jenis lain dari
halusinasi termasuk orang melihat atau benda yang tidak ada, berbau bau
yang tidak ada orang lain mendeteksi, dan perasaan hal-hal seperti jari
tak terlihat menyentuh tubuh mereka ketika tidak ada dekat.
- Delusi sangat memegang keyakinan yang salah yang tidak konsisten
dengan budaya seseorang. Delusi bertahan bahkan ketika ada bukti
bahwa keyakinan yang tidak benar atau logis. Orang dengan skizofrenia
dapat memiliki delusi yang tampak aneh, seperti percaya bahwa tetangga
dapat mengendalikan perilaku mereka dengan gelombang magnetik.
Mereka juga percaya bahwa orang-orang di televisi yang mengarahkan
pesan khusus kepada mereka, atau bahwa stasiun radio penyiaran pikiran
mereka dengan suara keras kepada orang lain. Ini disebut "delusi acuan."
kadang-kadang mereka percaya bahwa mereka adalah orang lain, seperti

8
yang terkenal sejarah angka. Mereka mungkin memiliki delusi paranoid
dan percaya bahwa orang lain mencoba menyakiti mereka, misalnya
dengan kecurangan, melecehkan, keracunan, memata-matai, atau
berkomplot melawan mereka atau orang-orang yang mereka sayangi.
keyakinan ini disebut "delusi persecutory."
- Gangguan Pikiran
Cara yang tidak biasa atau disfungsional berpikir. Satu formulir disebut
"berpikir teratur." Ini adalah ketika seseorang memiliki kesulitan
mengorganisir nya pikiran atau menghubungkan mereka secara logis. Dia
mungkin berbicara dengan cara kacau yang sulit dimengerti. Hal ini sering
disebut "kata salad" bentuk lain disebut pikir menghalangi" ini adalah
ketika seseorang berhenti berbicara tiba-tiba di tengah-tengah pikiran.
Ketika ditanya mengapa ia atau ia berhenti berbicara, orang mungkin
mengatakan bahwa ia merasa seolah-olah pikiran itu memiliki telah
dibawa keluar dari kepala nya. Akhirnya, orang dengan gangguan pikiran
mungkin membuat kata-kata bermakna, atau "neologisme."
- Gangguan Pergerakan
Muncul sebagai gerakan tubuh gelisah. Seseorang dengan gangguan
gerakan dapat mengulang gerakan tertentu berulang. Di ekstrem yang
lain, seseorang bisa menjadi katatonik. Catatonia adalah sebuah negara
dimana seseorang tidak bergerak dan tidak menanggapi orang lain.
Katatonia jarang hari ini, tapi itu lebih umum ketika pengobatan untuk
skizofrenia itu tidak tersedia.

2.3.2 Gejala Negatif

Gejala negatif yang berhubungan dengan gangguan emosi yang normal


dan perilaku. Gejala-gejala ini sulit untuk mengakui sebagai bagian dari
gangguan dan dapat keliru untuk depresi atau kondisi lain. Gejala ini meliputi:

- "Afeksi datar" (mengurangi ekspresemosi melalui ekspresi wajah atau


nada suara)

- Mengurangi perasaan senang di kehidupan sehari-hari

- Kesulitan mengawali dan mempertahankan kegiatan

9
- Sedikit berbicara

Orang-orang dengan gejala negatif mungkin perlu bantuan dengan


tugas sehari hari. Mereka mungkin mengabaikan kebersihan pribadi dasar.
Hal ini mungkin membuat mereka tampak malas atau tidak mau membantu
diri mereka sendiri, tetapi masalah adalah gejala yang disebabkan oleh
skizofrenia.

2.3.3 Gejala Kognitif

Bagi sebagian orang, gejala kognitif skizofrenia halus, tetapi untuk orang
lain, mereka lebih parah dan pasien mungkin melihat perubahan memori atau
aspek lain dari pemikiran. Mirip dengan gejala negatif, gejala kognitif mungkin
sulit untuk mengenali sebagai bagian dari gangguan tersebut.

Seringkali, mereka terdeteksi hanya ketika tes khusus yang dilakukan.


gejala kognitif meliputi:

- Kurangnya "fungsi eksekutif" (kemampuan untuk memahami


informasi dan menggunakannya untuk membuat keputusan)

- Masalah fokus atau memperhatikan.

- Masalah dengan "memori kerja" (kemampuan untuk menggunakan


informasi segera setelah belajar itu)

- Kurangnya kognisi terkait dengan ketenagakerjaan buruk dan hasil


sosial dan dapat menyusahkan untuk individu dengan skizofrenia.

2.4 Patofisiologi

Stressor
Predisposisi
Presipitasi

Perubahan pada neurotransmitter

10
Perubahan pada aktivitas dopamin

Jalur mesocortical

Jalur Nigrostriatal Jalur mesolimbik Tegmental frontal Jalur


corteks tuberoinfondibular
Substansia nigra Tegmental sistem
basal ganglia limbik Hipotalamus kelenjar
pituitary

Peningkatan aktivitas Peningkatan aktivitas Peningkatan aktivitas Menghambat sekresi


dopamin dopamin di meso serotonin di mesocortis prolaktin
limbik

Fungsi gerakan Memori Kognisi - gangguan Penurunan produksi


konsentrasi ASI, Amenorea,
Sikap disfungsi seksual
Fungsi sosial : isolasi
Kesadaran sosial
Proses pikir dan isi fikir Komunikasi : gangguan
komunikasi verbal

GEJALA POSITIF

GEJALA NEGATIF

2.5 Penatalaksanaan Skizofrenia


2.5.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba
beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat
antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama

11
yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer
atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping
yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara
lain:
1. Haldol (Haloperidol) 5. Stelazine
2. Mellaril (Thioridazine) 6. Thorazine
3. Navane (Thiothixene) 7. Trilafon
4. Prolixin (Fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic. Namun ada indikasi yang digunakan untuk menggunaka
antipsikotik konvensional, diantaranya adalah : (1) pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti, (2) bila pasien mengalami
kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam
jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut
juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem
depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
a. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping
bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa
contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
- Risperdal (risperidone)
- Seroquel (quetiapine)
- Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani
pasien-pasien dengan Skizofrenia.

1) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang

12
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik
yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet 25 dan 100 150 - 600 mg/hari
mg
Injeksi 25 mg/ml

2 Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 5 - 15 mg/hari


mg, 5 mg
Injeksi 5 mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari

4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari


5 Flufenazin dekanoat Injeksi 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu

6 Levomeprazin Tablet 25 mg 25 - 50 mg/hari


Injeksi 25 mg/ml

7 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 10 - 15 mg/hari


mg

8 Tioridazin Tablet 50 dan 100 150 - 600 mg/hari


mg

9 Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari 1 -


Injeksi 50 mg/m 4 mg/hari

10 Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari


11 Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

2.5.2 Terapi Psikososial


a. Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan
memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.
Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat
ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas
jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif
atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

13
b. Terapi Berorintasi-Keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga
yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang
terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka
relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara
suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi Individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah
membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep
penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai
aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli
terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan

14
hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau
profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.

2.5.3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)


Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah
ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung
dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah
masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan
sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan
fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di
rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT).
a. Elektro Konvulsif Terapi (ECT).
Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme
penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga

15
penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan
100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik 2,7 .
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau
tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik. Kontra indikasi Elektro
konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang
dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor
otak.
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi
degenerasi sel-sel otak.

2.6 Data yang perlu dikaji


a. Anamnesa, meliputi identitas diri, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, kondisi psikososiospiritual
b. Uji psikologis
Pasien skizofrenia biasanya menunjukkan kinerja buruk pada
serangkaian hasil neuropsikologis.
c. Uji intelegensi
Saat sekelompok pasien skizofrenia dibandingkan dengan kelompok
pasien psikiatrik nonskizofrenik atau dengan populasi umum, pasien
skizofrenik cenderung menghasilkan skor uji intelegensi yang lebih rendah.
d. Uji proyektif dan kepribadian
Uji proyektif, seperti Uji Rorschach dan Uji Apersepsi Tematik, dapat
mengindikasikan adanya ide bizar.
e. Temuan Pemeriksaan fisik
Disfungsi pergerakan mata, disfungsi ini independen terhadap terapi
obat dan keadaan klinis.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan pembesaran ventrikel otak
ketiga dan lateral serta reduksi volume korteks dalam derajat tertentu
Pada pemeriksaan MRI fungsional menunjukkan adanya perbedaan
aktivasi korteks sensorimotorik dibanding normal serta penurunan
aliran darah ke lobus oksipital

16
17
BAB III

PEMBAHASAN

KASUS PSIKOSA:

..Tak Putus Dirundung Derita..

Nasib perempuan berusia 35 tahun ini memang tidak beruntung. Dia dirawat
di RSJ sejak 10 hari yang lalu dengan alasan marah-marah, tidak minum obat sejak
2 bulan sebelum dibawa ke RSJ, berbicara sendiri, sering menyendiri di kamar,
tidak mau makan dan membersihkan diri serta tidak bisa tidur. Klien pernah
dirawat di RSJ 3 tahun yang lalu dengan alasan yang sama.

Menurut keluarga, 3 tahun sebelum sakit klien pernah mengalami kegagalan menikah
dan pemutusan hubungan kerja. Ayah klien adalah penjual es keliling, sehingga klien
sangat diharapkan keluarga dapat membantu perekonomian keluarga. Pada saat
pengkajian, klien mengatakan mendengar suara suara yang menertawainya dan
menyuruhnya untuk bunuh diri. Klien seringkali terganggu dengan suara suara yang
didengarnya akan tetapi klien tidak kuasa untuk tidak mengikuti perintah suara suara
yang didengarnya. Klien terlihat sering melamun dan menangis. Menolak berinteraksi
dengan teman seruangan dan juga perawat. Hanya mau berinteraksi dengan perawat
tertentu saja. Penampilan klien sesuai akan tetapi ketika berinteraksi dengan perawat
klien lebih sering menggaruk garuk kepala, ketika dikaji ternyata di kepala klien
ditemukan banyak kutu. Ketika ditanya perawat, klien mengatakan sedih dan merasa
tidak berguna karena tidak dapat membantu ayahnya mencari nafkah dan malu telah
mengalami sakit yang disebut masyarakat sakit gila.

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Identitas
a. Nama/Jenis Kelamin : Ny. X
b. Umur :35 tahun
c. Tanggal masuk RS : (perlu dikaji)
d. No CM : (perlu dikaji)
e. Alamat : (perlu dikaji)
f. Bentuk Tubuh : (perlu dikaji)
g. Pendidikan : Semua kalangan dapat terjadi
h. Status perkawinan : (perlu dikaji)
i. Pekerjaan : (perlu dikaji)

18
j. Suku : (perlu dikaji)
k. Sumber data : Keluarga

3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit


Klienmarah-marah, tidak minum obat sejak 2 bulan sebelum dibawa ke RSJ,
berbicara sendiri, sering menyendiri di kamar, tidak mau makan dan
membersihkan diri serta tidak bisa tidur.
3.1.3 Faktor Predisposisi
Klien 3 tahun sebelum sakit pernah mengalami kegagalan menikah dan
pemutusan hubungan kerja.
3.1.4 Faktor Presipitasi
Klien tidak minum obat sejak 2 bulan sebelum dibawa ke RSJ, serta klien
merasa sedih dan tidak berguna karena tidak dapat membantu ayahnya
mencari nafkah.Pada saat pengkajian, klien mengatakan mendengar suara
suara yang menertawainya dan menyuruhnya untuk bunuh diri.
3.1.5 Data Dasar Pengkajian Klien
a. Aktifitas atau istirahat : klien tidak tidak bisa tidur dan sering menyendiri di
kamar, tidak mau makan dan membersihkan diri.
b. Higine : kebersihan personal kurang, di kepala klien ditemukan banyak
kutu.
c. Neurosensory:
- Klien sering berbicara sendiri.
- Adanya gangguan persepsi, Klien seringkali terganggu dengan
suara suara yang didengarnya akan tetapi klien tidak kuasa
untuk tidak mengikuti perintah suara suara yang didengarnya.
3.1.6 Kapasitas Berhubungan dengan Lingkungan
Menolak berinteraksi dengan teman seruangan dan juga perawat.Hanya mau
berinteraksi dengan perawat tertentu saja
3.1.7 Perilaku : Klien terlihat sering melamun dan menangis
3.1.8 Sikap tubuh : Stupor (berdiam diri)
3.1.9 Emosi: (perlu dikaji)
3.1.10 Mekanisme Koping
- Regresi: Klien seringkali terganggu dengan suara suara yang didengarnya
akan tetapi klien tidak kuasa untuk tidak mengikuti perintah suara suara
yang didengarnya.
- Proyeksi: Ketika ditanya perawat, klien mengatakan sedih dan merasa tidak
berguna karena tidak dapat membantu ayahnya mencari nafkah dan malu
telah mengalami sakit yang disebut masyarakat sakit gila.
- Menarik diri: Dapat ditampilkan dengan reaksi fisik maupun psikologis.
Reaksi fisik akan menunjukkan bahwa klien menghindari masalah atau
stressor, sedangkan reaksi psikologis menunjukkan prilaku mengisolasi diri.

19
3.2 Pemeriksaan Fisik
3.2.1 Pemeriksaan tanda-tanda vital : TD, RR, HR, dan Suhu biasanya dalam
keadaan normal / stabil. Kecuali saat pasien berada dalam kondisi cemas
yang berat sehingga nilai tanda-tanda vital dapat meningkat.
3.2.2.Pemilihan pasien: Sifat keluhan pasien adalah penting dalam menentukan
apakah diperlukan pemeriksaan fisik yang lengkap. Keluhan dimasukkan
kedalam tiga kategori yaitu tubuh, pikiran, dan interaksi sosial.
3.2.3 Pertimbangan-pertimbangan Psikologis: Bahkan suatu pemeriksaan fisik
rutin dapat menyebabkan reaksi yang merugikan, instrumen, prosedur, dan
ruang periksa mungkin menakutkan. Seorang pasien yang mempunyai rasa
takut yang mendalam akan keganasan untuk tes-tes lainnya yang
dimaksudkan untuk memberikan ketentraman biasanya tidak diharapkan.
3.2.4 Menunda Pemeriksaan Fisik: Kadang-kadang, keadaan menyebabkan
diperlukan atau lebih disukai untuk menunda pemerikasaan fisik yang
lengkap. Seorang pasien yang waham atau manik mungkin bersikap
melawan atau mementang atau keduanya. Dalam keadaan tersebut suatu
riwayat medis harus didapatkan dari anggota keluarga jika mungkin, tetapi,
kecuali terdapat alasan yang mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan,
maka pemeriksaan harus ditunda sampai pasien dapat menurut

3.3 Analisa Data

No. Data Masalah Keperawatan


1 DO: Gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran
- Berbicara sendiri
DS:

- Klien mengatakan mendengar


suara-suara yang
menertawainya dan menyuruh
untuk bunuh diri
2. DS: Resiko bunuh diri

- Klien mengatakan mendengar


suara-suara yang menertawai
dan menyuruh untuk bunuh

20
diri
- Klien merasa terganggu
dengan suara yang
didengarnya tetapi klien tidak
kuasa untuk tidak mengikuti
perintah suara tersebut
3. DO: Isolasi sosial

- Sering menyendiri di kamar


- Menolak berinteraksi dengan
teman seruangan dan juga
perawat, hanya mau
berinteraksi dengan perawat
tertentu
4. DO: Defisit perawatan diri

- Tidak mau membersihkan diri


- Ketika berinteraksi sering
menggaruk-garuk kepala, dan
ditemukan banyak kutu
5. DO: Harga diri rendah kronik

- Klien terlihat sering melamun


dan menangis
DS:

- Klien mengatakan sedih


- Klien merasa tidak berguna
- Klien malu karena mengalami
sakit gila

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan:
a. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.
Asuhan keperawatan perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran tindakan keperawatan kepada klien.

21
No Tujuan Tindakan Keperawatan Strategi Pelaksanaan (SP)
. untuk Klien

1. Pasien mengenali Berdiskusi dengan pasien Strategi Pelaksanaan (SP1)


halusinasi yang tentang isi halusinasi (apa untuk Klien:
dialaminya yang didengar/dilihat),
- Mengidentifikasi jenis
waktu terjadi halusinasi,
halusinasi
frekuensi terjadinya - Mengidentifikasi isi
halusinasi, situasi yang halusinasi
menyebabkan halusinasi - Mengidentifikasi waktu
muncul dan respon pasien halusinasi
saat halusinasi muncul. - Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi
- Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respon
klien terhadap haalusinasi
- Menganjurkan klien
memasukkan cara
menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan
harian
2. Pasien dapat Strategi Pelaksanaan (SP2)
mengontrol untuk Klien:
halusinasinya

22
a) Menghardik Pasien dilatih untuk - Mengevaluasi jadwal
halusinasi mengatakan tidak
kegiatan harian klien
terhadap halusinasi yang - Melatih klien mengendalikan

muncul atau tidak halusinasi dengan cara

mempedulikan bercakap-cakap dengan

halusinasinya (menolak orang lain


- Menganjurkan klien
halusinasi yang muncul).
memasukkan dalam
Tahapan tindakan jadwal kegiatan harian
meliputi:

- Menjelaskan cara
menghardik halusinasi

- Memperagakan cara
menghardik

- Meminta pasien
memperagakan ulang

- Memantau penerapan
cara ini, menguatkan
perilaku pasien

b) Bercakap- Pasien bercakap-cakap


cakap dengan dengan orang lain maka
orang lain terjadi distraksi sehingga
fokus perhatian pasien
akan beralih dari
halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan
orang lain tersebut.

23
c) Melakukan Menyibukkan diri dengan
aktivitas yang aktivitas yang teratur dari
terjadwal bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam
seminggu, dengan
beraktivitas secara
terjadwal, pasien tidak
akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang
seringkali mencetuskan
halusinasi.

Tahapan intervensinya
sebagai berikut:

- Menjelaskan
pentingnya
aktivitas yang
teratur untuk
mengatasi
halusinasi.
- Mendiskusikan
aktivitas yang
biasa dilakukan
oleh pasien
- Melatih pasien
melakukan
aktivitas
- Menyusun jadwal
aktivitas sehari-
hari sesuai dengan
aktivitas yang
telah
dilatih. Upayakan
pasien mempunyai
aktivitas dari

24
d) Menggunaka Tindakan keperawatan
obat secara agar pasien patuh
teratur menggunakan obat:
Jelaskan guna obat
Jelaskan akibat bila
putus obat
Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
Jelaskan cara
menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien,
benar cara, benar waktu,
benar dosis)
3. Pasien mengikuti Strategi Pelaksanaan (SP3)
program untuk Klien:
pengobatan secara
- Mengevaluasi jadwal
optimal
kegiatan harian klien
- Melatih klien mengendalikan
halusinasi dengan
melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa
dilakukan klien di rumah)
- Menganjurkan klien
memasukkan dalam
kegiatan jadwal kegiatan
harian
4. Untuk mengetahui Strategi Pelaksanaan (SP4)
hasil untuk Klien:

- Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien
- Memberikan pendidikan

25
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
- Menganjurkan klien
memasukkan dalam
kegiatan jadwal kegiatan
harian

Asuhan keperawatan perubahan persepsi sensori: halusinasi


pendengaran tindakan keperawatan kepada keluarga.

Strategi Pelaksanaan (SP)


Tujuan Tindakan Keperawatan
untuk Keluarga

Keluarga dapat Diskusikan masalah yang Strategi Pelaksanaan (SP1)


terlibat dalam dihadapi keluarga dalam untuk Keluarga:
perawatan merawat pasien.
Mendiskusikan masalah
pasien baik di
yang dirasakan keluarga
di rumah sakit Berikan pendidikan
dalam merawat klien.
maupun di kesehatan tentang Menjelaskan pengertian,
rumah. pengertian halusinasi, jenis tanda, dan gejala
halusinasi yang dialami halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala klien beserta proses
Keluarga dapat
halusinasi, prosesterjadinya.
menjadi sistem Menjelaskan cara-cara
terjadinya halusinasi, dan
pendukung merawat klien halusinasi.
cara merawat pasien
yang efektif
halusinasi.
untuk pasien. Strategi Pelaksanaan (SP1)
untuk Keluarga:
Berikan kesempatan
kepada keluarga untuk Melatih keluarga
memperagakan cara mempraktikan cara
merawat pasien dengan merawat klien halusinasi.
Melatih keluarga
halusinasi langsung di
melakukan cara merawat

26
hadapan pasien. klien halusinasi.

Buat perencanaan pulang


dengan keluarg
8

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan


(sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan
gangguan pada perasaan, pikiran, kemauan, dan motorik. Sehingga perilaku
penderita psikosis tidak dapat dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam
menyebut penderita sebagai orang gila. Dalam penatalaksanaanya, pederita psikosis
mendapatkan terapi somatik seperti obat anti psikotik, terapi psikososial seprti
terapi kelompok, dan perawatan RS (hospitalize). Diagnosa keperawatan yang
dapat diambil sesuai kasus adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi dan resiko
bunuh diri, meskipun resiko bunuh diri terjadi karena akan tetapi diagnosa aktual
yang dapat diambil adalah resiko bunuh diri, dengan alasan resiko bunuh diri adalah
keadaan yang mengancam jiwa penderita.

4.2 Saran

Diharapkan setelah mempelajari kasus psikosa dari mata kuliah


Neurobehaviour ini, mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
dapat terlatih untuk memilih diagnosa keperawatan aktual dalam keperawatan jiwa.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dziegielewski, S. F. (2014). DSM-IV-TR in Action (Vol. Second edition). Canada:


John Wiley & Sons.

Videbeck, S. L. (2011). PsychiatricMental Health Nursing (Vol. Fifth Edition).


Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

Williams, L. S., & Hopper, P. D. (2007). Understanding Medical-Surgical Nursing


(Vol. Third Edition). Philadelphia: F. A. Davis Company.

Walker, E., Mitial, V., Tessner, K., & Trotman, H. (2008). Schizophrenia and the
psychotic spectrum. In Dziegielewski, S. F. (2014). DSM-IV-TR in Action (Vol.
Second edition). Canada: John Wiley & Sons.

Davison, Gerald C. (et al).Psikologi Abnormal (Alih bahasa: Noermalasari


Fajar). Jakarta. Rajawali Pers. 2004
Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients
and Families. www.nmah.com diakses tanggal 5 November 2016.
Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri
Klinis Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
Maramis W.F. Catatan lmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University. Surabaya. 2000
Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2003
Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik : PT Nuh Jaya,
1999

28
Sadock, Benjamin J. & Sadock, Virginia A. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta: EGC

Sinaga, Benhard Rudyanto. 2007. Skizofrenia & Diagnosis Banding. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Mueser, Kim T & McGurk, Susan R. 2004. Schizophrenia. The Lancet. Diakses
dari

http://search.proquest.com/docview/199040179/fulltextPDF/8959CDFC4E6B4D2
9P Q/33?accountid=48290 pada 5 November 2016

Hernawaty, R. D. (2014). Pengaruh Terapi Suportif Keluarga terhadap


Kemampuan Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa di Kecamatan Bogor
Timur. www.ejournal.ac.id, 696.

Sutatminingsih. (2002). Pengaruh Terapi Realitas Secara Kelompok terhadap


Peningkatan Konsep Diri. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Townsend, M., C. (2011). Nursing Diagnoses in Psychiatric Nursing: Care Plan


and Psychotropic Medications (8th edition). Philadelphia: F. A. Davis
Company.
Carpenito, L. J. (2013). Nursing Diagnosis: Application to Clinical Practice (14th
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Modul MPKP Askep Psikosa yang dari bu Aat

29

Anda mungkin juga menyukai