Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM 1 CNP IV

TUTORIAL E

A. DATA KESEHATAN KELOMPOK LANSIA DENGAN HIPERTENSI


1. Insidensi hipertensi di South-East Asia (SEA)

Di Wilayah Asia Tenggara, sekitar 35% populasi orang dewasa memiliki


hipertensi, yang menyumbang hampir 1,5 juta kematian setiap tahunnya; 9,4% dari total
kematian disebabkan oleh hipertensi. Data nasional dari beberapa negara menunjukkan
kecenderungan peningkatan prevalensi hipertensi.
Perkiraan usia standar prevalensi tekanan darah tinggi pada dewasa UMUR 25+
tahun di negara-negara kawasan SEA :

Detail survei faktor risiko NCD di negara anggota yang memiliki data pada level
tekanan darah
Kesadaran, pengobatan dan pengendalian hipertensi di negara-negara anggota
kawasan SEA

2. Data Kesehatan Kelompok Hipertensi


Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia baik negara maju
maupun negara berkembang. Hipertensi juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi
seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kematian dini dan kecacatan. Insidensi penyakit
kardiovaskular secara global menurut WHO sekitar 17 juta kematian per tahun, hampir
sepertiga dari total kematian. Dari jumlah tersebut, kompliasi hipertensi mencapai 9,4
juta kematian di seluruh dunia setiap tahun. Hipertensi bertanggung jawab atas
setidaknya 45% kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke.
Pada tahun 2008, sekitar 40% dari orang dewasa di dunia usia 25 tahun ke atas
didiagnosis hipertensi. Jumlah tersebut meningkat dari 600 juta di tahun 1980 menjadi 1
miliar di tahun 2008. Prevalensi hipertensi tertinggi di wilayah Afrika sebesar 46%
sedangkan yang terendah dengan prevalensi sebesar 35% ditemukan di Amerika. Secara
keseluruhan, Negara berpenghasilan tinggi prevalensinya lebih rendah dari Negara
berpenghasilan rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya system pelayanan
kesehatan, banyaknya penderita hipertensi yang tidak terdiagnosis, tidak diobati dan
tidak terkendali.
3. Data kesehatan lansia dengan hipertensi di Indonesia
a. Lansia di Indonesia

Secara global diprediksi populasi lansia akan terus mengalami peningkatan.


Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada populasi lansia
di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050. Bila dilihat dari struktur
kependudukannya, secara global berstruktur tua dari tahun 1950. Sedangkan Asia dan
Indonesia berstruktur tua dimulai dari tahun 1990 dan 2000. Walaupun dikatakan
berstruktur tua tetapi jumlah penduduk <15 tahun lebih besar dari penduduk lansia (60+
tahun), tetapi pada tahun 2040 baik global/dunia, Asia dan Indonesia diprediksikan
jumlah penduduk lansia sudah lebih besar dari jumlah penduduk <15 tahun.
Indonesia termasuk ke dalam negara berstruktur tua dan hal ini dapat dilihat dari
persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari
keseluruhan penduduk. Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan salah satu
indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global dan nasional.
Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial
masyarakat yang meningkat. Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut
usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai
tantangan dalam pembangunan.
Perubahan struktur penduduk mempengaruhi angka beban ketergantungan, terutama
bagi penduduk lansia. Perubahan ini menyebabkan angka ketergantungan lansia menjadi
meningkat. Rasio ketergantungan penduduk tua (old dependency ratio) adalah angka
yang menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk tua terhadap penduduk usia
produktif. Angka tersebut merupakan perbandingan antara jumlah penduduk tua (60
tahun ke atas) dengan jumlah penduduk produktif (15-59 tahun). Angka ini
mencerminkan besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk produktif
untuk membiayai penduduk tua. Hasil dari data Susenas menunjukkan bahwa angka
rasio ketergantungan penduduk lansia pada tahun 2012 adalah sebe-sar 11,90. Angka
rasio sebesar 11,90 menunjukkan bahwa setiap 100 orang pen-duduk usia produktif
harus menanggung sekitar 12 orang penduduk lansia. Namun bila dibandingkan per
jenis kelamin, angka rasio ketergantungan penduduk lansia perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk lansia laki-laki (12,95 berbanding 10,86).
Berdasarkan laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2010 (rumah sakit yang mengirim laporan untuk rawat jalan (RL2B) adalah
41,05% dari total jumlah RS yang teregistrasi dalam SIRS), 10 peringkat terbesar
penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh penyakit rawat jalan pada kelompok usia 45-
64 tahun dan 65+ tahun yang paling tingggi adalah hipertensi esensial sedang sebab
sakit lainnya hampir sama kecuali pada kelompok umur 45-64 tahun terdapat gangguan
refraksi, penyakit kulit dan pulpa sedangkan pada kelompok umur >65 tahun terdapat
katarak, penun-jang sarana kesehatan dan penyakit jantung iskemik lainnya.
b. Lansia dengan hipertensi di Indonesia

Gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan


bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika
saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa
yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13
provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762jiwa =
426.655 jiwa.
Hipertensi merupakan salah satu dari 6 penyakit tidak menular yang umum terjadi
pada lansia. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%.
Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan
terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013
terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%).
Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang
berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi.
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah
(16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan
atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat
sendiri. Tiga tempat yang paling banyak didatangi oleh penduduk lansia untuk berobat
jalan adalah praktek tenaga kesehatan sebesar 33,2%, praktek dokter/poliklinik sebesar
30,56%, dan puskesmas/pustu sebesar 29,31%.

B. INDIKATOR CAPAIAN LANSIA SECARA NASIONAL & INTERNASIONAL


1. Nasional
Mengacu pada strategi lanjut usia sehat dari WHO 2013-2018 serta pada
kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia yang komprehensif dengan
memperhatikan kebijakan terkait lainnya, maka strategi nasional yang digunakan
adalah :

No Strategi
1 Memperkuat dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan lanjut usia.

2 Meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan tingkat pertama dan


fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang melaksanakan pelayanan
kesehatan santun lanjut usia.
3 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring pelaksanaan
pelayanan kesehatan lanjut usia yang melibatkan lintas program, lintas sektor,
organisasi profesi, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga swadaya
masyarakat, dunia usaha, media massa dan pihak terkait lainnya.
4 Meningkatkan ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan lanjut usia.
5 Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat, dan lanjut
usia dalam upaya peningkatan kesehatan lanjut usia.
6 Meningkatkan peran serta lanjut usia dalam upaya peningkatan kesehatan
keluarga dan masyarakat.

Rencana aksi pada setiap strategi dilakukan, dalam upaya untuk mencapai
tujuan dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas hidup lanjut usia adalah
sebagai berikut:

a. Strategi 1 : Memperkuat dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan lanjut


usia.

Rencana aksi nasional dan indikator pada strategi 1 adalah sebagai berikut:

No Rencana Aksi Indikator


1 Menyusun Peraturan Adanya Peraturan Menteri Kesehatan dan NSPK
Menteri Kesehatan dan lain terkait pembinaan kesehatan lanjut usia
NSPK lain terkait sebagai bagian dari pembinaan kesehatan
pembinaan kesehatan lanjut keluarga
usia sebagai bagian dari
pembinaan kesehatan
keluarga
2 Sosialisasi Peraturan Persentase provinsi yang sudah dilakukan
Menteri Kesehatan dan sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan dan
NSPK lain terkait NSPK lain terkait pembinaan kesehatan lanjut
pembinaan kesehatan lanjut usia sebagai bagian dari pembinaan kesehatan
usia sebagai bagian dari keluarga
pembinaan kesehatan
keluarga kepada provinsi
3 Sosialisasi Peraturan Persentase kabupaten/kota yang sudah dilakukan
Menteri Kesehatan dan sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan dan
NSPK lain terkait NSPK lain terkait pembinaan kesehatan lanjut
pembinaan kesehatan lanjut usia sebagai bagian dari pembinaan kesehatan
usia sebagai bagian dari keluarga
pembinaan kesehatan
keluarga kepada
kabupaten/kota
4 Sosialisasi Permenkes Persentase provinsi yang sudah dilakukan
Nomor 79 Tahun 2014 sosialisasi Permenkes Nomor 79 Tahun 2014
kepada provinsi
5 Sosialisasi Permenkes persentase kabupaten/kota yang sudah dilakukan
Nomor 79 Tahun 2014 sosialisasi Permenkes Nomor 79 Tahun 2014
kepada kabupaten/kota

6 Sosialisasi Permenkes Persentase provinsi yang sudah dilakukan


Nomor 67 Tahun 2015 sosialisasi Permenkes Nomor 67 Tahun 2015
kepada provinsi

7 Sosialisasi Permenkes Persentase kabupaten/kota yang sudah dilakukan


Nomor 67 Tahun 2015 sosialisasi Permenkes Nomor 67 Tahun 2015
kepada kabupaten/kota

8 Melakukan advokasi 1) Persentase provinsi yang sudah di advokasi


kepada pimpinan daerah 2) Persentase provinsi yang memiliki peraturan
untuk menyusun peraturan di tingkat provinsi tentang pembinaan kesehatan
di tingkat provinsi tentang lanjut usia
pembinaan kesehatan lanjut
usia
9 Melakukan advokasi Persentase kabupaten/kota yang memiliki
kepada pimpinan daerah peraturan tentang pembinaan kesehatan lanjut
untuk menyusun peraturan usia
di tingkat kabupaten/kota
tentang pembinaan kesehatan
lanjut usia
10 Melakukan koordinasi Terdapat kebijakan mengenai perlakuan khusus
dengan Badan bagi lanjut usia dalam program Jaminan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Sosial (BPJS) Kesehatan
dan pihak terkait lainnya
dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan
terhadap lanjut usia

b. Strategi 2 : Meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan tingkat


pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan santun lanjut usia.
Rencana aksi nasional dan indikator pada strategi 2 adalah sebagai berikut:

No Rencana Aksi Indikator


1 Meningkatkan jumlah Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan
Puskesmas yang pelayanan kesehatan santun lanjut usia sesuai
menyelenggarakan standar.
pelayanan kesehatan santun
lanjut usia

2 Meningkatkan jumlah Meningkatnya jumlah rumah sakit yang


rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan geriatri terpadu
menyelenggarakan
pelayanan geriatri terpadu
3 Meningkatnya jumlah lanjut Persentase lanjut usia yang mendapat pelayanan
usia yang mendapat kesehatan
pelayanan kesehatan

c. Strategi 3 : Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring


pelaksanaan pelayanan kesehatan lanjut usia yang melibatkan lintas program,
lintas sektor, organisasi profesi, lembaga pendidikan, lembaga penelitian,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, media massa dan pihak terkait
lainnya.

Rencana aksi nasional dan indikator pada strategi 3 adalah sebagai berikut:

No Rencana Aksi Indikator


1 Mengembangkan dan 1) Adanya forum kemitraan terkait kesehatan
meningkatkan kemitraan lanjut usia yang aktif dan berfungsi di pusat
dan jejaring dengan lintas 2) Persentase provinsi yang memiliki forum
program, lintas sektor, kemitraan dalam pembinaan kesehatan lanjut
organisasi profesi, lembaga usia
pendidikan, lembaga
3) Persentase kabupaten/kota yang memiliki
penelitian, lembaga
forum kemitraan dalam pembinaan kesehatan
swadaya masyarakat dunia
lanjut usia
usaha, media massa yang
terkait kesehatan lanjut usia 4) Persentase Puskesmas yang telah membina
Kelompok lanjut usia yang terintegrasi

2 Memperkuat kemitraan 1) Jumlah dunia usaha (perusahaan) yang


dengan pihak swasta dalam berperan dalam pembinaan kesehatan Lansia
mendukung kegiatan melalui Corporate Social Responsibility (CSR)
pembinaan kesehatan lanjut ditingkat pusat
usia di tingkat pusat 2) Persentase provinsi yang telah memiliki kerja
sama dengan dunia usaha (perusahaan) dalam
pembinaan kesehatan Lansia melalui Corporate
Social Responsibility (CSR)
3) Persentase kabupaten/kota yang telah
memiliki kerja sama dengan dunia usaha
(perusahaan) dalam pembinaan kesehatan Lansia
melalui Corporate Social Responsibility

d. Strategi 4 : Meningkatkan ketersediaan data dan informasi di bidang


kesehatan lanjut usia

Rencana aksi nasional dan indikator pada strategi 4 adalah sebagai berikut:

No Rencana Aksi Indikator


1 Memperkuat sistem 1) Adanya sistem pencatatan dan pelaporan
pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan lanjut usia yang akurat dan
pelayanan kesehatan lanjut terpercaya
usia secara berjenjang 2) Tersedianya data terpilah berdasarkan jenis
kelamin dan kelompok umur terkait dengan
program kesehatan lanjut usia yang akurat dan
terpercaya
3) Persentase provinsi yang melaksanakan
pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan
lanjut usia

2 Mengembangkan 1) Tersedianya data tentang kesehatan lanjut usia


penelitian tentang dengan memperhatikan gender
kesehatan lanjut usia 2) Tersedianya data tentang kesehatan lanjut usia
dengan memperhatikan dengan memperhatikan kelompok umur.
gender dan kelompok umur

e. Strategi 5 : Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan keluarga,


masyarakat, dan lanjut usia dalam upaya peningkatan kesehatan lanjut usia

Rencana aksi nasional dan indikator pada strategi 5 adalah sebagai berikut:

No Rencana Aksi Indikator


1 Mengembangkan dan Persentase puskesmas dengan Kelompok Lanjut
meningkatkan jumlah Usia aktif di setiap desa
kelompok lanjut usia.

2 Mengembangkan 1) Persentase provinsi yang telah mendapatkan


pelayanan perawatan bagi pelatihan Home Care lanjut usia
lanjut usia dalam keluarga 2) Persentase kabupaten/kota yang telah
(home care) mengembangkan pelayanan kesehatan lanjut usia
di rumah (home care)

f. Strategi 6 : Meningkatkan peran serta lanjut usia dalam upaya peningkatan


kesehatan keluarga dan masyarakat

Rencana aksi nasional dan indikator pada strategi 6 adalah sebagai berikut:

No Rencana Aksi Indikator


1 Meningkatkan pengetahuan Persentase puskesmas yang telah
lanjut usia tentang kesehatan melaksanakan kegiatan peningkatan
dan memotivasi untuk pengetahuan lanjut usia tentang kesehatan
menerapkan pengetahuannya dalam rangka meningkatkan kesehatan diri
di lingkungan keluarga sendiri dan keluarga.

2 Meningkatkan pengetahuan Persentase puskesmas yang telah


lanjut usia tentang kesehatan melaksanakan kegiatan peningkatan
dan memotivasi untuk pengetahuan lanjut usia tentang kesehatan
menerapkan pengetahuannya dalam rangka meningkatkan kesehatan
di masyarakat masyarakat

(Gambar 1. Peta Strategi Peningkatan Kesehatan Lanjut Usia, Kemenkes RI, 2016)

Negara Indonesia memiliki Program Indonesia Sehat yang merupakan program yang
bertujuan untuk Pembangunan kesehatan dalamperiode 2015-2019. Kemenkes membuat
kebijakan dalam pengendalian PTM (Penyakit Tidak Menular) melalui :
1. Memperkuat dan meningkatkan Kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif
(skrining).
2. Optimalisasi akses masyarakat dalam pelayanan deteksi dini melalui kegiatan
Posbindu PTM.
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi
Melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui
Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten
dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen
pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan
preventif) dan holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana
promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.
Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM dilakukan melalui monitoring
faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik. Kegiatan monitoring
mencakup kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah konsumsi
sayur/buah dan lemak, aktifitas fisik, indeks masa tubuh (IMT), dan tekanan
darah, dan kegiatan monitoring lengkap yaitu memantau kadar glukosa darah,
dan kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana dan IVA. Tindak
lanjut dini berupa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah
dan mengendalikan faktor risiko PTM dilakukan melalui penyuluhan / dialog
interaktif secara massal dan / atau konseling faktor risiko secara terintegrasi
pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan lanjut
usia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia yang
berkualitas melalui penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah bagi
lanjut usia untuk mencapai lanjut usia yang berdayaguna bagi keluarga dan
masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut
antara lain meningkatkan upaya kesehatan bagi lanjut usia di pelayanan
kesehatan dasar dengan pendekatan Pelayanan Santun lanjut usia, meningkatkan
upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia melalui pengembangan Poliklinik
Geriatri Terpadu di Rumah Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana yang
ramah bagi lanjut usia. (Kementerian Kesehatan RI)
Pada tahun 2013 angka kejadian tekanan darah tinggi (hipertensi)
sebanyak 25,8% dan menteri kesehatan menetapkan target yang harus di capai
dalam program Pembangunan Kesehatan 2015-2019, angka kejadian hipertensi
di tahun 2019 diharapkan turun hingga ke angka 23,4%. Untuk mengetahui
sampai seberapa jauh keberhasilan pelaksanaan strategi penanggulangan PTM
secara umum, ada beberapa patokan yang dapat dipergunakan untuk monitoring
dan evaluasi melalui system pencatatan dan pelaporan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan PTM. Indikator keberhasilan strategi promosi dan pencegahan
PTM :
Indikator Umum
a) Menurunnya angka kematian (mortalitas) penderita PTM utama.
b) Menurunnya angka kesakitan (morbiditas) penderita PTM utama.
c) Menurunnya angka kecacatan (disabilitas) penderita PTM utama.
d) Menurunnya angka faktor risiko bersama PTM utama.

Indikator Khusus
a) Penurunan 3 faktor risiko utama PTM (merokok, kurang aktifitas fisik dan
konsumsi rendah serat).
b) Penurunan proporsi penduduk yang mengalami obesitas, penyalahgunaan
alcohol dan BBLR.
c) Peningkatan kebijakan dan regulasi lintas sector yang mendukung
penanggulangan PTM.
d) Peningkatan bina suasana melalui kemitraan dalam pemberdayaan potensi
masyarakat.
e) Tersedianya model-model intervensi yang efektif dalam promosi dan
pencegahan PTM.
f) Peningkatan pelaksanaan promosi dan pencegahan di institusi pelayanan.
2. Regional (Jawa Barat)

Program Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan menurut Renstra


Dinkes Jawa Barat Tahun 2013-2018 pada: Sasarannya menurunkan penyakit menular,
tidak menular dan peningkatan kualitas lingkungan, melalui:
a. Program peningkatan pelayanan kesehatan lansia
b. Indikator: cakupan pelayanan kesehatan dasar terhadap lansia
c. Target pencapaian 54%, dan tiap tahunnya mengalami peningkatan persentase
sebanyak 2% hingga di tahun 2018 mencapai 62%.
3. Internasional

Secara umum, WHO menetapkan standar kesehatan Global yang dinilai dari
indikator sebgai berikut:
1. Angka harapan hidup dan angka kematian
2. Cause-Specific mortalitas dan morbiditas
3. Data penyakit infeksius
4. Pelayanan kesehatan yang memadai
5. Faktor resiko penyebab penyakit
6. Petugas kesehatan, infrastruktur, dan pengobatan yang diperlukan
7. Pengeluaran dalam bidang kesehatan
8. Ketidakadilan hukum yang berlaku dalam bidang kesehatan
9. Statistic demografi dan sosial ekonomi
10. Sistem informasi kesehatan dan ketersediaannya data yang menunjang

Indikator Kesehatan menurut WHO yang berhubungan dengan status kesehatan


masyarakat, terdiri dari indicator komprehensif dan indicator spesifik, diantaranya:
1. Indikator komprehensif
- Angka kematian kasar menurun
- Rasio angka moralitas proporsional rendah
- Umur harapan hidup meningkat
2. Indikator spesifik
- Angka kematian ibu dan anak menurun
- Angka kematian karena penyakit menular menurun
- Angka kelahiran menurun
Menurut WHO dalam buku panduan A Global Brief on Hypertension
terdapat 6 komponen yang harus dilakukan tiap negara untuk mengatasi hipertensi.

1. Integrated programmes must be established at the primary care level for


control of hypertension.
Program terpadu perlu dilakukan di tingkat pelayanan kesehatan primer
untuk mengontrol hipertensi terutama pada kelompok sasaran utama yakni
orang-orang yang beresiko tinggi terjadinya serangan jantung, stroke, dan gagal
ginjal. Orang-orang yang memiliki hipertensi perlu dilakukan cardiovascular
risk assessment, termasuk test diabetes mellitus dan faktor resiko lain.
2. The cost of implementing an integrated primary care Programme.
Biaya harus dianggarkan untuk dilakukan program pelayanan terpadu untuk
consultation, counselling, diagnostics dan pengobatan hipertensi.
3. Basic diagnostics and medicines.
a) Teknologi alat ukur tekanan darah, timbangan berat badan, alat ukur
cek gula darah and stirp uji albumin urin
b) Obat-obatan - thiazide diuretic, angiotensin converting enzyme inhibitor,
long-acting calcium channel blocker, beta blocker, metformin, insulin,
statin and aspirin.
4. Reduction of risk factors in the population.
Cost-effective program harus berbasis populasi dalam jumlah yang besar
untuk menggeser distribusi populasi tekanan darah menjadi distribusi populasi
yang sehat. Dibutuhkan kebijakan publik untuk mengurangi faktor resiko pada
penduduk seperti diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan
alkohol dan rokok dengan skala sering pada anak-anak dan remaja.
5. Workplace wellness programmes and high blood pressure control.
WHO mencanangkan suatu program berbasis kesehatan yang disinyalir
merupakan salah satu cara paling efektif untuk mencegah dan mengontrol
penyakit tidak menular salah satunya yakni hipertensi. Program ini berfokus
kepada promosi tenaga kesehatan untuk mengurangi faktor resiko misalnya
penggunaan tobacco, diet tidak sehat, penggunaan alkohol, kurangnya aktivitas
fisik dan lain-lain. Tugas tenaga kesehatan adalah untuk melakukan deteksi dini
penyakit hipertensi dan penyakit lainnya.
6. Monitoring of progress
Pentingnya dilakukan evaluasi dan surveilans oleh Kementerian Kesehatan
terkait penyakit tidak menular sebagimana sudah dibahas dalam pertemuan
Deklarasi Political of the High-level Meeting of the General Assembly on the
Prevention and Control of Non-communicable Diseases.
Dari tabel di atas, faktor risiko dalam gaya hidup terbanyak yang menyebabkan
penyakit tidak menular adalah konsumsi garam dan merokok dengan nilai 30%.
Sedangkan faktor risiko secara biologis adalah peningkatan tekanan darah sebesar 25%.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAPAIAN TARGET


DAFTAR PUSTAKA

Kementeian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan


Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementeian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pusat data dan informasi


kementrian kesehatan RI : Hipertensi. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementeian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). (2015). Diakses di


http://www.depkes.go.id/article/view/15052700010/pelayanan-dan-peningkatan-
kesehatan-usia-lanjut.html

Kementeian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Rencana Aksi Nasional Kesehatan


Lanjut Usia Tahun 2016-2019 . Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2016. Halaman 34-39.
Krishnan, Anand.Garg,Renu.Kahandaliyanage,Athula. (2013). Hypertension in the
South-East Asia Region: an overview. Regional Health Forum Volume 17,
Number 1, 2013.
Martins, T. L., Atallah, A. N., & Silva, E. M. (2012). Blood Pressure Control in
Hypertensive Patients Within Family Health Program Versus at Primary
Healthcare Units: Analytical Cross-Sectional Study. Sao Paulo Med Journal,
145-150.

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan ISSN 2088 270 X.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2013). Infodatin Hipertensi. Kementrian
Kesehatan RI.
World Health Organization. (2013). A global health brief on Hypertension World
Health Day 2012. World Health Organization, 1-40.
https://doi.org/10.1136/bmj.1.4815.882-a
World Health Organization. (2012). Global Health Indicatos Part III. World Statistic
2012, Halaman 45-176.

Anda mungkin juga menyukai