Anda di halaman 1dari 21

MAKALAHFARMAKOTERAPI II

“SKIZOFRENIA”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS E

1. RIFDA NURFAJAR (G 701 17 011)


2. NADA MELENIA (G 701 17 111)
3. NINA KARLINA MA’ARUF (G 701 17 209)
4. NILUH ANJANI (G 701 17 225)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai “SKIZOFRENIA”.

Makalah ini berisikan tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi dan


patogenesis, faktor resiko, klasifikasi, tanda, gejala, diagnosa, prognosis monitoring, terapi
farmakologi serta terapi non farmakologi dari depresi.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.Oleh karena itu kami berharap pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Palu, 02 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ...................................................................................
I.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
I.3 Tujuan ................................................................................................
BAB IIPEMBAHASAN
II.1 Definisi Skizofrenia ..........................................................................
II.2 Epidemiologi Skizofrenia .................................................................
II.3Etiologi Skizofrenia ...........................................................................
II.4 Patofisiologi Skizofrenia ..................................................................
II.5 Fsktor Resiko Skizofrenia ................................................................
II.6Klasifikasi Skizofrenia ......................................................................
II.7Tanda, Gejala Skizofrenia .................................................................
II.8Prognosis-Monitoring Skizofrenia ....................................................
II.9Terapi Farmakologi Skizofrenia ........................................................
II.10Terapi Non Farmakologi Skizofrenia ..............................................
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan ......................................................................................
III.2 Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikiatri yang kompleks, ditandai
dengan adanya gangguan berpikir berupa delusi, halusinasi, pikiran kacau dan
perubahan perilaku. Tanda lain pada skizofrenia berupa hilangnya motivasi (avolitin),
menurunnya pengendalian emosi serta sulitnya berbicara. Tiga gejala terakhir
merupakan gejala negatif yang secara kolektif sering disebut dengan sindrom deficit
Hafifah,A,dkk (2018)
Prevalensi skizofrenia pada pria dan wanita kurang lebih sama, namun onset
penyakit cenderung lebih awal pada pria. Episode pertama pada pria terjadi pada usia
20-an, sedangkan pada wanita terjadi pada usia 20-an akhir hingga 30-an awal.
Penyebab skizofrenia masih belum diketahui secara jelas. Penelitian menunjukkan
adanya kelainan pada struktur dan fungsi otak. Kombinasi faktor genetik dan
lingkungan berperan dalam perkembangan skizofrenia. Faktor genetik dapat menjadi
penyebab skizofrenia sekitar 0,6-1,9% pada populasi U.S. Seseorang dengan riwayat
kedua orang tua mengalami skizofrenia berisiko 40% untuk menderita skizofrenia. Pada
kembar monozigot, jika satu kembar telah didiagnosis menderita skizofrenia maka
kemungkinan kembar lainnya menderita skizofrenia a sekitar 50% Skizofrenia dapat
disebabkan oleh hiperaktivitas atau hipoaktivitas dopaminergik pada area tertentu di
otak serta ketidaknormalan reseptor dopamin (DA). Hiperaktivitas reseptor dopamin
(DA) pada area mesocaudate berkaitan dengan munculnya gejala-gejala positif.
Sementara hipoaktivitas reseptor dopamin (DA) pada area korteks prefrontal berkaitan
dengan munculnya gejala-gejala negatif . Dopamin disekresikan oleh neuron yang
badan selnya terletak di bagian tegmentum ventral mesensefalon, medial dan superior
substansia nigra. Neuron-neuron ini menyebabkan kondisi hiperaktivitas dopaminergik
pada sistem mesolimbik. Dopamin tersebut disekresikan ke bagian medial dan anterior
sistem limbik, terutama hipokampus, amygdala, anterior caudate, nukleus dan bagian
lobus prefronta yang merupakan pusat pengendali perilaku Hafifah,A,dkk (2018).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Skizofrenia?
2. Bagaimana epidemiologi dari Skizofrenia?
3. Bagaimana etiologi dari Skizofrenia?
4. Bagaimana patofisiologi dari Skizofrenia?
5. Apa saja faktor resiko dari Skizofrenia?
6. Bagaimana klasifikasi dari Skizofrenia?
7. Bagaimana tanda dan gejala dari Skizofrenia?
8. Bagaimana prognosis-monitoring dari Skizofrenia?
9. Bagaimana terapi farmakologi Skizofrenia?
10. Bagaimana terapi non farmakologi dari Skizofrenia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Skizofrenia.
2. Untuk mengetahuiepidemiologi dari Skizofrenia.
3. Untuk mengetahuietiologi dari Skizofrenia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Skizofrenia.
5. Untuk mengetahui apa saja faktor resiko dari Skizofrenia.
6. Untuk mengetahui klasifikasi dari Skizofrenia.
7. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Skizofrenia.
8. Untuk mengetahui prognosis-monitoring dari Skizofrenia.
9. Untuk mengetahuiterapi farmakologi dari Skizofrenia.
10. Untuk mengetahuiterapi non farmakologi dari Skizofrenia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Defisini Skizofrenia
Menurut Hafifah,A,dkk (2018), Skizofrenia merupakan salah satu gangguan
psikiatri yang kompleks, ditandai dengan adanya gangguan berpikir berupa delusi,
halusinasi, pikiran kacau dan perubahan perilaku Tanda lain pada skizofrenia berupa
hilangnya motivasi (avolitin), menurunnya pengendalian emosi serta sulitnya
berbicara. Tiga gejala terakhir merupakan gejala negatif yang secara kolektif sering
disebut dengan sindrom defisit
II.2 Epidemiologi Skizofrenia
Menurut Hafifah,A,dkk (2018) Menurut Epidemiologic Catchment Area Study,
prevalensi penderita skizofrenia berkisar 0,6%-1,9% dari seluruh populasi dunia
dengan 2%-3% populasi menderita skizofrenia semasa hidupnya.Umumnya, penderita
skizofrenia adalah orang dewasa berusia 15-35 tahun.
Prevalensi skizofrenia pada pria dan wanita kurang lebih sama, namun onset
penyakit cenderung lebih awal pada pria. Episode pertama pada pria terjadi pada usia
20-an, sedangkan pada wanita terjadi pada usia 20-an akhir hingga 30-an awal.
II.3 Etiologi Skizofrenia
Menurut Hafifah,A,dkk (2018), Penyebab skizofrenia masih belum diketahui
secara jelas. Penelitian menunjukkan adanya kelainan pada struktur dan fungsi otak.
Kombinasi faktor genetik dan lingkungan berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Faktor genetik dapat menjadi penyebab skizofrenia sekitar0,6-1,9% pada populasi
U.S.Seseorang dengan riwayat kedua orang tua mengalami skizofrenia berisiko 40%
untuk menderita skizofrenia. Pada kembar monozigot, jika satu kembar telah
didiagnosis menderita skizofrenia maka kemungkinan kembar lainnya menderita
skizofrenia a sekitar 50%.

Menurut Novitayani,S (2017), Skizofrenia merupakan penyakit kronik dari


gangguan jiwa yang umum terjadi. Hal yang mendasari mekanisme psikopatologi
skizofrenia sulit untuk dipahami. Hal ini dapat disebabkan karena penyebab
skizofrenia yang belum jelas. Ada berbagai variasi penyebab skizofrenia dari beberapa
pendapat. neurotransmiter dopamin, glutamat, serotonin, asetilkolin, neurodegeneratif,
perkembangan saraf, gangguan sintesis protein dan pospolipid berperan sebagai
penyebab skizofrenia.

Pendapat lainnya dikemukan oleh Vidal, bahwa skizofrenia disebabkan oleh


faktor genetik, biologis dan psikososial. Selain faktor genetik, biokimia, biologis, dan
stres/ maslah psikososial, skizofrenia juga dapat disebakan oleh penggunaan narkoba,
kurangnya asupan nutrisi, dan gangguan di area serebal, terutama di lobus frontal

Skizofrenia disebabkan oleh kombinasi dari beberapa variabel penyebab


skizofrenia, diantaranya faktor genetik, gangguan biokimia, fisiologis, dan tekanan/
masalah psikososial. menunjukkan bahwa penyebab seseorang mengalami skizofrenia
merupakan kombinasi dari faktor masalah/penyakit fisik, genetik, psikologis dan
lingkungan. Penyebab pasti skizofrenia belum diketahui hingga saat ini. Namun,
skizofrenia dapat dialami oleh seseorang karena adanya multipel faktor penyebab

II.4 Patofisiologi Skizofrenia


Menurut Hafifah,A,dkk (2018), Beberapa patofisiologi skizofrenia berdasarkan
penyebabnya adalah:

1. Peningkatan ukuran ventrikel, penurunan ukuran otak dan asimetri otak. Penurunan
volume hipokampus berhubungan dengan kerusakan neuropsikologis dan penurunan
respons terhadap antipsikotik tipikal.
2. Hipotesis dopaminergik.
Skizofrenia dapat disebabkan oleh hiperaktivitas atau hipoaktivitas dopaminergik
pada area tertentu di otak serta ketidaknormalan reseptor dopamin (DA).
Hiperaktivitas reseptor dopamin (DA) pada area mesocaudate berkaitan dengan
munculnya gejala-gejala positif. Sementara hipoaktivitas reseptor dopamin (DA) pada
area korteks prefrontal berkaitan dengan munculnya gejala-gejala negatif . Dopamin
disekresikan oleh neuron yang badan selnya terletak di bagian tegmentum ventral
mesensefalon, medial dan superior substansia nigra. Neuron-neuron ini menyebabkan
kondisi hiperaktivitas dopaminergik pada sistem mesolimbik. Dopamin tersebut
disekresikan ke bagian medial dan anterior sistem limbik, terutama hipokampus,
amygdala, anterior caudate, nukleus dan bagian lobus prefronta yang merupakan
pusat pengendali perilaku.
3. Disfungsi glutamatergik.
Penurunan aktivitas glutamatergik berkaitan dengan munculnya gejala skizofrenia.
4. Kelainan serotonin (5-HT).
Pasien skizofrenia memiliki kadar serotonin 5-HT yang lebih tinggi. Hal ini juga
berkaitan dengan adanya peningkatan ukuran ventrikel.

II.5 Faktor Resiko Skizofrenia


Menurut Zahnia dan sumekar, D,(2016). Faktor-faktor yang berperan terhadap
timbulnya skizofrenia adalah sebagai berikut.

a. Umur
Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar menderita skizofrenia
dibandingkan umur 17-24 tahun.6
b. Jenis kelamin
Proporsi skiofrenia terbanyak adalah lakilaki (72%) dengan kemungkinan laki-laki
berisiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan
perempuan. Kaum pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang
menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan
hidup, sedangkan perempuan lebih sedikit berisiko menderita gangguan jiwa
dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih bisa menerima situasi kehidupan
dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun beberapa sumber lainnya mengatakan
bahwa wanita lebih mempunyai risiko untuk menderita stress psikologik dan juga
wanita relatif lebih rentan bila dikenai trauma.3 Sementara prevalensi skizofrenia
antara laki-laki dan perempuan adalah sama.
c. Pekerjaan
Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja adalah sebesar 85,3%
sehingga orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih
besar menderita skizofrenia dibandingkan yang bekerja. Orang yang tidak bekerja
akan lebih mudah menjadi stres yang berhubungan dengan tingginya kadar hormon
stres (kadar katekolamin) dan mengakibatkan ketidakberdayaan, karena orang yang
bekerja memiliki rasa optimis terhadap masa depan dan lebih memiliki semangat
hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak bekerja.

d. Status perkawinan
Seseorang yang belum menikah kemungkinan berisiko untuk mengalami gangguan
jiwa skizofrenia dibandingkan yang menikah karena status marital perlu untuk
pertukaran ego ideal dan identifikasi perilaku antara suami dan istri menuju
tercapainya kedamaian. Dan perhatian dan kasih sayang adalah fundamental bagi
pencapaian suatu hidup yang berarti dan memuaskan.
e. Konflik keluarga
Konflik keluarga kemungkinan berisiko 1,13 kali untuk mengalami gangguan jiwa
skizofrenia dibandingkan tidak ada konflik keluarga.6 f. Status ekonomi Status
ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk mengalami gangguan jiwa
skizofrenia dibandingkan status ekonomi tinggi. Status ekonomi rendah sangat
mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa ahli tidak mempertimbangkan
kemiskinan (status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi faktor yang
menyertainya bertanggung jawab atas timbulnya gangguan kesehatan.6 Himpitan
ekonomi memicu orang menjadi rentan dan terjadi berbagai peristiwa yang
menyebabkan gangguan jiwa. Jadi, penyebab gangguan jiwa bukan sekadar stressor
psikososial melainkan juga stressor ekonomi. Dua stressor ini kaitmengait, makin
membuat persoalan yang sudah kompleks menjadi lebih kompleks.
Faktor genetik turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama
anak-anak kembar monozigot. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%;
bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40- 68%; bagi
heterozigot 2-15%; dan bagi monozigot 61-86%. Diperkirakan bahwa yang
diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia melalui gen yang resesif.
Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.

II.6 Klasifikasi Skizofrenia


Menurut (Zahnia, S, 2016) Beberapa tipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan
variabel klinikantara lain sebagai berikut
a. Skizofrenia paranoid
Ciri utamanya adalah adanya waham kejardan halusinasi auditorik namun
fungsikognitif dan afek masih baik.
b. Skizofrenia hebefrenik
Ciri utamanya adalah pembicaraan yangkacau, tingkah laku kacau dan afek
yangdatar atauinappropiate.
c. Skizofrenia katatonik
Ciri utamanya adalah gangguan padapsikomotor yang dapat meliputi
motoricimmobility, aktivitas motorik berlebihan,negativesm yang ekstrim serta
gerakanyang tidak terkendali.
d. Skizofrenia tak terinci
Gejala tidak memenuhi kriteria skizofreniaparanoid, hebefrenik maupun katatonik.
e. Depresi pasca skizofrenia
f. Skizofrenia residual
Paling tidak pernah mengalami satuepisode skizofrenia sebelumnya dan saat ini
gejala tidak menonjol.
g. Skizofrenia simpleks
h. Skizofrenia lainnya
i. Skizofrenia yang tak tergolongkan.
II.7 Tanda dan Gejala Skizofrenia (Menurut Zahnia, S, 2016)
a. Gangguan pikiran
Biasanya ditemukan sebagai abnormalitasdalam bahasa, digresi berkelanjutan
padabicara, serta keterbatasan isi bicara dan ekspresi.
b. Delusi
Merupakan keyakinan yang salahberdasarkan pengetahuan yang tidakbenar
terhadap kenyataan yang tidaksesuai dengan latar belakang sosial dankultural
pasien.
c. Halusinasi
Persepsi sensoris dengan ketiadaanstimulus eksternal.Halusinasi auditorikterutama
suara dan sensasi fisik bizarmerupakan halusinasi yang sering ditemukan.
d. Afek abnormal
Penurunan intensitas dan variasi emosional sebagai respon yang tidakserasi
terhadap komunikasi.
e. Gangguan kepribadian motor
f. Adopsi posisi bizar dalam waktu yanglama, pengulangan, posisi yang tidakberubah,
intens dan aktivitas yang tidakterorganisis atau penurunan pergerakanspontan
dengan kewaspadaan terhadaplingkungan sekitar.

II.8 Prognosis-Monitoring
1. Self management
Self management merupakan salah satu model dalam cognitive behavior therapy
(CBT).Self management meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement
yang positif (selfreward),kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-
contracting) dan penguasaan terhadap rangsangan (stimuluscontrol).CBT mulai
banyak dibicarakan pada tahun 70-an. Salah satu tokohnya yaitu
Meichenbaum.CBT merupakansalah satu rumpun aliran konseling direktif yang
ditemukan oleh Williamson dengan modifikasi bersama kognitif.Anggapan dasar
self management merupakan tehnik cognitif behavior adalah bahwa setiap manusia
memilikikecenderungan positif maupun negatif. Setiap perilaku manusia
merupakan hasil dari proses belajar (pengalaman) dalammerespon berbagai
stimulus dari lingkungannya.
self management adalah kemampuan individu untuk mengelola
gejalapenyakit seperti perubahan fisik dan psikologis sebagai konsekuensi diri
perubahan pola hidup selama pengobatan yangmelekat dalam kondisi kronis. self
management sebagai perilakuseseorang dalam:
1). Kegiatan yang melindungi dan meningkatkan kesehatan,
2) Monitoring dan mengelola tanda gejalapenyakitnya,
3). Mengelola dampak penyakit pada fungsi, emosi serta hubungan interpersonal,
4). Mengikutipengobatan rejimen. Menurut teori self-regulatory, self management
adalah proses reaktif dalam menetapkan tujuan,memilih strategi dan mebuat
penilaian berdasarkan pengamatan diri sendiri .
Selain untuk penyakit kronis self management pada beberapa penelitian
sebelumnya ditemukan sebagai tehnik efektifuntuk membantu mengelola penyakit
dan melakukan pemeriksaan medis secara teratur pada orang-orang dengan
berbagaigangguan mental serius, meningkatkan keteraturan konsumsi obat sebagai
pencegahan terhadap relaps pada pasienskizofrenia, , dapat mengendalikan gejala
gangguan, perawatan diri, keterampilan sosial dan meningkatkan keberfungsian

individu dengan skizofrenia, kronis yang hidup di masyarakat.


Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self management
merupakan sebagai bagian dari tehnikmodifikasi perilaku berfokus untuk
menghasilkan perubahan perilaku dengan prinsip atau prosedur yang
meliputipemantauan diri (self-monitoring), reinforcementyang positif (self-reward),
kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri(self-contracting) dan penguasaan
terhadap rangsangan (stimulus control), digunakan untuk meningkatkan
keterampilanpasien dalam proses pembelajaran yang diharapkan.
Sedangkan untuk orang dengan gangguan mental yang serius, terapi ini
terdiri atas lima komponen dasar yaitumenentukan perilaku sasaran atau
permasalahan, membuat komitmen untuk berubah, menganalisis penyebab,
membuatdesain dan mengimplementasi program serta berusaha mencegah
kegagalan.
2. Dukungan sosial
Dukungan keluarga dalam perilaku self management pada pasien skizofrenia,
adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang melindungi seseorang dari efek
stress yang buruk. Dukungan keluargaadalah sikap, tindakan penerimaan keluarga
terhadap anggota keluarganya, berupa dukunganinformasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental dan dukungan emosional.Jadi dukungan keluarga adalah
suatubentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan
terhadap anggota keluarga, sehinggaanggota keluarga merasa ada yang
memperhatikan.
Jenis-jenis dukungan keluarga terdapat empat tipedukungan keluarga yaitu:
a. Dukungan Emosional
Dukungan emosional ini dapat membuat pasien skizofrenia, memiliki perasaan
yang nyaman, yakin, diperdulikan dandicintai oleh keluarga sehingga ketika
pasien skizofrenia, memiliki masalah dapat menghadapi masalah dengan baik.
Dukungan emosional merupakan aspek yang melibatkan kekuatan jasmani
dankeinginan untuk percaya pada orang lain, sehingga individu yakin bahwa
orang lain dapat memberikan cinta dan kasihsayang kepadanya. Dukungan
emosional dapat terjalin dengan cara keluarga memberikan perhatian pada
pasienskizofrenia, seperti memberikan perhatian pada pasien, mengingatkan
untuk minum obat, mengingatkan mandi (perawatandiri), mengingatkan untuk
kontrol.
b. Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai penengah dalam pemecahan masalah dan juga
sebagai fasilitator dalam pemecahanmasalah yang sedang dihadapi.Dukungan
dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk penghargaan positif
yangdiberikan kepada individu.berpendapat bahwa dukungan penilaian ini
berbentukpenghargaan terhadap suatu kondisi seseorang atas pencapaian yang
diperolehnya. Bantuan penilaian ini dapat berupapenilaiaan positif dan penilaian
negatif yang pengaruhnya sangat berarti bagi klien skizofrenia, , misalnya
keluargamembantu klien dalam mengatasi kesulitan dan masalah saat
melakukan perawatan diri. Bentuk dukungan seperti inimembantu klien dalam
membangun harga dirinya.
c. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental bertujuan untuk mempermudah klien dalam
melakukanaktivitas berkaitan dengan persoalan yang dihadapi atau menolong
secara langsung kesulitan yang dihadapi denganmenyediakan perlengkapan
secara lengkap dan memadai, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan,
memberikanjaminan kesehatan untuk berobat dan lain sebagaianya. Bentuk
dukungan instrumental ini dilakukan dengan cara upayakeluarga membantu
mengatur jadwal kegiatan harian yang akan dilakukan seperti mengatur jadwal
kontrol, mengaturjadwal minum obat dan membantu memilihkan jenis aktivitas
fisik yang dapat dilakukan oleh klien.
d. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai penyebar dan pemberi informasi.Keluarga
diharapkan bantuan informasi yang disediakankeluarga dapat digunakan oleh
individu dalam mengatasi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi.Dukungan
informasiini dapat menekan stressor pada klien karena informasi yang diberikan
dapat memberikan sugesti khusus pada klien.Dukungan informasi keluarga
merupakan bantuan yang diberikan keluarga dalam bentuk memberikan saran
dan masukan,nasehat atau arahan dan memberikan informasi-informasi penting
yang dibutuhkan oleh anggota keluarga yang sakit dalamupaya membantu
seseorang dalam mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.Ketika
pasien sudah terdiagnosis menderita skizofrenia, maka keluarga sebagai sistem
pendukung pasien harusmemberikan semangat dan memberikan perhatian lebih
kepada pasien. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukanoleh Farkhah,
Suryani & Hernawaty (2017) bahwa dukungan keluarga memiliki hubungan
yang kuat dengan kekambuhanpada pasien skizofrenia,
3. Partsisipasi kader kesehatan jiwa
Banyak pengertian partisipasi telah dikemukakan oleh para ahli, namun pada
hakekatnya memiliki makna yang sama. Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu
participate yang artinya mengikutsertakan, ikut mengambil bagian. Pengertian yang
sederhana tentang partisipasi, dimana partisipasidapat juga berarti bahwa pembuat
keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam
bentukpenyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan
jasa.Partisipasi juga berarti bahwa kelompok mengenalmasalah mereka sendiri,
mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat dibuat
kesimpulan bahwa partisipasi adalahketerlibatan aktif dari seseorang, atau
sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara
sukareladalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Lebih rinci membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu pertama,partisipasi
dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam
pengambilan manfaat,partisipasi dalam evaluasi.Pertama, partisipasi dalam
pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan
penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan dengan gagasan atau
ide yang menyangkut kepentingan bersama.
.
II.9 Terapi Farmakologi Skizofrenia
Menurut Hafifah,A,dkk (2018)
Farmakoterapi Skizofrenia Antipsikotik Penggunaan Antipsikotik sebagai
farmakoterapi digunakan untuk mengatasi gejala psikotik dengan berbaagai etiologi,
salah satunya skizofrenia. Antipsikotik diklasifikasikan menjadi antipsikotik generasi
pertama dan antipsikotik generasi kedua.

Antipsikotik generasi pertama, merupakan antipsikotik yang bekerja dengan


cara memblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik ini memblokir sekitar 65% hingga
80% reseptor D2 di striatum dan saluran dopamin lain di otak. Jika dibandingkan
dengan antipsikotik generasi kedua, antipsikotik ini memiliki tingkat afinitas, risiko
efek samping ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia yang lebih besar. Antipsikotik
generasi pertama efektif dalam menangani gejala positif dan mengurangi kejadian
relaps. Sebanyak 30% pasien skizofrenia dengan gejala akut menghasilkan sedikit
atau tanpa respon terhadap pengobatan antipsikotik generasi pertama. Antipsikotik
generasi pertama memiliki efek yang rendah terhadap gejala negatif. Antipsikotik
generasi pertama menimbulkan berbagai efek samping, termasuk ekstrapiramidal
akut, hiperprolaktinemia serta tardive dyskinesia. Efek samping tersebut disebabkan
oleh blokade pada jalur nigrostriatal dopamine dalam jangka waktu lama.
Antipsikotik generasi pertama memiliki afinitas yang rendah terhadap reseptor
muskarinik M1 Ach, histaminergik H1 dan norepinefrin a1 yang memicu timbulnya
efek samping berupa penurunan fungsi kognitif dan sedasi secara bersamaan.

Antipsikotik Generasi Kedua Antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone,


olanzapine, quetiapine, ziprasidon aripriprazol, paliperidone, iloperidone, asenapine,
lurasidone dan klozapin memiliki afinitas yang lebih besar terhadap reseptor serotonin
daripada reseptor dopamin. Sebagian besar antipsikotik generasi kedua menyebabkan
efek samping berupa kenaikan berat badan dan metabolisme lemak. Klozapin
merupakan antipsikotik generasi kedua yang efektif dan tidak menimbulkan efek
samping ekstrapiramidal. Oleh karenanya, klozapin digunakan sebagai agen
pengobatan lini pertama pada penderita skizofrenia. Namun, klozapin dikaitkan
dengan peningkatan risiko hematotoksis yang dapat menyebabkan kematian
(agranulositosis). Oleh karena itu, beberapa antipsikotik generasi kedua (risperidone,
olanzapine, quetiapine dan ziprasidone) digunakan sebagai terapi tambahan untuk
meningkatkan khasiat klozapin tanpa diskrasia darah

Antipsikotik generasi kedua, seperti paliperidone, asenapine, iloperidone dan


lurasidone telah mendapatkan persetujuan FDA (Food and Drug Administration)
Amerika Serikat (Miyake et al., 2012). Aktivitas farmakologi obat tersebut mirip
dengan antipsikotik generasi kedua lainnya, kecuali lurasidone yang diketahui
memiliki afinitas yang lebih tinggi pada reseptor 5-HT7.

Aripiprazole merupakan jenis antipsikotik generasi kedua yang lain. Aripiprazole


merupakan satu-satunya antipsikotik dengan aktivitas agonis parsial terhadap
dopamin D2. Perbedaan ini menjadi penentu profil farmakologi dan efek samping
aripripazole. Aripiprazole diketahui memiliki risiko efek samping ekstrapiramidal
yang rendah.

II.10 Terapi Non Farmakologi Skizofrenia


Ada berbagai macam terapi yang bisa kita berikan pada skizofrenia. Hal ini diberikan
dengan kombinasi satu sama lain dan dengan jangka waktu yang relatif cukup lama.
Terapi skizofrenia terdiri dari pemberian obat-obatan, psikoterapi, dan rehabilitasi.
Terapi psikososial pada skizofrenia meliputi: terapi individu, terapi kelompok, terapi
keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan ketrampilan sosial dan manajemen kasus
WHO merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan masalah gangguan jiwa,
baik berbasis masyarakat maupun pada tatanan kebijakan seperti puskesmas dan
rumah sakit.

1) Level keempat adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga


2) Level ketiga adalah dukungan dan penanganan kesehatan jiwa di masyarakat
3) Level kedua adalah penanganan kesehatan jiwa melalui puskesmas
4) Level pertama adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas

Penerapan nyata yang dilakukan oleh pihak RSJ melalui 4 level tersebut yaitu:

1) Level 4 : melakukan home visit, namun tidak ke semua pasien (hanya yang
bermasalah). Contohnya pasien yang jarang dikunjungi pihak keluarga, pasien
yang sering mengalami kekambuhan, dan pasien dengan riwayat pemasungan.
2) Level 3 : memberikan penyuluhan/pengobatan gratis melalui program bansos.
3) Level 2 : RSJ memiliki beberapa jejaring puskesmas disetiap daerah. Pihak RSJ
juga dengan rutin melakukan kunjungan setiap bulannya disetiap puskesmas,
memberikan pengobatan secara rutin, melatih tenaga puskesmas (dokter &
perawat) untuk mampu memberikan penanganan pertama pada pasien.
4) Level 1 : RSJ setiap tahunnya melakukan bakti sosial dan program komunitas
yaitu penanganan & penyuluhan.

Penatalaksanaan Keperawatan
Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya, hal yang dapat dilakukan

1) Keluarga atau teman harus mendampingi pasien


2) Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan
kebersihan)
3) Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera

Konseling pasien dan keluarga.

1) Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan


psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga
dalam pengobatan pasien
2) Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan
stressor
3) Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala membaik,
dan psikoterapi individu, rehabilitasi, remediasi kognitif dan edukasi keluarga.
Selain itu, digunakan terapi Electroconvulsive Therapy (ECT) yaitu
menyambungkan arus listrik ke otak, biasanya terapi ini dilakukan 2-3 kali
dalam seminggu selama 2 sampai 3 minggu (Anonim, 2014)
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikiatri yang kompleks, ditandai
dengan adanya gangguan berpikir berupa delusi, halusinasi, pikiran kacau dan
perubahan perilaku Tanda lain pada skizofrenia berupa hilangnya motivasi
(avolitin), menurunnya pengendalian emosi serta sulitnya berbicara. Tiga gejala
terakhir merupakan gejala negatif yang secara kolektif sering disebut dengan
sindrom defisit Pada keadaan stres, akan terjadi pelepasan sitokin yang akan
memengaruhi produksi dopamin pada sel otak dengan cara penurunan ko-faktor
Tetrahydrobiopterin (BH4) yang akan menyebabkan penurunan sintesis dopamin.
2. Skizofrenia disebabkan oleh kombinasi dari beberapa variabel penyebab
skizofrenia, diantaranya faktor genetik, gangguan biokimia, fisiologis, dan
tekanan/ masalah psikososial. menunjukkan bahwa penyebab seseorang
mengalami skizofrenia merupakan kombinasi dari faktor masalah/penyakit fisik,
genetik, psikologis dan lingkungan. Penyebab pasti skizofrenia belum diketahui
hingga saat ini.
III.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini,pembaca mengetahui dan memahami
pengertian dari skizofrenia, epidemiologi, etiologi, patofisiologi dan patogenesis,
faktor resiko, klasifikasi, tanda, gejala, diagnosa, prognosis monitoring, terapi
farmakologi serta terapi non farmakologi dari skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Gangguan mental. [internet]. [cited on dec 2016]


Hafifah, A, dkk, 2018. Farmakoterapi Dan Rehabilitasi Psikososial Pada Skizofrenia.
Universitas padjajaran. Bandung
Hertini, R, dkk. 2018. Tinjauan Sistematik: Effektivitas Self-Management Pada Pasien
Skizofrenia, Dengan Dukungan Keluarga Dan Partisipasi Kader Kesehatan Jiwa.
Universitas Padjadjaran. Jawa Barat.

Novitayani, S, 2017. Penyebab Skizofrenia Pada Pasien Rawat Jalan Di Aceh. Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh. Aceh
Zahni, S, dkk. 2016. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai