Disusun Oleh :
Pembimbing:
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang mana berkat
Rahmad, Kasih Sayang dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Skizoafektif Tipe
Manik”. Laporan kasus ini disususn sebagai salah satu tugas menjalani
kepanitraan klinik senior pada bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa RSJ Aceh,
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulismendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada dr. Malawati, Sp. KJ yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah
memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah
SWT selalu memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
Namun, pada wanita lebih sering dipengaruhi oleh pernikahan dan pada laki-laki
sering dipengaruhi karena kesedihan.7
Menurut PPDGJ III, gangguan skizoafektif dibagi menjadi beberapa tipe,
yaitu tipe manik, tipe depresif, tipe campuran, gangguan skizoafektif tidak
terperinci dan gangguan skizoafektif lainnya. Gangguan skizoafektif tipe manik
menunjukkan gejala skizofrenia dan manik dalam satu episode sakit. Gangguan
skizoafektif tipe depresif menunjukkan gejala skizofrenia dan depresif dalam satu
episode sakit.Gangguan skizoafektif tipe campuran menunjukkan gejala skizofrenia
dan gangguan campuran afektif bipolar. Onset biasanya akut, perilaku sangat
terganggu, namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu. 5,8
Berdasarkan tipe gangguan skizoafektif, maka pengobatannya akan berbeda.
Terapi untuk skizoafektif tipe manik biasanya digunakan mood stabilizer,
sedangkan untuk tipe depresif maka dapat digunakan anti depresan. Prognosis
skizoafektif sangat bergantung pada inisiasi pengobatan dini dan pengobatan yang
optimal. Pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki hasil yang berbeda,
tergantung pada apakah gejala dominannya adalah afektif (prognosis yang lebih
baik) atau skizofrenia (prognosis yang lebih buruk). 2,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skizoafektif merupakan salah satu penyakit yang ditandai adanya kombinasi
gejala skizofrenia (gangguan pikiran, halusinasi dan delusi) dan gangguan afektif
(gejala depresi dan manik). Gangguan mental skizoafektif memiliki ciri-ciri
skizofrenia dan gangguan mood. 1,5
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%, yaitu kisaran
0,5% sampai 0,8%. Prevalensi penyakit ini pada laki-laki lebih rendah dari pada
wanita. Meskipun demikian remisi yang terjadi pada laki-laki lebih buruk
dibandingkan dengan wanita. Skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi pada
usia tua, sedangkan pada usia muda lebih sering terjadi gangguan skizoafekif tipe
manik. Pria dengan gangguan skizoafektif cenderung menunjukkan perilaku
antisosial. Dan mempunyai afek tumpul yang nyata dan tidak sesuai.2
Perbedaan jenis kelamin dalam tingkat keparahan pada penderita skizoafektif
tampak jelas pada gangguan mood. Perempuan dua kali lipat mengalami
skizoafektif tipe depresi daripada laki-laki. Jenis depresi skizoafektif depresi
mungkin lebih umum pada orang yang lebih tua daripada orang yang lebih muda,
dan tipe bipolar mungkin lebih umum pada orang dewasa muda daripada orang
dewasa yang lebih tua. Usia onset untuk wanita lebih lambat daripada pria, seperti
pada skizofrenia. Pria dengan gangguan skizoafektif cenderung menunjukkan
perilaku antisosial yang ditandai dengan afek datar atau tidak sesuai.4,7
2.3 Etiologi
Sampai saat ini, gangguan skizoafektif belum diketahui penyebabnya secara
pasti. Gangguan tersebut dapat berupa jenis skizofrenia dan gangguan mood.
Berdasarkan penelitian, pasien dengan gangguan skizoafektif merupakan
heterogen. Beberapa pasien memiliki gejala skizofrenia dengan gejala afektif yang
menonjol, yang lain memiliki gangguan mood dengan gejala skizofrenia yang
menonjol. Patogenesis gangguan mood dan skizofrenia bersifat multifaktorial dan
3
4
mencakup berbagai faktor risiko termasuk genetika, faktor sosial, trauma, dan stres.
Gangguan yang terjadi pada skizofrenia 1 (DISC1) yaitu terletak pada kromosom
1q42, yang kemungkinan dapat terjadinya gangguan skizoafektif, skizofrenia dan
gangguan bipolar. 3,5
2.4 Diagnosis
Diagnosis skizoafektif dapat ditentukan berdasarkan PPDGJ-III, yaitu
sebagai berikut:9
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenia menunjukkan gejala depresi setelah
mengalami suatu episode psikotik diberikan kode diagnosis F20.4 (Depresi
pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresi (F25.1) atau campuran
dari keduanya (F25.2). Pasien lain yang mengalami satu atau dua episode
skizoafektif terselip diantara episode manik atau depresif (F30-F33).
Dalam episode yang sama harus jelas ada setidaknya satu, atau lebih baik
dua gejala skizofrenia yang khas yaitu F20 pedoman diagnostik skizofrenia
(a) sampai dengan (d)
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing
dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought
broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “delusional perception” =
pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,
biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
7
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
Gejala afektif biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa ansietas yang
menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan
afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat
aktivitas dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder akibat perubahan
tersebut.6
a) Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam
jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan.
Terdapat peningkatan energi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang
terganggu, terkadang kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif.
8
b) Episode Depresif
Gejala utama:
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
Gejala lainnya:
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
mereka. Pasien mania dengan gejala psikotik mengalami episode mania yang
berat sekurang-kurangnya 1 minggu disertai dengan harga diri yang
membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham
kebesaran. Waham dan halusinasi sesuai dengan afek tersebut. Sebaliknya,
schizoafektif membutuhkan setidaknya 2 minggu di mana hanya ada gejala
psikotik (delusi dan halusinasi) tanpa gejala mood.
Gangguan afektif bipolar: gangguan ini tersifat oleh dua episode berulang
(episode depresi dan manik), dan ada penyembuhan sempurna antar episode.
Sedangkan skizoafektif hanya memiliki salah satu tipe saja (tipe depresi atau
manik) dimana tidak ada penyembuhan sempurna seperti gangguan afektif
bipolar.
2.7 Terapi
a. Psikofarmaka
Mood stabilizer merupakan obat gangguan bipolar yang dapat digunakan
pada pasien yang mengalami gangguan skizoafektif. Ada beberapa obat mood
stabilizer yaitu seperti Litium Carbonate, Haloperidol, Carbamazepine, Valproic
Acid, Divalproex Na. Dalam sebuah penelitian yang mebandingkan antara litium
dengan carbamazepine menemukan bahwa carbamazepine lebih unggul untuk
gangguan skizoafektif tipe deprsif tetapi tidak ada perbedaan untuk tipe bipolar.3
Adapun pasien skizoafektif tipe manik, maka harus dirawat secara baik
dengan dosis yang maksimal. Ketika pasien memasuki fase pemeliharaan, dosis
dapat dikurangi pelan-pelan hingga dosis rendah, untuk menghindari efek buruk
seperti kelainan pada tiroid. Selain itu, sebagai dokter yang memberikan terapi, juga
harus melakukan skrining fungsi tiroid, fungsi ginjal dan hematologi untuk melihat
efek samping obat. Selain pemberian obat, terapi lain yang paling penting adalah
psikososial terapi. Psikososial terapi dapat diberikan dari keluarga seperti
dukungan keluarga, pelatihan keterampilan sosial dan rehabilitasi kognitif.3
10
1) Anti Psikotik
Berikut ditampikan penggolongan obat anti psikotik tipikal dan atipikal : 11
(a) Obat Anti-psikosis Tipikal (Typical Anti Psychotics)
1. Phenotiazine
Rantai Aliphatic : Chlorpromazine (Largacil)
Rantai Piperazine : Perphenazine (Trilafon)
Trifluoperazine (Stelazine)
Fluphenazine (Anatensol)
Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)
2. Butyrophenone : Haloperidol (Haldol, Serenace,dll)
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)
(b) Obat Anti-psikosis Atipikal (Atypical Anti Psychosis)
2) Mood Stabilizier
pada kanal ion, termasuk kanal natrium, kalium, dan kalsium. Dengan menghambat
pergerakan natrium melalui kanal natrium yang dioperasikan dengan tegangan,
misalnya, beberapa antikonvulsan menyebabkan blokade yang bergantung pada
penggunaan aliran natrium. Dimana saat kanal natrium sedang "digunakan" selama
aktivitas neuron seperti kejang, antikonvulsan dapat memperpanjang inaktivasinya,
sehingga memberikan aksi antikonvulsan. Apakah mekanisme seperti itu juga
merupakan penyebab efek penstabil suasana hati dari antikonvulsan belum
diketahui.12
Ketika saluran ion tidak aktif, ini dapat menyebabkan perubahan baik
neurotransmisi rangsang dan penghambatan. Glutamat adalah neurotransmitter
rangsang universal dan asam gamma-aminobutirat (GABA) adalah
neurotransmitter penghambat universal. Secara khusus, antikonvulsan tampaknya
memodulasi efek penghambat neurotransmitter GABA dengan menambah
sintesisnya, menambah pelepasannya, menghambat pemecahannya, mengurangi
reuptakeake menjadi neuron GABA, atau menambah efeknya pada reseptor GABA.
Beberapa tindakan ini merupakan konsekuensi dari aksi antikonvulsan pada saluran
ion.12
Antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar:12
Asam Valproat
Carbamazepine
Lamotrigin
Gabapentin
Topiramate
b. Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit
memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya,
ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin
sangat luas, karena pasien mengalami keadaan psikosis dan variasi kondisi mood
13
2.8 Prognosis
Prognosis pada skizoafektif tergantung pada peningkatan gejala yang terjadi.
Pasien yang memiliki peningkatan gejala skizofrenia yang lebih menonjol
14
15
16
kampung membuka kios usaha kecilan, oleh sebab itu pasien ingin kembali
menjalani rawat inap di RSJ selain itu, pasien juga merasa apabila dirinya datang
ke RSJ akan mendapatkan tempat tinggal dan diberikan makan secara teratur.
Pasien mengatakan dirinya marah-marah dan kesal ke satpol PP karena mengusir
pasien ketika berada di kompleks RSJ. Menurut pasien dirinya sering
mendegarkan bisikan yang menyuruhnya berbicara terus menerus serta pasien
mengikuti perintah tersebut, suara-suara tersebut muncul saat pasien berusia 19
tahun, dulunya ketika pasien usia remaja tinggal bersama keluarga abangnya,
namun pasien merasa istri dan anaknya tidak menyukai keberadaan dirinya serta
memperlakukan pasien secara tidak baik seperti sering meantukkan kepala pasien
ke dinding oleh istrinya tanpa alasan yang jelas, menuduh pasien mengintip
anaknya mandi dan pasien merasa sering difitnah oleh istri dan anak dari abang
pasien tersebut.
Pasien mengaku setiap keluar dari RSJ selalu putus obat, pasien mengatakan
akibat jarak tempuh yang jauh sekitar 15-20 menit jika dengan sepeda motor,
pasien tidak memiliki uang menaiki tansportasi untuk mengambil obat di
puskesmas terdekat. Tidak adanya dukungan keluarga untuk mengambil dan rutin
meminum obat, bahkan keluarga menyuruh pasien untuk selang seling hari minum
obat pulang yang diberikan dari RSJ agar tidak cepat habis.
E. Riwayat Pengobatan
Pasien pulang rawatan 6 bulan lalu, selama rawatan mendapatkan terapi Depakote
ER 500 mg, Clozapin 100 mg.
17
G. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak istri ketiga dari ayahnya namun sudah berpisah dengan ibu
beliau, pasien pernah tinggal bersama keluarga abang tirinya namun istri dan anak
abang tiri pasien tidak menyukai keberadaan pasien sehingga pasien mengatakan
sering difitnah dan diperlakukan tidak manusiawi.
H. Riwayat Pendidikan
Riwayat pendidikan terakhir pasien yaitu SD.
B. Status Generalisata
18
C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda Rangsang Meningeal : (-)
3. Peningkatan TIK : (-)
4. Mata : pupil isokor (+/+),Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : rigiditas (-), bradikinesia (-)
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan
3.4 STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Tidak rapi, sesuai usia
2. Kebersihan : Bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Hiperaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif
C. Pembicaraan
Pembicaraan spontan, cepat, logorrhea.
D. Pikiran
1. Arus pikir
Inkoheren (-)
Koheren (+)
Neologisme (-)
Sirkumstansial (-)
Tangensial (-)
Blocking (-)
flight of idea (-)
20
2. Isi pikir
Waham
1. Waham Bizzare :(-)
2. Waham Somatik :(-)
3. Waham Erotomania :(-)
4. Waham Paranoid :
- Waham Persekutor : (-)
- Waham Kebesaran : (-)
- Waham Referensi : (-)
- Waham Dikendalikan : (-)
Asosiasi longgar (-)
Miskin ide (-)
Thought
1. Thought Echo : (-)
2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (-)
4. Thought Broadcasting : (-)
Delusion
1. Delusion of Control : (-)
2. Delusion of Influence : (-)
3. Delusion of Passivity : (-)
4. Delusional Perception : (-)
3. Bentuk Pikir
Non realistic/derealistik (-)
Illogical thought (-)
Autistik (-)
21
E. Persepsi
1. Halusinasi
Auditorik : (+)
Visual : (-)
Olfaktorius : (-)
Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)
F. Intelektual
1. Intelektual : Baik
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
Diri : Baik
Tempat : Baik
Waktu : Baik
4. Daya ingat
Seketika : Baik
Jangka Pendek : Baik
Jangka Panjang : Baik
5. Pikiran Abstrak : Baik
G. Daya nilai
Normo sosial : Baik
Uji Daya Nilai : Baik
H. Pengendalian Impuls : Terganggu
I. Tilikan : T3
J. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya
3.5 RESUME
sudah beberapa kali bolak-balik dirawat di RSJ, tetapi pasien tidak teratur minum
obat saat keluar RSJ dan hanya meminum dari obat pulang saat rawat inap di RSJ
hingga habis. Pasien putus meminum obat karena tidak kembali mengambil obat di
puskesmas.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, temperatur
36,8° C. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status mental, perempuan sesuai usia, tampak rapi, aktifitas
psikomotor : hiperaktif, sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mood: hipertimik,
afek: terbatas, keserasian afek: appropriate, pembicaraan: spontan, arus pikir :
koheren, halusinasi akustik (+). Pasien dengan tilikan T3 dan taraf kepercayaan
adalah dapat dipercaya.
3.9 TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Injeksi Lodomer 5 mg Amp IM/ 24 jam (3 hari)
Injeksi Diazepam 10 mg Amp IM/ 24 jam (bila gelisah)
23
3. 10 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
24
3. 11 FOLLOW UP
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
29
30
14. Agid O, Board A, Johnson CJ, Lilly E, Company US, Canada EL.
Treatment resistant schizophrenia : Treatment Response and
Resistance in Psychosis ( TRRIP ) working group consensus guidelines
on diagnosis and terminology. Am J Psychiatry. 2018;174(666):216–
29.