Anda di halaman 1dari 20

Laboratorium / SMF Rehabilitasi Medik REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

STROKE

Oleh
Nazla Farah Nazhifa
NIM. 2110017004

Dosen Pembimbing
dr. Tri Rahayu Septyaningrum, Sp.KFR, M.Ked.Klin

Laboratorium / SMF Ilmu Rehabilitasi Medik


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
September 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Stroke”.
Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Tri Rahayu
Septyaningrum, Sp.FKR, M.Ked.Klin selaku dosen pembimbing klinik yang
telah memberikan banyak bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat
ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran demi penyempurnaan referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat
ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, September 2021


Penulis,

Nazla Farah Nazhifa

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Definisi .......................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi.................................................................................................. 3

2.3 Faktor Risiko ................................................................................................. 4

2.4 Etiopatogenesis .............................................................................................. 4

2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 6

2.6 Diagnosis ....................................................................................................... 7

2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................. 9

2.8 Disabilitas Akibat Stroke ............................................................................. 10

2.9 Rehabilitasi Medik Pasca Stroke ................................................................. 12

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1............................................................................................................ 5

Gambar 2.2............................................................................................................ 7

Gambar 2.3............................................................................................................ 7

Gambar 2.4............................................................................................................ 13

Gambar 2.5............................................................................................................ 14

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah manifetasi klinis akut akibat disfungsi neurologis pada otak,
medulla spinalis, dan retina baik sebagian atau menyeluruh yang menetap ≥ 24 jam
atau menimbulkan kematian akibat gangguan pembuluh darah (Kemenkes RI,
2019). Kejadian stroke di Amerika Serikat 87% merupakan stroke iskemik, 10%
stroke hemoragik dan sisanya sekitar 3% adalah perdarahan subaraknoid (Chugh,
2019). Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua secara global yang banyak
terjadi terutama pada negara berkembang dan penyebab utama kecacatan jangka
panjang yang serius yang dapat mengurangi mobilitas pada lebih dari separuh
penderita stroke yang berusia 65 tahun ke atas (CDC, 2021).
Stroke bertanggung jawab atas kematian 4,4 juta (9%) dari total 50,5 juta
kematian setiap tahun (Minnerup, Schmidt, Weissenberger, & Kleinschnitz, 2013).
Insiden stroke meningkat dua kali lipat pada negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah selama tahun 1990 - 2016 tetapi menurun di negara-negara
berpenghasilan tinggi pada periode yang sama (Kuriakose & Xiao, 2020). Menurut
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi nasional stroke di
indonesia sebesar 10,9 per mil. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di Kalimantan
Timur dengan angka sebesar 14,7 per mil, diikuti dengan Yogyakarta 14,6 per mil,
dan Sulawesi Utara 14,2 per mil.
Stroke diklasifikasi secara luas menjadi tiga kategori yaitu stroke iskemik,
stroke hemoragik, dan perdarahan subaraknoid. Stroke iskemik dapat terjadi karena
penyumbatan pembuluh darah yang membatasi suplai darah ke otak. Sedangkan
stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di rongga intrakranial
seperti perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid (Chugh, 2019).
Gejala stroke yang timbul bergantung pada letak dan berat ringannya gangguan
pembuluh darah di otak (Kuriakose & Xiao, 2020)

1
Pasien pasca stroke memerlukan intervensi rehabilitasi medik untuk mampu
mandiri mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
(Syafni, 2020). Rehabilitasi medik berfokus pada sisa kemampuan neuromuskular
yang masih ada atau dengan sisa kemampuan yang dapat diperbaiki dengan latihan
serta upaya pencegahan stroke berulang (Purwanti & Maliya, 2008). Rehabilitasi
pada fase akut dilakukan sedini mungkin untuk mencegah komplikasi dan
memaksimalkan fungsi psikomotor, kognitif, dan afektif untuk dapat beraktivitas
kembali (Kemenkes RI, 2019).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan secara umum mengenai stroke. Adapun tujuan secara khususnya
adalah untuk mengetahui rehabilitasi medik apa saja yang dapat dilakukan pada
pasien pasca stroke di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke ditandai sebagai defisit neurologis akibat cedera fokal akut pada
sistem saraf pusat yang disebabkan oleh infark serebral atau perdarahan
intraserebral. Infark serebral didefinisikan sebagai kematian sel yang disebabkan
oleh iskemik, berdasarkan patologis, pencitraan, bukti klinis dan atau bukti objektif
lainnya. Sedangkan perdarahan intraserebral didefinisikan sebagai kumpulan darah
fokal di dalam parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh
trauma (Minnerup, Schmidt, Weissenberger, & Kleinschnitz, 2013).
Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler (Chugh, 2019). Stroke diklasifikasikan menjadi 2
kategori yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi
karena penyumbatan pembuluh darah yang membatasi suplai darah ke otak.
Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di rongga
intrakranial seperti perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid (Chugh,
2019)
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data statistik di Amerika Serikat pada tahun 2018, 1 dari setiap
6 kematian penyakit kardiovaskular berhubungan dengan stroke. Setiap tahun lebih
dari 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke dengan 610.000 orang
diantaranya adalah stroke baru sedangkan sisanya merupakan stroke berulang
(CDC, 2021). Stroke adalah penyebab kematian paling umum kedua dan penyebab
kecacatan paling umum ketiga di seluruh dunia. Secara global 68% dari semua
stroke yang terjadi adalah stroke iskemik, dan sisanya 32% merupakan stroke
hemoragik (Chugh, 2019). Insiden stroke meningkat seiring bertambahnya usia
setelah usia 55 tahun. Namun, dalam tren semua kasus secara global selama tahun
1990 – 2016 pada usia 20-54 tahun terjadi peningkatan insiden dari 12.9% menjadi
18.6% (Chugh, 2019).

3
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan meningkat
dua kali kipat setelah usia 55 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan. Risiko
juga meningkat pada individu yang mempunyai kondisi medis sebelumnya seperti
hipertensi, penyakit arteri koroner dan hiperlipidemia. Lebih dari 60% pasien stroke
juga memiliki riwayat TIA sebelumnya (Kuriakose & Xiao, 2020). Beberapa faktor
risiko dapat menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang bisa
dimodifikasi. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, ras,
faktor keturunan riwayat keluarga stroke maupun TIA. Sedangkan faktor yang bisa
dimodifikasi adalah pola hidup pasien (penggunaan alkohol dan obat-obatan,
merokok dan aktivitas fisik), riwayat TIA atau stroke sebelumnya, penyakit yang
bisa dikontrol seperti hipertensi, diabetes melitus, kolesterol tinggi, obesitas
(Chugh, 2019).

2.4 Etiopatogenesis
Otak mendapat vaskularisasi dari dua pasang arteri besar yaitu arteri karotis
interna dan arteri vertebralis dan cabang-cabangnya beranastomosis pada
permukaan bawah otak membentuk sirkulus Willisi. Secara umum apabila aliran
darah ke jaringan otak terganggu selama 15-20 menit akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari disebabkan :
1. Keadaan pada pembuluh darah seperti aterosklerosis dan trombosis
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah seperti syok atau
hiperviskositas darah
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium
4. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

4
Gambar 2.1 Sirkulasi Darah di Otak

Stroke iskemik disebabkan oleh kekurangan suplai darah dan oksigen ke


otak akibat oklusi iskemik pada kondisi trombotik dan embolik di otak. Pada
keadaan trombosis, aliran darah dipengaruhi oleh penyempitan pembuluh darah
akibat aterosklerosis. Penumpukan plak akan menyempitkan ruang vaskular dan
membentuk gumpalan yang menyebabkan stroke trombotik. Pada stroke emboli,
embolus menyebabkan penurunan aliran darah ke daerah otak sehingga dapat
menyebabkan stress berat dan kematian sel sebelum waktunya (nekrosis). Proses
nekrosis selanjutnya diikuti oleh gangguan membran plasma, pembengkakan
organel, kebocoran isi seluler ke ruang ektraseluler, dan hilangnya fungsi saraf
(Kuriakose & Xiao, 2020)
Kondisi stress pada jaringan otak dan cedera internal dapat menyebabkan
pembuluh darah pecah yang menyebabkan stroke hemoragik. Pada perdarahan
intraserebral (ICH) pembuluh darah pecah dan menyebabkan akumulasi abnormal
darah di dalam otak. Faktor utama yang dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral adalah hipertensi, gangguan pembuluh darah, penggunaan
antikoagulan, dan agen trombolitik berlebihan. Sedangkan pada perdarahan
subaraknoid (SAH) darah terakumulasi di ruang subaraknoid karena cedera kepala
atau aneurisma serebral (Kuriakose & Xiao, 2020)

5
2.5 Manifestasi Klinis
American Heart Association (AHA) mengeluarkan algoritma untuk menilai
tanda dan gejala stroke selama masa pra-rumah sakit dengan FAST (Facial Droop,
Arm Weakness, Slurred Speech and Time of Onset). Selain itu terdapat metode lain
untuk mengenali tanda stroke dengan metode 6S yaitu :
1. Sudden (gejala terjadi secara mendadak)
2. Slurred Speech (bicara tidak jelas)
3. Side Weak (kelemahan pada otot wajah, lengan maupun kaki)
4. Spinning (vertigo)
5. Severe Headache
6. Seconds (waktu dari muncul gejala dan bergegas ke rumah sakit)
Metode lainnya bisa dengan metode BEFAST : Balance (kehilangan keseimbangan
atau pusing), Eyes (gangguan penglihatan pada satu ada kedua mata), Face
(kelemahan wajah), Arm (kelemahan tangan), Speech, dan Time (Chugh, 2019).
Tanda dan gejala klinis stroke bergantung pada lokasi area otak yang terkenal oklusi
arteri dan berat ringannya gangguan pembuluh darah di arteri sebagai berikut :
• Arteri Serebri Anterior (hemiparesis kontralateral, gangguan sensorik pada
sisi yang lumpuh, inkontinensia urin, kelemahan anggota gerak bawah yang
berat)
• Arteri Serebri Media Superior (hemiparesis kontralateral, gangguan
sensorik kontralateral, kelemahan angggota gerak atas lebih berat, hemisfer
dominan berupa afasia global dan afasia broca, serta gejala hemisfer non
dominan berupa gangguan persepsi spasial, hemineglect, contructional
apraxia, dressing apraxia)
• Arteri Serebri Media Inferior (lesi pada bagian kiri memberikan gejala
afasia wernicke dan lesi bagian kanan berupa left visual neglect)
• Arteri Serebri Posterior (gangguan lapang pandang, prosopagnosia,
palinopsia, aleksia, dan afasia transkortikal sensorik
• Arteri Vertebrobasiler (kelumpuhan pada satu sampai empat ekstremitas,
gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh, gejala serebelum seperti tremor
dan vertigo, disfagia, disartria, kehilangan atau penurunan kesadaran,

6
gangguan daya ingat, disorientasi, gangguan penglihatan serta gangguan
pendengaran.

Gambar 2.2 Distribusi Arteri Serebri Potongan Lateral

Gambar 2.3 Distribusi Arteri Serebri Potongan Koronal

2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Menanyakan gejala awal yang dialami dan berapa lama gejala tersebut
muncul, aktivitas pasien saat serangan, faktor risiko yang dimiliki pasian
seperti diabetes, hipertensi dan riwayat TIA sebelumnya (Kemenkes RI,
2019). Pada stroke iskemik bisa didapatkan gangguan global berupa
gangguan kesadaran. Gangguan fokal yang muncul mendadak dapat berupa
kelumpuhan satu ada dua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas, kelumpuhan

7
otot-otot penggerak bola mata, menelan dan wicara. Gangguan fungsi
keseimbangan, penghidu, penglihatan, pendengaran, somatik sensoris, dan
gangguan neurobehavioral seperti gangguan atensi, memori, bicara verbal,
mengerti pembicaraan, pengenalan ruang dll. Pada stroke hemoragik pada
saat anamnesis pasien bisa mengeluhkan gejala peningkatan tekanan
intrakranial seperti sakit kepala, muntah-muntah, sampai penurunan
kesadaran dan gejala penekanan parenkim otak. Sedangkan pada stroke
yang disebabkan SAH memberikan gejala peningkatan tekanan intrakranial
berupa sakit kepala, muntah dan penurunan kesadaran, gejala rangsang
meningeal (+) (PERDOSSI, 2016)
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain penilaian kesadaran pasien
(GCS), pemeriksaan kepala dan leher (apakah aada cedera leher, bruit
karotis dan distensi vena jugular), pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan
sensoris-motorik, pemeriksaan saraf otonom, pemeriksaan rangsang
meningeal : kaku kuduk, kernig sign, lasegue sign, brudzinski 1-4. Penilaian
jenis stroke bisa dilakukan jika tidak terdapat pemeriksaan radiologi yang
memadai dengan menggunakan Skor Hasanuddin, Skor Siriraj, Algoritma
Gadjah Mada, Skor Djunaedi. Ringan atau beratnya defisit neurologis bisa
dengan menggunakan penilaian National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS) (PERDOSSI, 2016)
c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke hemoragik dapat
dilakukan pemeriksaan neuroimaging baik CT-scan maupun MRI. Pada
stroke hemoragik akan terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada
stroke iskemik akan memberikan gambaran hipodens. Pemeriksaan lainnya
dapat dilakukan pemeriksaan CT-angiografi (untuk melihat adanya oklusi
pada pembuluh darah yang tersumbat), pemeriksaan foto thoraks (untuk
mengeliminasi adanya aneurisma aorta abdominal), pemeriksaan glukosa
darah sewaktu (untuk mengeliminasi hipoglikemia), dan pemeriksaan EKG
(untuk mengeliminasi adanya infark miokard atau aritmia jantung)
(Kemenkes RI, 2019).

8
2.7 Penatalaksanaan
Penanganan yang cepat, tepat dan cepat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Terdapat dua tatalaksana yaitu umum dan
spesifik tergantung stroke yang diderita.
a) Tatalaksana Umum
• Stabilitasi jalan napas dan pernapasan dengan tindakan ABC
(Airway, Breathing, Circulation). Pertimbangkan intubasi bila
keadaan pasien stupor, koma atau gagal napas
• Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
• Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)
• Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
• Analgetik dan antipiretik jika diperlukan
• Gastroprotektor, jika diperlukan
• Manajemen nutrisi
• Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH

b) Tatalaksana Spesifik
1. Stroke Iskemik
• Trombolisis Intravena : althplase dosis 0.6 – 0.9 mg/kgBB,
pada stroke iskemik onset < 6 jam
• Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada stroke
iskemik dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah
intrakranial onset < 8 jam
• Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor,
Calcium Antagonist, Beta Blocker, Diuretik)
• Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral
• Pencegahan stroke (antiplatelet: aspirin, clopidogrel atau
antikoagulan: warfarin, dabigatran)
• Perawatan di Unit Stroke
• Neurorehabilitasi

9
• Tindakan Intervensi/Operatif: Carotid Endartersctomy,
Carotid Artery Stenting, Stenting pembuluh darah
intrakranial
2. Stroke Hemoragik
• Koreksi koagulapati (prothrombin complex concentrate, jika
perdarahan karena antikoagulan)
• Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-inhibitor,
Calcium Antagonist, Beta Blocker, Diuretik)
• Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral
• Pencegahan stroke hemoragik (manajemen faktor risiko)
• Perawatan di Unit Stroke
• Neurorehabilitasi
• Tindakan Intervensi/Operatif: Kraniotomi evakuasi
hematom, Kraniotomi dekompresi, VP Shunt
3. Perdarahan Subaraknoid
• Manajemen hipertensi (nicardipin, ARB, ACE-inhibitor,
Calcium Antagonist, Beta Blocker, Diuretik)
• Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral
• Pencegahan perdarahan ulang (Vitamin K, antifibrinolitik)
• Pencegahan vasospasme
• Perawatan di Unit Stroke
• Neurorehabilitasi
• Tindakan Intervensi/Operatif: Clipping aneriusma, Coiling
aneurisma, VP Shunt

2.8 Disabilitas Akibat Stroke


Tipe dan derajat disabilitas akibat stroke tergantung pada area otak yang
rusak. Umumnya stroke dapat menyebabkan 5 tipe disabilitas yaitu paralisis,
gangguan sensibilitas, masalah bahasa, masalah memori dan proses berpikir, serta
gangguan emosi.
a. Paralisis

10
Paralisis atau gangguan mengontrol gerakan merupakan disabilitas yang
paling sering ditemukan pada stroke. Hemiparesis dijumpai pada 85%
penderita stroke. Penderita stroke dengan hemiplegia akan menyebabkan
gangguan aktivitas hidup sehari-harinya seperti berjalan, menggenggam
suatu objek, gangguan kandung kemih. Beberapa penderita stroke
mengalami gangguan menelan atau disfagia oleh gangguan pada otot yang
mengontrol menelan. Kerusakan pada otak bagian bawah atau serebellum
akan mengenai koordinasi gerakan, disebut ataxia sehingga menyebabkan
gangguan dalam berjalan maupun postur dan keseimbangan.
b. Gangguan Sensorik
Penderita mungkin mengalami gangguan rasa, nyeri, suhu atau posisi.
Gangguan sensorik juga dapat menyebabkan gangguan mengenali suatu
objek dengan cara menggenggam objek tersebut bahkan penderita tidak
mengenali bagian tubuhnya sendiri.
c. Gangguan Berbahasa
Paling tidak seperempat penderita stroke mengalami gangguan bahasa,
termasuk kemampuan berbicara, menulis, mengerti bahasa verbal dan
tulisan. Kerusakan hemisfer dominan (area Broca) akan menyebabkan
afasia ekspresif. Penderita ini tidak dapat mengekspresikan pikirannya ke
dalam kata-kata atau tulisan. Kerusakan pada otak “Wernicke area” akan
menyebabkan afasia reseptif. Penderita ini tidak mengerti bahasa tulis
maupun verbal dan sering bicaranya inkoheren. Afasia paling berat adalah
afasia global.
d. Gangguan Proses Berpikir dan Memori
Stroke dapat mengenai bagian otak yang bertanggung jawab terhadap
ingatan, proses belajar dan kesadaran. Penderita kehilangan kemampuan
untuk membuat rencana, memahami suatu arti, belajar masalah baru.
Contohnya adalah anosognosia yaitu ketidakmampuan untuk mengakui
realitas ketidakmampuan fisik akibat stroke dan neglect yaitu
ketidakmampuan untuk merespon objek atau stimulasi sensorik pada salah
satu sisi.
e. Gangguan Emosi

11
Penderita stroke merasa takut, cemas, frustasi, sedih, dan merasa sedih
akibat kehilangan kemampuan fisik dan mental. Perasaan ini adalah alami
sebagai respon trauma fisik akibat stroke. Beberapa gangguan emosi dan
perubahan personalitas disebabkan efek fisik kerusakan otak. Depresi, yaitu
perasaan tidak mempunyai harapan untuk berfungsi sering terjadi pada
penderita stroke. Tanda-tanda depresi ini yaitu gangguan tidur, perubahan
pola makan sehingga menjadi kurus, mudah tersinggung, lelah, dan
perasaan ingin bunuh diri

2.9 Rehabilitasi Medik Pasca Stroke


Rehabilitasi pada penderita stroke paling baik dikerjakan di rumah sakit
pada fase akut dan di pusat rehabilitasi pada fase lanjut. (Laswati, Andriati, Pawana,
& Arfianti, 2013). Program rehabilitasi dan mobilisasi harus segera dimulai setelah
keadaan pasien stabil, 24-72 jam setelah serangan. Tindakan mobilisasi pada
perdarahan subaraknoid dimulai sejak 2-3 minggu sesudah serangan (Purwanti &
Maliya, 2008). Tujuan program rehabilitasi sebagai berikut :
1. Mencegah komplikasi imobilisasi lama seperti kontraktur, ulkus dekubitus,
pneumonia, komplikasi kandung kemih selama fase akut
2. Mengajari kembali kemampuan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan,
berpakaian, merawat diri, mandi
3. Melatih kembali ambulansi atau berjalan
4. Membantu penderita kembali berintegrasi dengan lingkungan
Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin,
bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Pada pasien yang belum
boleh dilakukan fisioterapi pasif dapat dilakukan perubahan posisi badan dan
ekstremitas setiap dua jam sekali untuk mencegah ulkus dekubitus. Latihan gerakan
sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur (Purwanti
& Maliya, 2008)
a. Penempatan Posisi Tubuh
• Posisi terlentang : bantal kecil diletakkan trochanter kaki sisi sakit,
axilla sisi sakit disangga dengan bantal, abduksi lengan 60-90
derajat dan tangan lebih tinggi dari siku, kaki yang sakit ditinggikan

12
• Posisi miring ke sisi sakit
• Posisi miring ke sisi sehat
• Posisi duduk

Gambar 2.4 Penempatan Posisi Tubuh

Penempatan posisi seperti diatas bertujuan untuk menghindari pola spastik


pada stroke. Pola spastik pada stroke adalah khas yaitu sendi bahu depresi
dan endorotasi, sendi siku fleksi, pergelangan tangan dan tangan fleksi.
Sendi paha, lutut dan pergelangan kaki lurus, kaki dan jarin-jari kaki inversi
(Laswati, Andriati, Pawana, & Arfianti, 2013).
b. Latihan gerak sendi
Latihan pasif terhadap sisi yang paralisis dapat dimulai 2-3 hari pasca
serangan bila penyebabnya adalah stroke infark. Bila penyebabnya stroke
perdarahan maka latihan dimulai setelah satu minggu, latihan luas gerak
sendi dikerjakan pada seluruh sendi anggota gerak sisi yang sakit dan
dikerjakan sehari 3 kali. Latihan ini berguna untuk mencegah terjadi
kontraktur dan kekakuan sendi (Laswati, Andriati, Pawana, & Arfianti,
2013).

13
Gambar 2.5 Latihan Pasif Luas Gerak Sendi Bahu

c. Latihan napas dalam


Posisi yang tetap pada imobilisasi dan akumulasi sekret pada alveoli dapat
menyebabkan atelektasi dan pneumonia. Latihan napas dalam dikerjakan
bila penderita sudah kooperatif (Laswati, Andriati, Pawana, & Arfianti,
2013).
d. Latihan duduk
Latihan di mulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap
kemudian mencapai posisi setengah duduk dan akhirnya ke posisi duduk.
Setelah keseimbangan duduk tercapai dapat dilanjutkan dengan latihan
berdiri dan berjalan
e. Terapi gangguan bahasa dan bicara
Gangguan bahasa dan bicara biasanya terjadi pada hemiplagia kanan
dengan hemisfer dominan kiri. Tipe yang sering terganggu adalah afasia
ekspresif. Terapi gangguan bahasa tergantung pada kemampuan kognitif
dan linguistik penderita. Pada fase awal perlu dijalin komunikasi ya dan
tidak. Mula-mula penderita diminta menjawab pertanyaan ya atau tidak
dengan isyarat kepala. Lalu ajari satu kata dulu berulang-ulang, kemudian
dua kata dan seterusnya (Laswati, Andriati, Pawana, & Arfianti, 2013).
f. Terapi gangguan menelan
Rehabilitasi yang dapat dilakukan meliputi perubahan postur dan posisi saat
menelan, perubahan tekstur makanan, dan rangsangan otot-otot menelan
dengan stimulasi listrik. Pada pasien dengan resiko aspirasi, dianjurkan
pemasangan NGT atau pemberian nutrisi secara enteral.

14
BAB III

KESIMPULAN

Stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan


fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (Chugh, 2019). Faktor risiko meningkat seiring dengan bertambahnya usia
dan meningkat dua kali kipat setelah usia 55 tahun baik pada laki-laki maupun
perempuan (Kuriakose & Xiao, 2020).
Stroke iskemik disebabkan oleh kekurangan suplai darah dan oksigen ke
otak akibat oklusi iskemik pada kondisi trombotik dan embolik di otak. Pada
perdarahan intraserebral (ICH) pembuluh darah pecah dan menyebabkan akumulasi
abnormal darah di dalam otak yang disebabkan oleh hipertensi, gangguan
pembuluh darah, penggunaan antikoagulan, dan agen trombolitik berlebihan.
Sedangkan pada perdarahan subaraknoid (SAH) darah terakumulasi di ruang
subaraknoid karena cedera kepala atau aneurisma serebral (Kuriakose & Xiao,
2020).
Penanganan yang cepat, tepat dan cepat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Terdapat dua tatalaksana yaitu umum dan
spesifik tergantung stroke yang diderita. Ada 5 disabilitas yang dapat terjadi pada
pasien stroke yaitu paralisis, gangguan sensibilitas, masalah bahasa, masalah
memori dan proses berpikir, serta gangguan emosi. Program rehabilitasi dan
mobilisasi harus segera dimulai setelah keadaan pasien stabil, 24-72 jam setelah
serangan. Tindakan mobilisasi pada perdarahan subaraknoid dimulai sejak 2-3
minggu sesudah serangan (Purwanti & Maliya, 2008). Program rehabilitasi yang
dilakukan pada pasien stroke meliputi penempatan posisi tubuh, latihan luas gerak
sendiri, latihan napas dalam, latihan duduk berjalan serta berdiri, terapi gangguan
bahasa dan bicara, dan terapi gangguan menelan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Minnerup, J., Schmidt, A., Weissenberger, C. A., & Kleinschnitz, C. (2013).


Stroke : Pathophysiology and Therapy. Morgan and Claypool Life Science.
2. CDC. (25 May, 2021). Stroke Facts. Retrieved from Centers for Disease
Control and Prevention: https://www.cdc.gov/stroke/facts.htm
3. Chugh, C. (June, 2019). Acute Ischemic Stroke. Indian Journal of Critical
Care Medicine, 140-146.
4. Kuriakose, D., & Xiao, Z. (2020). Pathophysiology and Treatment of Stroke
: Present Status and Future Perspectives. International Journal of Molecular
Sciences.
5. PERDOSSI. (2016). Panduan Praktis Klnis Neurologi. Jakarta: Perdossi.
6. Syafni, A. N. (2020). Rehabilitasi Medik Pasien Pasca Stroke. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 873-877.
7. Purwanti, O. S., & Maliya, A. (2008). Rehabilitasi Klien Pasca Stroke.
Berita Ilmu Keperawatan, 43-46.
8. Kemenkes RI. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Stroke. Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/MENKES/3942019.
9. Riskesdas. (2019). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Retrieved from
Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/
Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf
10. Laswati, H., Andriati, Pawana, A., & Arfianti, L. (2013). Buku Ajar Dokter
Muda Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Surabaya: Departemen Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK UNAIR .

16

Anda mungkin juga menyukai