Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2021


UNIVERSITAS HASANUDDIN

CEREBRAL PALSY
OLEH:

Rahayu Besse Tenri Sumpala


C014202153

PEMBIMBING:
dr. Fitrayani Hamzah
dr. Gracia Dewi Indrawati

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Hadia Aggriani, Sp. A(K), MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rahayu Besse Tenri Sumpala

NIM : C014202153

Judul PKMRS : Cerebral Palsy

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar. Maret 2021

Mengetahui,

Residen Pembimbing I Residen Pembimbing II

dr. Fitrayani Hamzah dr. Gracia Dewi Indrawati

Supervisor Pembimbing

dr. Hadia Aggriani, Sp. A(K), MARS

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................7

2.1. Defenisi......................................................................................................7

2.2. Etiologi ......................................................................................................7

2.3. Patofisiologi .............................................................................................11

2.4. Klasifikasi ................................................................................................13

2.5. Manifestasi Klinis....................................................................................18

2.6. Diagnosis .................................................................................................21

2.7. Penatalaksanaan.......................................................................................28

2.8. Prognosis .................................................................................................32

2.9 Pencegahan ................................................................................................33

BAB 3. KESIMPULAN .........................................................................................35

Daftar Pustaka ........................................................................................................36

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Cerebral palsy (CP) merupakan istilah deskriptif klinis untuk serangkaian


gangguan perkembangan gerak,postur, dan koordinasi yang disebabkan oleh
gangguan otak yang bersifat tidak progresif yang berpengaruh pada masa awal
perkembangan otak.1 Pada dasarnya cerebral palsy akan menunjukkan berbagai
macam gangguan klinis dari kerusakan korteks serebral atau kerusakan subkortikal
yang terjadi selama awal tahun kehidupan, Cerebral Palsy dapat terjadi saat
Prenatal, perinatal, atau postnatal.2
Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot
atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan
pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol
pergerakan dan postur secara adekuat.3
Selama dua puluh tahun terakhir, kejadian CP relatif stabil, berkisar antara
2 sampai 2,5 kasus per 1.000 kelahiran. Sebuah studi yang dilakukan oleh Autism
and Developmental Disability Monitoring (ADDM) Cerebral Palsy Network dan
Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa rata-rata prevalensi CP
adalah 3,3 per 1.000 kelahiran. Insidensi CP lebih tinggi pada lakilaki dibandingkan
dengan perempuan. Surveillance of Cerebral Palsy in Europe (SCPE) melaporkan
perbandingan laki-laki : perempuan yaitu 1,33 : 1.4 dan Hasil penelitian
Surveillance of Cerebral Palsy in Europe (SCPE) ini menunjukkan bahwa 50%
dari pasien Cerebral palsy mampu berjalan tanpa bantuan, 20% berjalan dengan alat
bantu, dan 30% tidak dapat berjalan Sampai saat ini.5
Anak yang memiliki kondisi disabilitas atau disebut dengan anak
berkebutuhan khusus. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada
tahun 2017, menyatakan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di
Indonesia mencapai angka 1,6 juta anak dengan beragam jenis gangguan. Salah satu

4
ragam jenis dari anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan disabilitas fisik,
khususnya cerebral palsy. Terdapat 17 juta orang dengan cerebral palsy tersebar di
seluruh dunia.6
Menurut Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010, persentasi anak-anak berusia 24-
59 bulan dengan Cerebral Palsy adalah 0,09% (WHO, 2013). National Survey of
Children’s Health (NSCH) pada tahun 2012-2013 dan National Healtth Interview
Survey (NHIS) pada tahun 2011-2013 menentukan prevalensi Cerebral Palsy
melalui laporan orang tua di kalangan anak-anak berusia 2-17 tahun. Survey ini
menemukan prevalensi per 1000 kelahiran hidup yang berkisar dari 2,6 di NSCH
sampai 2,9 di NHIS.4
Walaupun Cerebral Palsy merupakan kelainan yang bersifat tidak progresif,
namun ekspresi klinisnya dapat berubah seiring dengan berjalannya proses
pematangan otak. Gejala Cerebral Palsy dan tingkat keparahannya berbeda,
tergantung bagian otak yang mengalami kerusakan, dan bahkan mungkin berubah
pada satu individu dari waktu ke waktu.1
Anak dengan cerebral palsy akan mengalami gangguan motorik yang
dikarenakan adanya kerusakan pada jaringan otak, khususnya pada pusat motorik
atau jaringan penghubungnya. Kerusakan pada otak ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau selama proses pembentukan syaraf pusat. Anak dengan
cerebral palsy juga bisa mengalami berbagai gangguan penyerta, yaitu gangguan
kognitif dan gangguan fisik.6
Anak dengan cerebral palsy memiliki kondisi fisik yang berbeda dengan
anak tanpa cerebral palsy. Kondisi fisik anak cerebral palsy akan berbeda
tergantung pada tingkatan kondisinya, tetapi sebagian besar anak dengan cerebral
palsy tidak mampu bergerak dan beraktivitas dengan bebas.Anak dengan cerebral
palsy biasanya memiliki kesulitas dalam memegang objek, merangkak, dan
berjalan. Selain itu, anak dengan cerebral palsy memiliki kelemahan dalam
mengendalikan otot pada tenggorokkan, mulut, dan lidah yang menyebabkan anak
dengan cerebral palsy tampak selalu berliur, kesulitas makan, dan menelan.7 Hal
ini akan menyebabkan gangguan nutrisi berat pada anak dengan cerebral palsy.6

5
Cerebral palsy merupakan suatu kondisi umum perkembangan saraf yang
dihadapi oleh dokter anak. Kondisi ini dapat terjadi dengan sendirinya dengan
banyak spektrum klinis yang berbeda. penyebab dan faktor risikonya banyak dan
sangat penting untuk mengetahui interaksi dari berbagai macam faktor yang dapat
menyebabkan cerebral palsy. Dalam banyak kasus, penyebab cerebral palsy
mungkin tidak tampak. Kondisi tersebut menimbulkan tantangan diagnostik dan
terapeutik kepada dokter dengan tingkat keterlibatan mulai dari ringan dengan cacat
minimal sampai parah, terkait dengan beberapa kondisi komorbiditas. Ini adalah
salah satu dari tiga kecacatan perkembangan jangka panjang yang paling umum.
Dua hal lainnya adalah autism dan retardasi mental yang meyebabkan kesulitan
yang cukup besar sehingga mempengaruhi individu dan keluarganya.1
Cerebral palsy selalu dikaitkan dengan banyak defisit seperti
keterbelakangan mental, gangguan bicara,bahasa dan oromotor. Penilaian
menyeluruh terhadap perkembangan saraf anak dengan Cerebral Palsy harus
mencakup evaluasi terkait defisit sehingga Program intervensi dini yang
komprehensif dapat direncanakan dan dilaksanakan.3

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal
dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak di lahirkan) dan
merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan , disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis , gangguan ganglia basalis dan
serebellum dan kelainan mental. 3
Definisi dari cerebral palsy terdiri dari beberapa kondisi ,yaitu: lokasi
lesi terdapat di otak, lesi permanen dan tidak progresif meski gambaran
kliniknya dapat berubah seiring waktu, lesi muncul di awal kehidupan dan
mengganggu perkembangan otak yang normal, gambaran kliniknya di
dominasi oleh gangguan gerak dan postur dan gangguan kemampuan pasien
untuk menggunakan ototnya secara sadar. Mungkin juga di iringi komplikasi
lain dari gangguan neurological dan tanda maupun gejala mental. 2

2.2. Etiologi
Cerebral palsy adalah kondisi neurologis yang di sebabkan oleh cedera
pada otak yang terjadi sebelum perkembangan otak sempurna. Karena
perkembangan otak berlangsung selama dua tahun pertama. Cerebral palsy
dapat di sebabkan oleh cedera otak yang terjadi selama periode prenatal ,
perinatal, dan postnatal. 70-80% kasus cerebral palsy diperoleh selama masa
prenatal dan sebagian besar penyebab tidak di ketahui. 8
Lebih dari 50 % penyebab cerebral palsy tidak diketahui. Sistem
klasifikasi etiologi yang lain berdasarkan penyebab sebenarnya seperti
kongenital (syndrome, malformasi, developmental) atau acquired (trauma,
infeksi, hypoxia, iskemik, infeksi TORCH, dll) . Perinatal asifiksia hanya

7
sekitar 8-15% dari seluruh kasus cerebral palsy dan kasus cerebrial palsy pada
masa postnatal sekitar 12-21%.9
1. Pranatal :
a. Inheritance
Jika di duga lebih dari satu kasus cerebral palsy ditemukan pada
saudara kandung. Terjadinya lebih dari satu kasus cerebral palsy
pada satu keluarga tidak membuktikan adanya kondisi genetik.
Penyebabnya mungkin lesi otak perinatal sebagai komplikasi
persalinan (persalinan prematur) yang dapat terjadi lebih dari satu
kali pada ibu yang sama.10
b. Infeksi
Jika ibu mengalami infeksi organisme yang dapat menembus
plasenta dan menginfeksi janin, proses ini meyebabkan prenatal
brain injury. Infeksi janin tersering adalah syphilis, toxoplasmosis,
rubella, cytomegalic . semua dapat menyebabkan gejala dan tanda
akut pada neonatus di ikuti dengan kerusakan otak permanen saat
masa kanak-kanak. Di dominasi temuan retardasi mental tapi
gangguan gerak juga dapat muncul.11
c. Komplikasi lain selama kehamilan
Komplikasi selama kehamilan seperti episode anoksia, radiasi x-
ray, intoksikasi maternal dapat mempengaruhi fetus. Jika terjadi
kondisi yang menyebabkan gangguan pada otak fetus , biasanya
akan terjadi retardasi yang biasanya di kombinasi dangan cerebral
palsy.11
d. Kehamilan Multiple.12

2. Perinatal :

a. Anoksia

Penyebab tersering cerebral palsy adalah masih trauma otak


yang terjadi selama periode perinatal meskipun insiden menurun terus

8
menerus dengan peningkatan pelayanan obsetri dan neonatal care.
Anoksia dapat terjadi seketika sebelum atau setelah kelahiran. Resiko
meningkat jika proses persalinan mengalami komplikasi seperti posisi
abnormal janin atau disproporsional antara pelvis ibu dan kepala janin
menyebabkan partus lama. Asfiksia menyebabkan rendahnya suplai
oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak tersebut akan
mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik
ensefalopati.12 Nilai Apgar mempunyai hubungan yang erat dengan
beratnya asfiksia, dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit
setelah bayi lahir. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Stanley
et. al. menunjukkan bayi dengan skor Apgar 3 pada 20 menit pertama
setelah kelahiran, berisiko 250 kali lebih besar mengalami Cerebral
Palsy daripada bayi dengan skor Apgar normal.13

b. Perdarahan intrakranial

Kondisi yang sama yang dapat menyebabkan anoksia juga dapat


menyebabkan perdarahan intrakranial. Ini dapat terdiri dari
perdarahan berat dari sinus venosus, biasanya akibat sobekan
tentorium cerebelli. Perdarahan dapat berlokasi di dalam otak dan
menyebabkan cerebral palsy. Perdarahan otak dan anoksia dapat
terjadi bersamaan sehingga sukar membedakannya, misalnya
perdarahan yang mengelilingi batang otak mengganggu pusat
pernafasan sehingga terjadi anoksia.3
c. Prematur

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita


perdarahan otak lebih banyak di bandingkan bayi cukup bulan. Karena
pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih
belum sempurna.8

9
d. Jaundice/ Ikterus Neonatorum

Pigmen Bilirubin merupakan komponen yang secara normal


dijumpai dalam jumlah kecil dalam darah, ini merupakan hasil
pemecahan dari eritrosit. Jika banyak eritrosit yang mengalami
kerusakan dalam waktu yang singkat, misalnya dalam keadaan
Rh/ABO inompibilitas, bilirubin indirek akan menyebabkan
icterus/jaundice. Jaundice/ikterus selama periode neonatal dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen dengan cerebral palsy akibat
masuknya bilirubin ke ganglia basal.8

e. Purulent meningitis

Meningitis purulent dimana pada periode perinatal biasanya


akibat bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan cedera otak
dengan komplikasi cerebral palsy.8

3. Postnatal :

Beberapa cedera otak yang terjadi selama periode postnatal dari


perkembangan otak dapat menyebabkan serebral palsy. Contohnya trauma
yang menyebabkan kecelakaan fisik trauma kepala sebelum usia 2 tahun,
meningitis, enchepalitis, Hiperbilirubinemia, sepsis neonatal, gangguan
pernapasan, meningitis onset dini dan perdarahan intraventricular. 14

a. Infeksi pada selaput otak atau pada jaringan otak

Umunya bayi usia muda sangat rentan dengan penyakit,


misalnya meningitis dan enchepalitis pada usia setahun pertama.
Ada kemungkinan penyakit tersebut menyerang selaput otak bayi
sehingga menimbulkan gangguan pada perkembangan otaknya. Bila
infeksinya terjadi dibawah usia 2 tahun umunya akan mengakibatkan
Cerebral Palsy, sebab pada waktu itu otak sedang dalam masa
perkembangan menuju sempurna. Sehingga anak yang terkena

10
infeksi meningitis radang selaput otak diusia 5 tahun keatas dan
menjadi lumpuh, ia tidak disebut dengan cerebral palsy melainkan
komplikasi dari meningitis.14

b. Kejang

Dapat terjadi karena bayi terkena penyakit dan suhu


tubuhnya tinggi kemudian timbul kejang. Kejang dapat pula terjadi
karena infeksi yang dialami oleh anak.8

c. Trauma/Benturan

Bayi yang sering mengalami jatuh dan menimbulkan luka


dikepala, apalagi dibagian dalam kepala atau perdarahan di otak
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Kerusakan
tergantung dari hebat atau tidaknya benturan.8

2.3. Patofisiologi
Seperti di ketahui sebelumnya bahwa cerebral palsy merupakan
kondisi neurologis yang di sebabkan oleh cedera pada otak yang terjadi
sebelum perkembangan otak sempurna. Karena perkembangan otak
berlangsung selama dua tahun pertama. Cerebral palsy dapat di sebabkan
oleh cedera otak yang terjadi selama periode prenatal , perinatal, dan
postnatal.15

Trauma cerebral yang menyangkut trauma dari arteri cerebral media


adalah rangkaian patologis yang paling sering di temukan dan dikonfirmasi
dari pasien dengan cerebral palsy spastic hemiplegia dengan menggunakan
evaluasi dari computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging
(MRI) . Penilaian tersebut telah menunjukkan kehilangan jaringan (nekrosis
dan atrofi) dengan atau tanpa gliosis. Beberapa anak dengan cerebral palsy
hemiplegia mengalami atrofi periventricular, menunjukkan adanya
ketidaknormalan pada white matter. Pada pasien dengan cerebral palsy
bergejala quadriplegia, gangguan motorik yang terjadi pada kaki bisa sama

11
sampai lebih berat daripada tangan. Yang terkait dengan cerebral palsy
bentuk ini adalah adanya rongga yang terhubung dengan ventrikel lateral ,
multiple cystic lesion pada white matter, diffuse cortical atrophy, dan
hydrocephalus. Cerebral palsy bentuk coreoathetoid yang kadang
mengalami spastisitas cenderung terjadi bayi pada cukup bulan, dystonia
dari ekskremitas juga sering terjadi bersama spastisitas tapi cenderung tidak
dikenali. Hipotonus yang menetap atau atonic pada cerebral palsy
menunjukkan adanya keterlibatan cerebellar pathways. Long-track signs
seperti reflex deep-tendon cepat dan respon plantar extensor cenderung
disertai hipotonia. Pembesaran sistem ventricular adalah yang paling sering
dihubungkan pada neuro-imaging.16

Prevalensi dari spastic diplegia atau quadriplegia meningkat di


Australia, swedia, dan united kingdom pada tahun 1970 seiring dengan
meningkatnya tingkat kelahiran bayi premature. Selama 30 tahun terakhir ,
neuropathologist telah memaparkan bahwa periventricular white matter
merupakan lokasi terpenting dari kelainan yang menyebabkan disfungsi
motorik kongenital. Periventricular leukomalacia adalah istilah untuk
karakteristik lesi necrosis koagulatif pada white matter yang dekat dari
ventrikel lateral , dengan menggunakan pemeriksaan ultrasound mencari
tanda adanya trauma pada white matter secara virtual seperti kedua area
hiperechoic (echodense) dan hipoechoic (echolusent). Bayi yang lahir pada
umur kehamilan kurang dari 32 minggu beresiko tinggi terhadap kedua lesi
hiperechoic dan hipoechoic. Umumnya lesi hiperechoic menandakan
kongesti vascular atau hemorrhage dan penampakan dini dari kerusakan
jaringan. Sedangkan lesi hipoechoic tampak pencerminan dari
pelepasan/kehilangan jaringan nekrotik dan perkembangan struktur seperti
kista.16

Pada bayi prematur, spastik diplegia adalah sekuel motorik yang


palingsering dan secara signifikan berhubungan dengan cedera difuse
whitematter dengan perdarahan intraparenkim dan / atau lesi kavitas

12
periventricular. Kerusakan ini didukung oleh langkah perkembangan
anatomi vaskular yang diamati pada bayi ini yang memiliki wilayah
mikrovaskuler yang lebih besar dengan sirkulasi kolateral yang kurang
berkembang dibandingkan dengan otak orang dewasa, serta
ketidakmatangan autoregulasi aliran darah otak (sebagian karena
ketidakdewasaan neurogenik dan sebagian karena fakta bahwa
pembentukan dinding otot halus dari arteriol intraserebral berkembang
terlambat selama kehamilan, sehingga bahkan jika mekanisme saraf di
tempatnya, organ akhir tidak dapat merespon dengan baik pada masa
prematur).16

Gangguan saluran kortikospinalis bertanggung jawab atas gangguan


perkembangan motorik karena merupakan jalur terakhir untuk memediasi
pengaruh motoneuron dari batang otak dan sumsum tulang belakang dari
hampir semua serebellum.3

2.4. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada Cerebral Palsy
berdasarkan jenis gangguan pergerakan yang terlibat. Bergantung pada
bagian otak yang terganggu, satu atau lebih gangguan pergerakan ini bisa
terjadi antaranya adalah kekakuan otot (spastik), pergerakan tidak terkawal
(dyskinesia) dan kelemahan keseimbangan dan koordinasi (ataxia).
Cerebral Palsy juga terbagi kepada 4 jenis utama, yaitu: spastik, diskinetik,
ataksik dan mixed Cerebral Palsy. Pada otak, terdapat 3 bagian yang saling
bekerja sama untuk mengontrol kerja otot yang berpengaruh terhadap
terjadinya setiap gerakan dan postur tubuh yaitu korteks serebri, ganglia
basalis, dan cerebellum. Jika bagian dari otak ini mengalami kerusakan,
maka anak dapat mengalami cerebral palsy. Berdasarkan derajat keparahan,
Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkat, yaitu :6
a. Mild
Pada tingkatan ini, anak bisa bergerak tanpa bantuan, anak tidak
memiliki keterbatasan dalam aktivitas sehari - hari.6

13
b. Moderate
Pada tingkatan ini, anak membutuhkan alat bantu berupa brace,
obat- obatan, dan teknologi adaptif dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.6
c. Severe
Pada tingkatan ini, anak membutuhkan kursi roda dan memliki
tantangan yang berat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.6

Berdasarkan GMFCS (Gross Motor Function Classification


System), yaitu level 5 tingkat yang disesuaikan dengan level kemampuan
dan keterbatasan, tingkatan Cerebral Palsy dibagi menjadi :14
1) Level I
Anak tidak mengalami keterbatasan bahkan anak bisa berjalan.
2) Level II
Anak mengalami keterbatasan dalam berjalan terutama pada jarak
tempuh dan daya keseimbangan. Berbeda dengan level I, yang
bahkan anak sudah bisa melompat dan berlari, pada level II
dibutuhkan alat bantu untuk memulai mobilisasi saat pertama kali
belajar berjalan.
3) Level III
Anak membutuhkan bantuan alat, misalnya berpegangan pada
tangan orang tua atau benda lain untuk berjalan di dalam ruangan,
sedangkan untuk di luar ruangan atau kegiatan sosialisasi di sekolah,
anak membutuhkan alat bantu beroda, dapat duduk dengan suport
yang terbatas, dan bisa mengubah posisi badan (transfer) dalam
posisi berdiri.
4) Level IV
Anak dapat menggunakan mobilitas sendiri menggunakan alat /
teknologi penggerak. Ketika duduk, anak harus mendapatkan
supoort, keterbatasan dalam bergerak tanpa alat bantu,
membutuhkan kursi roda untuk berpindah.

14
5) Level V
Anak memiliki keterbatasan dalam mengontrol kepala dan tubuh.
Anak membutuhkan bantuan fisik maupun peralatan berteknologi,
biasanya pasif di kursi roda manual.

Gambar 1. Gross Motor Function Classification System (GMFCS).14

15
Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi
dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :
a. Cerebral Palsy Spastik
Merupakan bentukan cerebral palsy terbanyak (70-80%),
otot mengalami kekakuan dan secara permanan akan menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat
seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.
Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan
yang dikenal dengan galt gunting (scissors galt). Anak dengan
spastik hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis, dimana
seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada
satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan terjadi gangguan gerakan
berat. Cerebral palsy spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas
yang terkena3, yaitu :
1) Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan.
2) Diplegia.
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan.
3) Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan 1 kaki.
4) Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
5) Hemiplegia
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat

16
Gambar 2. Tipe cerebral palsy dan area yang terkena 22

b. Cerebral Palsy atetoid/diskinetik


Bentuk cereberal palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan
menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini
mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringai dan
selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). Cereberal Palsy
atetoid terjadi pada 10-20% penderita cereberal palsy.8
c. Cerebral palsy ataksid
Cerebral palsy ataksid merupakan tipe yang jarang dijumpai,
mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena
sering menunjukan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan
gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi
saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat,
misalnya menulis, mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami
tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya buku, menyebabkan
gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan
tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju objek yang

17
dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita cerebral
palsy.9
d. Cerebral palsy campuran
Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari
satu bentuk Cerebral palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran
yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi
lain juga mungkin dijumpai.9

2.5. Manifestasi Klinis


Beberapa langkah yang bisa dijadikan acuan untuk mengetahui
tanda-tanda cerebral palsy, yaitu :
1. Gejala awal
Anak mengalami gangguan perkembangan motorik yang
tidak normal, anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang
seperti, tengkurap, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. Terdapat
abnormalitas tonus otot, anak dapat terlihat sangat lemas (hipotonia)
dan ada juga yang mengalami peningkatan tonus setelah 2-3 bulan
pertama (hypertonia). Dampaknya anak akan menunjukkan postur
abnormal pada satu sisi tubuh.17
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan perkembangan motorik anak perlu dilakukan
dan melihat kembali riwayat medis anak dari mulai kehamilan ibu,
proses kelahiran, dan kesehatan anak dalam masa perkembangan.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan refleks, dan mengukur
perkembangan lingkar kepala anak.17
3. Pemeriksaan neuroradiologik
Salah satunya adalah dengan melakukan CT-scan kepala
untuk mengetahui struktur jaringan otak serta menjabarkan area otak
yang kurang berkembang, kista abnormal, ataupun kelainan lainnya.
Neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak cerebral
palsy jika etiologi tidak dapat ditemukan. 17

18
4. Pemeriksaan lainnya
Beberapa dokter menyarankan untuk melakukan
pemeriksaan EEG pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang
untuk membantu melihat aktivitas elektrik otak dan akan
menunjukkan penyakit kejang tersebut.17

Cerebral Palsy dapat didiagnosis menggunakan kriteria Levine


(POSTER). POSTER terdiri dari:
P - Posturing/ Abnormal Movement (Gangguan posisi tubuh atau
gangguan bergerak)
O - Oropharyngeal problems (Gangguan menelan atau fokus di lidah)
S - Strabismus (Kedudukan bola mata tidak sejajar)
T - Tone (Hipertonus atau Hipotonus)
E - Evolution maldevelopment (refleks primitif menetap atau refleks
protective equilibrium gagal berkembang)
R - Reflexes (peningkatan refleks tendon atau refleks babinski menetap)

Abnormalitas empat dari enam kategori diatas dapat menguatkan diagnosis


Cerebral Palsy.3
Gejala awal berbeda-beda bergantung jenis dan tahap disabilitas.
Tanda utama yang memungkinkan anak ada Cerebral Palsy adalah
keterlambatan mencapai motor ataupun pergerakan milestones (seperti
berguling, duduk, berdiri, atau berjalan). Berikut adalah beberapa tanda
yang memungkinkan Cerebral Palsy, penting untuk melihat bahwa ada juga
anak yang tidak mempunyai gejala berikut : 5
 Bayi kurang 6 bulan :
1) Kepalanya tertinggal saat mengangkat bayi dari baring
2) Bayi kaku
3) Bayi terkelapai/terkulai
4) Overextensi punggung dan leher seperti menjauhkan diri saat
dirangkul di lengan

19
5) Saat diangkat, kaki bayi kaku dan bersilang

Gambar 3. Tanda awal Cerebral Palsy pada anak.5

 Bayi lebih 6 bulan:


1) Bayi tidak berguling pada mana-mana arah
2) Kesulitan mengangkat tangan ke mulut
3) Saat tidur, satu tangan lepas, manakala satu lagi
menggenggam

Gambar 4. Tanda awal Cerebral Palsy pada anak.5

 Bayi lebih 10 bulan:


1) Bayi merangkak miring, menolak dengan satu tangan dan kaki
manakala menyeret tangan
2) dan kaki yang berlawanan

20
3) Anak berlari sekitar pantat ataupun melompat dengan lutut, tetapi
tidak merangkak dengan kedua-dua tangan dan kaki.

2.6. Diagnosis
Cerebral palsy adalah suatu keadaan penurunan fungsi motorik yang
terjadi saat awal kehidupan. Defisit ini dapat mempengaruhi satu atau lebih
bagian–bagian dari sistem syaraf yang akan mengakibatkan berbagai gejala.
Beberapa tipe yang utama antara lain :17
a. Piramidal, yaitu gejala dapat berupa spastisitas atau rigiditas. Spastisitas
merupakan gejala yang paling dominan, ditemukan pada 70% - 85% dari
seluruh kasus Cerebral Palsy yang biasanya berhubungan dengan
retardasi mental dan epilepsi; diplegia (biasanya terdapat pada bayi
prematur) atau hemiplegia.17
b. Ekstrapiramidal, termasuk tipe distonik dan koreoathetonik; serta tipe
campuran yang melibatkan sistem piramidal dan ekstrapiramidal. antara
lain diskinesia, korea, atetosis, distonia, dan ataksia. 17

Probabilitas kejadian Cerebral Palsy meningkat seiring dengan


meningkatnya prematuritas, kehamilan kembar dan juga meningkatnya
intrakranial hemorrhage, meningitis atau kejang neonatal. Untuk mengetahui
adanya disfungsi otak yang serius, dapat dilakukan dengan menggunakan
indicator yang reliabel yaitu lingkar kepala per umur. Salah satu bentuk yang
dapat teraba oleh tangan adalah tolakan dari sutura cranial dan fontanella
yang menutup dini, yang merupakan indikasi microcephaly. Tanda–tanda
pada konjungsi dengan bentuk–bentuk sebagai berikut, meningkatkan
keparahan pada kerusakan motorik di masa yang akan datang.19
1) Kesulitan makan dan komunikasi
Kesulitan makan yang terjadi pada bayi berumur 34 minggu atau
lebih adalah suatu pointer diagnosis jika sebab–sebab spesifik lainnya
diabaikan. Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan
karena adanya air liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk,

21
aspirasi pneumonia yang berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan
paru-paru. Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala
awal dari kesulitan untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan
datang. Penilaian awal kemampuan berkomunikasi dilakukan dengan
bantuan ahli terapi bicara dan Bahasa adalah penting dilakukan untuk
mengetahui alat yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu
berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan untuk memantau perkembangan
kognitif anak.19
2) Hipotonia, stereotipe motorik dan kelainan postur tubuh
Hipotonia berat merupakan tanda awal yang penting dari adanya
kerusakan neurologis. Dan dalam ketidakhadiran sebab–sebab sistemik,
harus dilakukan tindakan tertentu untuk melakukan penyelidikan secara
mendetail. Bayi yang mengalami lemas (floppy) dapat berkembang menjadi
distonia atau diskinesia sampai akhir tahun pertama usia kehidupannya.
Sedikitnya variabilitas pada gerakan tungkai atau gerakan yang terus–
menerus atau cramped postures, juga merupakan indikasi adanya
kemungkinan kerusakan motorik.19
3) Kejang
Kejang pada bayi dan neonatal menunjukkan adanya penyakit pada
struktur utama otak dengan kemungkinan konsekuensi kerusakan pada
sistem motorik. Walaupun cedera struktural meningkat, hubungan antara
spasme dan kejang pada bayi, mempengaruhi kejadian CP sebanyak 20%,
terutama pada mereka yang menderita quadriplegia dan hemiplegia yang
disertai pre-existing cortical. Anak–anak yang mengalami diplegia jarang
mengalami kejang.19
4) Penglihatan
Masalah penglihatan yang biasanya muncul adalah juling. Untuk
mengetahui apakah retinopati pada bayi prematur dapat menyebabkan
retinal detachment, membutuhkan surveillance yang menyeluruh terhadap
semua penderita CP dewasa muda sampai setelah 10 tahun kedua
kehidupannya. Kerusakan pada kortikal atau white matter menyebabkan

22
field loss reflect pada organ penglihatan. Anak–anak yang mengalami
kerusakan visual, biasanya disertai dengan keterlambatan perkembangan
motorik, walaupun tanpa adanya gejala neurologis pada fokal. Dalam PVL,
kelainan pada bagian inferior dapat menyebabkan munculnya suatu gejala
dimana penderita apabila jalan akan tersandung dan jatuh yang dapat
menimbulkan kesalahan diagnosa bahwa penderita mengalami fungsi
motorik yang buruk. Secara keseluruhan, 11% penderita Cerebral Palsy
mengalami kerusakan visual yang parah.19
5) Pendengaran
Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali,
mikroftalmia dan penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk
memeriksa ada tidaknya infeksi TORCH (toksoplasma, rubella,
sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian penderita diskinesia,
kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi tinggi. 19
6) Gangguan pekembangan mental
Hal ini ditemukan pada sekitar setengah dari seluruh pasien cerebral
palsy . perkembangan mental harus selalu di nilai dengan perhatian besar
pada anak dengan retardasi perkembangan motorik. Kecacatan motorik
harus selalu dapat dimengerti dan latih potensi terbaik anak sebelum
perkembangan intelektual mereka di evaluasi. Tipe lain dari gangguan
perkembangan motorik bisa terlihat pada anak dengan cerebral palsy ,
beberapa dari mereka menunjukkan gejala perhatian yang mudah teralih,
kurang konsentrasi, gelisah, dan prilaku tidak di duga .19
7) Konvulsi
Konvulsi adalah gambaran klinik yang kompleks , biasanya pada
anak tetraparesis dan hemiparesis . pemeriksaan electroencephalogram
harus di lakukan pada kondisi tersebut.19
8) Retardasi pertumbuhan
Retardasi pertumbuhan terlihat pada semua jenis gangguan
pergerakan . retardasi pertumbuhan paling signifikan pada hemiparesis,

23
ukuran tangan,kaki, kuku yang tidak sama adalah tanda diagnostic yang
penting.19

Penegakan diagnosis adalah hal yang sangat penting dalam mengenali


cerebral palsy, sebagai retardasi mental. tonggak penetapan adalah saat mencapai
akhir dari kedua kondisi tersebut dan mempelajari secara pelan-pelan akan
membantu membedakan anak-anak dengan keterlambatan pencapaian motorik
akibat keterbelakangan mental dengan lainnya yang cerebral palsy. Perbandingan
di buat tidak hanya melihat perkembangan pasien dari anak normal yang lain tapi
juga dari fungsi anggota badan kanan dan kiri dan dari tangan dan kaki. Dengan
cara ini cerebral palsy hemiplegia dan diplegia dapat dicurigai. Pada fase awal dari
banyak bentuk cerebral palsy, hypotonia adalah hal yang paling menonjol,
sedangkan hypertonia dan involuntary movement muncul belakangan. Respon
primitive automatic yang persistent seperti reflex moro, reflex menggenggam,dan
tonic neck reflex asimetris menghilang melebihi dari usia normal seharusnya,
dimana hal ini dapat memberikan petunjuk penting pada fase awal.18
American Academy of Neurology merekomendasikan pemeriksaan
bertahap untuk membantu diagnosis cerebral palsy. Langkah pertama adalah
mengenali kelainan fungsi motorik permanen dan nonprogresif pada anak melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya, dokter harus menyaring penyakit
penyerta yang sering menyertai kelumpuhan serebral .8
Observasi dari keterlambatan perkembangan motorik, kelainan tonus otot,
dan postur tubuh yang tidak biasa adalah penanda penting dalam mendiagnosis
cerebral palsy. penilaian terhadap reflex infant persistent juga penting , pada bayi
yang tidak mengalami cerebral palsy reflex moro jarang terlihat setelah umurnya
lewat 6 bulan, hand preference jarang berkembang sebelum umur 12 bulan. Hand
preference dapat terjadi sebelum umur 12 bulan apabila hemiplegia spastic terjadi.
Strategi diagnosis berdasar dari gejala klinik,pola dari perkembangan gejala,
riwayat keluarga, dan faktor lain dapat mempengaruhi dalam penegakan diagnosis
yang lebih spesifik. Tes laboratory dan cerebral imaging menggunakan computed

24
tomography, magnetic resonance imaging, dan ultrasound sangat berguna dalam
menunjang diagnosis.14
Pengawasan terhadap disabilitas seperti gangguan pendengaran dan
penglihatan kejang, dan disfungsi kognitif dapat membantu melengkapi penilaian
klinis dalam menentukan diagnosis. Pemeriksaan khusus diperlukan pada anak
yang dicurigai atau terbukti cerebral palsy, yaitu :
1. Semua anak dengan cerebral palsy harus melakukan pemeriksaan
penglihatan dan pendengaran yang segera dilakukan setelah diagnosis
cerebral palsy ditegakkan. Kerusakan dari indera tersebut sangat
mempengaruhi pendidikan dan pelatihan anak.14

2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menilai cairan cerebrospinal


,dilakukan paling tidak satu kali pada anak yang dicurigai cerebral palsy
untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit degeneratif ,tumor
intrakranial, subdural hygroma . Pada pasien cerebral palsy cairan
cerebrospinal normal.14

3. Elektroensefalogram (EEG)

EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salah
satu pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf
pusat. Alat ini bekerja dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di
dalam otak, terutama pada bagian korteks (lapisan luar otak yang tebal).
Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel-sel saraf otak di korteks yang
fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat dan lain-
lain, dapat direkam. Pada infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis, pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk melihat
kemungkinan, misalnya terjadi kejang yang tersembunyi atau adanya
bagian otak yang terganggu.20

4. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)


Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya
kerusakan pada otot atau syaraf. NCV digunakan terlebih dahulu

25
sebelum EMG, dan digunakan untuk mengukur kecepatan saat dimana
saraf–saraf mentransmisikan sinyal. Selama pemeriksaan NCV,
elektroda ditempelkan pada kulit yang dilalui syaraf yang spesifik
untuk suatu otot atau sekelompok otot. Prinsip kerja NCV adalah
memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan melalui elektrode,
kemudian respon dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan. Kekuatan
dari sinyal yang diberikan juga dihitung. Kondisi neurologis dapat
menyebabkan NCV melambat atau menjadi lebih lambat pada salah
satu sisi tubuh. EMG mengukur impulse dari saraf dalam otot.
Elektrode kecil diletakkan dalam otot pada lengan dan kaki dan respon
elektronik diamati dengan menggunakan suatu alat yang menampilkan
gerakan suatu arus listrik(oscilloscope). Alat ini mendeteksi bagaimana
otot bekerja.20

26
5. Tes Laboratorium
a) Analisis kromosom
Analisis kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu
anomaly genetik (contohnya Down’s Syndrome) ketika anomali
tersebut muncul pada sistem organ.9
b) Tes fungsi tiroid

Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang


rendah yang dapat menyebabkan beberapa cacat bawaan dan
retardasi mental berat. 4

c) Tes kadar ammonia dalam darah


Kadar ammonia yang tinggi di dalam darah (hyperammonemia)
bersifat
toksik terhadap sistem saraf pusat (seperti otak dan sumsum
tulang belakang). Defisiensi beberapa enzim menyebabkan
kerusakan asam amino yang menimbulkan hyperammonemia.
Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan liver atau kelainan
metabolisme bawaan. 4
d) Imaging test
Tes gambar sangat membantu dalam mendiagnosa hidrosefalus,
abnormalitas struktural dan tumor. Informasi yang diberikan
dapat membantu dokter memeriksa prognosis jangka panjang
seorang anak.14
 Magnetic Resonance Imaging atau MRI
MRI menggunakan medan magnet dan gelombang
radio untuk menciptakan gambar dari struktur internal
otak. Studi ini dilakukan pada anak–anak yang lebih tua.
MRI dapat mendefinisikan abnormalitas dari white matter
dan korteks motorik lebih jelas daripada metode–metode
lainnya. 14

27
 CT scan
Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan
teknologi komputer, menghasilkan suatu gambar yang
memperlihatkan setiap bagian tubuh secara terinci
termasuk tulang, otot, lemak dan organ-organ tubuh.
Suatu computed tomography scan dapat menunjukkan
malformasi bawaan, hemorrhage dan PVL pada bayi. 14
e) Ultrasound
Ultrasound menggunakan echo dari gelombang suara yang
dipantulkan ke dalam tubuh untuk membentuk suatu gambar
yang disebut sonogram. Alat ini seringkali digunakan pada bayi
sebelum tulang tengkorak mengalami pengerasan dan menutup
untuk mendeteksi kista dan struktur otak yang abnormal.14

2.7. Penatalaksanaan
Dalam dekade terakhir, dasar bukti Cerebral Palsy telah berkembang
pesat, dokter dan keluarga banyak mencoba melakukan penatalaksanaan
Cerebral Palsy dengan intervensi yang lebih baru, lebih aman dan efektif.
Operasi ortopedi, obat antispastisitas, stimulasi listrik neuromuskuler dan
intervensi pembelajaran motorik telah menjadi populer dalam tatalaksana
Cerebral Palsy. Namun fisioterapi tradisional masih banyak digunakan
sebagai intervensi yang bermanfaat dalam penatalaksanaan anak dengan
Cerebral Palsy.17
Dikarenakan cerebral palsy ini adalah sebuah kondisi, maka
kerusakan yang terjadi pada otak tidak bisa disembuhkan atau dengan kata
lain bersifat permanen, namun perawatan dan terapi dapat membantu
mengatur dampaknya pada tubuh.18 Cerebral palsy ini juga bukanlah
sesuatu yang menular, karena cerebral palsy terjadi disebabkan adanya
kerusakan pada perkembangan otak.6
Pada keadaan ini diperlukan teamwork dengan rencana pendekatan
kepada masalah individu anak. Anak, orang tua, dokter anak, dokter saraf,

28
ahli terapi fisik, psikiater dan pihak sekolah harus turut serta . secara garis
besar , penatalaksanaan penderita cerebral palsy adalah sebagai berikut:17
1. Aspek medis

a. Aspek medis umum :

 Gizi : masalah gangguan pola makan yang berat pada anak


dengan cerebral palsy tampak pada beberapa kelompok anak
yang tidak menjaga status gizi normal dan menandakan
kegagalan pertumbuhan. Masalah pola makan mereka biasanya
di awali dari saat lahir dan mereka bisa di identifikasi dini dari
lama waktu mengunyah dan menelan jumlah standar makanan
dan dibandingkan dengan control berat badan mereka. Nutrisi
yang adequate pada anak tersebut tidak dapat dicapai dengan
tambahan makanan dari nasogastric tube bahkan dengan
gastrostomy walaupun metode tersebut mungkin bermanfaat.
Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu
dilaksanakan.12

b. Aspek medis lain :


 Disfungsi traktus urinarius bawah pada anak dengan cerebral
palsy dengan inkontinensia urinarius sebagai gejala paling
umum. Pengobatan berdasarkan temuan urodynamic dan
adanya infeksi saluran kemih adalah antibiotic propilaxis dan
kateterisasi intermittent.12
 Masalah gangguan tidur biasa terjadi pada pasien cerebral
palsy ,pengobatan pada gangguan tidur berat pada anak
cerebral palsy dengan memberikan melatonin oral dosis 2-10
mg tiap waktu tidur.12
 Osteopenia adalah masalah yang lebih umum pada cerebral
palsy biasa nya di terapi dengan biophosphonates selama 12-

29
18 bulan dan menunjukkan peningkatan densitas tulang sekitar
20-40%.12
c. Aspek Obat-obatan

Terapi obat-obatan diberikan sesuai dengan kebutuhan anak.


Seperti obat-obat untuk relaksasi otot, obat anti kejang,dan lain-lain.
Obat pada gangguan motorik cerebral palsy dibatasi, namun tetap
harus di berikan utamanya pada bentuk spastic. Diazepam jarang
digunakan karena kurang membantu dan dapat menyebabkan kantuk
dan kadang menimbulkan hipotonia namun pada syndrome
dyskinetic kadang dapat mengurangi gerakan involunter . Lioresal
(baclofen) telah terbukti sangat efektif pada beberapa kasus
hemiplegia dan diplegia dalam mengurangi spatisitas dan
memudahkan fisioterapi namun kontraindikasi pada anak dengan
riwayat seizures.12

d. Terapi aspek orthopedic

Kontribusi orthopedic penting, perencanaan yang hati-hati


dari prosedur orthopedic berpengaruh terhadap pengobatan, dan hal
tersebut membantu ahli bedah mengedintifikasi pasien lebih dini
sehingga mereka dapat merencanakan kemungkinan intervensi yang
akan di lakukan bersama, dengan pendekatan kolaborasi dengan
spesialis anak, fisioterapis dan orang tua. Splint dan calipers di
batasi pada pasien cerebral palsy meski dalam beberapa kasus hal
terssebut berguna. Splint soft polyurethane foam telah terbukti
sangat efektif dalam mengurangi flexi berat pada lutut . Pemberian
boots dan sepatu membutuhkan pertimbangan pelan-pelan dan ahli
bedah orthopedic berkontribusi banyak dalam hal ini. Bentuk spastic
dari cerebral palsy paling sering di lakukan pembedahan. Elongasi
tendon Achilles pada satu atau kedua sisi dan prosedur untuk
mengurangi adduksi hip dan flexi lutut adalah prosedur yang relative

30
simple dan sangat membantu fungsinya. Waktu pembedahan sangat
penting dan harus selalu di kombinasi dengan fisioterapy.11

e. Fisioterapi
Menurut Permenkes No.80 Tahun 2013 Fisioterapi
merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan
dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan, pelatihan fungsi, komunikasi.10 Maka dari itu peran
fisioterapi sangat penting pada kasus Cerebral Palsy dalam
membantu pasien agar dapat beraktifitas secara mandiri melalui
latihan dan penanaman pola gerak yang fungsional dengan baik dan
benar.19
Adapun terapi fisioterapi yang dapat dilakukan untuk anak
dengan diagnosis cerebral pals yaitu :
1. Teknik tradisional
Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan
peningkatan daya tahan otot, latiham duduk, latihan
berdiri,latihan pindah, latihan jalan. Contohnya adalah teknnik
dari Deaver.19
2. “Motor Function Training” yang umumnya dikelompokkan
sebagai neuromuscular facilitation exercises yang
menggunakan pengetahuan neurofisiologi dan neuropatologi
dari reflex didalam latiham, untuk mencapai suatu postur dan
gerak yang dikehendaki. Secara umum lahitan ini berdasarkan
prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan dilakukan
berulang-ulang, akan berintegrasi kedalam pola gerak motorik
bersangkutan.21

31
3. Terapi Okupasi
Terutama untuk latihan melakukan aktifitas sehari-hari,
evaluasi penggunaan alat-alat bantu, latihan keterampilan
tangan dan aktifitas “bimanual”. Latihan ini dimaksudkan agar
menghasilkan pola dominan pada salah satu sisi hemisfer otak.19
4. Ortotik
Dengan menggunakan brace dan bidai (splint), tongkak
ketiak, tripod, walker, kursi roda, dan lain-lain.19
5. Terapi wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini
diperkirakan berkisar antara 30-70%. Gangguan bicara disini
berupa disfonia, distrimia,disartria,disfasia, dan bentuk
campuran. Terapi wicara dilakukan oleh ahli terapi wicara. 7
2. Aspek non medis :
Pendidikan dan pekerjaan : penderita cerebral palsy dididik sesuai
dengan tingkat inteligensinya . di sekolah luar biasa dan bila mungkin di
sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal . mereka sebaiknya
diperlakukan sama seperti anak yang normal yaitu pulang kerumah dengan
kendaraan bersama-sama sehingga mereka merasa tidak di asingkan , hidup
dalam suasana normal . orang tua janganlah melindungi anak secara
berlebihan . Untuk mendapatkan pekerjaan di populasi biasa sangat sulit
dengan kecacatan yang di alami sang anak, prospek untuk pekerjaan saat
anak sudah melewati bangku sekolah harus di fikirkan dan di rencanakan
matang-matang.17

2.8. Prognosis
Prognosis cerebral palsy, di negeri yang telah maju misalnya Inggris
dan Scandinavia, terdapat 20-25% penderita cerebral palsy mampu bekerja
sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di Institut Cerebral palsy.
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin
banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan

32
penglihatan dan pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya, makin
buruk prognosisnya. 8

2.9 Pencegahan
Dengan melakukan pencegahan dini dapat mengurangi angka
kejadian Cerebral palsy sekitar 40%.19

a. Sebelum dan selama masa kehamilan


1) Imunisasi ibu hamil
2) Menghindari kehamilan samapai wanita berusia 18 tahun dan
cukup sehat untuk mendapatkan bayi yang sehat.
3) kontrol kesehatan secara teratur, sehingga beberapa problem
dan kesulitan melahirkan dapat diidentifikasi sejak dini.
4) Nutrisi ibu yang baik. Hal ini dapat mengurangi risiko
kelahiran premature yang dapat menyebabkan Cerebral Palsy.
5) Menghindari meminum obat yang tidak penting.
6) Merencanakan kelahiran ditempat yang aman dengan tenaga
yang sudah terlatih untuk menolong persalinan.4
b. Perawatan bayi setelah lahir
1) Anjuran untuk memberikan ASI secara rutin karena dapat
sebagai proteksi terhadap infeksi.
2) Anjuran untuk secara teratur mengunjungi pusat kesehatan dan
konsultasi mengenai nutrisi, periksa pertumbuhan dan
perkembangan secara umum. Perkembangan yang terlambat
dapat dideteksi secara dini dan dapat diberikan intervensi.
3) Pemberian imunisasi dengan vaksin tuberculosis, DPT dan
poliomyelitis.4
c. Perawatan anak sakit
Memberikan penjelasan/edukasi kepada keluarga untuk :

33
1) Mengenali tanda-tanda awal meningitis : Panas, Kaku kuduk,
Ubun-ubun besar mencembung, mengantuk, muntah,
penurunan kesadaran, sebaiknya segera dibawah ke dokter.
2) Perawatan demam : kompres air dingin, banyak minum, jika
demam tidak turun dalam semalam segera ke rumah sakit.
3) Rehidrasi pada bayi yang menderita diare, tetap diberikan ASI
jika 2 hari tidak berhenti segera kerumah sakit. 4

34
BAB 3

KESIMPULAN

Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal
dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak di lahirkan) dan
merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan , disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis , gangguan ganglia basalis dan
serebellum dan kelainan mental. Yang merupakan penyebab keterbatasan aktivitas
fisik yang paling sering pada anak. Gangguan kronik gerak dan postur tubuh pada
anak Cerebral Palsy akan menyebabkan penurunan fungsi dan ketidakmampuan
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
Dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa emas yang sangat penting
dalam perkembangan kognitif dan motorik untuk plastisitas otak yang optimal.
Cerebral palsy tidak bisa disembuhkan atau dengan kata lain bersifat
permanen, namun perawatan dan terapi dapat diberikan kepada anak Cerebral Palsy
secara signifikan memperbaiki fungsi motorik sehingga meningkatkan kualitas
hidup pada anak.

35
Daftar Pustaka

1. Stavsky, M., Mor, O., Mastrolia, S. A., Greenbaum, S., Than, N. G., & Erez, O.
(2017). Cerebral Palsy— Trends In Epidemiology And Recent Development In
Prenatal Mechanisms Of Disease, Treatment, And Prevention. Frontiers In
Pediatrics, 5, 21

2. Parmato P, Wahyuni Lk, Hendarto A. Prevalens Dan Faktor Prediktor Dari


Kemampuan Berjalan Pasien Palsi Serebral Pada Masa Anak Di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat. Sari Pediatri. 2016
Nov 9;16(1):22.

3. Selekta Mc. Cerebral Palsy Tipe Spastik Quadriplegi Pada Anak Usia 5 Tahun.
:5.

4. Nurfadilla Hn, Gamayani U, Dewi Nasution Gt. Komorbiditas Pada Penyandang


Cerebral Palsy (Cp) Di Sekolah Luar Biasa (Slb). Dharmakarya [Internet]. 2018
Jun 4 [Cited 2021 Feb 28];7(2). Available From:
Http://Jurnal.Unpad.Ac.Id/Dharmakarya/Article/View/19403

5. National Center On Birth Defects And Developmental Disabilities, Centre For


Disease Control And Prevention (Cdc). Cerebral Palsy. 2020

6. Eliyanto, H., & Hendriani, W. (2013). Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan


Penerimaan Ibu Terhadap Anak Kandung Yang Mengalami Cerebral Palsy.
Jurnal Psikologi Dan Perkembangan Vol.2 No. 2, 124-130.

7. Maimunah, S. (2013). Studi Eksploratif Perilaku Koping Pada Individu Dengan


Cerebral Palsy. Jurnal Imliah Psikologi Terapan Vol. 1 No. 1, 156-171.

8. Kunci K. Cerebral Palsy Spastic Diplegy Type In A Two Years Old Child.
2013;1:10.

36
9. Morgan C, Fahey M, Roy B, Novak I. Diagnosing Cerebral Palsy In Full-Term
Infants: Cerebral Palsy In Infants. J Paediatr Child Health. 2018
Oct;54(10):1159–64.

10. Anindita A.R, Nurliana Cipta Apsari. (2019). Pelaksanaan Support Group Pada
Orangtua Anak Dengan Cerebral Palsy. Jurnal Pekerjaan Sosial. Vol.2 No
2,208-218

11. Novak I, Morgan C, Adde L, Blackman J, Boyd Rn, Brunstrom-Hernandez J, Et


Al. Early, Accurate Diagnosis And Early Intervention In Cerebral Palsy:
Advances In Diagnosis And Treatment. Jama Pediatr. 2017 Sep 1;171(9):897.

12. Vitrikas K, Dalton H, Breish D. Cerebral Palsy:An Overview. Cereb Palsy.


2020;101(4):8.

13. Korzeniewski Steven, Jaime Slaughter,Et All. The Complex Aetiology Of


Cerebral Palsy, Nature Reviews Neurology. (2018) : Vol.14 (9) : 528-543

14. Graham D, Paget Sp, Wimalasundera N. Current Thinking In The Health Care
Management Of Children With Cerebral Palsy. Med J Aust. 2019
Feb;210(3):129–35.

15. Wibowo Ar, Saputra Dr. Prevalens Dan Profil Klinis Pada Anak Palsi Serebral
Spastik Dengan Epilepsi. Sari Pediatri. 2016 Nov 17;14(1):1.

16. Marret S, Vanhulle C, Laquerriere A. Pathophysiology Of Cerebral Palsy. In:


Handbook Of Clinical Neurology [Internet]. Elsevier; 2013 [Cited 2021 Feb 28].
P. 169–76. Available From:
Https://Linkinghub.Elsevier.Com/Retrieve/Pii/B9780444528919000166

17. Probowati Ajeng, Johannes H. Saing.(2019). Peran Fisioterapi Terhadap


Kemajuan Motorik Pada Anak Dengan Cerebral Palsy, The Journal Of Medical
School (Jms) Vol. 52, No. 4, 2019 | 191 –198

37
18. J.P. Lin. 2003. The Cerebral Palsies : A Physiological Approach. J Neurol
Neurosurg Psychiatry;74(Suppl I):123 – 129

19. Indriastuti, Lanny, 2002. Dasar Teori Cerebral Palsy, Semarang: Pelatihan Tim
Rehabilitasi Medik Pediatric Indonesia, 1-9

20. Richards Cl, Malouin F. Cerebral Palsy. In: Handbook Of Clinical Neurology
[Internet]. Elsevier; 2013 [Cited 2021 Feb 28]. P. 183–95. Available From:
Https://Linkinghub.Elsevier.Com/Retrieve/Pii/B978044452891900018x

21. Hiratuka E, Matsukura Ts, Pfeifer Ll. Cross-Cultural Adaptation Of The Gross
Motor Function Classification System Into Brazilian-Portuguese (Gmfcs). Rev
Bras Fisioter. 2010; 14:537-44

22. Cerebral Palsy. Pediatric Clerkship. Web. 18 Mei 2017, Dari


Https://Pedclerk.Bsd.Uchicago.Edu/Page/Cerebral-Palsy

38

Anda mungkin juga menyukai