UROLITHIASIS
Disusun oleh:
Nadia Firyal
030.14.133
Pembimbing:
UROLITHIASIS
Nadia Firyal
030.14.133
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Rajasa Herwanda, Sp.U selaku dokter pembimbing
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini yang
berjudul “Urolithiasis” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Karawang periode 10 Juni
2019 – 17 Agustus 2019. Dalam menyelesaikan referat, penulis mendapatkan bantuan
dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1 Anatomi sistem saluran kemih .................................................. 2
2.2 Fisiologi sistem saluran kemih .................................................. 11
2.3 Urolithiasis ................................................................................ 16
2.3.1 Definisi ............................................................................ 16
2.3.2 Epidemiologi ................................................................... 16
2.3.3 Etiologi ............................................................................ 17
2.3.4 Jenis batu saluran kemih ................................................. 18
2.3.5 Faktor risiko .................................................................... 23
2.3.6 Patofisiologi ................................................................... 25
2.3.7 Manifestasi klinis ........................................................... 28
2.3.8 Pemeriksaan penunjang ................................................. 31
2.3.9 Tatalaksana .................................................................... 34
2.3.10 Komplikasi .................................................................... 37
2.3.11 Prognosis ....................................................................... 38
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tampak depan sistem urinaria ........................................................ 2
Gambar 2. Anatomi ginjal ................................................................................ 3
Gambar 3. Tampak inferior dari potongan transversal rongga abdomen ......... 4
Gambar 4. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal ................. 4
Gambar 5. Potongan koronal dari ginjal kanan ................................................ 5
Gambar 6. Alur aliran darah ginjal ................................................................... 6
Gambar 7. Pembagian posisi ureter secara radiologis ...................................... 7
Gambar 8. Anatomi vesical urinaria ................................................................. 8
Gambar 9. Permukaan vesical urinaria ............................................................. 9
Gambar 10. Anatomi uretra pria ....................................................................... 10
Gambar 11. Anatomi uretra wanita .................................................................. 11
Gambar 12. Proses pembentukan urin .............................................................. 15
Gambar 13. Jenis batu saluran kemih ............................................................... 18
Gambar 14. Klasifikasi batu berdasarkan etiologi ............................................ 22
Gambar 15. Morfologi dan kristal batu ............................................................ 22
Gambar 16. Karakteristik X-ray pada batu saluran kemih ............................... 23
Gambar 17. Determinan ekskresi kalium dalam urin ....................................... 25
Gambar 18. Faktor pembentukan dan pengambat pembentukan batu.............. 27
Gambar 19. Mekanisme pembentukan batu saluran kemih .............................. 28
Gambar 20. Nyeri menjalar (refered pain) pada berbagai lokasi batu ureter ... 30
Gambar 21. Rekomendasi pada pemeriksaan laboratorium ............................. 32
Gambar 22. Algoritma tatalaksana batu ureter ................................................. 36
Gambar 23. Algoritma tatalaksana batu ginjal ................................................. 37
4
BAB I
PENDAHULUAN
Batu saluran kemih adalah kondisi terdapatnya batu (kalkuli) di organ saluran
kemih, seperti ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), dan buli-buli
(vesicolithiasis). Keluhan pada kondisi ini umumnya adalah rasa nyeri yang
disebabkan oleh dilatasi, regangan, dan spasme akibat obstruksi.2
Banyak komplikasi yang dapat timbul dikarenakan batu saluran kemih, terutama
jika terdapat keterlambatan diagnosis atau terapi yang tidak tuntas, diantaranya adalah
obstruksi dan uremia, sepsis, pielonefritis kronik, bahkan gagal ginjal.3
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.1 Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial dan berwarna kemerahan. Ginjal terletak setinggi os vertebra
segmen thoraks 12 (T12) hingga lumbal 3 (L3). Posisi ginjal kanan terletak lebih bawah
daripada ginjal kiri dikarenakan diatasnya terdapat hepar. Pada sisi ini terdapat hilus
ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan
ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal
ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain.
Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5
cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 - 170
gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.
7
ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim
ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia
Gerota dapat pula berfungsi sebagi barrier dalam menghambat penyebaran infeksi atau
menghambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fascia Gerota
terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.1,5
8
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas,
tubulus kontortus proksimalis, dan tubulus kontortus distalis. Urine yang terbentuk di
dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian
disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor,
infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises
terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu
berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter.
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung
dari aorta abdominalis, selanjutnya a. renalis akan bercabang secara berurutan menjadi
a. segmental, a. interlobar, a. arkuata, a. kortikal radiata, arteriol aferen, arteriol eferen,
kemudian akan beranastomosis pada kapiler dan akan bermuara pada venula
peritubular, v. kortikal radiata, v. arkuata, v. interlobar, dan v. renalis. Vena renalis
akan bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries
yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain,
9
sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang diperdarahinya
2.1.2 Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung yang berfungsi mengalirkan urine
dari pyelum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20
cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot
polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik
(berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli. Jika karena sesuatu sebab terjadi
sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan
untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama
peristaltik ureter.
10
Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif
lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal
dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara
lain adalah: (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter
junction, (2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada saat
ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di
dalam otot buli-buli (intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli buli berkontraksi.
Ureter dibagi menjadi dua bagian yaitu: ureter pars abdominalis, yaitu yang
berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yaitu
mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Secara radiologis,
ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis
sampai batas atas sakrum, (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai
pada batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai
masuk ke buli-buli.
11
2.1.3 Buli-buli (vesical urinaria)
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang
saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan
otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas
sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter,
dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomis bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral,
dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli.
12
Gambar 9. Permukaan vesical urinaria
2.1.4 Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-
buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
13
anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi
oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter
uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat
diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi, kencing sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra pria dewasa
kurang lebih 23-25 cm.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra
yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Sekresi kelenjar
prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. Uretra
anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Seperti
diperlihatkan pada gambar 1-6 A, uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa, (2) pars
pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra
anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi,
yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra
pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra
pars pendularis.
14
sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris.
Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi
mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin
miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra
akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.
15
Ginjal berperan dalam mengatur beberapa kadar ion dalam darah, yaitu
natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), klorida (Cl-), dan fosfat (HPO42-).
Ginjal mengatur kadar ion ini melalui penyesuaian kadarnya yang akan
diekskresikan pada urin.
3. Mengatur pH darah
Ginjal mengekskresikan beberapa ion hydrogen (H+) ke urin dan
mengubah ion bikarbonat (HCO3-), yang merupakan ion penting dari buffer ion
H+ di dalam darah.
4. Mengatur volume darah
Ginjal mengatur hal ini dengan cara mengubah atau mengeliminasi
darah menjadi urin. Meningkatnya jumlah darah akan meningkatkan tekanan
darah, dan sebaliknya.
5. Mengatur tekanan darah
Ginjal turut berperan dalam mengatur tekanan darah melalui sekresi
enzim renin, yang selanjutnya enzim ini akan mengaktivasi jalur Renin-
Angiotensin-Aldosteron. Meningkatnya sekresi enzim renin akan
meningkatkan tekanan darah.
6. Mengatur osmolaritas darah
Dengan mengatur ekskresi air dan zat terlarut di urin secara terpisah,
ginjal mengatur kadar osmolaritas darah tetap pada angka 300 mOsm/liter.
7. Produksi hormon
Ginjal memproduksi 2 hormon, yaitu kalsitriol dan eritropoeitin.
Kalsitriol merupakan bentuk aktif dari vitamin D. Hormon ini membantu
mengatur keseimbangan dari kadar ion kalsium. Hormon eritropoeitin
berpreran dalam stimulasi produksi eritrosit.
8. Regulasi dari kadar gula darah
Serupa dengan hepar, ginjal dapat menggunakan asam amino glutamin
pada gluconeogenesis, yaitu sintesis glukosa dari precursor non karbohidrat.
16
Melalui mekanisme ini, ginjal turut berperan dalam pengaturan kadar gula
darah.
17
terreabsorbsi dalam jumlah banyak, hingga kadar elektrolit dalam urin akan
rendah. Beberapa zat hasil filtrasi akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti
asam amino dan glukosa. Reabsorbsi terjadi dalam tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang
secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta
ion-ion hidrogen. Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium
sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular
(CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
18
Gambar 12. Proses pembentukan urin
19
2.3 Urolithiasis
2.3.1 Definisi
Batu saluran kemih adalah kondisi terdapatnya batu (kalkuli) di organ saluran
kemih, seperti ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), dan buli-buli
(vesicolithiasis). Keluhan pada kondisi ini umumnya adalah rasa nyeri yang
disebabkan oleh dilatasi, regangan, dan spasme akibat obstruksi.2
2.3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, batu pada saluran kemih terjadi dengan rasio 1:11 pada
populasi, yaitu diperkirakan sekitar 600.000 orang Amerika memiliki batu pada saluran
kemihnya. Prevalensi dari nefrolitiasis di Amerika Serikat berkisar antara 12% pada
laki-laki dan 7% pada wanita, dan terus meningkat. Jika terdapat penyakit ini dalam
riwayat penyakit keluarga, maka akan meningkatkan risiko seseorang mengidap
penyakit yang sama sebesar 2x lipat. Sekitar 2 juta orang Amerika Serikat dirawat di
rumah sakit diakibatkan oleh batu pada saluran kemih setiap tahunnya, yang dimana
jumlah ini meningkat sebesar 40% sejak tahun 1994.2 Di India, sekitar 12%
populasinya diperkirakan memiliki batu saluran kemih dan 50% nya akan berakhir
dengan kegagalan fungsi ginjal.6
20
2.3.3 Etiologi
1. Herediter: penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. Diketahui jika
dalam keluarga terdapat riwayat penyakit ini, maka risikonya meningkat 2x
lipat.3
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30 – 50 tahun
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
21
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
Terdapat 4 jenis batu saluran kemih yang paling umum, yaitu batu kalsium
oksalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvite, dan batu sistin, berurutan
dari frekuensi yang terbanyak.
22
sedangkan batu kalsium fosfat akan terbentuk dalam kondisi pH diatas itu.
Rekurensi batu kalsium lebih sering dibandingkan batu jenis lainnya.1,6
Hiperkalsiuri: kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24
jam. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, yaitu:
o Hiperkalsiuri absobtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus.
o Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal
o Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang (hiperparatiroidisme primer, tumor paratiroid)
Hiperurikosuria: kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24
jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti
batu/nukleus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di
dalam urine berasal dari diet tinggi purin maupun berasal dari metabolisme
endogen.
Hiperoksaluria: ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus, contohnya sehabis menjalani pembedahan usus dan diet tinggi oksalat,
diantaranya adalah: teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk
sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.
Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada:
penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom
malabsobsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu
lama.
23
Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium
bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah
ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah
penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
3. Batu struvite
Batu struvite disebut juga sebagai batu infeksi dan batu triple-
phosphate. Batu struvite banyak terjadi pada pasien dengan infeksi saluran
kemih kronis yang disebabkan oleh bakteri memproduksi urease, yaitu Proteus
mirabilis, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacter.
Urease merupakan enzim yang dibutuhkan dalam pemecahan urea menjadi
ammonia dan CO2, dan membuat pH urin menjadi lebih alkali/ basa (pH > 7).
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) atau (Mg
NH4 PO4. H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3
kation ( Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-
phosphate.2 Batu struvite lebih banyak terdapat pada wanita.6
24
4. Batu sistin
Batu sistin hanya terdapat <2% pada seluruh kejadian batu saluran
kemh. Ini merupakan kelainan genetic dari transportasi asam amino dan sistin,
yang berakibat tingginya kadar sistin dalam ekskresi urin. Kelainan genetic ini
disebabkan oleh defek pada gen rBAT pada kromosom nomor 2, yang
diekspresikan berupa gangguan absorpsi tubulus renalis terhadap sistin. Sistin
tidak larut dalam urin dan menstimulasi pembentuka batu. Adanya batu sistin
merupakan satu-satunya manifestasi klinis dari penyakit batu sistin.6
25
Gambar 14. Klasifikasi batu berdasar etiologi
26
Selain menurut komposisinya, batu juga dapat diklasifikasikan menurut ukuran,
lokasi, dan karakteristik pada X-ray.7
1. Ukuran
2. Lokasi batu
Batu dapat diklasifikasikan menurut posisinya dalam tubuh, yaitu batu
calyx (proksimal, media, distal), pelvis renalis, ureter (proksimal,
media, distal), dan buli-buli.
3. Karakteristik X-ray
Batu dapat dikategorikan menurut tampilannya dalam foto polos, yang
meprepresentasikan komposisi mineralnya. CT scan non kontras dapat
digunakan dalam mengklasifikasikan batu menurut densitas, komposisi,
dan struktur terdalamnya, sehingga dapat mempengaruhi keputusan
terapi.
Terjadinya batu saluran kemih terkait dengan beberapa hal berikut, yaitu:8
27
komponen-komponen pembentuk batu saluran kemih. Rendahnya laju produksi
urin juga akan membuat deposit kristal pada urotelium
2. Hiperkalsiuria
Sekitar 80% batu saluran kemih berbasis kalsium, baik kalsium oksalat
(80%) ataupun kalsium fosfat (10%). Tingginya kadar kalsium dalam urin
merupakan salah satu etiologi tertinggi dalam rekurensi batu saluran kemih.
Hiperkalsiuria dan meningkatnya risiko pembentukan batu saluran kemih
terdapat pada orang dengan hiperparatiroidisme primer, deaktivasi reseptor
vitamin D/ VDR, dan aktivasi factor pertumbuhan fibroblast.
3. Deaktivasi reseptor vitamin D (VDR)
Batu saluran kemih akan pada pasien dengan deaktivasi VDR akan
terbentuk jika terjadi hipositraturia. Deaktvasi VDR akan menstimulasi
aktivitas ekskresi sitrat yang akan berakibat meningkatnya kadar garam
kalsium. Diet rendah buah dan sayur juga meningkatkan ekskresi sitrat,
sehingga berpotensi juga akan terbentuknya batu saluran kemih. Suplementasi
sitrat dapat dipertimbangankan sebagai intervensi terapi yang dapat dilakukan.
4. Hiperparatiroidisme primer
Terdapat reseptor calcium-sensing ekstraselular (CaSR) dalam tubuh
yang menyebabkan pengenceran urin dan asidifikasi, maka mencegah
terjadinya supersaturasi, sehingga reseptor ini berperan dalam upaya
pencegahan dalam pembentukan batu saluran kemih. Pada pasien dengan
hiperparatiroidisme primer, terjadi penurunan ekspresi dari reseptor ini,
sehingga meningkatkan potensi terbentuknya batu saluran kemih. Pada
hiperpatiroidisme primer juga terjadi resorpsi kalsium yang berlebihan dari
tulang.2
5. Diet tinggi garam
Diet tinggi garam menyebabkan tingginya kadar kalsium pada urin. Co-
transporter natrium dan klorida pada Lengkung Henle akan menyebabkan
28
uptake kalsium akibat adanya gradien konsentrasi. Dalam suatu studi diketahui
pengurangan intake garam turut berperan dalam berkurangnya angka kejadian
nefrolitiasis.
2.3.6 Patofisiologi
Terdapat beberapa tahapan dalam pembentukan batu saluran kemih,
yang diawali dengan supersaturasi urin, kristalisasi, dan retensi batu.6,9
1. Kritalisasi
Kristalisasi merupakan tahap pertama dalam pembentukan batu saluran
kemih yag mencakup 3 tahapan, yaitu nukleasi kristal, pertumbuhan, dan
agregasi.
1.1 Nukleasi
29
Nukleasi merupakan proses pembentukan kristal padat dalam
suatu larutan. Pembentukan kristal ini dapat terbentuk akibat
supersaturasi, sehingga molekul-molekul akan cenderung untuk
bergabung. Mukosa ginjal dilindungi oleh lapisan anti adhesi
glikosaminoglikan, sehingga nukleasi hanya akan terjadi pada mukosa
yang mengalami penipisan atau perusakan pada lapisan ini. Nukleasi
mungkin dapat terjadi pada tubulus renalis, dinding buli-buli, pada sel
yang rusak, atau bahkan pada sel normal.
1.2 Pertumbuhan kristal
Setelah proses nukleasi, pertumbuhan kristal merupakan
langkah selanjutnya dalam pembentukan batu saluran kemih. Pada
proses ini, beberapa atom dan molekul yang mengalami supersaturasi
akan membentuk suatu kumpulan (cluster). Pertumbuhan ukuran kristal
ditentukan oleh bentuk dan ukuran molekul, komponen fisik dalam
molekul, level supersaturasi, dan pH.
1.3 Agregasi
Agregasi merupakan proses penggumpalan kristal, sehingga
akan terbentuk kristal dengan ukuran yang lebih besar dalam suatu
larutan, yaitu urin. Agregasi ini akan dipengaruhi beberapa factor, yaitu
factor keseimbangan faktor pembentuk (promotor) dan penghambat
(inhibitor), morfoanatomik, diet, dan lingkungan. Elemen-elemen yang
ditemukan pada urin, seperti fluoride, yodium, magnesium, besi,
tembaga, dan seng sebagai inisiator dari proses kristalisisasi. Elemen
30
tersebut berperan sebagai nucleus pada pembentukan batu atau sebagai
morfologi ekstrernal pada kristal.
2. Retensi batu
Setelah proses kristalisasi, terjadi retensi batu yang telah terbentuk pada
saluran kemih. Urotelium seharusnya resisten terhadap adanya adhesi
kristal urin, namun akibat adanya perusakan kimiawi ataupun mekanik pada
urotelial, sehingga dapat terjadi agregasi kristal. Terdapat 2 hipotesis terkait
retensi batu pada saluran kemih, yaitu free particle dan fixed particle. Pada
hipotesis free particle, proses nukleasi seluruhnya terjadi pada lumen
tubular. Saat kristal melalui tubulus renalis, terjadi agregasi dan ukuran
kristal bertambah besar, sehingga terjebak di dalam tubulus renalis.
Sedangkan pada teori fixed particle, kristal mengalami adhesi di 1 titik/ poin
tertentu, seperti di sel epitel renalis, atau plak Randall.
31
Gambar 19. Mekanisme pembentukan batu saluran kemih
32
Mayoritas batu saluran kemih berasal dari ginjal yang kemudian akan mengalir
kearah distal. Pada saluran kemih, terdpat 3 lokasi penyempitan, yaitu ureteropelvic
junction, ureter menyilang dengan vasa iliaka, dan ureterovesical junction. Lokasi
penyempitan tersebut sangat potensial akan terjadinya obstruksi oleh batu yang
kemudian menyebabkan beberapa klinis yang berbeda sesuai dengan lokasinya.
Nyeri akibat batu di ureter bagian proksimal akan menjalar ke daerah flank dan
lumbal. Jika hal ini terjadi pada sisi kanan, maka akan memiliki diagnosis banding
dengan kolesistitis atau kolelitiasis, sedangkan jika di sisi kiri, yaitu pankreatitis akut,
ulkus peptikum, dan gastritis.
Batu pada ureter bagian tengah akan menyebabkan nyeri yang menjalar kea rah
anterocaudal. Nyeri ini serupa dengan appendicitis di sisi kanan, atau diverticulitis akut
pada sisi kiri
Batu ureter bagian distal menyebabkan nyeri yang menjalar hingga inguinal atau
testis pada pria, dan labia mayor pada wanita dikarenakan nyeri diteruskan oleh nervus
ilioingunal atau genitofemoral.
Batu yang terjebak pada ureterovesical junction menyebkan gejala iritatif, yaitu
dysuria dan peningkatan frekuensi berkemih. Jika batu berada di ureter intramural,
gejala yang timbul akan serupa dengan sistitis atau urethritis, yaitu nyeri suprapubic,
frekuensi dan urgensi berkemih, dysuria, stranguria, nyeri di ujung penis, dan kadang
disertai gejala traktus GI, seperti diare atau tenesmus. Ketika batu terjebak di VUJ,
akan terjadi dysuria dan peningkatan frekuensi berkemih. Batu menghambat traktus
urinarius dan menggangggu fungsi ginjal. Ada peningkatan risiko infeksi pada
33
obstruksi kronis. Perdarahan mungkin akan timbul pada obstruksi kronis. Adanya
perdarahan tidak pasti menunjukkn prognosis kearah yang lebih buruk. Episode yang
terdiri atas nyeri dengan onset mendadak, perdarahan, dan rapid clearing yang dikenal
dengan “passing gravel” sebagai hasil dari tergelincirnya kerikil kristal batu kalsium
oksalat, asam urat, atau sistin. Beberapa pasien mengalami hematuria asimptomatik.10
Batu yang telah memasuki buli biasanya asimptomatik, dan cenderung mudah
keluar bersamaan dengan saat berkemih.2
Gambar 20. Nyeri menjalar (refered pain) pada berbagai lokasi batu ureter.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran
kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
34
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsi dan segera
dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika.
Pada pemeriksaan fisik mungkim didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-
vertebra (costovertebral angle), teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil.2 Demam bukan merupakan klinis dari nefrolitiasis tanpa
komplikasi. Adanya pyuria dan demam meningkatkan kemungkinan akan adanya
infeksi saluran kemih.1,2
1. Urinalisis
35
2. Laboratorium
36
3. Foto polos abdomen
4. USG
USG ginjal sering digunakan dalam penentuan adanya suatu batu ginjal, juga
hidronefrosis ataupun dilatasi ureter. Batu saluran kemih dapat diidentifikasi pada
USG, dimana yang pada foto polos abdomen tidak terdeteksi, seperti batu asam urat
atau batu sistin. Namun, USG tidak memiliki hasil yang terlalu baik dalam mendeketksi
batu saluran kemih yang berukuran kecil (<5 mm).3 USG dikerjakan bila pasien tidak
mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: allergi terhadap
bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita hamil.1
Keuntungan dari IVP adalah jelasnya visual pada sistem kemih dikarenakan
adanya kontras, sehingga dapat mendeteksi hidronefrosis derajat ringan. IVP sangat
membantu dalam identifikasi batu saluran kemih. Modalitas IVP memiliki keterbatasan
karena hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa alergi terhadap kontras, tanpa
gangguan fungsi ginjal, dan tidak hamil. Penggunaan kontras dapat menyebabkan
contrast-induced nephropathy (CIN).
37
6. CT scan non kontras
CT scan non kontras dapat menentukan diameter, densitas, struktur dalam batu,
dan jarak batu-kulit, serta anatomi yang terkait. CT scan non kontras rutin dilakukan
pada pasien dengan keluhan nyeri flank akut. Modalitas ini dapat mendeteksi batu asam
urat dan batu xantin, yang dimana pada foto polos abdomen bersifat radiolusent, namun
CT scan non kontras tidak dapat mendeteksi batu indinavir (drug-induced stone),
sehingga dideteksi melalui IVP.7
2.11 Tatalaksana7
1. Pain relief
Obat golongan NSAID dan asetaminofen efektif pada pasien dengan nyeri kolik
akut dan memiliki efek analgesic yang lebih baik daripada obat golongan opioid.
Diklofenak dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, penyakit
jantung koroner, dan penyakit serebrovaskular. Obat golongan opioid, seperti petidin
memiliki angka kejadian muntah yang lebih tinggi daripada NSAID.
38
3. Extracorporeal shick wave lithotripsy (SWL)
Keberhasilan SWL tergantung pada operator dan factor berikut:
Ukuran, lokasi (ureter, pelvic, calyx) dan komposisi dari batu
Habitus pasien
Tindakan SWL
Pemasangan stent sebelum SWL tidak meningkatkan stone free rates (SFR), namun
dapat menurunkan formasi steintrasse. MET setelah SWL dapat meningkatkan angka
SFR dan ekspulsi batu. MET dapat menurnkan penggunaan obat analgesic.
Kontraindikasi pada SWL adalah:
Kehamilan
ISK tidak terkontrol
Malformasi skeletal berat dan obesitas berat
Aneurisma arteri yang berlokasi menganggu jalur SWL (flank area)
Obstruksi anatomis di bagian distal batu
4. Ureteroskopi (URS)
URS merupakan alat ureteroskopi per uretra guna melihat keadaan ureter atau
sistem pielokaliks ginjal. URS dapat digunakan diseluruh ureter. Pemasangan stent
rutin sebelum URS tidak perlu dilakukan. Pemasangan srent dapat meningkatkan
angka SFR dan menurunkan komplikasi intraopertaif. Stent harus dipasang pada pasien
yang memiliki risiko tinggi dari komplikasi, contohnya trauma ureter, residual
fragments, perdarahan, perforasi, ISK, dan kehamilan. Komplikasi URS berkisar antara
9-25%. Mayoritas komplikasi bersifat minor dan tidak memerlukan intervensi. Avulsi
ureter dan struktur ureter sebagai komplikasi jarang terjadi. Tidak terdapat
kontraindikasi pada tindakan URS.
39
PNL merupakan prosedur standar pada pasien dengan batu ginjal yang besar. PNL
merupakan tindakan minimal invasif yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan
menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Kontraindikasi
pada tindakan PNL:
Terapi anti koagulan
ISK yang tidak diterapi
Tumor di daerah yang diakses
Keganasan/ tumor ginja
Kehamilan
40
Gambar 22. Algoritma tatalaksana batu ginjal
2.12 Komplikasi4
Banyak komplikasi yang dapat timbul dikarenakan batu saluran kemh, terutama
jika terdapat keterlambatan diagnosis atau terapi yang tidak tuntas. Berikut adalah
komplikasi dari batu saluran kemih:
1. Obstruksi dan uremia: disebabkan oleh batu pelviureter dan batu ureter, tapi
juga dapat disebabkan batu buli yang sangat besar.
2. Sepsis: komplikasi yang disebabkan oleh obstruksi akibat adanya ISK
3. Pielonefritis kronis
4. Gagal ginjal (akut & kronik)
a. Gagal ginjal akut mayoritas disebabkan oleh obstruksi bilateral batu ureter,
batu ginjal soliter, atau akibat sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
multiorgan
41
b. Gagal ginjal kronik: merupakan akibat dari pielonefritis kronis akibat adanya
batu ginjal multiple yang rekuren atau batu staghorn.
5. Pielonefritis xanthogranulomatosa
6. Hipertensi
7. Pielonefritis emfisematosa
8. Pyonefrosis
9. Striktur uretra
2.13 Prognosis4
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada
sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator.
42
BAB III
KESIMPULAN
Batu saluran kemih adalah kondisi terdapatnya batu (kalkuli) di organ saluran
kemih, seperti ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), dan buli-buli
(vesicolithiasis). Keluhan pada kondisi ini umumnya adalah rasa nyeri yang
disebabkan oleh dilatasi, regangan, dan spasme akibat obstruksi.2
Banyak komplikasi yang dapat timbul dikarenakan batu saluran kemh, terutama
jika terdapat keterlambatan diagnosis atau terapi yang tidak tuntas, diantaranya adalah
obstruksi dan uremia, sepsis, pielonefritis kronik, bahkan gagal ginjal.3
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.4
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Batu Saluran Kemih. Dalam: Dasar Dasar Erologi edisi 3.
Jakarta: Sagung Seto. 2014; 75-91.
2. Dave CN. Nephrolithithiasis. 2018. Tersedia di
https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview . Diakses pada 8 Juli
2019.
3. Al Mamari SA. Complications of urolithiasis. In clinical practice. Springer
International Publishing. 2017; 121-9.
4. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC: Jakarta. 588-
9.
5. Tortora GJ, Derrickson B. The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy
& Physiology 15th edition. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc. 2017;
993-1024.
6. Alelign T, Petros B. Kidney Stone Disease: An Update on Current Concepts.
Advance in Urology. 2018; 1-12.
7. European Association of Urology. Urolithiasis. Dalam: European Association
of Urology Guidelines 2019 edition. 2019; 1-29
8. Dawson CH. Kidney stone disease: pathophysiology, investigation and medical
treatment. Clinical Medicine: 2012. 12(5); 467–71.
9. Kasote DM. Jagtap SD, Thapa D, Khyade MS, Rusell WR. Herbal remedies for
urinary stones used in India and China: A review. Journal of
Ethnopharmacology. 2017: 203; 55-68.
10. Aggarwal R, Srivastava A, Jain SK, Sud R, Singh R. Renal stones: a clinical
review. EMJ Urol. 2017;5[1]:98-103.
44