Anda di halaman 1dari 23

APENDISITIS AKUT

PERSENTASI KASUS
DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

Oleh:
dr. Muhammad Fitriana

Dokter Pendamping

Pembimbing:
dr., Sp.B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


DR. ACHMAD DARWIS SULIKI
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas Persentasi Kasus ini tepat
waktu dan sebaik-baiknya dalam rangka melengkapi persyaratan dalam pelaksanaan program
dokter internship di RSUD dr. Achmad Darwis SULIKI
Dalam penyusunan persentasi kasus ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak dalam bentuk moril maupun materil. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada
pembimbing, staf pengajar dan rekan-rekan semua.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu kebidanan pada khususnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT
jugalah segalanya dikembalikan. Semoga amal kebaikan kita mendapat ridho dari Allah SWT.

Suliki , Februari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

2
Halaman Judul
Kata Pengantar ....................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................................. 3
Daftar Gambar ........................................................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN............ ............................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi....................... .....................................................................................6
2.2 Etiologi............... .......................................................................................... 6
2.3 Fungsi Apedintis .......................................................................................... 7
2.4 Etiologi ......................................................................................................... 8
2.5 Klasifikasi ................................................................................................... 9
2.6 Patofisiologi... .............................................................................................. 10
2.7 Gejala Klinis ............................ .................................................................... 11
2.8 Diagnosis ....................................................................................................... 13
2.9 Diferensial diagnosa.......................................................................................16
2.10 Penatalaksanaan ......................................................................................... .. 17
2.11 Komplikasi dan prognosis .............................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 19
LAPORAN KASUS ............................................................................................................. 21

BAB I
LATAR BELAKANG

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.

3
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada
anak-anak dan remaja.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah
dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan
antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah
masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan.
Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat
dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy
negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan
fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan
bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di
seluruh dunia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga
disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini
dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu
sebenarnya adalah sekum (caecum). 1,2,3,4

4
Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ
tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix
(atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. 1,2,3,4

2.2 Anatomi
Apendiks terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks merupakan organ yang
berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan pada
orang dewasa umbai cacing berukuran sekitar 10 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap
yaitu berpangkal di sekum, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang pasti tetap terletak di peritoneum. 1-5
Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal.
Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak,
pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah
Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%),
subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).1-5
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian
bawah arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk arteri akhir atau ujung. Apendiks memiliki
lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal. 1-5

Gambar 1. Letak titik McBurneys

5
Gambar 2. Letak anatomi apendik

2.3 Fungsi Apendiks


Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai
fungsi. Tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).
Immunoglobulin sekretoal merupakan zat pelindung yang efektif terhadap infeksi (berperan
dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah Ig-
A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali
bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain. 1-5, 6,7
Fungsi appendiks masih mengalami banyak perdebatan, namun para ahli meyakini
antara lain sebagai berikut : 4,5.6,7
1. Berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh
Antara lain menghasilkan Immunoglobulin A (IgA) seperti halnya bagian lain
dari usus. IgA merupakan salah satu immunoglobulin (antibodi) yang sangat efektif
melindungi tubuh dari infeksi kuman penyakit. Menurut penelitian appendiks
memiliki fungsi pada fetus dan dewasa. Telah ditemukan sel endokrin pada appendiks
dari fetus umur 11 minggu yang berperanan dalam mekanisme kontrol biologis
(homeostasis). Pada dewasa, appendiks berperan sebagai organ limfatik.
2. Menurut penelitian yang dilakukan, Appendiks dulunya berguna dalam mencerna
dedaunan seperti halnya pada primata. Sejalan dengan waktu, kita memakan lebih

6
sedikit sayuran dan mulai mengalami evolusi, selama ratusan tahun, organ ini menjadi
semakin kecil untuk memberi ruang bagi perkembangan lambung. appendiks
kemungkinan merupakan organ vestigial dari manusia prasejarahyang mengalami
degradasi dan hampir menghilang dalam evolusinya.
3. Menjaga Flora Usus
Penelitian yang dilakukan mengajukan teori bahwa appendiks menjadi surga bagi
bakteri yang berguna, saat penyakit menghilangkan semua bakteria tersebut dari
seluruh usus. Teori ini berdasarkan pada pemahaman baru bagaimana sistem imun
mendukung pertumbuhan dari bakteri usus yang berguna. Terdapat bukti bahwa
appendiks sebagai alat yang berfungsi dalam memulihkan bakteri yang berguna
setelah menderita diare.

2.4 Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya. : 4,5.7,8

1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid
sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat
ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada
kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur
dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli,
lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

7
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang
pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih
telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang
yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.

2.5 Klasifikasi Apendisitis


Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu : 3-8
1. Apendisitis Akut, dibagi atas :
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
a. Sembuh
b. Kronik
c. Perforasi
d. Infiltrat
2. Apendisitis Kronis, dibagi atas :
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana biasanya
ditemukan pada usia tua.

2.6 Patofisiologi

8
Patofisiologi appendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke
seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus
(lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen
apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan
kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan
elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya
aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. 4,5.6,7,9
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan appendisitis supuratif akut. 4,5.6,7,10
Jika kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan appendisitis ganggrenosa.
Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti appendisitis
berada dalam keadaan perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi. 4,5.6,7,10

Stadium pada Apendisitis 4,5.6,7,10


Stadium awal appendisitis: Obstruksi lurnen apendiks mengarah pada edema mukosa,
ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan intraluminer.
Pasien menampakkan gejala nyeri periumbilikal atau epigastrik.
Appendisitis supuratif : Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan peningkatan
tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik dan drainase vena,
diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding appendisitis. Penyebaran
transmural bakterial menyebabkan appendisitis supuratif akut. Ketika inflamasi serosa

9
apendiks bersentuhan dengan peritoeum parietal secara klinis nyeri pasien berpindah
dari periumbilikus ke kuadran perut kanan bawah, selanjutnya menjadi lebih berat.
Appendisitis gangrenosa : Vena intramural dan thrombosis arteri, menghasilkan
appendisitis gangrenosa.
Appendisitis perforasi : Hasil dari iskemia jaringan adalah infark appendisitis dan
perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau generalisata.
Phlegmon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat dilingkupi
dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus menghasilkan
appendisitis phlegmon atau abses fokal.

2.7 Gejala klinis


Adapun gejala klinis adalah sebagai berikut: 4,5.6,7,10
Nyeri/Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh lapangan
perut ( tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke
Mc Burney. Apabila telah terjadi inflammasi Apabila telah terjadi inflamasi
(>6jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatic.
Perasaan nyeri pada appendicitis biasanya datang secara perlahan dan makin
lama makin hebat.
Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix,
distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang
mengalami peradangan. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang
bersifat hilang timbul seperti kolik yang dirasakan didaerah umbilicus dengan
sifat nyeri ringan sampai berat.
Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan usus halus mempunyai
persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan mula-mula dirasai di daerah
epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan
terjadi beberapa jam (4-6jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah
dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatk yang berarti sudah terjadi
rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Muntah (rangsangan visceral), akibat aktivasi nervus vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan

10
anoreksia hamper selalu ada pada setiap penderita appendicitis akut, Bila hal in
tidak ada maka diagnosis appendicitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
penderita disertai dengan vomtus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul
apabila peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria.
Obstipasi
Penderita appendicitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada
letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Demam(infeksi akut)
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-
38,50C.Tetapi bla suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi.
Variasi lokasi anatomi appendix akan menjelaskan keluhan nyeri somatic yang
beragam. Sebagai contoh appendix yang panjang dengan ujung yang mengalami
inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri didaerah tersebut,
appendix retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, appendix
pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan appendix retroileal bias
menyebabkan nyeri testicular, mungkin karena iritasi pada arter spermatika dan
ureter.

2.8 Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau appendix terletak pada tempat yang
bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis salah [ada
anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karekteristik dan sekaligus sulit
diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak kooperatif. 4,5.6,7,10
a. Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegang perut yang sakit, kembung(+) bila
terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa.
Anak menunjukkan ekspresi muka yang tdak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang
sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ektensi meningkatkan
nyeri.
b. Palpasi
Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney
dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum

11
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melhat mimic wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-
tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan
dalam dititik Mc Burney.
Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapanagn abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
Rovsing sign
Penekanan perut sebelah kiri terjadi nyer sebelah kanan, karema tekanan
merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum
sekitar appendix yang meradang (somatic pain).
Rovsing sign adalah nyeri abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang djalarkan karena ritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
Psoas sign
Pada appendix letak retroceacal, karena rangsangan peritoneum Psoas sign
terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi
pada appendix.
Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulation coxae kanan atau nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri
perut kanan bawah.
Obturator sign
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posis terlentang
terjad nyeri (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan appendix terletak pada daerah hipogastrium.
c. Perkusi,nyeri ketuk (+)
d. Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltic (-) pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata
akibat appendicitis perforate. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan
diagnosis appendicitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tdak terdengar
bunyi peristaltik usus.
e. Rectal toucher, nyeri tekan pada jam 9-12
Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis
pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus.

4,5.6,7,10
Pemeriksaan Penunjang

12
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000
20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5%
pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan
bawah abdomen.
USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur yang
aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas,
dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya gambaran target, adanya
appendicolith, adanya timbunan cairan periappendicular, nampak lemak pericecal
echogenic prominent.
CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding
appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding
appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan inflamasi
periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free
fluid, free air bubbles, abscess, dan adenopathy.
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil
mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan
indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:

13
Table 1. table indeks alvarado

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian
kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang
diperoleh tersebut.

Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT
scan.
Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

2.9 Differensial Diagnosa

14
Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya, karena
itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit yang memiliki
gejala mirip antara lain: 3,4,5.6,7,9
Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan
dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit
kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal
karena hitung normal.
Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi
urin. Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk
diagnosis banding. Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus
diayunkan.
- Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis
retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau
demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk
mengkofirmasi diagnosa. dll

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian
prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan
kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna
4,5.6,7,10
pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi .
Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc
Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna,
oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting,
setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan
dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang
melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi
ditutup. 4-9

15
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendektomi sambil memberikan
antibiotic dapat mengakibatkan abses perforasi. Insidens appendix normal yang dilakukan
pembedahan sekitar 20%. Pada appendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. 4-9

Gambar 3. Tehnik operasi apendisitis.


Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses
dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini
laparoskopik apendiktomi lebih disukai. 4-9
.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra
abdominal/pelvi, sepsis,syok,dehidrasi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas
maupun perforasi pada appendix yang telah mengalami pendinginan, sehingga membentuk
massa yang terdiri dari kumpulan appendix, sekum dan keluk usus. 4-9

2.12 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis appendix adalah baik. Secara umum angka
kematian pasien appendix akut adalah 0,2-0,8% yang lebih berhubungan dengan komplikasi
4-9
penyakitnya daripada akibat tindakan intervensi.

BAB III
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan


kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis akut merupakan

16
peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor.
Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang
dapat menimbulkan penyumbatan. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur
pada apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di
sekitar apendiks.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah
adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada kuadran
bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Pada appendikografi nonfilling apendiks
merupakan tanda nonspesifik karena appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada
10-20% pada orang normal.
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah appendiktomi, pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta
: EGC.
2. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010.
3. Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:EGC
(Penerbit Buku Kedokteran).
4. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
5. Erik, Prabowo. 2009. http://www.bedah.info/bedah_digestif/usus_buntu_
_apendiks_tercipta_bagi_ahli_bedah/ (diunduh tangal 15 Desember 2016)
6. Craig Sandy, Lober Williams 20011. Appendicitis, Acute. Diakses dari
www.emedicine.com, tanggal (diunduh tangal 15 Desember 2016)

17
7. Grace, Borley, At a Glance ILMU BEDAH. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga.
2011
8. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia. 2012


9. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2010.

10. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. . Blackwell
Publishing; 2011.

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Muhammad fitriana


Nama Wahana : RSUD TGK. CHIK DITIRO SIGLI
Topik : Apendisitis Akut
Tanggal (Kasus) : 09 Januari 2017
Tanggal Presentasi :
Tempat Presentasi : RSUD . dr. Achmad Darwis SULIKI
Presenter : dr. Muhammad fitriana
Pembimbing : dr. Hengki , Sp.B
Obyektif Presentasi : Keilmuan, Diagnostik, Manajemen, Masalah
Deskripsi : Os Permemouan , usia 24 tahun, dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah secara tiba- tiba
Tujuan : Mendiagnosis dan menatalaksana apedendisitis
Bahan Bahasan : Tinjauan pustaka dan Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi

18
LAPORAN KASUS

I. Data Pasien
Nama : Ny. Efri Nerti
Usia : 24 tahun
Alamat : Maek
No. Registrasi : 083412
Tempat Kasus : R-Anggrek
Terdaftar sejak : 09/01/2017

II. Anamnesis
1. Keluhan utama
Nyeri perut kanan bahwa sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan adanya nyeri perut kanan bawah. Nyeri perut
awalnya dirasakan di daerah ulu hati dan hilang timbul. Nyeri kemudian dirasakan di
perut kanan bawah dan terus-menerus dengan VAS 8. Terdapat riwayat demam sejak
2 hari SMRS, mual (+), dan muntah sebanyak dua kali berisi makanan. BAK tidak
ada keluhan. BAB tidak ada keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi, perawatan, dan
operasi sebelumnya disangkal.

4. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat hipertensi, DM, asma, dan sakit jantung dalam keluarga disangkal.

III.Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
- Kesadaran : composmentis cooperatif
- Tanda Vital : Keadaan umum: sedang
TD : 120/70 mmHg

19
Pernapasan : 20x/menit
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 38,50C
Pemeriksaan Generalis
- Kepala : Normochepal, rambut tidak mudah rontok
- Kulit : Turgor kulit baik, tidak tampak pucat, teraba hangat.
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
- Leher : Tidak ada pembesaran KGB
- THT : Tidak ditemukan kelainan
- Thoraks
Jantung :
Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial linea midklavikula sinsitra, RIC V
Perkusi :
Batas kanan jantung : Linea parasternalis dekstra
Batas kiri jantung : 1 jari medial linea midklavikula sinsitra, RIC V
Batas atas jantung : Linea parasternalis sinistra RIC II
Auskultasi: BJ I II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri =kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikular di kedua lapangan paru, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Abdomen
- Inspeksi : datar, tidak tampak jaringan parut bekas operasi,tidak ada benjolan.
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut.
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada titik Mc Burneys, Rovsing sign (+),
- Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+)
- Auskultasi : bising usus (+)
-
-

- Nyeri tekanMcBurney (+)


- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, oedem -/-

20
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (4 Oktober 2016)
Hemoglobin : 15,5 gr %
Leukosit : 14.900 /mm3
Hematokrit : 41,7 vol%
Trombosit : 210.000 / mm3
GDS : 107 mg/dl
Ureum : 15 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl

IV. Dignosis
Diagnose kerja : Apendisitis Akut

V. Penatalaksanaan
Persiapan pre operasi
(puasa, pem darah : CT, BT, Gol darah)
IVFD RL 20 gtt/i
Inj cefotaxim 1 gr/ 12 jam
Inj ketorolac amp/ 12 jam
Inj Ranitidin amp /12 jam

(Follow Up)
4 Oktober 2016
Rencana operasi
5 Oktober 2016
Subyektif : Planning :
Nyeri Perut (+) bekas luka oprasi Non farmakologi:
BAB (+) normal - Lakukan komonikasi trapeutik
Mual (+) muntah (-) BAK(+) - Dorong pasien untuk
normal mengekspresikan perasaannya
Sulit tidur, demam (+)
- Berikan suport dan kesempatan
Obyektif :
kepada keluarga untuk berinteraksi
Pemeriksaan Umum
dengan pasien.

21
- Kesadaran : CMC Farmakologi:
- Tekanan darah: 100/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 82 x/menit IVFD RL 20 gtt/i
- Frekuensi nafas: 22 x/menit Inj cefotaxim 1 gr/ 12 jam
Suhu : 38 0C Pemeriksaan Fls parasetamol 1 fls/ 8 jam
Inj Ranitidin amp /12 jam
khusus :
Abdomen : Nyeri tekan (+), BU (+) norm
- Assessment : post op appendisitis

6 Oktober 2016
Subyektif : Planning :
Nyeri Perut (+) bekas luka oprasi Non farmakologi:
BAB (+) normal - Lakukan komonikasi trapeutik
Mual (+) muntah (-) BAK(+) - Dorong pasien untuk
normal mengekspresikan perasaannya
Sulit tidur, demam (-)
- Berikan suport dan kesempatan
Obyektif :
kepada keluarga untuk berinteraksi
Pemeriksaan Umum
dengan pasien.
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah: 100/70 mmHg Farmakologi:
- Frekuensi nadi : 82 x/menit
IVFD RL 20 gtt/i
- Frekuensi nafas: 22 x/menit
Inj cebactam 1 gr/ 12 jam
Suhu : 36,50C
Inj metronidazole /12 jam
Pemeriksaan khusus : Inj ketorolac amp/ 8 jam
Abdomen : Nyeri tekan (+), BU (+) norm Inj Ranitidin amp /12 jam
- Assessment : post op appendisitis

7 Oktober 2016
Subyektif : Planning :
Nyeri Perut (+) bekas luka oprasi Non farmakologi:
BAB (+) normal - Lakukan komonikasi trapeutik
Mual (+) muntah (-) BAK(+) - Dorong pasien untuk
normal mengekspresikan perasaannya
Sulit tidur, demam (-)
- Berikan suport dan kesempatan
Obyektif :
kepada keluarga untuk berinteraksi
Pemeriksaan Umum
dengan pasien.

22
- Kesadaran : CMC Farmakologi:
- Tekanan darah: 100/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 82 x/menit IVFD RL 20 gtt/i
- Frekuensi nafas: 22 x/menit IVFD RL 20 gtt/i
Suhu : 36,50C Inj cebactam 1 gr/ 12 jam
Inj metronidazole /12 jam
Pemeriksaan khusus :
Inj ketorolac amp/ 8 jam
Abdomen : Nyeri tekan (+), BU (+) norm Inj Ranitidin amp /12 jam
- Assessment : post op appendisitis

8 Oktober 2016
Pasien berobat jalan
Ciprofloxacin 2x1, ranitidin 2x1, Na diclorofenac 3 x1

23

Anda mungkin juga menyukai