Deformitas Organ
MENINGOKOKEL
Keluar serabut saraf dan Abnormalitas pada lower Tonjolan pada korda
selaput meningen & upperspine spinalis pecah
Kelemahan pada
panggul dan Ketidakmampuan
Kelemahan pada MK: Resiko Infeksi
tungkai pengaturan MK;Gangguan
spingter ani atau (D.0142)
spimgter uri tumbuh Kembang
penurunan sensasi
(D.0106)
Bayi sulit bergerak ingin BAB
Inkontinensia Uri
A. Pengertian
Trisomi 13 merupakan kelainan jumlah kromosom 13 yang menyebabkan
defek struktural pada fetus(Edelweishia Melissa, 2019).Kromosom 13 yang
harusnya hanya sepasang,pada kelainan ini menjadi 3 buah.
B. Faktor Resiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trisomi 13 adalah
peningkatan usia ibu. Semakin tua usia ibu, dapat meningkatkan kejadian trisomi
13 akibat non-disjunction. Jenis kelamin fetus dapat mempengaruhi risiko
kejadian trisomi 13. Laki-laki lebih banyak mengalami aneuploidi daripada
perempuan. Trisomi 13 juga berasosiasi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR),
prematuritas, dan intra uterine growth retardation (IUGR) (Susmitha et al., 2018)
C. Klasifikasi (Susmitha et al., 2018)
Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 diantaranya adalah:
1. Trisomi 13 klasik dimana pada tipe ini, sel telur atau sperma menerima ekstra
copy kromosom 13. Bila sel telur atau sperma menerima 2 copy kromosom 13
dengan sel telur atau sperma yang memiliki 1 copy, maka akan terbentuk
trisomi 13 yang ditemukan di seluruh sel.
2. Trisomi 13 translokasi. Pada tipe ini, potongan atau seluruh bagian ekstra copy
kromosom 13 berikatan dengan kromosom lain. Hasilnya dapat terlihat adanya
bagian ekstra kromosom 13 di dalam sel
3. Trisomi 13 Mosaik. Pada tipe ini, terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46
kromosom dan sel dengan ekstra copy kromosom 13.
D. Patofisiologi
Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom (aneuploidi).
Aneuploidi dapat terjadi akibat non-disjunction. Non-disjunction merupakan
kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah saat
pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan
non-disjunction miosis maternal dan sisanya terjadi saat miosis paternal. Trisomi
non-disjunction lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun. Ketika
reduksi tidak terjadi, akan terdapat tambahan kromosom pada seluruh sel yang
menghasilkan trisomi.
Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi), tegantung pada fasenya
yaitu pada sel pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya dapat
terjadi trisomi dan monosomi bila terjadi pada sel pertama atau sel dengan
kromosom normal, sel dangan trisomi dan monosomi bila terjadi setelah mitosis
normal terjadi beberapa tahap. Gabungan sel ini dinamakan mosaik sel. Trisomi
13 tipe mosaik.
Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik. Translokasi
adalah berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke kromosom yang
lain. Selama translokasi, kromosom misalign dan bergabung dengan bagian
sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis kromosom yang lengan pendeknya
atau sangat pendek dan tidak mengandung gen)(Susmitha et al., 2018)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Pemeriksaan pada trimester I kehamiln menunjukan trisomi 13 dapat
ditemukan peningkatan penebalan nuchal, polihidramnion atau
oligohidramnion, bukti IUGR, hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda
tendinea echogenik. (Edelweishia Melissa, 2019)
2. Skrining marker serum maternal
Merupakan tes darah yang dilakukan pada ibu hamil pada kehamilan
trimester 1 dan 2 untuk mengetahui adanya kelainan kromosom atau tidak.
3. Amniosentesis
Merupakan prosedur diagnostik prenatal yang paling banyak dipakai dan
bertujuan untuk mendapatkan sampel pemeriksaan kromosom Pemeriksaan ini
dilakukan untuk memastikan adanya kelainan kromosom pada janin yang
ditemukan pada pemeriksaan prenatal sebelumnya (USG dan serum marker).
4. Biopsi Vili Korialis
Biopsi vili korialis dilakukan pada akhir TM I, antara 10-13 minggu
yang dilakukan dengan tuntunan USG. Jaringan yang diambil pada
pemeriksaan ini adalah jaringan korion dari plasenta yang sedang tumbuh
(Susmitha et al., 2018)
F. Manifestasi Klinis
Trisomi 13 dapat menyebabkan gangguan perkembangan janin. Sindrom
ini membuat bayi terlahir dengan berat badan rendah dan menderita berbagai
gangguan kesehatan.
Biasanya, bayi yang menderita trisomi 13 juga memiliki gangguan struktur
otak holoprosencephaly (HPE), yaitu kondisi di mana otak tidak terbagi menjadi
dua bagian. Hal ini dapat berdampak pada fitur wajah bayi sehingga
menimbulkan gejala berupa:
1. Bibir sumbing
2. Gangguan struktur mata (coloboma)
3. Mata yang salah satu atau keduanya berukuran lebih kecil (microphthalmia)
4. Salah satu atau kedua bola mata tidak ada (anopthalmia)
5. Jarak antara kedua mata terlalu dekat (hypotelorism)
6. Gangguan perkembangan saluran hidung
7. Rahang bagian bawah berukuran lebih kecil dari normalnya (micrognathia)
Selain gejala-gejala di atas, beberapa kondisi berikut juga bisa terjadi saat
bayi mengalami trisomi 13 :
1. Mikrosefalus, yaitu ukuran kepala bayi yang lebih kecil dibandingkan ukuran
kepala bayi normal
2. Aplasia cutis, yaitu kondisi sebagian kulit kepala hilang atau tidak ada
3. Tuli dan kelainan bentuk telinga
4. Hemangioma, yaitu adanya tanda lahir yang berwarna merah dan menonjol
5. Polidaktili, yaitu jumlah jari tangan atau kaki berlebih
6. Hernia, yaitu penonjolan organ atau bagian tubuh tertentu akibat adanya
kelemahan
7. Omfalokel, yaitu keluarnya organ yang ada di rongga perut bayi
8. Rocker bottom feet, yaitu bentuk telapak kaki membulat dan tumit menonjol
9. Kriptorkismus dan ukuran penis yang sangat kecil pada bayi laki-laki
10. Klitoris berukuran besar pada bayi perempuan
2.1 Pengkajian
1. Identitas klien (bayi) dan orang tua
Angka kejadian meningokekel biasanya 1/1000 kelahiran atau jarang
2. Keluhan utama
Biasanya bayi dengan meningokokel menunjukan gejala terdapat benjolan pada tulang
belakan atau punggung belakang,belakang kepala disertai keluhan lain misalnya BAB
atauBAK terus menerus
3. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu yang mengalamidefisiensi asam folatselama kehamilan,terpapar bahan
kimia maupun mengalami demam selamakehamilan
4. Riwayat prenatal (ANC)
Biasanya ibu klien (bayi) tidak rutin melakukan pemeriksaaan selama kehamilan ke
fasilitas pelayanan kesehatan.Bisa juga ditemukan kadar alfa-feto dalam protein serum
ibu dan cairan amnion meningkat (>500mg/ml) pada usia 16-18 minggu.Komplikasi
kehamilan juga bisa dialami oleh ibu misalnya demam saat hamil.
5. Riwayat persalinan (intranatal)
Bisa melalui Sectio-caecarea (SC) yang direncanakan maupun pervaginam
6. Riwayat kelahiran
Anak sebelumnya mengalami spinabifida atau meningekokel.Tempat melahirkan bisa
di rumah atau di fasilitas kesehatan seperti Rumah sakit dan puskesmas serta bidan
praktek
7. Pemeriksaan fisik
a. Refleks
Bayi dengan meningokokel cenderung mengalami gangguankoordinasi akibat
penonjolan pada spina atau korda spinalis atau sum-sum tulang belakang sehingga
berakibat pada refleks bayi.Biasanya bayi tidak dapat melakukan satu atau dua
refleks
b. Tonus Aktivitas
Biasanya bayi dengan meningokokel sulit menggerakan tubuhnya atau inaktivitas
c. Kepala atau leher
Biasanya terdapat penonjolan pada daerah belakan kepala atau vetebra.
d. Mata
Biasanya tidak ditemukan masalah
e. THT
Biasanya tidak ditemukan masalah
f. Toraks
Biasanya tidak ditemukan masalah
g. Paru-Paru
Suara napas vesikuler,tidak ada dispnea dan bunyi suara napas tambahan
h. Jantung
Bunyi suara jantung SI dan S2 tunggal
i. Abdomen
Biasanya ditemukan inkontinensia urine dan alvi akibat kelainan sistem saraf atau
lumbosakral yang mengakibatkan ketidakmampuan pengaturan sfingter alvi dan
urine.
j. Ekstremitas
Bayi cenderung sulit bergerak atau inaktivitas akibat kelemahan pada panggul
dan tungkai
k. Genital
Biasanya tidak ditemukan masalah
l. Spina
Biasanya terdapat penonjolan di punggung bawah berisi cairan serebrospinal
m. Kulit
Biassanya ditemukan luka tekan atau lecet di area tubuh bayi yang tertekan akibat
inaktivitas.Bisa juga lesi akibat cairan feses atau sering BAB.
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Inkontonensia fekal (D.0041) berhubungan dengan kehilangan fungsi pengendalian
sfingter rektum ditandai dengan tidak mampumengontrol feses,feses keluar sedikit-
sedikit dan sering.
2. Gangguan eliminasi urine ( D.0040) berubungan dengan penurunan kemampuan
menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih ditandai dengan sering buang air
kecil,mengompol.
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang,gangguan sensori persepsi ditandai dengan rentang gerak menurun,gerak
terbatas.
4. Gangguan tumbuh kembang (D.0156) berhubungan dengan efek ketidakmampuan
fisik,defisiensi stimulus ditandai dengan tidak mampu
melakukanketrampilan,pertumbuhan fisik terganggu.
5. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan 9D.0139) dibuktikan dengan penurunan
mobilitas.
6. Resiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
yaitu kerusakan integritas kulit
Beberapa diagnosa yang dapat muncul pada tahap preoperasi dan postoperasi klien dengn
meningekokel antara lain:
1. Pre operasi
a. Resiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (kerusakan integritas kulit akibat pecahnya tonjolan yang berisi cairan
serebrospinal)
b. Menyusui tidak efektif (D.0029) berhubungan dengan hambatan pada neonatus
(sumbing),ketidakadekuatan refleks mengisap bayi ditandai dengan bayi
menghisap tidak terus-menerus.
c. Rsiko gangguan perkembangan (D.0107) dibuktikan dengan kelainan genetik atau
konginetal (meningekokel)
d. Resiko gangguan pertumbuhan (D.0108) dibuktikan dengan kelainan genetik atau
konginetal (meningekokel).
e. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) berhubungan dengan kelebihan
volume cairan pada tonjolan di kepala maupun punggung ditandai dengan
kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit.
2. Post operasi
a. Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (kerusakan integritas kulit akibat tindakan pembedahan) dan
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi akibat tonjolan pada
punggung bawah yang mengenai sistem saraf)
2.3 Intervensi Keperawatan
1. Penatalaksanaan Secara Medis
a. Pre-Operatif
1) Gunakan sarung tangan steril saat merawat merawatanak
2) Posisikan anak secara hati-hati untuk mencegah penekanan meningen,posisi
pronasi.
3) Beri diapers di tonjolan untuk melindungi dan mencegah urine mengenai
tonjolan.
4) Beri gulungan handuk untuk membantu fleksi bahu,mengurangi tekanan
sacrum.
5) Kompres baah untuk membantu kelembapan tonjolan
6) Tempatkan di inkubator untuk mempertahankan kondisi hangat.
b. Post-Operatif
1) Bayi diletakan tengkurap sampai proses penyembuhan tercapai.
2) Cegah urine dan feses mengenai luka
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine ( D.0040) berubungan dengan penurunan kemampuan
menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih ditandai dengan sering buang air
kecil,mengompol.
1) Tujuan dan kriteria hasil I:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X
24 jam maka eliminasi urine (L.04034 ) klien membaik dengan kriteria hasil:
a) Enuresis Menurun (5) bayi mampu mengontrol kemampuan berkemih
b) Frekuensi BAK membaik (5) normal:1-2 cc/Kg BB/jam
2) Tujuan dan kriteria hasil 2:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 X
24 jam maka tingkat infeksi (L.14137) klien menurun dengan kriteria hasil:
a) Demam menurun (5) suhu tubuh dalam rentang normal:35,5 oC-37,5OC
b) Kemerahan pada area kulit atau penonjolan akibat meningekokel menurun
(5),Tidak terjadi
c) Nilai leukosit dalam rentang normal (5-19 X103/mm3)
3) Intervensi:
a) Dukungan perawatan diri :BAK (1.11349)
Observasi
- Observasi pola berkemih dan tingkat inkontinensia bayi
R/:Mamantau rentang berkemih dalam batas normal atau tidak
- Observasi integritas kulit bayi,terutama adanya ruam popok
R/:Sering Bak dan menggunakan popok dapat menyebabkan terjadinya
ruam popok
Therapeutik
- Periksa keadaan popok dan ganti popok serta pakaian setelah BAK
maupun ketika dirasa penuh
R/:Mencegah infeksi di area penonjolan tulang belakang
b) Perawatan inkontinensia urine (1.04163)
Therapeutik
- Berikan perawatan kulit pada bayi (bersihkan area genital bayi yang
basah karena urine seperti dilap dengan air hangat kemudian dilap
kering)
R/:mempertahankan integritas kulit
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli urologi terhadap kondisi bayi
R/:menentukan terapi yang sesuai
- Kolaborasi pemberian antikolinergik yang sesuai
R/:Menghilangkan kontraksi kandung kemih
b. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang,gangguan sensori persepsi ditandai dengan rentang gerak
menurun,gerak terbatas.
1) Tujuan dan kriteria hasil I:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10
X 24 jam maka mobilitas fisik (L.05042) klien meningkat dengan kriteria
hasil:
a) Pergerakan ekstremitas bayi meningkat (5)
b) Gerakan terbatas pada bayi menutun (5)
2) Intervensi:
a) Pengaturan posisi (1.01019)
Therapeutik
- Tempatkan pada posisi terapeutik (ditempatkan di nesting dan berikan
selimut jika perlu)
R/:memposisikan bayi seperti di dalm kandungan ibu
- Atur posisi bayi yang sesuai (bayi diposisikan pronasi jika tonjolan
pada tulang belakang bawah.Jika berada di kepala maka dimiringkan
ke arah yang tidak ada tonjolannya)
R/:mencegah penekanan pada tonjolan
- Minimalkan gerakan dan tarikan saat mengubah posisi
R/:Mencegah terjadinya cedera atau luka
- Berikan topangan berupa bantal pada area tonjolan
R/:mencegah penekanan pada tonjolan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli ortophedi dalam terapi latihan gerak sendi pasif
atau terapi lainya yang sesuai
R/:Mencegah deformitas muskuluskeletal
- Kolaborasi dengan ahli ortophedi dalam pemeliharaan stabilitas spine
apabila tonjolan pada punggung bawah
R/:Mancapai anatomi aligment yang baik
c. Resiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer yaitu kerusakan integritas kulit
1) Tujuan dan kriteria hasil I:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X
24 jam maka tingkat infeksi (L.14137) klien menurun dengan kriteria hasil:
a) Demam menurun (5) atau tidak terjadi.Suhu dalam batas normal yaitu
35,5 oC-37,5OC
b) Kemerahan pada area kulit bayi menurun (5) atau tidak terjadi
c) Nilai leukosit dalam rentang normal (5-19 X103/mm3)
2) Intervensi:
a) Pencegahan infeksi (1.14539)
Observasi
- Observasi tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik terutama pada
area penonjolan tulang belakang bawah.
R/:Memonitor tanda-tanda awal infeksi
Therapeutik
- Batasi jumlah pengunjung yang menjenguk ke bayi
R/:Mencegah kontaminasi dari luar
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien dan lingkungan
klien.
R/:Mencegah transmisi penularan atau infeksi
- Pertahankan teknik aseptik pada klien beresiko tinggi
R/:Mencegah terjadinya infeksi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antibiotik,jika perlu.
R/:Menghentikan dan mencegah bakteri patogen berkembang biak
dalam tubuh
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN MENINGOKEL
3.1 PENGKAJIAN
Ruangan : Neonatus
Tanggal : 8 Juni 2021 (Pukul 12.00 WIB)
Nama Ibu : Ny. W
Umur/Pendidikan/Pekerjaan : 29 / SLTA / Ibu rumah tangga
Nama Ayah : Tn. C
Umur/Pendidikan/Pekerjaan : 31 / SLTA / Pekerja pabrik tandon angin
1. Anamnesis
a. Riwayat bayi
Rujukan Tidak √ Ya
Asal rujuan : Bukan pasien rujukan. Bayi lahir di OK IRD Lantai 5 RSUD
Dr. Soetomo secara sectio caesarea (SC) kemudian bayi berada
di NICU selama ± 2 hari. Setelah itu bayi dipindahkan ke
Ruang Neonatus RKL hingga saat ini.
Diagnosis rujukan : Tidak ada
Tanggal/Jam lahir : 20 Mei 2021 / Pukul 10.48 WIB (Usia saat ini : 20 hari)
Cara persalinan : SC (sectio caesarea)
Apgar score : 1’ 5 5’ 7
Usia gestasi : 38 minggu
Berat badan lahir : 3300 gram
Panjang badan lahir : 45 cm
Lingkar kepala lahir : 36 cm
Alasan masuk RS : Kelainan kongenital multiple + labiopalatoschizis + syndrome
patau
b. Riwayat antenatal
Kehamilan ke : 1 (G1P0000)
Tempat ANC : Rumah Sakit Krian
ANC teratur : Tidak Ya
√
Keputihan : Tidak √ Ya
c. Riwayat intranatal
Kehamilan : Tunggal √ Kembar
Ketuban pecah sebelum lahir : Tidak ada
Warna ketuban : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
d. Riwayat penyakit ibu : DM gestasional (tidak terkontrol)
e. Riwayat post natal
IMD : Tidak √ Ya
ASI : Tidak √ Ya
Bayi mendapatkan susu formula jenis SGM 12 x 42 ml per
OGT
√
Riwayat resusitasi : Tidak Ya
Kelainan bawaan : Tidak Ya √
Jika ya, sebutkan : sindrom patau + non communicating hidrosefalus +
labiopalatoschizis
f. Riwayat psikososial orang tua
1) Perkembangan interprersonal
Pengasuh :
Ayah Ibu √ Nenek Orang lain
Negara / pemerintahan
Keterlibatan orang tua :
Berkunjung : Ada √ Tidak
Kontak mata : Ada √ Tidak
Menyentuh : Ada √ Tidak
PMK : Ada Tidak √
Berbicara : Ada Tidak √
Menggendong : Ada Tidak √
2) Respon orang tua
Ibu bayi mengatakan sedih saat mengetahui kondisi anaknya di usia kehamilan
6 bulan, namun ibu mengatakan perlahan sudah mulai menerima keadaan
bayinya dan akan merawat anaknya hingga tumbuh dewasa.
3) Adat / budaya yang dianut
Ada .................................................................................
√ Tidak
2. Pemeriksaan fisik
Diperiksa tanggal : 8 Juni 2021 Pukul 12.10 WIB (Usia bayi 20 hari)
Berat badan : 3380 gram
Panjang badan : 47 cm
Lingkar kepala : 38 cm
a. Kulit
Warna kulit : Pink √ Pucat Kuning Cutis marmorata
Sianosis : Sentral Perifer (Tidak ada)
Kemerahan (RASH) : Ada Tidak √
Tanda lahir : Ada : ................................ Tidak √
Turgor kulit : Elastis √ Tidak elastis
Suhu kulit : 36,8 oC
b. Kepala Leher
Fontanela lunak : Lunak Tegas Datar Menonjol
Cekung
Lingkar kepala bayi 39 cm, bagian benjolan pada kepala
teraba lunak
Sutura sagitalis : Tepat Terpisah Menjauh Tumpang tindih
Gambaran wajah : Simetris Asimetris √
Caput succadenum : Ada Tidak ada √
Cephal hematom : Ada Tidak ada √
Telinga : Normal √ Abnormal
Hidung : Simetris Asimetris √ deviasi septum nasi
sebesar +/- 0,8 cm ke sisi kanan
Napas cuping hidung Frekuensi : 45 x/menit
Sekret : Tidak ada
Mata : Sekret mata Ada Tidak ada √
Sklera mata Ikterus Perdarahan
(Anikterik)
Mulut : Kelainan Ada : labiopalatoschizis Tidak ada
---SHAL celah pada soft palate, hard palate,dan bibir
bagian kiri.
c. Dada dan Paru-paru
Bentuk : Simetris √ Asimetris
Down score : Score < 4 √ Score 4 – 5 Score ≥ 6
RR 44 x/menit, tidak ada retraksi intercostae, tidak ada sianosis dan tidak ada
gasping
Suara napas : Kanan kiri sama √ Tidak sama Bersih
Ronchi √ Wheezing
Risiko aspirasi
8 Juni 2021 DS:- Kelainan kongenital, Menyusui tidak efektif
DO: DM gestasional (D.0029)
1. Bayi dengan
kelainan kongenital Kehamilan ibu, DM
(meningokel gestasional
labiopalatosckizis)
2. Bayi tidak memiliki Kegagalan
reflek menlan dan pembentukan
menghisap mesoderm palatum
3. Bayi terpasang dan bibir
OGT Fr 6
4. Hasil MRI Terbentuk celah pada
(31/5/2021 pukul bibir/palatum
10.47) dan CT-Scan
(2/6/2021 pukul Kemampuan
10.58 ) menghisap rendah
menunjukkan
labiopalatosckizis Bayi tidak emampu
disertai deviasi menyusu dengan
septum nasi sebesar adekuat
± 0,8 cm ke sisi
kanan Menyusu tidak
efektif
DIAGNOSIS
HARI/
WAKTU KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
TANGGAL
(Tujuan, Kriteria Hasil)
Selasa, 8 Juni 12.30 WIB Dx 2 Manajemen nutrisi (I. 03119)
2021 Menyusui tidak efektif b.d Observasi
hambatan pada neonatus 1. Observasi asupan makan 1. Memantau jumlah ASI yang
(labiopalato sckizis), (ASI) dikonsumsi bayi
ketidakadekuatan reflek 2. Monitor berat badan bayi 2. Memantau BB bayi apabila
menghisap (D.0029) setiap hari ada penurunan
Setelah diberikan tindakan 3. Albumin atauHb rendah
3. Monitor hasil pemeriksaan
keperawatan selama 3x24 mengindikasikan intake nutrisi
laboratorium (nilai albumin,
jam diharapkan status kurang
Hb)
menyusui (L.03029) bayi
Terapeutik
membaik dengan kriteria 4. Mencegah mulut kotor dan
hasil : 4. Lakukan oral hygiene kotoran tersebut masuk
sebelum makan, jika perlu bersama makanan ke sistem GI
1. Kemampuan ibu
memposisikan bayi 5. Memenuhi nutrisi bayi secara
dengan benar 5. Berikan makanan tinggi adekuat
meningkat ibu kalori dan tinggi protein
mampu memahami (ASI) susu formula 12 x
cara menyusui bayi 42 ml 6. Memenuhi nutrisi bayi secara
menggunakan sendok Edukasi adekuat
2. Berat badan bayi 6. Ajarkan pada ibu bayi untuk
meningkat memberikan ASI
menggunakan sendok secara
perlahan dan dengan posisi
kepala ditinggikan kurang
lebih 30 derajat atau kepala
bayi disangga tangan ibu 7. Memenuhi nutrisi bayi secara
Kolaborasi adekuat
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah,
kalori, dan jenis nutrien yang
dibutuhkan bayi
D. IMPLEMENTASI
MASALAH WAKT IMPLEMENTASI WAKT EVALUASI
U U
Rabu, 9
Risiko aspirasi b.d terpasang Juni 14.00 S: -
selang OGT, ketidakmatangan 2021
koordinasi menghisap, menelan, 1. Memantau status pernapasan bayi O:
dan bernapas (D.0006) 11.00 (frekuensi napas, bunyi napas 1. mulut bayi sedikit kotor
tambahan) 2. frekuensi napas bayi
Hasil: RR bayi 45x/menit dengan 45x/menit dengan ronkhi halus
suara napas ronkhi halus 3. tidak ada residu di OGT
2. Memeriksa kepatenan selang
orogastric tube sebelum pemberian A : Masalah risiko aspirasi tidak
11.05 asupan makan/ASI terjadi
Hasil: selang OGT terpasang dengan P : Perahankan intervensi
baik, terfiksasi dengan hipafix serta 1. observasi status pernapasan
batas pemasangan masih terletak di (RR dan bunyi napas)
sudut bibir 2. periksa kepatenan selang
3. Memposisikan bayi supinasi OGT
11.10 dengan head up 15-30 derajat 3. pertahankan posisi bayi
Hasil: bayi dengan posisi 300 di dalam dalam nesting head up 30 o
Hasil :
Bayi dilakukan perawatan luka
dengan bedah NS setiap hari pukul
07.00 WIB
Hasil :
Bayi dilakukan perawatan luka
dengan bedah NS setiap 3 hari sekali
pukul 07.00 WIB
BAB IV
PEMBAHASAN
Bayi Ny. W mengalami kelainan kongenital dimana kelainan kongenital menjadi salah
satu penyebab kematian pada bayi (Azizah & Handayani, 2017). Angka Kematian Neonatal
(AKN) merupakan jumlah kematian bayi pada masa neonatal per 1.000 kelahiran hidup yang
dihitung dalam kurun waktu satu tahun. Kematian neonatal ini menggambarkan tingkat
pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk antenatal care, pertolongan persalinan, dan
postnatal ibu hamil. Jadi, semakin tinggi Angka Kematian Neonatal, berarti semakin rendah
tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak (Azizah & Handayani, 2017). Bayi Ny. W
mengalami kelainan kongenital yaitu sindrom patau. Kelainan kongenital yang dialami bayi
Ny. W diduga karena DM gestasional yang dialami oleh ibu.
Dari data laboratorium yaitu
Grafik Berat Badan bayi Ny. W
MRI dan CT Scan didapatkan
5.2 Saran
Selalu memberikan edukasi pada keluarga terkait pencegahan risiko infeksi dengan
mencuci tangan menggunakan handwash maupun handrub sebelum dan sesudah kontak
dengan bayi.
DAFTAR PUSTAKA