Appendicitis Akut
Disusun Oleh:
dr. Ida Ayu Paramitha Atmaja
Pembimbing:
dr. Kurniawan Eko, Sp. B
1
BERITA ACARA PRESENTASI DISKUSI KASUS
Pada hari ini tanggal November 2020, telah dipresentasikan Laporan Kasus oleh:
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pembimbing Pendamping
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Appendicitis Akut” dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas program
internship dokter Indonesia. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan tentang Appendicitis.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Kurniawan Eko, Sp. B selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota kelompok
internship.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………..……… 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….……… 5
1.2 Tujuan …………………………………………………………….……… 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi……… …………………………………………………………. 7
2.2 Fisiologi…………………………………………………………………. 9
2.3 Definisi….…………………………………………………………….......10
2.4 Etiologi …………………………………………………………………...10
2.5 Patofisiologi ………………………………………………………………11
2.6 Manifestasi Klinis…………………………………………………………14
2.7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………...17
2.8 Alvarado Score……………………………………………………………19
2.9 Diagnosis Banding………………………………………………………..20
2.10 Penatalaksanaan…………………………………………………………21
2.11 Komplikasi………………………………………………………………25
2.12 Prognosis ………………………………………………………………..25
BAB III
LAPORAN KASUS……………………………………………………………26
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS …………………………………………………….32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ………………………………….…………………………...34
5.2 Saran ……………………………………………………………………..34
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………35
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
jongkok bila dibandingkan dengan toilet duduk.1
1.2. Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini antara lain:
o Sebagai bahan pembelajaran untuk lebih mengetahui tentang Appendicitis
dan cara penanganannya di fasilitas kesehatan.
o Sebagai salah satu persyaratan pemenuhan tugas sebagai internship di
Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
dalam sama dan berhubungan dengan caecum (inner circular layer). Dinding
luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan appendiks. Taenia anterior digunakan sebagai
pegangan untuk mencari appendiks.
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi
minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Pada saat antenatal
dan postnatal, pertumbuhan dari caecum yang berlebih akan menjadi
appendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut , lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden appendicitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang
kolonasendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks.
8
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks berasal dari a.
appendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan
mengalami gangren.2
Secara histologis, appendiks mempunyai basis struktur yang sama
seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vaskular submukosa
oleh mukosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot
yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas
vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di
mesoapendiks. Jika appendiks terletak di retroperitoneal, maka appendiks
tidak terbungkus oleh tunika serosa.4
Histologis : 4
- Tunika Mukosa : memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus.
- Tunika Submukosa : banyak folikel lymphoid.
- Tunika Muskularis : stratum circulare sebelah dalam dan stratum
longitudinale (gabungan tiga taenia coli) sebelah
luar.
- Tunika Serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari
peritoneum viscerale.
9
Gambar 1 : Anatomi Appendiks
2.2 FISIOLOGI 2,3
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2
minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap
saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun,
tidak ada jaringan lymphoid lagi di appendiks dan terjadi penghancuran
lumen appendiks komplit.
2.3 DEFINISI 2
Appendicitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.
Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
2.4 ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya
adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan Roentgen,
diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau
trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada appendiks.
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus appendicitis akut, sekitar 65%
merupakan appendicitis gangrenous tanpa ruptur dan sekitar 90% kasus
appendicitis gangrenous dengan ruptur.
10
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendicitis adalah
erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan
meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya appendisits akut.3
2.5 PATOFISIOLOGI
Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal hanya sekitar 0,1 ml.
Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60
cmH2O. Manusia merupakan salah satu dari sedikit yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi
gangren atau terjadi perforasi.2
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding appendiks). Pada saat inilah terjadi appendicitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
11
karena ditentukan banyak faktor. 2,3
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.2
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendicitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate appendicularis. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendicitis yang
dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Di dalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa
periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat.
12
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa
inflamasi dan ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat di dalam
lumen dan bakteri menyerang mukosa dan submukosa sehingga
terjadi inflamasi transmural, edema, vascular stasis, dan nekrosis
dari muscular. Perforasi mungkin dapat terjadi.
13
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam
cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat.2
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.3
a. Gejala Klinis
Appendicitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala appendisitis akut
umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia. Gejala klasik appendicitis akut biasanya bermula dari
nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus. Nyeri menetap, kadang
disertai kram yang hilang-timbul. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke
kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan
semakin progresif.2
Terdapat juga keluhan malaise, dan demam yang tidak terlalu
tinggi. Suhu tubuh biasanya naik hingga 38oC, tetapi pada keadaan
perforasi suhu tubuh meningkat hingga >39oC. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian
besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak.2
Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi
14
satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.
Umumnya urutan munculnya gejala appendisitis adalah anoreksia, diikuti
nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis appendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri perut
mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 2
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak appendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan
bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada
nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.2
Bila letak appendiks retrosekal di luar rongga perut, karena
letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah
perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal.3
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.3
Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis
sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak akan menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi,
15
sering appendicitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 %
appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.3
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja,
tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah perforasi.3
Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester
pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut,
sekum dengan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan
tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.3
b. Tanda Klinis
Appendiks umumnya terletak di sekitar McBurney, namun perlu
diingat bahwa letak anatomis appendiks sebenarnya dapat pada semua
titik, 360o mengelilingi pangkal caecum. Appendisitis letak retrocaecal
dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca
posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rektal.2
Secara teori, peradangan akut appendiks dapat dicurigai dengan
adanya nyeri pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun
pemeriksaan ini tidak spesifik untuk appendicitis jika tanda-tanda
appendicitis lain telah positif.
16
Blumberg Sign
Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di
kuadran kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran
kiri bawah lalu melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.
Psoas Sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai
kanan pasien digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver
ini menunjukkan appendiks mengalami peradangan kontak dengan
otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver.
Obturator Test
Pasien
17
apendiks, abses lokal, iritasi m.obturatorius oleh appendiks dengan
letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
18
dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.2,3
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu penegakan diagnosis
appendicitis akut, namun bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
ditemukan sangat mendukung diagnosis.
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
appendicitis. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran
kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya
peradangan pada appendiks menyebabkan ukuran appendiks lebih dari
normalnya (diameter 6 mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan
bawah seperti inflammatory bowel disease, diverticulitis cecal,
divertikulum Meckel’s, endometriosis dan pelvic inflammatory disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.
Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada
USG, namun jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya,
CT scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya abses appendiks untuk
melakukan percutaneous drainage secara tepat.
19
penemuan tidak spesifik akibat dari massa ekstrinsik pada caecum dan
appendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar
antara 48-50%.4
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual dan muntah serta diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut dirasa lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Demam dan leukositosis kurang menonjol.
2. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis
sangat mirip dengan appendicitis akut.
20
3. Kolik Traktus Urinarius
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
4. Peradangan Pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau
adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada
colok vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.
5. Kehamilan Ektopik
Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan
darah.
6. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
21
8. Endometriasis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.
22
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikhawatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendicitis
sederhana tanpa perforasi.
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,
tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada
anak kecil, wanita hamil,dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periappendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup lagi, appendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif
pada periappendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah
keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
appendectomy. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja
23
dan appendectomy dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika
ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan
jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau
abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendectomy. Batas dari
massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan
didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral
dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai
secara ekstraperitoneal, bila appendiks mudah diambil, lebih baik diambil
karena appendiks ini akan menjadi sumber infeksi. Bila appendiks sukar
dilepas, maka appendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan
ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang
berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase
didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain
dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari.
Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi.
Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita diperiksa colok dubur.
Penderita periappendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang : 4
LED
Jumlah leukosit
Massa periappendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri
abdomen.
2. Pemeriksaan Fisik :
24
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu
tubuh (diukur di rektal dan aksiler).
b. Tanda-tanda appendisitis sudah tidak terdapat.
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada
tetapi lebih kecil dibanding semula.
3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak
ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periappendikular
yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah
mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan
appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.2
25
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 4
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh.
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance muscular yang menyeluruh.
Perut distended.
Bising usus berkurang.
2.12 PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana pembedahan, dapat
menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Keterlambatan
diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama bila telah
terjadi komplikasi. Serangan berulang juga dapat terjadi bila appendiks
tidak diangkat.2
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
a. Identitas
Nama : Tn. H / Laki – laki
Umur : 63 tahun
26
Pekerjaan :-
Status : Menikah
Alamat : Dusun Sori Mangge
Tanggal lahir : 25/02/1957
Agama : Islam
No.RM : 102021
b. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 3 jam SMRS.
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan pedas dan rendah serat. Minum ± 2
liter air mineral setiap hari.
27
3.2 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi Nadi : 110 x/menit
- Suhu : 38.5˚ C
Status Generalis
Pemeriksaan Hasil
Kepala Normocephali, rambut hitam,
Mata Konjungtiva anemis -/-, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+, sclera ikterik -/-
Telinga Normotia, liang telinga lapang +/+, membran timpani
intak +/+
Hidung Deformitas -, sekret -, mukosa hiperemis -
Mulut & tenggorokan Bibir tidak kering, oral hygiene cukup, tonsil tenang
T1/T1, hiperemis -
Leher KGB tidak teraba membesar
Toraks Normochest
Jantung S1S2 reguler, murmur -, gallop -
Paru Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen Bentuk simetris, bising usus + normal,
shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri tekan (+), Hepar
tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar
Ekstremitas Akral hangat +, CRT <2”, oedem -
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Bentuk simetris, tampak lemas lembut,
massa (-)
28
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan
Palpasi Nyeri tekan (+) terutama regio kanan bawah
(Mc Burney sign +). Nyeri lepas regio kanan
bawah (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+),
defans muscular (-)
Psoas sign Positif
Obturator sign Positif
Rectal toucher Tidak dilakukan
HITUNG JENIS
Eosinofil 1.4 1.0-3.0 %
Basofil 0.1 0.0-2.0 %
Segmen 83.8 50.0-70.0 %
Limfosit 8.9 18.0-42.0 %
Monosit 5.8 2.0-11.0 %
KIMIA DARAH
GDS 91 76 - 180 mg/dl
Xray Thorax AP
29
Interpretasi :
Cor : Tampak normal
Pulmo : Tak tampak infiltrate/kelainan
Kedua sinus phrenicocostalis tajam
Tulang-tulang tampak baik
Kesimpulan : Tak tampak kelainan
3.6 PENATALAKSANAAN
Instalasi rawat darurat RS BHAYANGKARA
IVFD Ringer Laktat 20 tetes / menit
30
- Ondancentron 8 mg i.v
- Ranitidine 50 mg i.v
- Ceftriaxone 1 gram i.v
- Konsul dokter spesialis bedah Appendectomy
3.6 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad malam
Ad sanationam : Ad bonam
31
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
32
appendiks bertambah (edema). Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul,
nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis.
Nyeri ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan
yang berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan
diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Nyeri tekan daerah McBurney terjadi karena translokasi bakteri yang
menyebabkan nyeri somatis.
Illiopsoas sign menunjukkan peradangan dari appendiks yang letaknya
dekat dengan otot psoas. Obturator test juga positif karena gerakan rotasi dari
pinggang juga menghasilkan nyeri pada pasien dengan appendiks yang juga
terletak berdekatan dengan otot obturator eksternus.
Leukositosis yang didapatkan dari pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan respon tubuh terhadap infeksi.
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan tindakan pembedahan dini
sesuai Alvarado score dengan total skor 9, yaitu perlu dilakukan operasi dini bila
skor 7-10.
Skor yang
Penilaian Skor Ajuan
Didapat
Gejala -Nyeri beralih 1 1
-Anoreksia 0 1
-Mual / muntah 1 1
Tanda -Nyeri perut kanan bawah 2 2
(Mc Burney point)
33
-Nyeri lepas 1 1
-Kenaikkan temperature 1 1
(> 37.5 oC)
Laboratoriu -Leukositosis (> 10.000/ul) 2 2
m -Neutrofil bergeser ke kiri 1 1
(> 72%)
Total Skor 9 10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada appendix vermicularis. Appendicitis
merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering dijumpai. Faktor
predisposisi dan etiologinya bisa bermacam-macam, namun obstruksi lumen
adalah penyebab utamanya.
Gejala klinis meliputi nyeri perut kanan bawah tepatnya di titik McBurney
disertai nyeri epigastrium, dapat pula nyeri di seluruh perut pada fase tertentu.
Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan demam. Dapat dilakukan manuver
Rovsing’s sign, Blumberg sign, Illiopsoas sign, dan Obturator test dalam
membantu penegakan diagnosis.
Pada pasien ini, berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
34
pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka diagnosisnya adalah appendicitis
akut. Dari hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah
cukup terpenuhi. Penatalaksanan pada pasien ini sesuai dengan teori. Kondisi
pasien saat pulang telah dalam keadaan stabil. Prognosis pada pasien ini adalah ad
bonam.
5.2 SARAN
Dengan adanya laporan kasus ini, diharapkan kepada para dokter, dan
tenaga medis lainnya untuk lebih mengetahui serta memahami tentang
Appendicitis Akut, serta tanda gejala juga penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
p. 865-75.
p. 1383 – 93.
4. Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 1995. p. 109 – 12.
35
5. Sugandi . W. Referat Appendicitis. Sub Bagian Bedah Digestif. 2005.
Bandung: FK UNPAD-RSHS.
36