Anda di halaman 1dari 11

ILMU DASAR KEPERAWATAN

HALAMAN JUDUL

JUDUL MAKALAH :
APPENDICITIS

KELOMPOK 2

1. FITRI RAHMAYANTI
2. GALUH NOVITASARI
3. INTAN NURHASANAH
4. JIHAN FITRIA
5. LINDA AMELIA
6. MIA RAHMAWATI
7. GIGIS GINANJAR
8. HAERUL

PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN TRANSFER
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Appendicitis ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu
Dasar Keperawatan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Appendicitis bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tasbihul Anwar, S.Kep.,Ns.,M.Kep


2. Ns. Eka Ernawati, S. Kep. M. Kep
3. Ns. Dewi Rahmawati, S. Kep. M. Kep
4. Lia Nurliana, S.Si.,M.Farm
5. H. Bambang Kuntranto, S.Kp.,M.Kes

yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Serang, 6 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................ 2
1. Tujuan Umum.............................................................................................................. 2
2. Tujuan Khusus.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHSAN..............................................................................................................3
A.Definisi....................................................................................................................................3
B.Etiologi.....................................................................................................................................3
C. Klasifikasi.............................................................................................................................3
D. Epidemiologi..........................................................................................................................4
E. Manifestasi Klinis...................................................................................................................4
F. Komplikasi..............................................................................................................................5
G. Penatalaksanaan...................................................................................................................5
H. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................................6
I. Patofisiologi............................................................................................................................6
BAB III PENUTUP....................................................................................................................7
A. Kesimpulan..........................................................................................................................7
B. Saran.....................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks

vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm

dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak

pada perut kanan bawah (Handaya, 2017). Apendisitis disebabkan karena adanya

sumbatan pada lumen apendiks, hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan kebiasaan

makan makanan rendah serat. Tanda gejala yang muncul pada pasien apendisitis yaitu

nyeri pada area periumbilikus, demam, mual muntah, konstipasi dan anoreksia. Apabila

apendisitis tidak mendapatkan perawatan dapat mengakibatkan keparahan, sehingga perlu

adanya tindakan apendiktomi yang dapat menimbulkan masalah salah satunya yaitu nyeri

akut pada luka insisi apendiktomi.

Apendisitis menjadi salah satu kasus bedah abdomen yang sering terjadi di dunia. World

Health Organization (WHO) menyebutkan insiden apendisitis di Asia dan Afrika pada

tahun 2014 sebanyak 4,8% dan 2,6% dari total penduduk. Di Indonesia kasus apendisitis

cukup tinggi, berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2016 jumlah penderita

apendisitis sebanyak 65.755 orang. Dinkes Jawa timur menyebutkan pada tahun 2017

jumlah penderita sebanyak 5.980 orang dan 177 penderita diantaranya menyebabkan

kematian (Saputro, Novi Eko 2018).

Apendiktomi adalah intervensi bedah yang digunakan untuk melakukan pengangkatan

bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit (Mutaqqin & Sari,

2011). Prosedur Apendiktomiakan mengakibatkan terputusnya jaringan (luka). Dengan

luka tersebut, akan merangsang nyeri yang terjadi akibat stimulasi ujung serabut saraf

oleh zat – zat kimia yang dikeluarkan saat pembedahan atau iskemia jaringan karena

terganggunya suplai darah. Suplai darah terganggu karena adanya penekanan, spasme otot
atau edema. Trauma pada serabut kulit mengakibatkan nyeri tajam dan terlokalisasi

(Sulung, Neila & Sarah 2017).

B. Rumusan masalah

1. Apakah yang di maksud appendicitis ?

2. Bagaimana penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien appendicitis ?

3. Apa saja komplikasi yang dapat timbul dari pasien yang menjalasi appendicitis ?

4. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan oleh pasien appendicitis ?

5. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari appendicitis ?

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa dapat memahami cakupan materi konsep dasar dari

appendicitis.

2. Tujuan Khusus

a) Diharapkan mahasiswa mampu memahami definisi dari appendiciti.

b) Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan yang akan

diberikan kepada pasien appendiciti.

c) Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang dapat terjadi

pada pasien appendicitis.

d) Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik yang

akan dilakukan oleh pasien appendicitis.

e) Diharapkan mahasiswa mampu memahami etiologi dan patofisiologi dari

appendicitis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Usus buntu adalah pelengkap kecil seperti jari sekitar 10 cm (4 in) panjang yang

melekat pada sekum tepat di bawah katup ileo cecal. Usus buntu terisi dengan makanan

dan bermuara secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efisien dan

itu lumen kecil, usus buntu rentan terhadap obstruksi dan sangat rentan terhadap infeksi

(misalnya radang usus buntu). Apendisitis, penyebab paling umum dari bedah akut perut

di Amerika Serikat, adalah alasan paling umum untuk operasi perut darurat. Meski bisa

terjadi pada pada usia berapa pun, ini lebih sering terjadi pada usia 10 tahun dan 30 tahun

(NIH, 2007; dalam Brunner dan Suddarth, 2010).

B. Etiologi

Penyebab apendisitis masih belum pasti meskipun berbagai teori sudah ada. Teori-

teori terbanyak berpusat pada obstruksi luminal pada apendiks sebagai patologi primer.

Penyebab obstruksi luminal yang paling umum adalah hiperplasia limfoid akibat penyakit

radang usus atau infeksi (lebih sering terjadi pada masa anak-anak dan pada dewasa

muda), stasis tinja dan fekalit (lebih umum pada pasien usia lanjut), parasit (terutama di

negara-negara timur), atau lebih jarang seperti benda asing dan neoplasma. Ketika lumen

apendiks terhambat, bakteri akan menumpuk di usus buntu dan menyebabkan peradangan

akut dengan perforasi dan pembentukan abses (D’Souza dan Nugent, 2016; Craig, 2018;

Jones et al., 2019).

C. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik

(Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004) :


a. Apendisitis Akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak

pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai

rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering

disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri

akan berpindah ke titik McBurney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

b. Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat

nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,

adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik.

Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat

menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang

tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.

D. Epidemiologi

Data epidemiologi mengungkapkan bahwa appendicitis merupakan kegawatdaruratan

bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa

risiko seumur hidup seseorang mengalami appendicitis adalah 8,6% pada laki-laki dan

6,7% pada wanita. Sayangnya, belum ada data epidemiologi serupa di Indonesia.[10]

Global

Appendicitis paling umum terjadi pada usia 10-20 tahun. Perbandingan rasio laki-laki

dengan perempuan adalah 1,4:1. Studi di Amerika Serikat menunjukkan risiko seumur

hidup mengalami appendicitis adalah 8,6% untuk laki-laki dan 6,7% pada perempuan
E. Manifestasi Klinis

Nyeri epigastrium atau periumbilikalis yang tidak jelas (yaitu nyeri visceral yang

tumpul dan tidak terlokalisasi dengan baik) berkembang menjadi nyeri kuadran kanan

bawah (yaitu, nyeri parietal yang tajam, terpisah, dan baik terlokalisasi) dan biasanya

disertai demam ringan dan mual dan terkadang muntah. Kehilangan nafsu makan adalah

umum. Pada 50% kasus yang ada, terdapat nyeri tekan lokal ditimbulkan pada titik

McBurney ketika tekanan diterapkan. Nyeri tekan yang kembali (yaitu produksi atau

intensifikasi nyeri saat tekanan dilepaskan) mungkin ada (Brunner dan Suddarth, 2010).

Tingkat nyeri tekan dan kejang otot serta adanya konstipasi atau diare tidak terlalu

bergantung pada hal tersebut tingkat keparahan infeksi usus buntu sesuai lokasinya dari

lampiran. Jika usus buntu melengkung di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan mungkin

terasa di daerah pinggang. Jika ujungnya berada di panggul, tanda-tanda ini mungkin

hanya terlihat pada pemeriksaan rektal. Sakit saat buang air besar menandakan ujungnya

usus buntu bersandar pada rektum; nyeri pada saluran kencing menandakan ujungnya

dekat kandung kemih atau mengenai pada ureter. Beberapa kekakuan di bagian bawah

kanan otot rektus dapat terjadi. Tanda Rovsing dapat ditimbulkan oleh meraba kuadran

kiri bawah; hal ini secara paradoks menyebabkan nyeri dirasakan di kuadran kanan bawah

(Brunner dan Suddarth, 2010).

Jika usus buntu pecah, rasa sakit menjadi lebih menyebar; distensi perut

berkembang sebagai akibat dari ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk. Sembelit

juga bisa terjadi dengan radang usus buntu. Obat pencahar diberikan dalam hal ini dapat

mengakibatkan perforasi usus buntu yang meradang. Secara umum, obat pencahar atau

katarsis tidak boleh diberikan ketika seseorang mengalami demam, mual, dan sakit perut

(Brunner dan Suddarth, 2010).

F. Komplikasi
Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi pada usus buntu usus buntu, yang

dapat menyebabkan peritonitis, pembentukan abses (kumpulan bahan purulen), atau

pylephlebitis portal, yang merupakan trombosis septik pada vena porta yang disebabkan

oleh sayuran emboli etatif yang timbul dari usus septik. Perforasi umumnya terjadi 24 jam

setelah timbulnya nyeri. Gejala termasuk demam 37,7C (100F) atau lebih, munculnya

gejala toksik ance, dan nyeri atau nyeri tekan perut yang berkelanjutan.

G. Penatalaksanaan

dapat berupa nonoperatif management yaitu dengan manajemen nyeri dan antibiotik

maupun tindakan operatif berupa laparotomi terbuka atau apendektomi laparoskopi.

Apendisitis akut dapat didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang jeli.

H. Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis appendicitis perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan gejala nyeri perut

akut. Kecurigaan ini kemudian dipastikan dengan pemeriksaan pencitraan, seperti USG

atau CT Scan abdomen. Mual ditemukan pada 61-92% pasien appendicitis.

I. Patofisiologi

Usus buntu menjadi meradang dan membengkak menjadi tertekuk atau tersumbat oleh

fecalith (yaitu, mengeras massa tinja), tumor, atau benda asing. Peradangan proses

meningkatkan tekanan intraluminal, memulai kemajuan nyeri yang sangat parah,

menyeluruh, atau periumbilikal yang terlokalisasi di kuadran kanan bawah perut dalam

beberapa jam. Akhirnya, usus buntu yang meradang terisi dengan nanah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Usus buntu adalah pelengkap kecil seperti jari sekitar 10 cm (4 in) panjang yang melekat

pada sekum tepat di bawah katup ileo cecal. Apendisitis adalah radang pada usus buntu

atau dalam bahasa latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk

memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus

besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).

Appendicitis paling umum terjadi pada usia 10-20 tahun. Perbandingan rasio laki-laki

dengan perempuan adalah 1,4:1. Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi pada

usus buntu usus buntu, yang dapat menyebabkan peritonitis, pembentukan abses

(kumpulan bahan purulen), atau pylephlebitis portal, yang merupakan trombosis septik

pada vena porta yang disebabkan oleh sayuran emboli etatif yang timbul dari usus septik.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna. Sebagai penulis kami
sangat membutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk mengevaluasi makalah
kami yang berjudul Appendicitis. Kami sebagai penulis memohon maaf apabila di dalam
makalah ini masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengejaan.
DAFTAR PUSTAKA

Byrne, C. M., Solomon, M. J., Young, J. M., et al. (2007). Patient preferences

between surgical and medical treatment in Crohn’s disease. Diseases of the

Colon & Rectum, 50(5), 586–597.

Anda mungkin juga menyukai