Oleh :
Chica Reksa Surya Priyani
NIM 2015201004
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat , taufik, dan hidayah-Nya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada pembimbing klinik ibu NS. Santi Muchlis, S. Kep dan pembimbing
akademik ibu Amrina Amran, M. Biomed, dan kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga penulisan laporan kasus mengenai ” Asuhan Kebidanan Bayi
patologis Dengan Stenotis Ani (POST OP) PSARP ini dapat diselesaikan dengan
lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan didalamnya. Kritik dan saran guna penyempurnaan penyusunan
laporan ini sangat penulis harapkan, sehingga naninya bisa memberikan hasil akhir
yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus ini yang berjudul ”Asuhan Kebidanan Bayi Ny.D. Usia 9 Bulan Dengan
Stenotis ani (POST OP) PSARP Di Ruang Kasturi RSUD dr. Rasidin padang tahun 2023”
telah diperiksa dan disetujui oleh preseptor akademik dan preseptor klinik, sebagai salah satu
tugas preklinik kebidanan semester VII Program Sarjana Kebidanan STIKes Alifah Padang
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I ..............................................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
2.1 Pengertian........................................................................................................................
2.3 Patofisiologi......................................................................................................................
2.4 Pathaway........................................................................................................................
2.6 Penatalaksanaan............................................................................................................
BAB III.........................................................................................................................................
Data subjektif...........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stenosis ani adalah penyempitan saluran anus. Penyempitan ini mungkin
disebabkan oleh striktur anatomis yang sebenarnya atau stenosis otot dan fungsional.
Pada stenosis anal anatomis, anoderm normal yang lentur, pada tingkat tertentu,
digantikan dengan jaringan sikatrik yang restriktif. Stenosis memyebabkan
perubahan morfologi saluran anus dan akibatnya berkurangnya funsgi daerah tersebut
menyebabkan sulit atau nyeri saat buang air besar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Stenosis ani merupakan salah satu kelainan bentuk anorektal yang dapat
ditemukan pada bayi. Kelainan bawaan ini terjadi akibat adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik di daerah anus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke empat sampai ke enam usia
kehamilan.
Pada stenosis ani terjadi penyempitan dari spinkter anus dan pembukaan dari
lumen anus. Gejala utama yang ditemukan adalah kesulitan buang air besar, kesulitan
dan resistensi pada pergerakan usus besar. Kelainan bentuk anorektum dapat
ditemukan dalam berbagai macam tipe.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dibagi dalam 4 golongan, yaitu:
Kelainan bentuk anorektum selain yang disebutkan diatas dapat juga dikelompokkan
berdasarkan hubungan antara bagian terbawah dengan rectum yang normal dengan
otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi, yang
dikenal sebagai klasifikasi Melbourne:
1. Kelainan letak tinggi: rectum yang buntu terletak di atas m. levator ani/puborectal
sling.
2. Kelainan letak tengah: telah menembus otot puborektalis sampai sekitar satu
sentimeter atau kurang dari kulit perineum.
3. Kelainan letak rendah: rectum telah menembus levator sling sehingga sfingter ani
interna dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal. Jarak antara punctum
dengan anal dimple < 1 cm.
Selain itu, operasi fisura anus juga dapat menyebabkan stenosis ani, jika
sfingterotomi internal tidak dilakukan. Stenosis dapat menyertai reseksi anterior
rektum, jika terkomplikasi dengan anastomotic dehiscence. Penyakit radang usus
dapat menyebabkan stenosis ani, terutama penyakit Crohn. Stenosis ini ditandai
dengan proses inflamasi transmural bekas luka. Pasien yang menyalahgunakan
obat pencahar parafin dapat pula menyebabkan stenosis karena pasien jarang
defekasi. Pengobatan radioterapi untuk tumor panggul (yaitu karsinoma uterus,
karsinoma prostat, dan lain-lain) memicu pembentukan stenosis ani. Selain itu,
sepsis, iskemia dari oklusi arteri mesenterika bawah atau atas arteri rektal, AIDS,
lymphogranuloma kelamin, gonore, amoebiasis dan penyakit bawaan anorektal,
serta penyalahgunaan kronis tartrat ergotamine untuk pengobatan serangan
migrain dapat menyebabkan stenosis ani.
2. Faktor Resiko
Stenosis Ani adalah kelainan kongenital. Secara umum faktor resiko yang dapat
menyebabkan kelainan kongenital adalah :
a. Pemakaian alkohol
Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol pada
janin dan obat-obatan tertentu yang diminum ibu hamil juga bisa
menyebabkan kelainan kongenital.
b. Penyakit rhesus, jika ibu dan bayi mempunyai rhesus yang berbeda
c. Teratogenik
Teragon adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kalinan bawaan, secara umum radiasi dan racun
merupakan teratogen.
d. Infeksi pada ibu hamil
Beberapa infeksi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kelainan bawaan
antara lain, sindrom rubella, toksoplasmosis, varisela, dan infeksinvirus
herpes.
2.3 Patofisiologi
Stenosis ani terjadi karena terganggunya “embrio-genesis” dari hindgut yang
menyebabkan terjadi gangguan pemisahan uregenital dengan anorektum.Kelainan ini
terjadi oleh karena adanya gangguan perkembangan pertumbuhan dari septum rectal,
struktur mesoderm lateral, dan struktur eksoderm untuk membentuk rektum yang
normal dari bagian bawah saluran kemih. Hindgut dibentuk pada awal masa
embriologi sebagai bagian dari organ pencernaan primitif yang meluas kedalam
lipatan otot pada minggu kedua gestasi. Sekitar hari ke-13, hindgut akan berkembang
menjadi divertikulum ventral dan kandung kemih primitif. Persimpangan antara
kandung kemih tersebut dan hindgut akan membentuk kloaka. Pembukaan bagian
posterior membran anus terjadi pada minggu ke-8. Kegagalan dalam setiap fase dan
proses ini akan menyebabkan kelainan anomali pada anorektal. Selain itu, perlukaan
pada bagian anorektal akibat dari trauma, peradangan dan penggunaan obat-obat
seperti laksatif dapat menyebabkan jaringan parut yang menyebabkan striktura atau
stenosis pada anus
2.4 Pathaway
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis
Umumnya bayi dengan diagnosis stenosis ani mengalami gejala berupa
kesulitan mengeluarkan mekonium atau mengeluarkan tinja yang menyerupai pita,
terlambatnya evaluasi mekonium lebih dari 24 jam atau anak tidak bisa defekasi
sedangkan anak tersebut memilki anus, muntah hijau dan distensi abdomen.
Namun demikian, pada stenosis yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan
keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon sekunder dapat
terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah di daerah
stenosis, yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja.
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis untuk pasien stenosis ani, dilakukan inspeksi pada
daerah abdomen untuk melihat terdapat distensi abdomen dan perut buncit atau
tidak. Pada auskultasi abdomen didengarkan peningkatan bising usus dan passage
usus terganggu karena terjadi sumbatan. Pada palpasi dilakukan perabaan pada
abdomen terasa bagianbagian dari kolon yang melebar dan bisa dirasakan perut
keras atau defans abdomen, teraba massa skibala, dan nyeri. Pada perkusi
didapatkan timpani dan pekak. Setelah itu dilakukan Rectal touch dengan hasil jari
terasa terjepit pada lumen anus, dapat ditemukan pendarahan ringan. Namun
biasanya anus terlihat normal dari luar.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sederhana untuk bayi dengan stenosis ani adalah
dengan foto lateral dengan posisi terbalik. Penanda radio-opak diletakkan di atas
ujung anus dimana jarak antara udara di rektal dan penanda yang telah diletakkan
akan diukur. Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi diletakkan dalam
posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit
ekstensi, dan kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral, setelah
suatu petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. Kesalahan penafsiran foto
dapat diperoleh apabila foto diambil dalam 24 jam pertama kehidupan, atau jika
udara belum mencapai rektum. Demikian pula jika bayi menangis atau mengejan,
lesi tinggi dapat disalahartikan sebagai lesi rendah. Pemeriksaan foto rontgen
menurut metode Wangensteen dan Rice bermanfaat dalam usaha menetukan letak
ujung rectum yang buntu.Penilaian foto rontgen dilakukan terhadap letak udara di
dalam rektum dalam hubungannya dengan garis pubokoksigeus dan jaraknya
terhadap lekukan anus. Udara di dalam rektum tampak di bawah bayangan tulang
iskium dan amat dekat dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan kearah
kelainan letak rendah berupa stenosis ani.
2.6 Penatalaksanaan
Bayi dengan stenosis ani yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan apapun. Stenosis ani yang ringan
sering dapat dikelola dengan terapi konservatif nonoperative. stenosis ringan akan
merespon perubahan dalam diet dan pelunak feses. Jika tindakan koservatif gagal
maka perlu dilakukan intervesi bedah. Sementara pada stenosis yang berat perlu
dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilator Hegar, atau spekulum
hidung berukuran kecil. Laksans seperti mineral oil, laktulosa, natrium sulfosuksinat
dan preparat senna pada kasus berat diberikan untuk lubrikasi pada saluran anus,
sehingga dapat mempermudah pengosongan usus. Selanjutnya orang tua dapat
melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa
kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan
fungsi defekasi mencapai normal. Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet
yang baik dan pemberian laktulosa.
Intervensi bedah pada stenosis yang berat dilakukan jika tidak ada bukti penyakit aktif
(chron’s disease) dan adanya jaringan yang sehat untuk melakukan anoplasty.
Intervensi bedah dengan kolostomi merupakan tindakan infasif dengan tujuan
membuat anus buatan, dimaksudkan untuk menjamin kelancaran pasase usus dan
mencegah penyulit-penyulit yang tidak diinginkan seperti enterokolitis, peritonitis dan
sepsis.
1. Kolostomi
Kolostomi dilakukan biasanya pada kuadran kiri bawah perut. Kolostomi
dilakukan dengan memotong titik pertemuan antara kolon desenden dan sigmoid
kemudian kedua potongan tersebut dijahit ke perut. Pada bagian kolon asenden
akan dibuat kantong stoma untuk kolostomi sedangkan pada bagian sigmoid
langsung dijahit saja (Levitt dan Pena, 2018).
3. Tutup kolostomi
Hal ini dilakukan setelah 2 bulan lamanya klien menjalani operasi PSARP. Kedua
jahitan kolon di perut akan dilepas dan kemudian disambungkan kembali (Levitt
dan Pena, 2018).
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas/biodata
Nama balita : By ’A”
Umur : 9 bulan
Tanggal lahir : 06 maret 2023
Jenis kelamin : laki-laki
Data subjektif
Tanggal : 05 desember 2023
Pukul : 14.00
Alasan datang : operasi lanjutan penutupan usus
Keluhan : pasien post operasi tutup kolostomi bagian perut kiri dan ibu
mengatakan anaknya tampak rewel dan mengangis
Riwayat pemberian Asi
Asi saja : 6 bulan
Susu formula: ada
Riwayat kesehatan
Dahulu : pasien lahir tidak memilki anus normal sejak lahir
Sekarang : pasien sudah dilakukan pembuatan kolostomi dan telah dilakukan
operasi PSARP (Posterior saggital anorectal plasty) dan telah dilakukan operasi
ketiga yaitu tutup kolostomy pada tanggal 05 desember 2023
Keluarga : tidak ada
Riwayat imuisasi
Riwayat tumbang
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : composmentis
TTV
1. Suhu : 37, 4 C
2. Pernafasan : 42 x/m
3. Nadi : 136 x/m
4. SpO2 : 99%
Antropometri
1. LIKA : 41 cm
2. LIDA : 24 cm
3. LILA : 15 cm
4. TB : 55 cm
5. BB : 9 kg
Inspeksi
1. Kepala : bentuk kepala bulat dan tidak terdapat luka atau benjolan
2. Mata : mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah dan sklera
putih
3. Hidung: bentuk simetris,terdapat duang lubang terdapat sekret warna
putih
4. Mulut : bibir simetris, tidak ada luka, mukosa bibir kering
5. Telinga: bentuk simetris bersih dan tidak ada tampak serumen
6. Abdomen : tampak ada luka kolostomi pada perut kiri, lika kolostomi
tampak bersih dan masih agak basah
7. Punngung : tidak ada cekungan
8. Anus : (+)
9. Estremitas : Ekstremitas bawah terpasang infus
Eliminasi : sudah
Defekasi : sudah
Pemeriksaan penunjang
1. HB : 12,7 gr/dl
2. HT : 38%
3. Trombo: 232.000 sel/mm3
4. CT/BT : 2/3 menit
3.4 Assesment
3.4.1 Diagnosa Medis
Bayi Ny.D. umur 9 bulan dengan post penyambungan usus
3.4.2 Masalah
Tidak ada
3.4.3 Kebutuhan
1. Informasikan hasil pemeriksaan
2. Beritahu ibu anak terpasang kateter
3. Kolaborasi pemberian obat pada anak
4. Beritahu ibu untuk tidak memberikan minum atau makan kepada anak
3.5 Penatalaksanaan
3.5.1 Perencanaan
1. Informasikan hasil pemeriksaan
2. Beritahu ibu anak terpasang kateter
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat pada anak
4. Beritahu ibu untuk tidak memberikan minum atau makan kepada anak
5. Beritahu ibu untuk tidurkan anaknya
3.5.2 Implementasi
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan bahwa keadaan bayi sedang dan TTV
N :136x/menit
S : 37,4C
P : 42 x/m
Spo2 : 99%
2. Memberitahu ibu bahwa anak di terpasangkan kateter untuk mengeringkan
kandungan kemih sesaat sebelum tindakan, selama tindakan, hingga setelah
tindakan bedah operasi
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat pada anak yaitu :
IUFD D5 ½ NS 30 cc/jam,
Metronidazole 3 x 50 mg
Bactecyn 3x 450 mg
4. Memberitahu ibu untuk tidak memberikan minum atau makan pada bayi sampai
dokter mengijinkan untuk minum atau makan karena masih dalam jam puasa
setelah operasi
3.5.3 Evaluasi
1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan
2. Ibu mengerti dan anak sudah terpasang kateter
3. Obat yang di resepkan oleh dokter telah diberikan
4. Ibu mengerti dengan penjelasan yang sudah diberitahukan
s o a p
Tanggal : 05 Desember 2023
Pukul : 14.00 WIB Data sunjektif Diagnosa 1. P : Informasikan hasil
1. Keadaan umum : sedang By ”A” umur 9 bulan dengan pemeriksaan
Data subjektif 2. Kesadaran : malformasi anorektal keadaan I : Menginformasikan hasil
Ibu mengatakan : composmentis bayi sedang pemeriksaan bahwa
1. Anaknya lahir pada tanggal 06 3. TTV keadaan bayi sedang dan
Maret 2023 dan ini anak ke 4 Suhu : 37, 4 C Dasar TTV
2. Anaknya selesai operasi Pernafasan : 42 x/m 1. Ibu mengatakan anaknya N :136x/menit
penyambungan usus pada Nadi : 136 x/m selesai S : 37,4C
tanggal 05 Desember 2023 jam SpO2 : 99% operasipenyambungan usus P : 42 x/m
09.00 WIB 4. Antropometri pada tanggal 05 Desember Spo2 : 99%
3. Anaknya menangis dan rewel LIKA : 41 cm 2023 jam 09.00 WIB E : ibu sudah mengetahui
LIDA : 24 cm
2. TTV hasil pemeriksaan ttv pada
LILA : 15 cm
TB : 55 cm Suhu : 37, 4 C anak
BB : 9 kg
Pernafasan : 42 x/m
5. Inspeksi
Nadi : 136 x/m 2. P : Beritahu ibu bahwa
Mata : konjungtiva
SpO2 : 99% anak terpasang kateter
merah muda, dan sklera
I : Memberitahu ibu
putih
Masalah bahwa anak terpasang
Abdomen : Tampak ada
Tidak ada kateter untuk
luka jahitan penutupan
mengeringkan kandungan
kolostomi pada perut
kiri, luka kolostomi Kebutuhan kemih sesaat sebelum
tampak bersih dan 1. Informasikan hasil tindakan, selama tindakan,
masih agak basah pemeriksaan hingga setelah tindakan
Ekstremitas : 2. Beritahu ibu anak bedah operasi
Ekstremitas bawah terpasang kateter E : ibu mengerti dan
terpasang infus di 3. Kolaborasi dengan dokter kateter terpasang
sebelah kiri pemberian obat pada anak
6. Pemeriksaan penunjang 4. Beritahu ibu untuk tidak 3. P : Kolaborasi dengan
HB : 12,7 gr/dl dokter pemberian obat
memberikan minum atau
HT : 38% pada anak
Trombo: 232.000 makan kepada anak
sel/mm3 I : Kolaborasi dengan
CT/BT : 2/3 menit dokter pemberian obat
Pada anak yaitu :
IUFD KAEN ½
NS 30 cc/jam,
Metronidazole 3 x
50 mg
Bactecyn 3x 450
mg
E : obat yang diresepkan
oleh dokter telah diberikan
Stenosis ani merupakan salah satu kelainan bentuk anorektal yang dapat
ditemukan pada bayi. Kelainan bawaan ini terjadi akibat adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik di daerah anus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke empat sampai ke enam usia kehamilan.
Pada stenosis ani terjadi penyempitan dari spinkter anus dan pembukaan dari
lumen anus. Gejala utama yang ditemukan adalah kesulitan buang air besar, kesulitan dan
resistensi pada pergerakan usus besar. Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan
dalam berbagai macam tipe
Berdasarkan hasil Studi Kasus Asuhan Kebidanan yang dilakukan pada By”A” dengan
Post Op Tutup kolostomi di ruangan Kasturi RSUD dr.Rasidin Padang. Penulis akan
mengutarakan tentang kesenjangan antara teori dan kasus nyatanya dengan menggunakan
manajemen asuhan kebidanan yang dimulai dari Pengkajian , diagnosa , intervensi,
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan
berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan dilaboratorium (Surasmi dkk, 2017).
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan mengalami Post Op Tutup kolostomi . Gejala
tersebut dapat terjadi pada saat Bayi Lahir sehingga bayi harus melakukan beberapa
operasi Seperti PSARP dan operasi lainya
2. Diagnosa
Stenosis ani merupakan istilah umum untuk berbagai diagnosis yang sering disebut
sebagai anus imperforata. Pasien dengan diagnosis ini tidak memiliki lubang anus
yang normal, melainkan saluran fistula terbuka ke perineum anterior ke kompleks
otot anus atau ke struktur anatomi yang berdekatan.
3. Implementasi
a. Memonitor suhu tubuh tiap 1 jam,
b. Melakukan pemasangan kateter
c. Memeberikan obat sesuai anjuran dokter
d. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan dalam tubuh
e. Evaluasi
Evaluasi dari diagnosa kebidanan malformasi anorektal yaitu:
S : Bayi lahir 20 januari 2023 dan tidak terdapat anus sejak bayi lahir
O : suhu 36,7C,nadi 108x/mnit,pernafasan 38x/mnit
A : Post Op penutupan kolostomi
P : Melakukan pemantauan terhadap anak yang baru saja melakukan operasi.