Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN MASALAH HISPRUNG

Disusun dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah


Keperawatan Anak dengan Dosen Pembimbing:

Yufdel, S.Kep.,Ns.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1) Nadia Pakpahan 5) Pebi Anggriani


2) Nely Prihartini Pakpahan 6) Paulina Fernanda
3) Okta Yusril Azizah 7) Ranti Helena
4) Pahmi Syahputra 8)Regina Barus

KELAS II A

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

JURUSAN KEPERAWATAN

TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH
HISPRUNG” tanpa suatu halangan apapun. Penulisan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak. Kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca
secara umumnya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan kritik
dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 29 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang...................…………………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………………………....…………................2
C. Tujuan Penulisan………………………………….………….............3
D.Manfaat Penulisan………………………………….…………............3
BAB 2 TINJAUAN TEORI................................................................................4
A.Definisi Hisprung..................................................................................4
B. Anatomi Fisiologi usus besar (kolon) .................................................4
C.Etiologi Hisprung.................................... .............................................7
D.Klasifikasi............................................... .............................................8
E.Tanda dan Gejala.................................... .............................................8
F.Patofisiologi.................................... ....................................................10
G.Pemeriksaaan.................................... ..................................................10
H.Penatalaksanaan...................................................................................12
I.Teori Akep Hisprung.............................................................................13
BAB 3 KASUS....................................................................................................20
A. Pengkajian………………………………….......................................20
B. Diagnosa Keperawatan...……………………….................................24
C.Intervensi Keperawatan........................................................................24
D.Implementasi Keperawatan..................................................................26
E.Evaluasi.................................................................................................27
BAB 4 PENUTUP................................................................................................29
A.Kesimpulan...........................................................................................29
B.Saran.....................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................... .................................................30
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan


gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah
proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.
Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat
muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan
evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak
mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan
isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat
terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung
yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di


Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran
hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki


lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit
hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini
mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom
waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna
hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi
karena faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan
yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi,
rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu
dengan pembedahan dan colostomi

B.Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Hisprung?


2.Bagaimana anatomi dan fisiologi dari usus besar (kolon)?
3. Apa etiologi dari Hisprung ?
4. Apa saja klasifikasi Hisprung ?
5. Apa saja tanda dan gejala Hisprung ?
6. Bagaimana patofisiologi dari Hisprung ?
7.  Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk Hisprung ?
8. Apa penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien Hisprung ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Hisprung ?
C.Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah
kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah pada gangguan hisprung
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Hisprung
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari usus besar (kolon)
3. Untuk mengetahui etiologi Hisprung
4. Untuk mengetahui klasifikasi Hisprung
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala Hisprung
6. Untuk mengetahui patofisiologi Hisprung
7. Untuk mengetahui pemeriksaan Hisprung
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Hisprung
9. Untuk mengetahui askep pada Hisprung

D.Manfaat
Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan pengetahuan dan
paham akan perawatan Hisprung
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga ongenital aganglionik megakolon.


Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus
kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi
membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion


parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah,
1997 : 138).

Hirschprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali


kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan
motilitas sebagian usus. Hisprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel
saraf ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon distalis. Daerah
yang terkena dikenal sebagai segmen aganglionik (Sodikin, 2011)

Penyakit hirschsprung adalah ongeni ongenital yang mengakibatkan


obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna
L. Wong, 2003 : 507).

B. Anatomi Fisiologi usus besar (kolon)

a.Usus besar

Usus besar (intestinum mayor) merupakan saluran pencernaan berupa usus


berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira kira 1,5 – 1,7m
dan penampang 5-6cm. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang
tersusun seperti huruf “u” terbalik mengelilingi usus halus dari valvula ileosekalis
sampai anus. (Syaifuddin, 2011)
b.Bagian dari usus besar
1.Sekum : kantong lebar yang terletak pada fossa iliaka dekstra. Ilimum
memasuki fossa iliaka kiri ostium iliosekalis. Pada bagian bawah sekum terdapat
apendiks vermiformis. Bentuknya seperti cacing yang disebut umbai cacing yang
panjangnya ± 6cm. Muara apendiks pada sekum ditentukan oleh titik Mc Burney
yaitu daerah antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis yang
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). Sekum seluruhnya
ditutupi oleh peritoneum agar mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen membentuk sebuah katup
dinamakan valvula koli (valvula bauchini). Titik Mc Burney merupakan tempat
proyeksi muara ileum kedalam sekum. Titik potong tepi lateral dengan garis
penghubung (SIAS) kanan dengan pusat kira kira sama 1/3 lateral garis monro
(garis menghubungkan SIAS dengan pusat). Pada waktu peradangan apendiks
(apendisitis), daerah ini sangat sakit ditekan. Kadang kadang apendiks perlu
dibuang dengan operasi apendiktomi untuk menghilangkan infeksi.
2. Kolon assendens : bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka kanan
sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya sekitar 13m terletak dibawah
abdomen sebelah kanan dibawah hati ke sebelah kiri. Lengkungan ini disebut
fleksura hepatica (flexura koli dekstra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum
3.Kolon transversum : panjangnya kira 38 cm, membujur dari kolon asendens
sampai ke kolon desendens. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tepat pada
lekukan yang disebut fleksura lienalis (fleksura koli sinstra), mempunyai
mesenterium melekat pada permukaan posterior, terdapat tirai disebut omentum
mayus.
4.Kolon desendes : panjangnya ±25m, terletak di bawah abdomen bagian kiri dari
atas kebawah. Dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid dan dinding belakang peritoneum (retroperitoneal).
5. Kolon sigmoid : Bagian ini merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis. Bagian ini Panjangnya 40cm dalam rongga pelvis
sebelah kiri, berbentuk huruf “S”. ujung bawahnya berhubungan dengan rectum,
berakhir setinggi vertebrae sekralis 3 – 4. Kolon sigmoid ini di tunjang oleh
mesenterium yang disebut mesokolon sigmoideum.
6.Rektum : rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12cm, dimuali dari
pertengahan sakrum sampai kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga pelvis di
depan os sakrum dan os koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu ;
1) Rektum propia : bagian yang melebar disebut ampula rekt, jika terisi sisa
makanan akan timbul hasrat defekasi.
2) Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos
(muskulus sfingter ani internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua otot
ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum banyak mengandung
pembuluh darah, jaringan mukosa, dan jaringan otot yang membentuk lipatan
disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat vena rektalis (hemoroidalis
superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises yang disebut
wasir (ambeyen).
7. Anus : anus adalah saluran pendek yang panjangnya sekitar 3,8cm yang
merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar
terletak di dasar pelvis, dinding nya diperkuat oleh sfingter ani yang terdiri atas ;
1) Sfingter ani internus : terdiri atas otot polos yang bekerja dibawah sistem saraf
otonom (tidak menurut kehendak).
2) Sfingter levator ani : merupakan bagian tengah yang bekerja tidak menurut
kehendak.
3) Sfingter ani eksternus : dibentuk oleh otot rangka dan bekerja dibawah kendali
volunter (bekerja menurut kehendak).
c.Fungsi usus besar
1. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa
lembek yang disebut feses
2. Menyimpan bahan feses. Sampai saat defekasi, feses ini terdiri dari sisa
makanan, serat serat selulosa, sel sel epitel bakteri, bahan sisa sekresi (lambung,
kelenjar intestine, hati, pancreas) magnesium fosfat dan Fe.
3. Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan dengan fungsi
penernaan dan sebagaian lagi berhubungan dengan penyimpanan. Untuk kedua
fungsi ini tidak diperlukan gerakan yang kuat dengan pergerakan yang lemah.
d. Gerakan kolon
1. Gerakan mencapur : pada tiap kontraksi kira kira 2,5 cm, otot sirkuler kolon
mengerut kadang kadang dapat menyempitkan lumen dengan sempurna.
Gabungan otot sirkuler dan longitudinal menyebabkan bagaian usus besar tidak
terangsang mengembung keluar, dan merupakan kantong yang disebut
haustration. Dalam waktu 30 detik, kontraksi haustral akan bergerak dengan
lambat kearah anus. Beberapa menit kemudian timbul haustral kedua yang baru di
dekat tempat semula tetapi tidak pada tempat yang sama. Dengan cara ini feses
perlahan lahan didekatkan ke permukaan dan secara progresif akan terjadi
penyerapan air.
2. Gerakan mendorong : pada kolon terjadi gerakan yang disebut mass movement
yaitu mendorong feses kearah anus. Gerakan ini timbul beberapa kali sehari,
biasanya sesudah makan pagi. Pada mulanya, gerakan terjadi di bagian kolon
yang terserang kemudian kolon distal tempat kontraksi panjangnya kira kira 20
cm, berkontraksi serentak sebagai satu kesatuan mendorong feses kebagian distal.
Mass movement : dapat terjadi pada setiap bagian kolon transversum dan
kolon dessendens apabiila sejumlah feses telah didorong ke dalam rectum timbul
keinginan untuk defekasi. Mass movement yang sangat kuat akan mendorong
feses melalui rectum dan anus untuk keluar. Hal ini terjadi karena kontraksi tonik
yang terus menerus pada sfingter ani intrernus dan eksternus.
C. Etiologi Hisprung
1. Mungkin karena kegagalan sel-sel krista naturalis untuk bermigrasi ke dalam
dinding usus suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk kolon dan
rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut,
sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam
lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan
dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut,
atau kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion. (Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

1.Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 :
242).

D. Klasifikasi Hisprung

Hirschpung dibedakan berdasarkan panjang segmen yang terkena, hirschprung


dibedakan menjadi dua tipe berikut :

1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, merupakan 70%
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibanding anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidenya 5
kali lebih besar pada laki-laki dibanding wanita dan kesempatan bagi saudara laki-
laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dalam 20.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat menyerang
seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan perempuan memiliki
peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin
(Sodikin, 2011)

E.Tanda dan Gejala

Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada hirshprung, dan bayi baru
lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Bayi baru lahir tidak bisa
mengeluarkan Mekonium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas
mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi
abdomen.
Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat
keluar (>24jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus,
kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau
bahkan lebih mungkin menandkan terdapat obstruksi rektum dengan distensi
abdomen progresif dan muntah; sedangkan pada anak lebih besar kadang-kadang
ditemukan keluhan adanya diare atau anterokolitis kronik yang lebih menonjol
daripada tanda-tanda obstipasi.Terjadinya diare yang berganti ganti dengan
konstipasi merupakan hal yang tidak laim. Apabila disertai dengan komplikasi
enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang bear dan mengandung darah
serta sangat bau, dan terdapat peristaltic dan bising usus yang nyata.Sebagaian
besar dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain
ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang
meningkat sesuai dengan pertumbuhan umur anak. Pada anak yang lebih tua
biasanya terdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan
pertumbuhan. (Sodikin, 2011)
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi
mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi,
muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis
dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada
colok dubur merupakan tanda yang khas.
Gejala Penyakit Hirshprung menurut Cecily Lynn Betz, 2009 :
1. Masa neonatal (baru lahir-11bulan)
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum (Menyusu)
d. Distensi abdomen
2. Masa Bayi dan anak – anak (1-3 tahun)
a.  Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita dan berbau busuk
d.Distensi abdomen
e. Adanya masa difecal dapat dipalpasi.
f. Gagal tumbuh.
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.

G.Patofisiologi

Istilah kongenital aganglion megakolon menggambarkan adanya kerusakan primer


dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding submukosa colon distal. Segmen
aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidakadaan ini menimbulkan ke abnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus konstan serta
spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara
normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran
cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada megakolon. (Cecily
Lynn Betz, 2009)
Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar.
H. Pemeriksaan Hisprung
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan
diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme anus.
Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan memiliki
gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik yang saksama
dapat membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang
disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan
Differensial.
2. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada penderita Hirschsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk
dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum
yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
(Feses) yang menyemprot. (Sodikin, 2011)
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Dengan pemeriksaan Barium Enema akan ditemukan:
1)  Terdapat daerah transisi
2) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit.
3)Enterokolitis pada segmen yang melebar.
4) Adanya penyumbatan pada kolon.
5) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam (Padila, 2012)
5. Pemeriksaan lain-lain
a. Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya
sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus
Aurbach (Biopsi) yang lebih superfisial untuk memperoleh mukosa dan
submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner. (Sodikin, 2011)
b.Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum. Caranya adalah dengan mengambil lapisan otot
rektum, yang dilakukan di bawah narkose. (Ngastiyah, 2005)
c. Biopsi isap, caranya adalah dengan mengambil mukosa dan submukosa dengan
alat pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa. (Ngastiyah,2005)
d. Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan
dalam rektum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan
menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit hirschsprung tidak
ada dan jika balon berada di dalam usus aganglionik, dapat diidentifikasi
gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus
karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu ataupun negatif palsu.
(Sodikin,2011)
e. Pemeriksaan aktivitas enzim Asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Bila
ditemukan peningkatan aktivitas enzim asetilkolin enterase, maka berarti khas
penyakit hirsprung. (Ngastiyah, 2005)
f. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. (Ngastiyah, 2005)
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan terapeutik
Penatalaksanaan pembedahan bertujuan untuk :
a.Memperbaiki bagian yang aganglionik diusus besar
b.Membebaskan dari obstruksi
c.Mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
d.Mengembalikan fungsi spinkter ani internal
Penatalaksanaan pembedahan tersebut terdiri dari dua tahap yaitu:
a. Ostomi/kolostomi sementara (temporaryostomy), yang dibuat dekat dengan
segmen anganglionik yang bertujuan untuk melepaskan obstruksi dan secara
normal melemah dan usus besar dilatasi untuk mengembalikan ke ukuran normal.
b. Pembedahan koreksi atau perbaikan dilakukan kembali, biasanya pada waktu
berat bayi atau anak telah mencapai 9kg atau sekitar setelah operasi pertama.
Beberapa prosedur pembedahan terhadap penyakit hirsprung adalah Swenson,
Duhamel, Boley, dan Soave. Namun prosedur Soave adalah prosedur pembedahan
untuk penyakit hirsprung yang paling sering digunakan.
2. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum ini terutama ditujukan pada orang tua yang memiliki bayi
dengan penyakit hirsprung, Dimana tindakan yang dilakukan sebagai bidan atau
perawat adalah:
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital penyakit
hirsprung pada bayinya secara dini.
b. Membantu ikatan kasih sayang antara orang tua dan bayi (Bondingattechment)
c. Mempersiapkan orang tua terhadap adanya tindakan pembedahan pada bayinya.
d. Mengajarkan orang tua cara perawatan kolostomi yang benar.
e. Memperhatikan status nutrisi bayinya
3. Penatalaksanaan medis
Hanya dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasaanya (merupakan
tindakan sementara) dipasang pipa rektum, dengan atau tanpa dilakukan
pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur. (Ngastiyah, 2005)
4. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang
dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap
hari (bila ada persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan
memberi makanan yang cukup bergizi serta mencegah terjadinya infeksi.
(Ngastiyah, 2005)
J.Teori Askep
1.Pengkajian
1.   Informasi identitas/data dasar :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi
informasi.
2. Keluhan utama :
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama
gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah
tersebut.
4. Riwayat kesehatan masa lalu :
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
5. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
6.Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
7.Riwayat tumbuh kembang :
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
8.Riwayat kebiasaan sehari-hari :
kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
9.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey
umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan
takikardidimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya
perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau
sepsis.

Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan :
a.Inspeksi :
Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan feses
akan didapatkan adanya perubahan feses seperti berbau busuk.
b.Auskultasi :
Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya
bising usus.
c.Perkusi :
Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
d.Palpasi :
Teraba dilatasi kolon abdominal.
e.Sistem integument :
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, warna kulit, ada tidaknya
edema kulit, dan elastisitas kulit.
f.Sistem respirasi :
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
g.Sistem kardiovaskuler :
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
h.Sistem penglihatan :
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
i.Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah).
j.Pemeriksaan  Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
a)Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b)Barium Enema ditemukan:
-Terdapat daerah transisi
-Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit.
-  Enterokolitis pada segmen yang melebar.
-   Ada penyumbatan pada kolon
-Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam
2)Pemeriksaan colok dubur
Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang
sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
(Feses) yang menyemprot dan feses berbau busuk.
a)biopsi isap
Ditemukan peningkatan aktivitas enzim asetilkolinenterase, merupakan tanda khas
penyakit hirsprung.
b)Biopsi rectal
Tidak terdapat sel-sel ganglion
2.Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek persyarafan
anganglion.
2) Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan menurunya intake(muntah dan
diare)
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu
makan turun.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pasca operasi
5) Injuri berhubungan dengan tindakan pasca operasi
6) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan (ATP menurun)
3.Intervensi Keperawatan
1) Perubahan eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek persyarafan
anganglion.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi
normal
Intervensi :

1.Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana


selanjutnya

2.Pantau jumlah cairan kolostomi.


Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian
cairan

3.Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

4.Kaji bising usus dan abdomen anak setiap 4 jam. Laporkan penurunan atau tidak
adanya bising usus.
Rasional : Pengkajian yang demikian diperlukan untuk memastikan fungsi usus
dengan benar dan terapi yang diberikan tepat.
5. Ukur lingkar abdomen anak, sesuai program, dengan menggunakan titik
referensi yang konsisten, dan pita pengukur yang sama setiap waktu
Rasional : Pengukuran lingkar abdomen mendeteksi distensi
2) Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan menurunya
intake(muntah dan diare)
Tujuan: Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami
dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
1.      Timbang berat badan anak setiap hari, dan dengan cermat pantau asupan dan
cairan.
Rasional :
1.      Menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan cermat terhadap asupan
dan cairan mengindikasikan status cairan anak.
2. Anak mungkin membutuhkan cairan intravena jika ia mengalami dehidrasi atau
beresiko mengalami dehidrasi.
3. Air dapat menyebabkan intoksikasi air akibat peningkatan permukaan absorptif
bila terjadi asistensi abdomen
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nafsu makan turun.
Tujuan :Kebutuhan nutrisi tubuh dapat terpenuhi.
Intervensi :
1. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan tidak nafsu makan.
Rasional : Dengan meminimalkan faktor yang dapat menimbulkan tidak nafsu
makan dapat meningkatkan selera makan pasien.
2.Beri asupan makanan sesuai selera pasien.
Rasional : Dengan memberi asupan makanan sesuai selera dapat meningkatkan
porsi makan pasien.
3.Beri makanan sedikit namun sering.
Rasional Dengan memberi makan sedikit namun sering dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh:
4.Observasi BB pasien secara berkala.
Rasional : Observasi BB secara berkala untuk memantau kenaikan BB pasien.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pasca operasi
Tujuan : suhu dalam keadaan normal (36-37°C)
Intervensi:
1.    Minimalkanrisiko infeksi pasien dengan :
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan perawatan
b.Menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan asepsis pada saat
memberikan perawatan langsung
Rasional : a. Mencuci tangan adalah cara terbaik untuk mencegah penularan
pathogen.
b.Sarung tangan dapat melindungi tangan pada saat memegang luka yang dibalut
atau melakukan berbagai tindakan.
2. Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan catat pada kertas grafik. Laporkan
evaluasi kerja.
5) Injuri berhubungan dengan tindakan pasca operasi
Tujuan : reseksi kolon pasien tidak mengalami injeri.
Intervensi :
1.      Observasi faktor-faktor yang mengingatkan resiko injuri.
Rasional: Pascabedah terdapat resiko rekuren dari hernia umbilikalis akibat
peningkatan tekanan intra abdomen
2.Monitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis
Rasional :    Perawat yang mengantisipasi resiko terjadinya perforasi. Yaitu anak
rewel tiba-tiba dan tidak bisa dibujuk atau diam oleh orangtua atau perawat,
muntah-muntah, peningkatan suhu tubuh dan hilangnya bising usus.
3.Lakukan pemasangan selang nasogastrik
Rasional : Apabila tindakan dekompresiini optimal, maka akan menurunkan
distensi abdominal yang menjadi penyebab utama nyeri abdominal pada pasien
hirschsprung.
4.Monitor adanya komplikasi pasca bedah
Rasional : Perawat memonitor adanya komplikasi pascabedah seperti mencret atau
ikontinensia fekal, kebocoran anastomosis,formasi striktur, obstruksi usus, dan
enterokolitis
5.Kolaborasi pemberian antibiotic pasca bedah
Rasioanl :   Antibiotik menurunkan resiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi
inflamasi lokal dan dapat memperlama proses penyembuhan pascafunduplikasi
lambung
6) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan (ATP menurun)
Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas fisik yang paling sederhana.
Intervensi :
1.Bantu pasien melakukan aktivitas dasar.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas fisik dasar dapat meningkatkan kekuatan
otot.
2.Batasi aktivitas yang membutuhkan banyak energi.
Rasional :   Dengan membatasi aktivitas dapat mengurangi kebutuhan energi
3.Beri pasien waktu istirahat yang cukup.
Rasional: Waktu istirahat yang cukup dapat membuat tubuh terasa bugar
4.Observasi nadi secara berkala.
Rasional : Observasi nadi secara berkala dapat mengetahui O2 dalam tubuh.
BAB III

KASUS

Seorang anak M (pr) berusia 1 th dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 5
Juni 2015 dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB sehingga perut
anaknya membesar. Anaknya juga susah untuk makan. ibu mengatakan, anaknya
baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur. Setelah mendapatkan pelayanan
sudah tidak muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh
pulang, ibu bingung karena dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan
tapi dokter spesialis anak belum boleh karena sekalian mau di operasi.

A.Pengkajian

A. Identitas Anak

Nama               : By. M

Jenis kelamin   : perempuan

Usia : 1 tahun

Tanggal Lahir : 19 Mei 2014

Tanggal MRS  : 05 Juni 2015

BB/PB            : 2900 g/ 54cm

Dx medis : Hirsprung

Pengkajian      : 05 Juni 2015

Identitas Penanggung Jawab

Nama Ibu         : Ny. K
Pekerjaan : Tidak kerja

Pendidikan      : SLTA

Alamat : Kedinding Tengah SBY

Nama ayah      : Tn T

Pekerjaan : PT PAL

Pendidikan      : SLTA

B.Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama
Tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan minum
b. Riwayat penyakit sekarang
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang
diminum, muntah sejak 3 hari yang lalu.
c.Riwayat penyakit sebelumnya
Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya
C.Pemeriksaan fisik
.       Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 90/60 mmhg
b. Denyut nadi : 114/menit
c.Suhu tubuh : 36,5
d. RR :40/menit
Pemeriksaan persistem
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : normal
B3 Brain : normal
B4 Bladder : normal
B5 Bowel : kembung, bising usus 10x/ menit, muntah, peningkatan
Nyeri abdomen
B6 Bone : normal
Data Tambahan :
a. Radiologi :
1) Torax foto (2-6-08)
2) Cor : besar & bentuk kesan normal
Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam
Thymus : positif
Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan
3) Baby gram (2-6-08):
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar.
4) BOF (2-6-08)
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran
Hirsprung Disease.
5) Colon in loop (5-6-08):
Tampak pelebaran rectosigmoid
Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari anal dengan
daerah   hipoganglionik diatasnya.
Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.
Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases

b. Laboratorium :

Tanggal 2-6-08 :

Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110) WBC 7 × 103 /uL (4,7-11,3)

SC : 0.5 mg/dl  ( 0.6-1,1 ) HGB 10,8 g/dl (11,4-15,1)

BUN : 4 mg/dl ( 5 - 23 )    RBC 3,33 × 106 /uL (4 -5)

Albumin : 4,1 g/dl  ( 3,8 -5,4)   HCT 33,7 %  (38 - 42)

K : 3,87 mmol/L  ( 3,6 - 5,5)  PLT 327 × 103 (142 - 424)

Na          : 137,8 mmol/L (13 -155 ) 

Ca           : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)

Tanggal 9-6-2008:
CRP: negative (<6 mg/dl)

Glukosa: 80 mg/dl

Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Tidak dapat Konstipasi
Ibu mengatakan : mengeluarkan
-Perut anaknya kembung dan sulit feses
BAB
-Anaknya baru bisa BAB jika
diberi obat lewat dubur.
DO :
Perut pasien terlihat kembung.
a. Lingkar abdomen 39 cm.
b. Bising usus 10×/mnt
2. DS : Gejala terkait Gangguan Rasa
Ibu Mengatakan perut anaknya penyakit nyaman
membesar dan sering menangis
DO :
     iritabel (nyeri perut), peningkatan
nyeri tekan abdomen)
     Tampak distensi abdomen.
      Lingkar abdomen 39 cm.
     Suhu aksila 36,5°C
     WBC 7×10 /uL
      CRP < 6

3. S: Kurang asupan Gangguan nutrisi


Ibu mengatakan anaknya susah makanan
untuk makan
DO :
Terlihat lemas
Bibir pucat
Distensi Abdomen
BB : 8,8 gr
T : 7,4 cm
Kadar Albumin ;4,0-5,8 gr/dl
Hb ; 10-16 gr/dl
HCT ; 33-38%

B.Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan tidak dapat mengeluarkan feses yang di tandai
dengan perut kembung, Lingkar abdomen 39 cm dan Bising usus 10×/mnt
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai
dengan perut membesar dan sering menangis
3. Kesiapan peningkatan nutrisi berhubungan dengan Kurang asupan makanan
ditandai dengan terlihat lemas dan bibir pucat.Intervensi

C.Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Dx Hasil
1. Tujuan : Setelah -Monitor perubahan frekuensi -Memudahkan perawat
dilakukan tindakan konsistensi bentuk volume dalam memantau
keperawatan 3x24 dan warna isi perut. perkembangan kondisi
jam klien tidak - Kaji bising usus dan stres
mengalami abdomen anak setiap 4 jam. - Pengkajian yang
ganggguan eliminasi -Monitor tanda dan gejala demikian diperlukan

Kriteria hasil : konstipasi. untuk memastikan


-Masukkan supositori ke fungsi usus dengan
- Pola eliminasi
rectal benar dan terapi yang
dalam batas normal.
4.    -Beritahukan kepada ibu diberikan tepat.
- Warna feses dalam pasien untuk memberikan - Memudahkan perawat
batas normal. makanan tinggi serat dalam mengontrol tanda
         - Feses lunak / & gejala konstipasi
lembut dan 3.     
berbentuk. -Untuk membantu
         -Bau feses dalam memenuhi kebutuhan
batas normal (tidak
menyengat). gizi pasien
        - Konstipasi tidak
terjadi

2. Tujuan : Setelah1     - Pilih dan terapkan 1.   Untuk mengetahui obat


dilakukan tindakan penggunaan obat ukuran yang digunakan untuk
keperawatan 3x24 pembebasan sakit. meredekan nyeri
jam Pasien2    - Sediakan obat untuk 2.   Untuk Mengetahui
memperlihatkan penghilang rasa sakit yang bahwa obat-obatan ini
Levelnyeri berkurang optimal dengan obat yang di gunakan untuk

Kriteria hasil : penghilang sakit yang pereda rasa nyeri


ditentukan 3.   Untuk meredakan rasa
-Pasien tidak merasa
3     -Terapkan penggunaan obat nyeri
kesakitan
tanpa rasa sakit. 4.  Agar mengetahui tingkat
-Pasien merasa4    -Kaji tingkat nyeri pasien, nyeri pasien.
nyaman catat dan menginformasikan
kepada tenaga kesehatan yang
lain bekerjasama dengan
pasien.

3. Tujuan : Setelah -Minimalkan faktor yang -Dengan meminimalkan


dilakukan tindakan dapat menimbulkan tidak faktor yang dapat
keperawatan 3x24 nafsu makan. menimbulkan tidak
jam Kebutuhan -Beri asupan makanan sesuai nafsu makan dapat
nutrisi tubuh pasien selera pasien meningkatkan selera
dapat terpenuhi. 3.   -Beri makanan sedikit namun makan pasien.

Kriteria hasil : sering. -Dengan memberi


-Observasi BB pasien secara asupan makanan sesuai
-BB pasien dalam
berkala. selera dapat
batas normal atau
meningkatkan porsi
idel.
makan pasien.
-nafsu makan pasien
- Dengan memberi
bertambah.
makan sedikit namun
-porsi makan pasien sering dapat memenuhi
bertambah kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan tubuh.
- Observasi BB secara
berkala untuk memantau
kenaikan BB pasien.

D.Implementasi Keperawatan

Tanggal/Waktu No Dx Implementasi Paraf


05 Juni 2015 1. 1.   -Memeriksa perubahan frekuensi
08.00 WIB konsistensi bentuk volume dan warna isi
perut.
- Mengkaji bising usus dan abdomen anak
setiap 4 jam
-Memasukkan supositoria ke rectal
-Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian memakan makanan yang tinggi
serat
-Memberitahuakan kepada ibu pasien
untuk memberikan makanan tinggi serat
05 Juni 2015 2. 1       - Melakukan kerja sama dengan tenaga
10.00 WIB kesehatan untuk memilih dan menerapkan
menggunakan obat ukuran pembebasan
sakit.
 - Menyediakan obat untuk penghilang rasa
sakit yang optimal dengan obat penghilang
sakit yang ditentukan
-Menerapkan penggunaan obat tanpa rasa
sakit.
 - Mengkaji tingkat nyeri pasien, catat dan
menginformasikan kepada tenaga
kesehatan yang lain bekerjasama dengan
pasien.

05 Juni 2015 3. -Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang


14.00 WIB makanan yang bergizi
-Mengkaji tentang status gizi pasien
3.   -Memonitori kebutuhan nutrisi bayi yang
diperlukan.

-Mengobservasi input dan output

E.Evaluasi Keperawatan

Tanggal/Waktu No Dx Evaluasi
09 Juni 2015/ 1 S : Ibu pasien mengatakan anaknya bisa
08.00 WIB mengeluarkan sedikit feses
O : - Kondisi px sedikit membaik dari sebelumyna

A : Masalah Teratasi sebagian


P : Intervensi 1 dan 3 dilanjutkan

I : Memeriksa perubahan frekuensi konsistensi bentuk


volume dan warna isi perut, Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian memakan makanan yang tinggi
serat kembali

E : Frekuensi Konsistensi bentuk dan warna feses


tampak lebih normal, pasien mulai mau memakan
makanan yang tinggi serat

R : Intervensi 1 di modifiasi ulang


09 Juni 2015/ 2 S : Ibu pasien mengatakan nyeri perut berkurang
10.00 WIB O : Anak sudah jarang menangis

A : Masalah Teratasi sebagian


P : Intervensi 2 dan 3 dilanjutkan
I : Menganjurkan pasien untuk melakukan istirahat,
dan mengalihkan rasa nyeri si pasien kembali
E : Anak sudah bisa beistirahat dengan tenang dan
anak sudah tidak menangis lagi.
R : Masalah teratasi, Intervensi di hentikan

09 Juni 2015/ 3. S : Ibu pasien mengatakan nafsu makan anaknya


14.00 WIB meningakat
O : Anak doyan makan
Berat badan meningkat
Sudah tidak terlihat lemas dan pucat

A : Masalah Teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hirschsprung atau mega kolon adalah penyakit yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan
tidak mampunya spinkter rektum berelaksasi. Kelainan Hirschsprung terjadi
karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus
hingga usus di atasnya. Biasanya bayi akan bisa BAB karena adanya tekanan dari
makanan setelah daya tampung di usus penuh. Tetapi pada hirschsprung ini tidak
baik bagi usus bayi. Penumpukan yang terjadi berminggu-minggu atau bahkan
berbulan-bulan akan menimbulkan pembusukan yang lama kelamaan dapat
menyebabkan adanya radang usus hingga kanker usus.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan foto
abdomen tegak. Pengobatan dapat dilakukan dengan pembedahan seperti
kolostomi, biopsi otot rektum, dan barium enema. Pencegahan pada penyakit
hisprung diutamakan pada pencegahan primer yaitu lebih ditujukan kepada ibu
pada masa kehamilan. ibu hamil yang kandungannya menginjak usia tiga bulan
disarankan berhati-hati terhadap obat-obatab, makanan yang diawetkan dan
alkohol yang dapat memberikan pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap
helth promotion ini, sebagai pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
adalah perlunya perhatian terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa
awal kehamilan. Meghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik,
mengikuti penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan
istirahat yang cukup.

B.Saran

Dengan terbentuknya makalah tentang hirschsprung dan asuhan keperawatan ini


diharapkan kepada para pembaca mampu untuk memahami dan mempelajari
materi ini dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan dengan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Maryunani Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada Neonatus.


Jakarta: TIM.
Maryanti Dwi. 2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : Trans Info
Media.
Rukhiyah Yeyeh Ani. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balit. Jakarta:
Trans Info Media.
Sodikin. 2012.Keperawatan Anak;Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal &
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
Speer, Kathleen Morgan. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinikal Pathways. Jakarta: EGC.

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih


(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai